You are on page 1of 12

IPTEK-KOM, Vol. 14, No.

2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

PERBEDAAN KODE DATA DALAM RANCANGAN DATABASE DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA UNTUK SINKRONISASI DATA
Edhy Sutanta
Jurusan Teknik Informatika, FTI, IST AKPRIND Jl. Kalisahak, No. 28 Yogyakarta e-mail: edhy_sst@yahoo.com

Retantyo Wardoyo
Program S3 Ilmu Komputer, FMIPA, UGM Gedung SIC Lt.3 FMIPA UGM Sekip Utara, Bulaksumur Yogyakarta 55281 e-mail: rw@ugm.ac.id Naskah diterima: 12 April 2012, direvisi: 5 September 2012, disetujui: 5 Desember 2012 Abstrak Artikel ini membahas masalah yang terkait dengan perbedaan penggunaan kode data dalam rancangan database, dan mengusulkan solusi alternatif untuk menyelesaikannya. Tulisan ini merupakan kajian pustaka yang mengungkap contoh-contoh problem perancangan database sebagai dasar pemikiran urgensi kebijakan standarisasi kode data dalam rancangan database khususnya untuk penerapan pada sistem layanan publik di lingkungan pemerintah daerah, upaya-upaya yang telah dilakukan, motivasi penyusunan standarisasi kode dan data dalam rancangan database, serta usulan strategi untuk melakukan sinkronisasi kode dan data antar database multisektoral. Standarisasi data menjadi sebuah kebutuhan mendesak dalam rangka mengantisipasi berbagai kebutuhan data dan informasi baru yang harus disediakan secara multisektor. Untuk keseragaman pemberian kode dan data, pengelolaan kode dan data pada data yang bersifat master tersebut harus dilakukan secara terpusat dan terintegrasi. Kata kunci: kode data, rancangan, strategi, sinkronisasi, multisektor .

DATA CODE DIFFERENCES IN DATA BASE AND RESOLUTION STRATEGY FOR DATA SYNCHRONIZATION
Abstract This article discusses the problems associated with different uses of data code data in the database design, and propose an alternative solution to solve it. This paper is the result of the literature review revealing examples of database design problem as a rationale for the urgency of standardization policy in the draft code data of database design specifically for the application of the system of public services at the local level, efforts have been made, motivated standardization of code and data compilation in database design, as well as proposed strategies for synchronizing data between the database code and multisectoral. Standardization of data is an urgent need in order to anticipate the need for new data and information that must be provided for multisector. For the uniformity provision of the code and data, management code and data in the master data has to be done in a centralized and integrated. Keywords: data code, design, strategy, synchronization, multisector.

Perbedaan Kode Data

Edhy Sutanta | 165

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

PENDAHULUAN Aktivitas perancangan database bukanlah perkara yang mudah dilakukan karena harus mempertimbangkan banyak aspek terkait. Pengembang sistem biasanya merancang dan menggunakan kode-kode data dalam rancangan database-nya. Penggunaan kode data tersebut memiliki beberapa alasan, antara lain untuk: 1) efisiensi memori, 2) memudahkan pertukaran data antar unit, 3) mengurangi jumlah redundansi data, 4) meningkatkan akurasi data, 5) fleksibilitas data, serta 6) konsistensi item data. Di samping perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan penggunaan DBMS, perbedaan kode data dalam rancangan database pada umumnya terjadi dalam tiga hal, yaitu: 1) tipe data, 2) ukuran data, dan 3) domain data. Aktivitas perancangan database sebagai salah satu tahapan dalam proyek pengembangan sistem informasi diharapkan mampu menghasilkan sebuah rancangan struktur database terbaik, yaitu memenuhi enam kriteria database processing berikut: 1) bersifat data oriented dan bukan program oriented, 2) dapat digunakan oleh pemakai yang berbeda-beda atau beberapa program aplikasi tanpa perlu mengubah database, 3) data dalam database dapat berkembang dengan mudah, baik volume maupun strukturnya, 4) data yang ada dapat memenuhi kebutuhan sistem-sistem baru secara mudah, 5) data dapat digunakan dengan cara yang berbeda-beda, dan 6) data redundancy minimal (Martin, 1975). Pendekatan pengembangan database secara klasik dapat dilakukan dengan menggunakan DFD dan ERD (Kembaren, Praptiningsih, Nurainingsih, dan Warmansyah, 2008). Hasil rancangan database dapat dikatakan mencapai hasil yang optimal jika mampu memenuhi lima kriteria, yaitu: 1) memiliki struktur record yang konsisten secara logik, 2) memiliki struktur record yang mudah untuk dimengerti, 3) memiliki struktur record yang sederhana dalam pemeliharaan, 4) memiliki struktur record yang mudah untuk
166 | Perbedaan Kode Data

