You are on page 1of 20

ABORTUS Definisi Abortus didefinisikan sebagai pengeluaran kehamilan dengan cara apapun sebelum janin cukup berkembang untuk

dapat bertahan hidup di luar kandungan. Di Amerika Serikat definisi ini dikhususkan untuk pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin lebih kecil dari 500 gram yang didasarkan pada tanggal hari pertama menstruasi normal terakhir. (1) Ada beberapa ahli yang mengemukakan batasan abortus. Eastman mengatakan abortus adalah terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Menurut Jeffcoat, abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu yaitu fetus belum dapat hidup menurut aturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Holmer memberi batasan yang lebih rendah yaitu 16 minggu.(1,2) Abortus menurut kejadiannya dibagi atas abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari luar sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan ataupun secara mekanis dengan bantuan alat.(1) Dalam perjalanan klinisnya abortus spontan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:(1) 1. Abortus imminens (threatened) Suatu abortus imminens dicurigai bila terdapat pengeluaran vagina yang mengandung darah, atau perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan. Suatu abortus imminens dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Perdarahan pada abortus imminens seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu. Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya pembukaan serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound

pada panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin berdenyut, dan kantong amnion kosong. 2. Abortus insipiens (inevitable) Merupakan suatu abortus yang tidak dapat dipertahankan lagi ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya pembukaan serviks. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pada pemeriksaan vagina memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah. 3. Abortus inkompletus (incomplete) Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan irreguler. 4. Abortus kompletus (complete) Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong. 5. Missed abortion Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. 6. Abortus habitualis (habitual abortion) Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

Epidemiologi Insiden abortus spontan umumnya tercatat sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Gambaran ini diperoleh dari data yang memiliki paling tidak dua kelemahan, yaitu ketidakmampuan mengenali abortus secara dini, sehingga terlewatkan dan dicantumkannya kasus induksi abortus ilegal yang dinyatakan sebagai abortus spontan.(3) Insiden abortus spontan sulit ditentukan secara tepat karena belum adanya kesepakatan yang dicapai mengenai kapan kehamilan itu sesungguhnya dimulai dan pertimbangan mengenai kecermatan dalam teknik yang digunakan untuk penentuan kehamilan tersebut. Dengan penggunaan uji yang dapat menentukan sejumlah kecil hCG (human Chorionic Gonadotropin), frekuensi abortus akan lebih tinggi dibandingkan penentuan diagnosis abortus berdasarkan konfirmasi histologik saja. Di Amerika Serikat abortus spontan yang diperkirakan 10-15% dari kehamilan meningkat insidennya menjadi 50% apabila pemeriksaan biokimiawi hCG dalam darah 7-10 hari setelah konsepsi ikut diperhitungkan.(1) Abortus spontan di Indonesia diperkirakan sekitar 10-15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau sekitar 600-900 ribu, sedangkan abortus buatan sekitar 750.000-1,5 juta per tahunnya.(2,4) Etiologi Abortus spontan dapat terjadi pada trimester pertama kehamilan yang meliputi 85% dari kejadian abortus spontan dan cenderung disebabkan oleh faktor-faktor fetal. Sementara abortus spontan yang terjadi pada trimester kedua lebih cenderung disebabkan oleh faktor-faktor maternal termasuk inkompetensia serviks, anomali kavum uterus yang kongenital atau didapat, hipotiroid, diabetes mellitus, nefritis kronik, infeksi akut oleh penggunaan kokain, gangguan immunologi, dan gangguan psikologis tertentu. (4) 1. Faktor fetal Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan anomali kromosom dengan dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan sebagian lagi merupakan triploidi, tetraploidi, atau monosomi 45X. (6) 3

