You are on page 1of 21

PENDAHULUAN Reproduksi adalah suatu proses perkembangbiakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur (ovum)

dengan sel mani (sperma) sehingga terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum disebut dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau ovum), sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses spermatogenesis (proses pembentukan sel gamet jantan atau sperma yang terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulus seminiferus). Selain kedua hal tersebut diatas, terdapat beberapa hal yang juga mempunyai peranan penting dalam terbentuknya sebuah proses reproduksi yang baik. Hal tersebut adalah organ reproduksi pada ternak jantan dan betina itu sendiri, karena hal inilah yang nantinya dapat mempengaruhi produksi ovum dan sperma. Selain itu, proses estrus (masa keinginan kawin), ovulasi, dan fertilisasi (proses bertemunya sel gamet jantan dan sel gamet betina) juga sangat berperan dalam proses reproduksi.

PEMBAHASAN

A. A.1.

Anatomi Organ Reproduksi Jantan dan Betina Anatomi Organ Reproduksi Jantan Susunan anatomi pada organ kelamin hewan jantan, pada umumnya terbagi

atas empat komponen, yakni organ kelamin primer, organ kelamin sekunder, kelenjar pelengkap, serta organ kelamin luar (Anonim, 2009). Organ kelamin primer yaitu gonad jantan yang dinamakan Testis. Organ kelamin sekunder terdiri dari Epididimis dan Vas Deferens. Kelenjar pelengkap terdiri dari Vesikula Seminalis, Kelenjar Prostat, dan Kelenjar Cowper. Sedangkan organ kelamin luar terdiri dari Penis, Preputium, dan Scrotum (Luqman, 1999). Berikut adalah beberapa pemaparan mengenai anatomi organ reproduksi hewan jantan, yakni organ kelamin primer, organ kelamin sekunder, kelenjar pelengkap, serta organ kelamin luar : -. Anatomi Testes Testes terletak pada daerah prepubis, terbungkus dalam kantong scrotum, dimana di dalam scrotum berisi dua lobi testes yang masing-masing lobi mengandung satu testes dan digantung oleh funiculus spermaticus. Pada sapi jantan, testes berbentuk oval memanjang dan terletak dengan sumbu panjangnya vertical di dalam scrotum. Testes terbungkus oleh kapsul berwarna putih mengkilat yang disebut dengan tunika albugenia (Toelihere, 1985). Pada sudut posterior, organ ini terbungkus oleh selaput atau kapsula yang disebut sebagai mediastinum testes. Septula testes merupakan selaput tipis yang meluas mengelilingi mediastinum hingga tunika albugenia dan membagi testes

menjadi 250-270 bagian berbentuk pyramid yang disebut lobuli testes. Isi dari lobulus adalah tubulus seminiferus yang merupakan tabung kecil panjang dan berkelok-kelok memenuhi seluruh kerucut lobules. Muara tubulus seminiferus terdapat pada ujung medial dari kerucut. Pada ujung apical dari tiap-tiap lobules akan terjadi penyempitan lumen dan akan membentuk segmen pendek pertama dari sistem saluran kelamin yang selanjutnya akan masuk ke rete testes. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari tiga lapisan luar ke dalam yaitu tunika propia, lamina basalis, dan lapisan epithelium (Luqman, 1999). Testes pada pejantan dewasa yang normal mempunyai dua fungsi yang penting, yakni untuk memproduksi spermatozoa hidup dan subur serta memproduksi androgen atau hormon kelamin jantan yakni testosterone (Salisbury, 1985).

Berikut adalah gambar dari testes (Toelihere, 1985) :

-.

Anatomi Epididimis Epidimis merupakan saluran reproduksi jantan yang terdiri dari tiga bagian

yakni, caput epididimis, corpus epididimis, dan cauda epididimis. Caput epididimis merupakan muara dari sejumlah duktus eferents dan terletak pada bagian ujung atas dari testes. Corpus epididimis merupakan saluran kelanjutan dari caput yang berada di luar sedangkan cauda epididimis merupakan kelanjutan dari corpus yang terletak pada bagian ujung bawah testes (Luqman, 1999).

-.