ditampilkan kembali untuk memenuhi kebutuhan pengguna, serta 5) kerangkapan data minimal (Martin, 1975). Whitten (2001) menyatakan bahwa rancangan database yang baik adalah jika efektif pada saat digunakan. Efektivitas database dapat tercapai jika memenuhi lima kebutuhan yaitu: 1) memastikan data agar dapat diakses oleh banyak user pada banyak aplikasi, 2) maintain data secara akurat dan konsisten, 3) memastikan data yang dibutuhkan baik sekarang maupun yang akan datang dapat tersedia, 4) database dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan pertumbuhan user, dan 5) database dapat memenuhi kebutuhan pembacaan data tanpa mempedulikan bagaimana data secara fisik tersimpan. Untuk memperoleh rancangan database yang terbaik, aktivitas perancangan database dilakukan menggunakan sebuah metodologi tertentu. Terdapat sejumlah alternatif metodologi yang ditawarkan oleh para pakar maupun para pengembang, umumnya tahapan itu meliputi: 1) analisis kebutuhan, 2) perancangan konseptual, 3) perancangan logikal, 4) perancangan fisikal, serta 5) penyesuaian (Powell, 2006). Database sebagai teknologi penyimpanan data yang permanen akan dapat dirubah menjadi sebuah senjata teknologi yang handal untuk menang di dalam menghadapi persaingan (Warnars, 2010). Database yang terintegrasi dapat membantu proses penyimpanan data-data penting dengan baik dan aman sehingga dapat menghasilkan laporan yang akurat (Adhitya, 2012). Sebaliknya, rancangan struktur relasi database yang kurang baik dapat mengakibatkan modification anomaly, sehingga relasi tersebut harus dinormalisasi. Modifikasi data pada relasi yang sudah dinormalisasi akan menghadapi masalah referential integrity constraint. Masalah ini menyebabkan data tidak konsisten dan menghasilkan informasi yang salah. Referential integrity constraint tergantung pada minimum
Edhy Sutanta

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

relationship cardinality (Yuliana, 2001). Beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pengembang saat melakukan perancangan database adalah: 1) tidak mempersiapkan rancangan yang dapat digunakan pada perkembangan sistem di masa mendatang, 2) pembuatan relasi yang salah, 3) pembuatan relasi yang redundansi, 4) adanya redundansi data, 5) kesalahan pemilihan primary key untuk suatu tabel, serta 6) kesalahan pemilihan tipe data (Noertjahyana, Rostianingsih, dan Handojo, 2005). Mempelajari prinsip-prinsip perancangan database yang baik akan sangat berguna, karena apabila rancangan itu tidak atau kurang baik maka di samping akan membuang waktu juga dapat menghasilkan sistem yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna, dan bahkan memerlukan tambahan dana untuk memperbaiki atau melengkapi rancangan tersebut (Handoko, 1995). Salah satu permasalahan rancangan database yang dihadapi oleh berbagai instansi pemerintah daerah saat ini adalah terkait dengan aspek interoperabilitas data dalam database. Permasalahan muncul karena database dikembangkan dalam format dan lokasi yang terpisah, dikembangkan oleh pengembang yang berbeda, pada waktu yang berbeda, untuk sistem yang berbeda, sehingga hasil rancangan database menjadi bervariasi dan tidak terintegrasi (Ewald dan Wolk, 2010). Pada sisi yang lain, perkembangan kebutuhan data atau informasi yang bersifat multisektoral saat ini semakin dibutuhkan, karena memang banyak urusan yang bersifat multisektoral. Kebutuhan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh satu sumber informasi saja, sehingga diperlukan komposisi dari banyak sumber data. Pemenuhan kebutuhan data dan informasi multisektor perlu ditangani secara komprehensif, baik pada aspek teknis maupun tataran kebijakan. Dalam konteks implementasi e-Gov di Indonesia, pengaturan aspek teknis memiliki tujuan agar mekanisme pertukaran data mencapai tingkat interoperabilitas yang tinggi, sehingga transfer
Perbedaan Kode Data