Menurut Eiben dkk (1990), Zhou (1990), dan Ohno dkk (1991) mayoritas abortus spontan berhubungan dengan abnormalitas kromosom, terutama trisomi. Suatu penelitian sitogenetik mendapatkan abnormalitas kromosom antara 2150% pada abortus spontan di trimester pertama (Boue dkk, 1975; Chua dkk, 1989; Eiben dkk 1990) dengan lebih dari separuhnya tidak mengandung bagianbagian embrionik untuk pemeriksaan (Kalousek dkk, 1993). Sebuah penelitian lain mendapatkan 70% dari missed abortion merupakan abnormalitas kromosom (Phillp dan Kalousek, 2002). 2. Faktor maternal (4) a. Faktor-faktor endokrin Beberapa gangguan endokrin telah terlibat dalam abotus spontan berulang, termasuk diantaranya adalah diabetes mellitus tak terkontrol (Mestman, 2002), hipo dan hipertiroid (Fedele dan Bianchi, 1995; Lazarus dan Kokandi, 2000), oligomenorrhea (Hasegawa dkk, 1996), hipersekresi luteinezing hormone, insufisiensi korpus luteum atau disfungsi fase luteal (Fritz, 1988; Dlugi, 1998), dan penyakit polikistik ovarium (Homburg dkk, 1988; Regan dkk, 1990). Pada perkembangan terbaru peranan hiperandrogenemia (Tulppala dkk, 1993; Okok dkk, 1998) dan hiperprolaktinemia (Hirahara dkk, 1998) telah dihubungkan dengan terjadinya abortus yang berulang. b. Faktor-faktor anatomi Anomali uterus termasuk malformasi kongenital, defek uterus yang didapat (Asthermans syndrome dan defek sekunder terhadap dietilestilbestrol), leiomyoma, dan inkompentensia serviks (Garcia-Enguidanos dkk, 2002). Meskipun anomali-anomali ini sering dihubungkan dengan abortus spontan, insiden, klasifikasi dan peranannya dalam etiologi masih belum diketahui secara pasti (Bulletti dkk, 1996). Abnormalitas uterus terjadi pada 1,9% dalam populasi wanita, dan 13 sampai 30% wanita dengan abortus spontan berulang (Bulletti dkk, 1996; Garcia-Enguidanos dkk, 2002). Penelitian lain menunjukkan bahwa wanita dengan anomali didapat seperti Ashermans syndrome, adhesi uterus, dan anomali didapat melalui paparan dietilestilbestrol memiliki angka kemungkinan hidup fetus yang lebih rendah (Garcia-Enguidanos dkk, 2002) dan meningkatnya angka kejadian abortus spontan (Herbs dkk, 1981). c. Faktor-faktor immunologi 4

Pada kehamilan normal, sistem imun maternal tidak bereaksi terhadap spermatozoa atau embrio. Namun 40% pada abortus berulang diperkirakan secara immunologis kehadiran fetus tidak dapat diterima (Giacomucci dkk, 1994). Respon imun dapat dipicu oleh beragam faktor endogen dan eksogen, termasuk pembentukan antibodi antiparental, gangguan autoimun yang mengarah pada pembentukan antibodi autoimun (antibodi antifosfolipid, antibodi antinuclear, aktivasi sel B poliklonal), infeksi, bahan-bahan toksik, dan stress (Giacomucci dkk, 1994; Thellin dan Heinen, 2003). d. Trombofilia Trombofilia merupakan keadaan hiperkoagulasi yang berhubungan dengan predisposisi terhadap trombolitik. Kehamilan akan mengawali keadaan hiperkoagulasi dan melibatkan keseimbangan antara jalur prekoagulan dan antikoagulan (Kujovich, 2004). Trombofilia dapat merupakan kelainan yang herediter atau didapat. Terdapat hubungan antara antibodi antifosfolipid yang didapat dan abortus berulang (Rand, 1998; Branch, 1998; Vinatier dkk, 2001) dan semacam terapi dan kombinasi terapi yang melibatkan heparin dan aspirin telah direkomendasikan untuk menyokong pemeliharaan kehamilan sampai persalinan (Empson dkk, 2002). Pada sindrom antifosfolipid, antibodi antifosfolipid mempunyai hubungan dengan kejadian trombosis vena, trombosis arteri, abortus atau trombositopenia. Namun, mekanisme pasti yang menyebabkan antibodi antifosfolipid mengarah ke trombosis masih belum diketahui. Pada perkembangan terbaru, beberapa gangguan trombolitik yang herediter atau didapat telah dihubungkan dengan abortus berulang termasuk faktor V Leiden, defisiensi protein antikoagulan dan antitrombin, hiperhomosistinemia, mutasi genetik protrombin, dan mutasi homozigot pada gen metileneterhidrofolat reduktase (Kujovich, 2004). e. Infeksi Infeksi-infeksi maternal yang memperlihatkan hubungan yang jelas dengan abortus spontan termasuk sifilis, parvovirus B19, HIV, dan malaria (GarciaEnguidanos dkk, 2002). Brusellosis, suatu penyakit zoonosis yang paling sering menginfeksi manusia melalui produk susu yang tidak dipasteurisasi juga dapat menyebabkan abortus spontan (Mandell dkk, 2000). Suatu penelitian retrospektif terbaru di Saudi Arabia menemukan bahwa hampir separuh (43%) wanita hamil yang didiagnosa menderita brusellosis akut pada 5