Anatomi Vas Deferens Duktus (vas) deferens merupakan saluran yang menghubungkan cauda

epididimis dengan urethra. Dindingnya mengandung otot polos yang berperan dalam

pengangkutan spermatozoa. Diameter vas deferens 2 mm dengan konsistensi seperti tali, berjalan sejajar dengan corpus epididimis. Dekat dengan kepala epididimis, vas deferens menjadi lurus dan bersama-sama dnegan pembuluh darah, limfe dan saraf pembentuk funikulus spermatikus yang berjalan melalui kanalis inguinalis ke dalam cavum abdominal. Kedua vas deferens (kiri dan kanan) terletak sebelah menyebelah di atas vesika urinaria lambat laun menebal dan membesar membentuk ampula duktus deferens (Toelihere, 1985). -. Anatomi Vesikula Seminalis Pada sapi, kelenjar ini terdapat sepasang dan terdapat dalam lipatan urogenital lateral dari ampula. Fungsi dari kelenjar ini adalah menambah volume semen dengan membentuk 50% dari volume normal (Toelihere, 1985). -. Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar ini pada sapi mengelilingi urethra dan terdiri atas dua bagian yaitu badan prostata (corpus prostata) dan prostata diseminata atau prostata yang kriptik (pars disseminata prostate). Fungsi dari kelenjar ini adalah menberi bau khas pada semen yang dihasilkan (Anonim, 2009).

-.

Anatomi Kelenjar Cowper Terdapat sepasang, berbentuk bulat dan kompak, berselubung tebal danpada

sapi lebih kecil daripada kuda. Terletak di atas urethra dekat jalan keluar dari cavum

pelvis. Fungsi dari kelenjar ini adalah untuk membersihkan dan menetralisir urethra dari bekas urine dan kotoran (Anonim, 2009). -. Anatomi Penis Merupakan organ kopulatoris. Penis terdiri dari tiga bagian, yakni bagian akar (crush penis), bagian badan (corpus penis), dan bagian ujung yang berakhir pada glans penis (Toelihere, 1985). Berdasarkan tipe, penis pada hewan jantan dibagi menjadi dua macam yakni, tipe fibro elastis, dan tipe vaskuler. Pada tipe fibro elastis yang terdapat pada sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Pada penis tipe ini selalu dalam keadaan agak kaku dan kenyal walaupun dalam keadaan tidak aktif atau non-erect, dimana perbedaan perbedaan panjang penis antara ereksi dan tak ereksi adalah 3:2. Hal ini disebabkan karena adanya struktur atau bentuk S pada penis yang disebut dengan flexura sigmoideus. Bagian yang berongga pada waktu aktif kelamin terisi darah menjadi tegang tanpa membesar volume penis. Penis tipe vaskuler/musculo kavernosus didapatkan pada hewan kuda, gajah dan primate. Pada penis tipe ini, banyak mengandung serabut-serabut otot dan tidak mempunyai flexura sigmoideus. Pada waktu tidak ereksi penis terasa lunak, sedangkan pada waktu ereksi ukuran panjang dan diameternya menjadi dua kali lipatnya (Hardjopranjoto, 1995). Berikut adalah gambar dari anatomi organ reproduksi jantan

http://www.fkhunair/bahanajar/ilmumugidah/alatreproduksiternak/20.08.09/7.43PM).

A.2.

Anatomi Organ Reproduksi Betina Susunan anatomi pada organ kelamin hewan betina, pada umumnya terbagi

atas tiga komponen, yakni organ kelamin primer, organ kelamin sekunder, serta organ kelamin luar (Anonim, 2009). Organ kelamin primer yakni ovarium. Organ kelamin sekunder terdiri dari oviduct (tuba fallopii), uterus, serviks, dan vagina. Sedangkan organ kelamin luar terdiri dari vulva dan klitoris (Poernomo, 1999). Berikut adalah beberapa pemaparan mengenai anatomi organ reproduksi hewan betina, yakni organ kelamin primer, organ kelamin sekunder, serta organ kelamin luar : -. Anatomi Ovarium Terdiri dari dua buah (sepasang), yakni ovarium kanan dan ovarium kiri, permukaan licin, warna abu-abu sampai merah muda. Setelah mencapai masa menjelang dewasa (remaja), permukaan ovarium menjadi tidak rata karena terbentuk banyak folikel. Sebuah ovarium tergantung pada pengikat yang disebut dengan mesovarium (Hardjopranjoto, 1995). -. Anatomi Oviduct (tuba fallopii)