data dari sumber ke tujuan dapat dilakukan tanpa mempedulikan heterogenitas platform perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan. Pada tataran kebijakan, protokol pertukaran data perlu disusun untuk menjamin tingkat interoperabilitas yang tinggi (Nugroho, 2008). Secara teknis, persoalan interoperabilitas di atas heterogenitas aplikasi telah dapat diselesaikan menggunakan teknologi XML (eXtensible Markup Language). XML adalah sebuah format dokumen yang mampu menjelaskan struktur dan semantik (makna) dari data yang dikandung oleh dokumen tersebut (Bray, Paoli, SperbergMcQueen, Maler, dan Yergeau, 2006). XML digunakan oleh web services sebagai format dokumen dalam pertukaran data antar aplikasi. Karena XML merupakan suatu format dokumen yang berbasis teks, maka web services memungkinkan berlangsungnya komunikasi antar aplikasi yang berbeda dengan platform yang berbeda pula. Web services dapat diimplementasikan dalam berbagai jenis platform dengan menggunakan bahasa pemrograman apa pun (Purnamasari, 2008). XML telah menjadi standar de-facto pertukaran data antar aplikasi. Spesifikasi format XML telah distandarkan menjadi referensi yang sama bagi setiap aplikasi yang memerlukan. Kebijakan penyeragaman format dan mekanisme pertukaran data antar instansi juga diperlukan untuk mengatasi isu-isu terkait dengan interoperabilitas antar sistem, seperti keamanan dan integritas data, pembagian kewenangan, dan masalah legal (Nugroho, 2008). Penggunaan kode data merupakan bagian dari upaya optimalisasi rancangan database. Alasan utama penggunaan kode data dalam rancangan database adalah untuk efisiensi memori, mencirikan nilai item data tertentu, dan memudahkan pengelolaan data. Kode data perlu dirancang sekaligus pada saat perancangan database dan didokumentasikan dengan jelas. Dengan menggunakan kode data, maka proses validasi dan kontrol terhadap nilai-nilai item data dapat dilakukan
Edhy Sutanta | 167

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

secara terprogram. Dalam beberapa kasus, kode data hanya digunakan dalam internal sistem, tidak perlu ditampilkan kepada para pengguna database. Kode dapat berupa kumpulan angka, huruf dan karakter khusus. Penggunaan kode data bertujuan untuk: 1) mewakili sejumlah informasi yang kompleks, 2) mengidentifikasi data secara unik, 3) meringkas atau menyederhanakan data, 4) melakukan klasifikasi data, serta 5) menyampaikan makna tertentu untuk pemrosesan berikutnya (Setiawan, 2003). Setiawan (2003) juga menjelaskan kriteria kode yang benar, yaitu jika memenuhi kriteria: 1) mengidentifikasi suatu obyek secara unik, 2) memungkinkan adanya pengembangan yang terencana, 3) ditetapkan secara standar. Rancangan kode data sebaiknya dilakukan agar: 1) mudah diingat, 2) unik, 3) fleksibel, 4) efisien, 5) konsisten, 6) distandarisasi, 7) menghindari spasi, 8) menghindari karakter yang mirip, serta 9) panjang kode harus sama (http://www. Direktori kuliah.com/ kamusdata-struktur-kode, 25 Desember 2011). Jenis kode data dapat dikelompokan sebagai (Ladjamudin, 2005): 1. Kode sekuensial, yaitu kode yang dirancang dengan mengasosiasikan data dengan kode terurut (biasanya berupa bilangan asli atau abjad). Keunggulan pengkodean sekuensial adalah memudahkan pengecekan apabila terjadi kesalahan pengkodean karena pengecekan terjadinya kesalahan bisa dilakukan secara terprogram, selain itu juga memudahkan proses pengurutan data. Kelemahan pengkodean sekuensial adalah kode yang diberikan sebenarnya tidak membawa kandungan informasi di dalamnya dan tidak menjelaskan apa-apa tentang atributnya. Penyisipan item data baru pada titik tengah juga memerlukan penomoran kembali item-item data. 2. Kode blok, yaitu kode yang dirancang dengan cara menyatakannya dalam format tertentu. Keunggulan penggunaan kode blok adalah memungkinkan penyisipan kode baru dalam satu blok tanpa harus
168 | Perbedaan Kode Data