awal kehamilannya mengalami abortus spontan pada trimester pertama atau kedua kehamilannya (Khan dkk, 2001). f. Faktor-faktor eksogen, meliputi: Bahan-bahan kimia: Gas anestesi Nitrat oksida dan gas-gas anestesi lain diyakini sebagai faktor resiko untuk terjadinya abortus spontan (Aldridge dan Tunstall, 1986). Pada suatu tinjauan oleh Tannenbaum dkk (Tannenbaum dan Goldberg, 1985), wanita yang bekerja di kamar operasi sebelum dan selama kehamilan mempunyai kecenderungan 1,5 sampai 2 kali untuk mengalami abortus spontan. Pada suatu penelitian meta analisis yang lebih baru, hubungan antara pekerjaan maternal yang terpapar gas anestesi dan resiko abortus spontan (Bolvin, 1997) digambarkan adalah 1,48 kali daripada yang tidak terpapar. Air yang tercermar Beberapa penelitian epidemiologi telah mendapatkan data dari fasilitas-fasilitas air di daerah perkotaan untuk mengetahui paparan lingkungan (Bove dkk, 2002). Suatu penelitian prospektif di California (Waller dkk, 1998) menemukan hubungan bermakna antara resiko abortus spontan pada wanita yang terpapar trihalometana dan terhadap salah satu turunannya, bromodikhlorometana. Demikian juga wanita yang tinggal di daerah Santa Clara, daerah yang dengan kadar bromida pada air permukaan paling tinggi tersebut, memiliki resiko 4 kali lebih tinggi untuk mengalami abortus spontan. Dioxin Dioxin telah terbukti menyebabkan kanker pada manusia dan binatang, dan menyebabkan anomali reproduksi pada binatang (McNulty, 1985). Beberapa penelitian pada manusia menunjukkan hubungan antara dioxin dan abortus spontan. Pada akhir tahun 1990, dioxin ditemukan di dalam air, tanah, air minum, di kota Chapaevsk Rusia. Kadar dioxin dalam air minum pada kota itu merupakan kadar dioxin tertinggi yang ditemukan di Rusia, dan ternyata frekuensi rata-

rata abortus spontan pada kota tersebut didapatkan lebih tinggi dari kota-kota yang lain (Revich dkk, 2001).

Pestisida Resiko abortus spontan telah diteliti pada sejumlah kelompok pekerja yang menggunakan pestisida. Suatu peningkatan prevalensi abortus spontan terlihat pada istri-istri pekerja yang menggunakan pestisida di Italia (Petrelli dkk, 2000), India (Rupa dkk, 1991), dan Amerika Serikat (Gary dkk, 2002), pekerja rumah hijau di Kolombia (Restrepo dkk, 1990) dan Spanyol (Parron dkk, 1996), pekerja kebun di Argentina (Matos dkk, 1987), petani tebu di Ukraina (Kundiev, 1994), dan wanita yang terlibat di bidang agrikultural di Amerika Serikat (Engel dkk, 1995) dan Findlandia (Hemminki dkk, 1980). Suatu peningkatan prevalensi abortus yang terlambat telah diamati juga di antara wanita peternakan di Norwegia (Kristensen dkk, 1997), dan pekerja agrikultural atau hortikultural di Kanada (McDonald dkk, 1988).

Gaya hidup seperti merokok dan alkoholisme. Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan menemukan bahwa merokok tembakau dapat sedikit meningkatkan resiko untuk terjadinya abortus spontan. Namun, hubungan antara merokok dan abortus spontan tergantung pada faktor-faktor lain termasuk konsumsi alkohol, perjalanan reproduksi, waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan status sosioekonomi (Werler, 1997). Peningkatan angka kejadian abortus spontan pada wanita alkoholik mungkin berhubungan dengan akibat tak langsung dari gangguan terkait alkoholisme (Abel, 1997).