Terdapat sepasang, yakni oviduct kanan dan oviduct kiri. Oviduct terbagi menjadi tiga bagian yakni infundibulum yang mempunyai bentuk seperti corong serta memiliki rambut getar yang disebut fimbriae tubae, ampula yang mempunyai ukuran bagian oviduct, dan isthmus yang mempunyai rongga sempit dan berkelokkelok. Seluruh oviduct digantung oleh alat penggantung yang disebut dengan mesosalping yang merupakan kelanjutan dari mesovarium (Hardjopranjoto, 1995). -. Anatomi Uterus Bagian saluran alat reproduksi ini berbentuk buluh, berurat daging licin. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yakni selaput mukosa dan sub mukosa yang disebut dengan endometrium, lapisan yang berada di tengah merupakan lapisan otot yang disebut dengan myometrium, dan lapisan luar yaitu lapisan serosa yang disebut sebagai perimetrium (luqman, 1999). -. Anatomi Serviks Merupakan otot sphincter yang terletak diantara uterus dan vagina. Pada umumnya struktur serviks dicirikan dengan adanya penonjolan-penonjolan pada dindingnya. Pada ternak ruminansia, tonjolan-tonjolan ini disebut dengan cincincincin annuler, yang biasanya sangat nyata pada sapi yang biasanya terdapat 4 buah (Luqman, 1999). -. Anatomi Vagina Merupakan bagian saluran reproduksi betina yang memanjang dari mulut serviks bagian luar (portio vaginalis servicis) hingga tepat di depan dari muara urethra. Vagina terbagi atas bagian vestibulum yakni bagian ke sebelah luar yang

berhubungan dengan vulva dan portio vaginalis servicis yakni bagian sebelah serviks (Luqman, 1999). -. Anatomi Vulva dan Klitoris Klitoris secara embriologik homolog dengan penis, sedangkan vulva homolog dengan scrotum. Pada bagian ini banyak terdapat ujung-ujung syaraf perasa. Dari luar terlihat kedua bibir vulva (labia vulva) (Hardjopranjoto, 1995). Berikut adalah gambar dari anatomi organ reproduksi jantan

(http://www.ilri.org/21.02.09/9.21PM).

B. B.1.

Proses Estrus, Ovulasi dan Fertilisasi Proses Estrus

Estrus merupakan masa dimana ternak mempunyai keinginan untuk kawin. Pada proses estrus, terdapat 4 fase yakni, proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase-fase ini terjadi dalam satu siklus. Fase proestrus dimulai dengan regresi CL sehingga progesterone terhenti. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat, sehingga pada akhir periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan estrus yang dapat diamati. Berlangsung selama 2-3 hari dan dicirikana dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Fase estrus merupakan periode ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi berhubungan dengan fase estrus, yaitu selesai fase estrus. Kira-kira setelah 12-14 jam, fase estrus mulai berhenti. Selanjutnya betina tidak mengalami ovulasi hingga setelah fase estrus. Fase metestrus, diawali dengan penghentian fase estrus. Umumnya fase ini merupakan fase terbentuknya CL sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Fase ini ditandai dengan berhentinya birahi secara tiba-tiba. Berlangsung selama 3-5 hari. Fase diestrus, merupakan fase CL bekerja secara optimal. Pada fase ini, progesterone dalam darah meningkat dan diakhiri dengan regresi CL. Fase ini juga disebut dengan fase persiapan uterus untuk kebuntingan. Fase ini merupakan fase terpanjang dari siklus estrus yakni berlangsung selama 13 hari. Terjadinya kebuntingan atau tidak, CL akan berkembang menjadi organ yang fungsional yang akan menghasilkan sejumlah progesterone. Jika ovum yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan menghasilkan progesterone yang akan mempertahankan kebuntingan. Jika ovum yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi selama beberapa hari setelah

itu, CL akan mengalami regresi dan akan masuk pada siklus estrus yang baru (Imron, 2008). B.2. Proses Ovulasi Yang dimaksud dengan ovulasi adalah pecahnya folikel yang telah masak disertai keluarnya ovum dari folikel tersebut (Luqman, 1999). Pertama-tama yakni dimulai dengan perkembangan folikel yang berawal dari folikel primordial yang hanya dikelilingi oleh sedikit sel granulose yang didalamnya telah terdapat oosit. Kemudian berkembang menjadi folikel preantrum yang bercirikan dengan adanya zona viteline dan zona pellucid serta dikelilingi oleh sel granulose yang lebih banyak dibandingkan pada tahap folikel sebelumnya. Selanjutnya yaitu folikel antrum, dimana pada folikel ini terdapat rongga (antrum) yang di dalamnya terdapat cairan folikel yang mengandung hormon estrogen. Tahap terakhir adalah folikel preovulasi (de graff), pada tahap ini terbentuk cumulus oophorus, theca interna serta theca externa. Pada folikel inilah akan terjadi proses ovulasi. Selain penjelasan diatas, terdapat pula penjelasan mengenai proses ovulasi yakni proses ovulasi terbagi menjadi dua bagian, secara hormonal dan secara neural, berikut penjelasanya :

a. Hormonal :