mengorganisasikan kembali seluruh struktur kode. semakin banyak digit dalam range kode, semakin banyak pula item data yang dapat ditempatkan dalam kode blok. Kelemahan penggunaan kode blok seperti halnya dengan kode sekuensial, kandungan informasi dari kode blok-blok tidak langsung diketahui sebelum dicocokkan dengan daftar arti dari kode blok. 3. Kode mnemonik, yaitu kode yang dirancang berdasarkan akronim atau singkatan dari data yang ingin dikodekan. Keunggulan penggunaan kode mnemonik adalah memiliki informasi tingkat tinggi tentang item data yang diwakilinya, sehingga mudah untuk diingat. Kelemahan dari kode mnemonik biasanya adalah memiliki range yang terbatas dalam mewakili item-item data pada kelompoknya. Kode data berdasarkan pembentukannya dibedakan sebagai (Ladjamudin, 2005): 1. Kode eksternal (user defined code), adalah kode yang disusun oleh pemakai awam (end user) untuk mewakili kode-kode yang telah lazim digunakan secara terbuka dan telah dikenal baik oleh para pengguna. Kode eksternal umumnya telah digunakan dalam catatan manual sehari-hari dan dapat diadopsi secara langsung dalam rancangan database, misal NIM, NIK, NIP, dan lainnya. 2. Kode internal (system coding), merupakan kode-kode baru yang disusun oleh perancang database, dan umumnya digunakan sebagai kode untuk kunci relasi. Rancangan kode internal harus diupayakan agar mudah dipahami oleh para pengguna. Contoh kode internal adalah kode_provinsi, kode_kabupaten, kode_kecamatan, dimana dalam kehidupan sehari-hari jarang digunakan kode untuk ketiganya. Perbedaan rancangan kode data dalam database dapat menimbulkan problem pada
Edhy Sutanta

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

saat pengembangan sistem baru atau integrasi antar sistem untuk memenuhi kebutuhan data multisektor. Upaya standarisasi kode data yang bersifat master dalam database penting dilakukan agar kode data yang disusun tetap dapat digunakan oleh sistem-sistem baru dan memudahkan proses integrasi antar sistem aplikasi. METODE Tulisan ini merupakan hasil kajian pustaka yang mengungkap contoh-contoh problem perancangan database sebagai dasar pemikiran urgensi kebijakan standarisasi kode data dalam rancangan database khususnya untuk penerapan pada sistem layanan publik di lingkungan pemerintah daerah, upayaupaya yang telah dilakukan, motivasi penyusunan standarisasi kode dan data dalam rancangan database, serta usulan strategi untuk melakukan sinkronisasi kode dan data antar database multisektoral. PEMBAHASAN Contoh Penggunaan Kode dan Data Untuk menggambarkan beberapa permasalahan yang menjadi alasan pentingnya standarisasi kode data dalam rancangan database, uraian berikut menunjukkan beberapa contoh kasus terkait dengan penggunaan kode data dalam rancangan database. 1. Kode dan data jenis kelamin Jenis kelamin merupakan item data terkait dengan identitas yang dapat dipastikan selalu digunakan dalam identitas seseorang, seperti data siswa, mahasiswa, dosen, pegawai, karyawan, anggota, pasien, dan lainnya. Jenis kelamin sering dikodekan sebagai P dan W untuk menyatakan pria dan wanita, atau L dan P untuk mengkodekan laki-laki dan perempuan, ada juga yang menggunakan kode 1 dan 0, atau bahkan sekalipun tidak lazim ada juga yang menggunakan True dan False dengan default True yang diartikan sebagai jenis kelamin lakiPerbedaan Kode Data