Radiasi Radiasi ionisasi dikenal menyebabkan gangguan hasil reproduksi, termasuk malformasi kongenital, restriksi pertumbuhan intrauterine, dan kematian embrio (UNSCEAR, 1993). Pada tahun 1990, Komisi Internasional Terhadap Perlindungan Radiasi menyerankan untuk wanita dengan konsepsi tidak terpapar lebih dari 5mSv selama kehamilan 7

(Clarke, 1990). Penelitian-penelitian mengenai kontaminasi radioaktif memperlihatkan akibat Chernobyl yang meningkatkan angka kejadian abortus spontan di Finlandia dan Norwegia (Auvien dkk, 2001; Ulstein dkk, 1990). Patofisiologi (1,4) Pada awal abortus terjadi perdarahan pada desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu, villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera lepas dengan lengkap. Hasil konsepsi dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion). Bila kantong ketuban dibuka umumnya ditemukan cairan yang mengelilingi janin kecil yang telah mengalami maserasi atau kemungkinan lain dijumpai janin yang tidak tampak dalam kantong ketuban, keadaan terakhir disebut blighted ovum. Dengan mikroskop untuk pembedahan terlihat villi plasenta yang sering kali menebal serta meragng karena cairan, dan ujung villi tersebut tampak bercabang sehingga menyerupai bentuk kantong sosis yang kecil. Cairan yang mengisi tersebut mengalami degenerasi molar karena penyerapan cairan jaringan. Pada abortus setelah janin mencapai ukuran yang cukup besar dapat terjadi beberapa kemungkinan. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Dalam keadaan seperti ini tulang tengkorak kepala janin dapat kolaps, abdomen mengalami distensi karena adanya cairan yang mengandung darah, dan seluruh 8

tubuh janin berwarna merah gelap. Pada saat yang sama, kulit menjadi lunak dan akan mengelupas di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat ringan sehingga yang tertinggal hanya lapisan korium. Organ-organ dalam akan mengalami degenerasi dan nekrosis, menjadi rapuh dan kehilangan kemampuannya untuk menyerap zat warna histologi yang biasa. Cairan amnion dapat diabsorbsi bila janin tertekan sampai pipih dan mengering sehingga membentuk fetus compressus. Kadangkala, janin menjadi sedemikian keringnya dan pipih sedemikian rupa sehingga menyerupai kertas, dan disebut fetus papyraceus. Hasil akhir ini relatif sering terjadi pada kehamilan kembar, yaitu jika salah satu janin mati pada awal masa kehamilan sedangkan janin yang lain tetap berkembang penuh. Gejala Klinis (1,3,4) Abortus imminens Jika seorang wanita yang hamil muda mengeluarkan darah sedikit pervaginam maka ia diduga menderita abortus imminens. Secara ikhtisar abortus imminens kita diagnosis kalau pada kehamilan muda terdapat : 1. Perdarahan pervaginam yang sedikit 2. Nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali. 3. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan. 4. Tidak ditemukan kelainan pada serviks. Pada abortus imminens masih ada harapan bahwa kehamilan masih berlangsung terus. Abortus incipiens Tanda-tandanya adalah: 1. Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah. 2. Nyeri karena kontraksi rahim kuat 3. Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan. 4. Hasil konsepsi masih dalam uterus. Abortus incompletes Jika sebagian telur telah lahir, tetapi sebagian tertnggal (biasanya jaringan plasenta) maka ini dinamakan abortus inkompletus. Gejala yang timbul pada 9