Setelah folikel-folikel tumbuh karena pengaruh hormon FSH dari pituitari anterior,maka sel-sek folikel mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam dosis kecil akan menyebabkan terlepasnya hormon LH. Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar dan persobekan pada daerah stigma yang pucat karena daerah ini kurang memperoleh darah (http://www.wordpress.com/prosesreproduksi/26.08.09/00.30AM). b. Neural : Rangsangan pada luar servik, baik pada saat kopulasi atau kawin buatan akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat yang akan diterima oleh hipotalamus. Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akan meningkat sehingga mengakibatkan ovulasi. B.3. Proses Fertilisasi Fertilisasi (pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoa dengan sel telur (ovum), dimana spermatozoa berasal dari hewan jantan dan ovum berasal dari hewan betina. Dikarenakan spermatozoa dan ovum berasal dari dua sel yang berbeda, maka untuk dapat saling bertemu dan bersatu, keduanya tersebut harus melalui perjalanan panjang dan mengalami proses persiapan serta tempat untuk bertemu juga harus memenuhi syarat bagi spermatozoa dan ovum (Poernomo, 1999).

Proses ini sendiri dimulai dengan pematangan (maturasi) sel telur dan spermatozoa. Pematangan sel telur dimulai pada waktu proses pembelahan meiosis

dari profase I menjadi masak selama folikulogenesis. Sedangkan spermatozoa memerlukan perubahan maturasi yang terjadi selama 10-15 hari ketika melewati epididimis. Perubahan maturasi spermatozoa bergantung pada sekresi epididimis dan waktu transport yang sangat penting untuk dapat membuahi sel telur. Proses fertilisasi pada mamalia memerlukan tiga kejadian kritis yaitu : sel spermatozoa harus menembus diantara sel-sel cumulus dengan bantuan enzim hyaluronidase, sel spermatozoa harus menyentuh dan menembus lapisan zona pellucid, dan penyatuan spermatozoa dengan membran plasma sel telur (Luqman, 1999). Proses fertilisasi, pertama-tama di mulai dengan transport spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina. Pertama, spermatozoa akan memasuki vagina, dimana akan terjadi seleksi dengan adanya perbedaan pH antara spermatozoa (pH=7) dan vagina (pH=4). Setelah melewati vagina, spermatozoa yang telah terseleksi akan memasuki serviks. Dalam serviks, hanya spermatozoa yang normal yang dapat lewat, hal ini dikarenakan spermatozoa yang normal dapat bergerak melewati cincin-cincin anulir pada serviks. Sampai akhirnya menuju uterus, dimana mengalami proses kapasitasi yakni proses pendewasaan spermatozoa oleh cairan endometrium sehingga spermatozoa dapat menembus lapisan-lapisan sel telur dan mempermudah terjadinya fertilisasi. Tempat utama terjadinya proses kapasitasi adalah pada AIJ (Ampulla Isthmus Junction). Selanjutnya yakni, transport sel telur untuk menuju AIJ dimulai pada saat menjelang ovulasi, pada saat itu estrogen dominan dan bersama oksitosin akan menyebabkan terjadinya derakan peristaltik yang aktif. Setelah terjadi ovulasi, sel telur akan mendarat pada permukaan fimbrae yang terdapat pada infundibulum,