laki, atau 1 untuk menyatakan laki-laki dan 2 untuk kode perempuan. Dengan demikian, jika ada kode data P maknanya bisa jadi akan berbeda jika berada dalam sistem yang berbeda. 2. Kode dan data jenjang pendidikan Hampir sama dengan data jenis kelamin, kode dan data jenjang pendidikan banyak digunakan dalam identitas seseorang, seperti identitas siswa, mahasiswa, guru, dosen, karyawan, pegawai, dan lainnya. Mengacu pada Dokumen Kamus Data Pendidikan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) Dirjen Dikti Kemdiknas (2011), kode dan data jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: Jenjang_pendidikan Numeric [Auto Increment] Keterangan: 1 =S3 4 = D4 7 = D1 2 = S2 5 = D3 11 = non akademik 3 = S1 6 = D2 Mengacu pada Kepmenkes No. 844 Tahun 2006), kode dan data jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: Jenjang_pendidikan Numeric [Auto Increment] Keterangan: 01 = SD 06 = D3 11 = D3/A3 16 = S2 02 = SMP 07 = Sarjana Muda 12 = D4 17 =S3 03 = SMA 08 = D3/A2 13 = S1 04 = D1 09 = Akademi 14 = A4 05 = D1/A1 10 = D3 15 = Spesialis 1/2/AV Mengacu pada Keputusan Gubernur DIY No. 3 Tahun 2005, kode dan data jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: Jenjang_pendidikan Char[1] Keterangan: 1 = Tidak sekolah 4 = SLTA/sederajat 2 = SD/sederajat 5 = Akademi/PT 3 = SLTP/sederajat 6 = Universitas 7 = Pascasarjana
Edhy Sutanta | 169

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

Dengan demikian, jika ada kode data jenjang pendidikan 1 maknanya akan berbeda jika berada dalam sistem yang berbeda, bisa berarti S3, SD, atau tidak sekolah. 3. Kode dan data wilayah Mirip dengan data jenis kelamin, kode dan data wilayah juga merupakan item data yang penting dan digunakan dalam identitas seseorang, bahkan lebih luas karena juga digunakan untuk identitas perusahaan, lembaga, dan lainnya. Mengacu pada Permendagri No. 66 Tahun 2011, kode dan data wilayah dalam dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang dikembangkan oleh Kemendagri dikodekan sebagai berikut: Kode provinsi Char[2] Kode Kabupaten/Kota Char[2] Kode Kecamatan Char[2] Contoh penggunaan kode wilayah dalam SIAK adalah sebagai berikut: 34 = kode wilayah Provinsi DIY 01 = kode wilayah Kabupaten Kulon Progo 01 = kode wilayah Kecamatan Temon Untuk mengkodekan wilayah Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY dinyatakan sebagai 340101. Mengacu pada UU No. 52 Tahun 2009, Nomor Induk Kependudukan (NIK) penduduk dikodekan 16 digit dengan format berikut: AABBCCDDEEFFGGGG Keterangan: AA (1-2) : kode provinsi NIK diterbitkan BB (3-4) : kode kabupaten/kota NIK diterbitkan. Angka 70 menandakan nama "kota" CC (5-6) : kode kecamatan NIK diterbitkan DD (7-8) : tanggal lahir. Jika perempuan, tanggalnya ditambah 40. EE (9-10) : bulan lahir FF( 11-12) : dua angka terakhir tahun lahir.
170 | Perbedaan Kode Data

GGGG (13-16) : nomor urut 0001-9999, berurutan sesuai dengan 12 angka sebelumnya. Sementara itu, jika mengacu pada Kepmenkes No. 844 Tahun 2006, kode wilayah adalah sebagai berikut: Kode provinsi Char[2] Kode Kabupaten/Kota Char[2] Kode Kecamatan Char[2] Kode Desa Char[3] Dibandingkan dengan kode dan data wilayah dalam SIAK dan e-KTP, perbedaan kode wilayah terjadi pada penetapan kode desa. Mengacu pada Dokumen Kamus Data Pendidikan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) Dirjen Dikti Kemdiknas (2011), kode dan data wilayah adalah sebagai berikut: Kode provinsi Numeric [Auto increment] Kode Kabupaten/Kota Numeric [Auto increment] Perbedaan kode dan data wilayah terjadi pada tipe dan ukuran data. Penggunaan tipe data numerik untuk kode provinsi dan kode kabupaten tidak lazim digunakan untuk item data yang tidak akan dioperasikan secara aritmatika, di samping itu penggunaan auto increment menunjukkan indikasi hanya untuk memudahkan proses pemrograman saja. Mengacu pada Keputusan Gubernur DIY No. 3 Tahun 2005, kode dan data wilayah adalah sebagai berikut: Kode provinsi Char[2] Kode Kabupaten/Kota Char[2] Kode Kecamatan Char[2] Dibandingkan dengan kode dan data wilayah dalam SIAK dan e-KTP, perbedaan kode wilayah terjadi pada penetapan kode wilayah, yaitu: 12 = kode wilayah Provinsi DIY 04 = kode wilayah Kabupaten Kulon
Edhy Sutanta