abortus inkomplitus antara lain perdarahan. Perdarahan pada abortus inkomplit bisa sedikit sampai banyak dan dapat bertahan selama beberapa hari atau minggu. Abortus inkomplit dapat diikuti oleh nyeri kram ringan yang mirip nyeri menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Nyeri pada abortus dapat terletak disebelah anterior dan berirama seperti nyeri pada persalinan biasa. Serangan nyeri tersebut bisa berupa nyeri pinggang bawah yang persisten yang disertai perasaan tekanan pada panggul, atau nyeri tersebut bisa berupa nyeri tumpul atau rasa pegal pada garis tengah pada daerah suprasimfisis yang disertai dengan nyeri tekan didaerah uterus. Bagaimanapun bentuk nyeri yang terjadi, kelangsungan kehamilan dengan perdarahan dan rasa nyeri memperlihatkan prognosa yang jelek. Namun demikian, pada sebagian wanita yang menderita nyeri dan terancam mengalami abortus, perdarahan bisa berhenti, rasa nyeri hilang dan kehamilan yang normal dapat dilanjutkan. Tanda-tandanya adalah: 1. Terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan dan perdarahan masih berlangsung terus. 2. Cervix tetap terbuka karena masih ada benda didalam rahim yang dianggap corpus alienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi. Abortus completes Dikatakan apabila hasil konsepsi telah lahir lengkap. Pada abortus komplit perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambatlambatnya dalm 10 hari perdarahan berhenti sama sekali. Cervix juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga maka disebut abortus inkomplit atau endometritis post aborum harus dipikirkan. Diagnosis (1,4) Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering pula terdapat rasa mulas. Kecurigaan tersebut dapat diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologi (Pregnosticon, 10

Gravindex) bilamana hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, dan adanya jaringan dalam kavum uterus atau vagina. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup. Terlihatnya gambaran USG yang menunjukkan cincin gestasional dengan bentuk yang jelas dan memberikan gambaran ekho dibagian sentral dari bayangan embrio berarti hasil konsepsi dapat dikatakan sehat. Kantong gestasional tanpa gambaran ekho sentral dari embrio atau janin menunjukkan kematian hasil konsepsi. Bila abortus tidak dapat dihindari, diameter kantong gestasional seringkali lebih kecil dari yang semestinya untuk umur kehamilan yang sama. Lebih lanjut, pada umur kehamilan 6 minggu dan sesudahnya, gerakan jantung janin akan dapat dilihat secara jelas menggunakan USG. Penatalaksanaan (1,4,5) Jika perdarahan tidak banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui servik. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2mg I.M atau misoprosotol 400mcg per oral. Jika perdarahan banyak atau perdarahan berlangsung terus dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan: Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. Jika evakuasi belum dapat segera dilakukan, beri ergometrin 0,2mg I.M (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprosotol 400mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: o Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500ml cairan I.V (garam fisologik atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi 11

o Jika perlu berikan misoprosotol 200mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800mcg) o Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertingal dalam uterus Apabila disertai dengan syok karena perdarahan Segera harus diberikan infus cairan NaCl fisiologis atau Ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan. Setelah tindakan disuntikkan ergometrin I.M untuk mempertahankan kontraksi otot uterus. Berdasarkan jenis Abortus : Abortus imminens Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka dianjurkan: Tirah baring Diberi sedativa seperti luminal, codein, morphin Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot rahim. Abortus incipiens Untuk mempercepat pengosongan rahim, diberikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/ menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan sedativa. Ergometrin 0,2 mg IM dapat diberikan dan diulangi 15 menit kemudian. Misoprostol 400 mg po jika diperlukan diulangi 4 jam kemudian. Abortus incompletes Harus segera dibersihkan dengan kuretase karena selama masih ada sisa plasenta akan terus terjadi perdarahan. Perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misoprostol 400 mg po Bila tidak ada tanda infeksi beri antibiotik profilaksis (Ampisilin 500 mg po atau doksisiklin 100 mg). Bla terjadi infeksi beri Ampisillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam. 12

Bila pasien anemia sedang beri SF 600 mg/hari (2 minggu) jika berat, trasfusi. Abortus komplit Kondisi baik: tablet ergometrin 3x1 tablet/ hari untuk 3 hari Anemia sedang SF 600 mg/hari (2 minggu) dengan anjuran makan makanan bergizi seperti susu, telur, tahu, tempe. Komplikasi (6) Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus spontan. Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi, syok akibat perdarahan dan infeksi sepsis. 1. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. 2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi. 3. Infeksi Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion) 4. Syok 13