dengan adana gerak peristaltik tersebut, sel telur akan terdorong masuk hingga ampulla hingga mencapai AIJ (Anonim, 2009). Pada saat spermatozoa mencapai AIJ dan bertemu dengan ovum, maka akan terjadilah proses fertilisasi. Proses ini dimulai dengan penembusan kepala spermatozoa ke dalam ovum, dimana pada akrosome spermatozoa terdapat enzim hyaluranidase yang membantu proses penembusan cumulus oophorus. Setelah spermatozoa menembus lapisan cumulus oophorus, maka selanjutnya akan terjadi sentuhan kepala spermatozoa pada zona pellucid. Secara normal, setelah spermatozoa pertama masuk, maka tidak akan ada lagi spermatozoa lain yang dapat masuk hal ini disebabkan oleh adanya reaksi zona, yakni suatu mekanisme pada zona pellucida untuk mengadakan perubahan setelah masuknya spermatozoa pertama dan menghalangi masuknya spermatozoa berikutnya. Setelah menembus lapisan pellucida, spermatozoa kemudian menyentuh permukaan lapisan vitelline, dengan begitu akan merangsang pembebasan zat yang dihasilkan oleh granulo kortiko sehingga lapisan vitellin akan menebal, hal ini kemudian dinamakan dengan blokade vitellin (Luqman, 1999).

C. C.1.

Kebuntingan, Kelahiran dan Menyusui Kebuntingan

Kebuntingan merupakan proses dimana suatu ternak telah memiliki zigot ataupun embrio yang kemudian berkembang menjadi fetus. Peristiwa ini terjadi sesudah proses fertilisasi dan penyatuan ke dua inti dari spermatozoa dan ovum, dan diakhiri dengan proses kelahiran. Proses awal dari kebuntingan ini adalah fertilisasi yakni pembuahan antara ovum dan spermatozoa, yang selanjutnya berlanjut hingga penyatuan inti sel diantara keduanya. Selama beberapa hari ovum yang telah dibuahi disebut sebagai zigot atau embrio yang hidup bebas di dalam oviduct (tuba fallopii) atau uterus induk. Pada saat embrio tersebut mencapai uterus, sel tunggal ini akan mengalami pembelahan sel selama beberapa kali tanpa pertambahan volume sitoplasma, proses pembelahan sel tanpa pertumbuhan ini disebut cleavage (Luqman, 1999). Pada waktu jumlah sel dalam zona pellucid mencapai 32 buah, embrio kini disebut morula. Cairan mulai terlihat, terkumpul di antara beberapa sel dan terbentuk suatu rongga bagian dalam yang disebut blastocole, sedang embrio kini disebut blastocyst. Pada waktu blastocole telah terbentuk, maka tubuh embrio seakan-akan terbagi menjadi dua, karena ada bagian sel yang tumbuh membentuk sel-sel tipis di bagian permukaan, yang menyelubungi hamper seluruh bagian blastocole. Bagian yang menyelubungi ini disebut trophoblast, sedang bagian yang diselubungi disebut inner cell mass. Dalam pertumbuhan selanjutnya trophoblast akan tumbuh menjadi plasenta, sedangkan inner cell mass tumbuh menjadi makhluk baru yang akan lahir (Luqman, 1999).

Berikut adalah gambar dari proses embryogenesis yakni proses kebuntingan, berawal dari 1 sel, 2 sel, morula, hingga blastocyst (http://www.fkhunair/bahanajar/ilmu mugidah/embryogenesis/20.08.2009/7.43PM).

Setelah morula berkembang menjadi blastosis, maka pada hari ke 11-40 pada sapi terjadi proses implantasi. Implantasi yaitu bertautnya embrio dengan dinding endometrium uterus sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi perubahan tempat. Berikut adalah gambar dari proses implantasi (http://www.fkhunair/bahanajar/ilmu mugidah/implantasi/20.08.2009/7.41PM).

C.2.

Kelahiran Proses kelahiran dimulai dengan hipotalamus fetus yang menyebabkan

peningkatan kadar Corticotropin Releasing Hormone (CRH), dimana CRH ini akan menstimulir pengeluaran adrenocorticotropic (ACTH) oleh hipofisa fetus dan Glukokortikoid fetus yang merangsang hipofisa agar corteks adrenal memproduksi kortisol. Kortisol ini akan merangsang plasenta sehingga enzim 17 hidroksilase menjadi aktif, setelah itu terjadi penurunan progresteron dan terjadi peningkatan estrogen dalam darah. Peningkatan estrogen ini menstimulasi myometrium untuk memproduksi Prostaglandin (PGF2). Prostaglandin menyebabkan kontraksi myometrium yang akan meningkatkan tekanan intrauterin dan mendorong fetus ke