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

Progo 02 = kode wilayah Kecamatan Temon Sehingga untuk mengkodekan wilayah Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY dinyatakan sebagai 120402000 dimana 3 digit terakhir menyatakan urutan desa dalam masingmasing kecamatan. 4. Kode dan data lainnya Di samping perbedaan penggunaan kode dan data dalam contoh-contoh di atas, ada beberapa contoh lain perbedaan kode dan data yang berpotensi menimbulkan masalah, di antaranya terjadi dalam penggunaan kode dan data pada Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) dengan format NIDN Char[10], Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) dikodekan dengan format NPSN Char[10], Nomor Induk Siswa Nasional (NPSN) dikodekan dengan format NISN Char[10], Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dikodekan dengan format NUPTK Char[9]. Urgensi Standarisasi Kode Data Dalam Rancangan Database Beberapa contoh kasus yang diungkapkan di atas memberikan gambaran bahwa standarisasi data menjadi kebutuhan yang mendesak dalam rangka mengantisipasi berbagai kebutuhan data dan informasi baru serta integrasi antar sistem aplikasi yang bersifat multisektor. Standarisasi kode dan data perlu dilakukan pada item data bersifat master bagi banyak sistem aplikasi, terutama yang terkait dengan layanan publik. Untuk menangani hal ini perlu disediakan sebuah sistem manajemen terpusat dan terintegrasi secara nasional untuk menghindari ketidakseragaman pemberian kode data. Kode dan data yang sudah distandarisasi tersebut selanjutnya perlu disosialisasikan dan di-share kepada para pengembang dan pengelola sistem informasi di tingkat lokal. Depkominfo RI merupakan instansi yang tepat untuk
Perbedaan Kode Data

menentukan kebijakan tersebut, karena memiliki cukup kewenangan, baik dimensi horizontal (fungsi koordinasi) maupun vertikal (fungsi kontrol) (Nugroho, 2008). Sistem-sistem baru yang akan dikembangkan selanjutnya diharuskan mengacu pada kode standar yang ditetapkan, sedangkan untuk sistem-sistem yang sudah terlanjur berjalan selama ini, secara bertahap diharapkan melakukan penyesuaian database disesuaikan dengan standar yang ditetapkan. Upaya Standarisasi Kode Data Dalam Perancangan Database Usaha untuk standarisasi kode dan data sudah dilakukan oleh beberapa pihak, namun standarisasi tersebut umumnya juga masih bersifat sektoral. Biro Kepegawaian Setjen Kemhan RI misalnya, melalui Tim Reformasi Birokrasi Pusat khususnya Subtim Pengintegrasian SIMPEG Kemhan telah melakukan upaya penyempurnaan integrasi SIMPEG melalui: 1) pembenahan SOP pertukaran data, 2) penerapan standarisasi pengkodean database kepegawaian untuk memudahkan pertukaran data antar unit, 3) penerapan pelaporan data dari unit kerja eselon I ke Sekretariat Jenderal, 4) pengembangan aplikasi baru SIMPEGTM, serta 5) pengembangan sistem aplikasi assessment center (Biro Kepegawaian Setjen Kemhan RI, 2010). Pengintegrasian SIMPEG bertujuan meningkatkan pelayanan pemberian informasi SDM yang akurat dan cepat, serta menunjang bisnis proses pembinaan SDM. Dirjen Pajak RI juga telah melakukan upaya penyesuaian penggunaan kode data melalui penerbitan Surat Edaran Nomor SE72/PJ/2010 tentang tata cara pemberian kode wilayah administrasi pemerintahan akibat pembentukan (pemekaran dan atau penggabungan) wilayah administrasi pemerintahan baru. Dalam upaya menunjang perwujudan good governance dan clean government, pelaksanaan e-Gov, Gubernur Provinsi DIY menetapkan Surat Keputusan Gubernur DIY
Edhy Sutanta | 171