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Agama Suku No MR ANAMNESIS Seorang pasien wanita berumur 32 tahun masuk ke IGD kebidanan RS Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 7 Desember 2011 pukul 21.00 WIB dengan : Keluhan utama : Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 5 jam yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang : Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 5 jam yang lalu, berwarna merah kehitaman, membasahi 2 helai celana dalam keluarnya jaringan seperti daging (+), bergumpal-gumpal, nyeri (+) Keluar gelembung seperti mata ikan (-) Tidak haid sejak 2,5 bulan yang lalu Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, teratur 1 x 28 hari, lama 4-5 hari, 2-3 x ganti duk tiap hari, nyeri haid (-) HPHT 26 September 2011 Ini merupakan kehamilan yang ketiga, anak terkecil berusia 7 tahun Riwayat trauma (-), demam (-), keputihan (-) BAK dan BAB biasa 14 : Ny. Y : 32 tahun : SLTP : Ibu Rumah Tangga : Jl. Juanda no.46 : Islam : Minang : 562426 Suami Umur : Tn. Ismet : 40 tahun

Pendidikan : SMU Pekerjaan : Pedagang

Riwayat Penyakit dahulu : Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan hipertensi. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan, atau kejiwaan. Riwayat kehamilan dan sosial ekonomi : Riwayat perkawinan : 1 x tahun 1998 Riwayat kehamilan/ abortus/persalinan : 3/0/2 1. Tahun 1999, laki-laki, 2650 gram, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup 2. Tahun 2004, perempuan, 2850 gram, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup 3. Sekarang Riwayat Kontrasepsi : suntik setiap 3 bulan selama 4 tahun terakhir Riwayat Imunisasi : (-) Riwayat kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-) PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi Nadi Suhu Frekuensi nafas Kulit KGB Kepala Mata THT Leher : sedang : cmc : 100/70 mmHg : 98 x permenit : 37 0C : 26 x permenit : sianosis (-) : tidak membesar : tidak ada kelainan : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik : tidak ada kelainan : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak membesar Keadaan gizi Berat Badan Tinggi badan Sianosis Edema Anemis Ikterus : sedang : 50 kg : 155 cm : (-) : (-) : (+) : (-)

15

Dada : Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris kiri = kanan : fremitus kiri = kanan : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi : iktus tidak terlihat : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V : batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-) Abdomen Genitalia Ekstremitas : status obstetrikus : status obstetrikus : edema -/-, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-

STATUS OBSTETRIKUS Muka Mammae Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit : kloasma gravidarum (+) : membesar, A/P hiperpigmentasi

Palpasi : Supel, NT (-), NL (-), DM (-), FUT 1 jari diatas simpisis pubis Perkusi : timpani Auskultasi : BU (+) normal Genitalia : Inspeksi : v/u tenang

Inspekulo : o Vagina : tumor(-), laserasi (-), fluksus (+) tampak darah menumpuk di forniks posterior warna merah kehitaman

16

o Portio

: multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), laserasi (-), fluksus (+), OUE terbuka 1 cm, tampak darah kehitaman mengalir dari kanalis servikalis

VT/ bimanual : o vagina o Portio : tumor (-) : multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), laserasi (-), nyeri goyang (-), OUE terbuka 1 jari, teraba sisa jaringan di kanalis servikalis o Corpus Uteri : Antefleksi, ukuran sebesar telur bebek, FUT 1 jari diatas simpis pubis o Adneksa parametrium : lemas kanan dan kiri o Cavum douglasi : tidak menonjol Laboratorium : Hb Leukosit Hematokrit Trombosit : 10,4 gr/dl : 26.500/mm3 : 32 % : 273.000/mm3

Pemeriksaan tambahan : plano tes (+) Diagnosis Kerja : G3P2A0H2 gravid 10-12 minggu + abortus inkomplit Sikap : Perbaiki KU Kontrol VS, PPV Antibiotik, skin test Siapkan kuretase Informed consent Lapor OK dan Anestesi : kuretase dalam narkose

Rencana Terapi :

Ceftriaxone 1 x 1gr 17

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Tanggal 8 Desember 2011, Jam 01.15 WIB Pasien tidur dalam posisi litotomi, dilakukan anestesi umum. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis didaerah vulva dan sekitarnya. Dilakukan pengosongan kandung kencing, dipasang duk steril. Dipasang spekulum sims bawah lalu dipegang oleh asisten. Dengan pertolongan spekulum sims atas, bibir portio dijepit dengan tenakulum pada posisi jam 11. Sonde masuk sedalam 8 cm. Corpus uteri antefleksi. Dilakukan pengeluaran jaringan dengan cunam abortus. Dilakukan kuretase secara sistematis dan hati-hati dengan sendok kuret nomor 7 sampai diyakini cavum uteri bersih. Berhasil dikeluarkan jaringan sisa konsepsi sebanyak 100 gram. Jumlah perdarahan sebanyak 50 cc.