arah serviks dan menyebabkan serviks dilatasi. Pada peristiwa ini induk akan menghasilkan oksitosin yang akan menyebabkan uterus akan peka terhadap estrogen sehingga dapat membantu dalam kontraksi myometrium dan terjadilah partus. Secara singkat, proses ini di awali dengan adanya kontraksi otot yang terjadi pada dinding uterus induk kemudian kontraksi ini akan menstimulus hipotalamus sehingga akan mensekresikan hormon oksitosin melalui peredaran darah yang berperan dalam keluarnya fetus dari rahim induk (Purwo, 2009). C.3. Menyusui Kelenjar susu atau glandula mammae merupakan bagian dari alat-alat reproduksi, sedangkan laktasi merupakan fase akhir dari reproduksi. Pada dasarnya air susu yang dihasilkan oleh induk adalah untuk keperluan pemenuhan kebutuhan pakan untuk anaknya. Proses menyusui erat kaitannya dengan istilah laktasi. Laktasi sendiri terdiri dari dua fase yaitu fase sekresi susu dan fase pelepasan air susu. Bila kelenjar susu telah tumbuh dengan sempurna, sekresi susu dimulai dan ini berarti telah terjadi sekresi protein, lemak dan karbohidrat. Awal laktasi kira-kira terjadi pada waktu melahirkan, sekresi yang keluar pada waktu itu adalah berupa kolustrum yang kaya akan antibodi.

Pengeluaran air susu oleh induk juga berkaitan dengan adanya kerja hormonal dan syaraf (neuro-hormonal) pada induk. Pertama-tama, syaraf pada sumsum tulang belakang terstimulasi oleh isapan dari pedet (anak sapi) atau pemerahan pada bagian

putting susu. Hantaran stimulus syaraf tersebut tersampaikan menuju hipotalamus. Hipotalamus inilah yang akan menstimulasi hipofisa anterior untuk mensekresikan hormon prolaktin guna mencegah proses involusi kelenjar susu sehingga tetap terpelihara. Selain itu, hipotalamus juga menstimulus hipofisa posterior untuk menghasilkan hormon oksitosin yang berguna untuk merangsang kontraksi sel-sel myoepitel pada dinding alveoli. Sehingga air susu dapat mengalir dari alveoli ke dalam sisterna ambing melalui duktus menuju sisterna puting.

KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

-.

Organ reproduksi jantan dibagi atas empat, yakni organ kelamin primer, organ kelamin sekunder, organ kelamin luar, dan organ kelamin pelengkap.

-.

Organ reproduksi betina dibagi atas tiga, yakni organ kelamin primer, organ kelamin sekunder, dan organ kelamin luar.

-.

Proses reproduksi berawal dari proses estrus, ovulasi, fertilisasi, kebuntingan, kelahiran, dan menyusui sebagai proses akhir dari proses reproduksi.

-.

Proses estrus merupakan masa dimana ternak mempunyai keinginan untuk kawin. Estrus terbagi menjadi empat tahap, proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.

-.

Proses ovulasi yakni pecahnya folikel yang telah masak disertai keluarnya ovum dari folikel tersebut.

-.

Proses fertilisasi adalah proses bersatunya sel gamet jantan (spermatozoa) dengan sel gamet betina (ovum) di dalam oviduct tepatnya di AIJ (Ampulla Isthmus Junction).

-.

Kebuntingan merupakan proses dimana suatu ternak telah memiliki zigot ataupun embrio yang kemudian berkembang menjadi fetus.

-. -.

Kelahiran merupakan proses keluarnya fetus dari induk. Menyusui merupakan fase akhir dari proses reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA Anonima. 2009. Bahan Ajar Dasar Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anonimb. 2009. http://www.fkh unair/bahan ajar/ilmu mugidah/alat reproduksi ternak/20.08.09/7.43PM/ Anonimc. 2009. http://www.ilri.org/21.02.09/9.21PM/ Anonimd. 2009. http://www.wordpress.com/proses reproduksi/26.08.09/00.03AM/ Anonime. 2009. http://www.fkh unair/bahan ajar/ilmu mugidah/embriogenesis/20.08.09/7.43PM/ Anonimf. 2009. http://www.fkh unair/bahan ajar/ilmu mugidah/implantasi/20.08.09/7.41PM/ Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya. Imron, A. 2008. Biologi Reproduksi. Universitas Brawijaya. Malang. Luqman, M., 1999. Fisiologi Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Poernomo, B. 1999. Diktat Ilmu Mugidah. Universitas Airlangga. Surabaya. Purwo, H. 2009. Peran Fetus dan Induk dalam Inisiasi Kelahiran. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Toelihere, M. 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.

You might also like