Diagnosa Prekuretase: G3P2A0H2 Gravid 10 12 minggu + Abortus Inkomplit Diagnosa Postkuretase: P2A1H2 Post Kuretase ai. Abortus Inkomplit Follow Up (08/12/2011) pukul 06.30 WIB A/ Demam (-), BAK (+), BAB (-), PPV (-) PF : KU Kes Td Nd Nf T Sedang CMC 100/70 80 20 af Mata : konjungtiva tidak anemis Abdomen : I : perut tidak tampak membuncit Pa: NT (-), Pe: timpani Au: BU (+) Genitalia : 18

I : V/U tenang, PPV (-) D/ P2A1H2 post Kuretase ai. Abortus inkomplit S/ - Kontrol KU, VS, PPV - vulva higiene R/ boleh pulang Th/ - Amoxicillin 3 x 500 mg - As. Mefenamat 3 x 500 mg DISKUSI Telah dirawat seorang pasien wanita umur 32 tahun dengan diagnosis G3P2A0H2 gravid 10-12 minggu + abortus inkomplit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya amenore sejak 2,5 bulan yang lalu, riwayat hamil muda positif, perdarahan pervaginam yang banyak sejak 5 jam sebelum masuk RS, berbongkah-bongkah, berwarna merah kehitaman disertai keluarnya jaringan seperti daging, dan disertai nyeri. Menurut literatur, gejala yang timbul pada abortus inkomplitus antara lain perdarahan yang sedikit sampai banyak dan dapat bertahan selama beberapa hari atau minggu. Abortus inkomplit dapat diikuti oleh nyeri kram ringan yang mirip nyeri menstruasi atau nyeri pinggang bawah. Pada pemeriksaan inspekulo tampak darah menumpuk di forniks posterior berwarna merah kehitaman, portio multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, OUE terbuka 1 cm, dan tampak darah mengalir dari kanalis servikalis. Pada pemeriksaan VT bimanual teraba sisa jaringan di kanalis servikalis dan pembukaan OUE 1 jari. Dari pemeriksaan tambahan didapatkan kadar leukosit 26.500/mm3, tes kehamilan positif. Pasien ini segera ditatalaksana dengan melakukan kuretase dalam anastesi umum, tapi tindakan ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bila kehamilan kurang dari 14 minggu, dilakukan tindakan AVM (Aspirasi Vakum Manual). Dimana keuntungan dari AVM dibandingkan dengan kuretage diantaranya tidak diperlukan anestesi, tindakannya lebih cepat dan praktis, resiko perforasi lebih kecil dibandingkan dengan tindakan kuretage. Pasien juga diberikan antibiotik berupa amoxisilin 3 x 500 mg dan analgetik berupa asam mefenamat 3 x 500 mg. Pemberian antibiotik menurut literatur seharusnya menggunakan ampicillin 1gr dan metronidazol 500mg. Sebaiknya juga diberikan 19

tablet SF untuk penambah darah selama 2 minggu. Antibiotik diberikan atas pertimbangan pada pasien abortus inkomplet kecenderungan untuk terjadinya infeksi lebih besar, dan didukung dengan leukosit pasien yang tinggi yaitu 26.500/mm3. Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion). DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG, et al. Abortion. In William Obstetrics, 23rd ed. The Mc Graw Hill Medical Publishing New York, 2009; 215-237 2. Spontaneous Abortion. Diakses dari: http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/section18/chapter252/252a.jsp 3. Abdul BA, Adrians Wikjosastro GA, Waspodo J. Aborsi. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi Kedua Cetakan Kedua., JNPKKR-POGI- Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2001; 145-52 4. Prawirohardjo S. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam Wiknjosastro H et al (Ed): Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2005 ; 309-10 5. Humphrey W. Abortion, spontaneous. Diakses dari: http://www.5mcc.com/Assets/SUMMARY/TP0001.html 6. Saifuddin AB. Perdarahan pada kehamilan muda. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi Pertama Cetakan Ketiga 2002. JNPKKR-POGI- Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2002 ; 145-152

20

You might also like