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Standar Format Database. SK tersebut memuat aturan dan standarisasi kodifikasi dan format database untuk data wilayah/lokasi provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga desa di seluruh wilayah Provinsi DIY, agama, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, status hubungan keluarga, pekerjaan, instansi provinsi, serta pangkat PNS. Upaya ini merupakan langkah yang sangat maju untuk ukuran pada saat itu (tahun 2005). Problemnya adalah, di kemudian hari, pemerintah pusat juga menyusun standar kode dan data untuk beberapa item data, misal Mendagri menyusun data master wilayah provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa di seluruh wilayah Indonesia. Standar ini wajib digunakan pada aplikasi SIAK dan pelaksanaan program e-KTP. Salah satu upaya terkini yang dilakukan oleh Pemerintah RI adalah pelaksanaan program e-KTP nasional berbasis NIK yang diharapkan akan tercipta sebuah database kependudukan nasional. NIK memuat kode wilayah yang meliputi kode provinsi, kode kabupaten, dan kode kecamatan dengan mengacu pada kode yang ditetapkan oleh Ditjen Pemerintahan Umum. Kode dan data wilayah dalam database kependudukan diharapkan menjadi standar data untuk semua aplikasi. Strategi Sinkronisasi Kode Data Dalam PerancanganDatabase Secara umum, proses penyesuaian kode dan data dalam database lokal yang sudah berjalan dapat dilakukan melalui dua usulan strategi, yakni: 1. Menambah file- file baru yang berfungsi sebagai penghubung/penterjemah kode yang digunakan sebagai kunci primer record dalam database lokal yang sudah berjalan dengan kode dan data baru terpusat yang sudah distandarisasi. Selanjutnya dengan menggunakan file-file penghubung tersebut dapat dilakukan sinkronisasi database lokal agar sinkron
172 | Perbedaan Kode Data

dengan kode dan data baru yang sudah distandarisasi. Cara ini relatif lebih mudah dilakukan, namun membawa konsekuensi harus dilakukan update pada file penghubung dan sinkronisasi database lokal setiap kali terjadi perubahan dalam database lokal. Contoh file baru yang dapat ditambahkan untuk sinkronisasi kode dan data jenjang pendidikan adalah f_jenjang_pendidikan: (kode_jenjang# char[2], nama_jenjang char[12]), di mana kode_jenjang digunakan sebagai primary key. Selanjutnya kode dan data jenjang pendidikan tersebut diisi dengan kode dan data jenjang pendidikan yang berlaku di pusat. File f_jenjang_pendidikan selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk melakukan sinkronisasi kode dan data jenjang pendidikan di database lokal dengan cara di filter dan di-update disesuaikan dengan kode dan data jenjang pendidikan dalam file f_jenjang_pendidikan. Tipe, ukuran, dan domain data dalam file f_jenjang_pendidikan dirancang mengacu pada rancangan kode dan data yang berlaku di pusat, yaitu kode_jenjang char[2] berisi kode data mulai SD hingga S3. Sedangkan contoh file baru yang dapat ditambahkan untuk sinkronisasi kode dan data wilayah adalah f_provinsi: (kode_provinsi# char[2], nama_provinsi char[20]), f_kabupaten: (kode_kabupaten# char[2], nama_kabupaten char[20], kode_provinsi char[2]), f_kecamatan: (kode_kecamatan char[2]#, nama_kecamatan char[20], kode_kabupaten char[2]), dan f_ desa: (kode_desa# char[3], nama_desa char[20]), kode_kecamatan char[2], di mana tanda # pada file menandakan primary key pada masing-masing file baru yang ditambahkan. Selanjutnya proses sinkronisasi kode dan data jenjang pendidikan di database lokal dilakukan
Edhy Sutanta

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

dengan cara yang sama pada kode dan data jenjang pendidikan. 2. Mengubah struktur database lokal yang sudah berjalan disesuaikan dengan kode dan data baru yang sudah distandarisasi. Langkahnya adalah membuat file sementara untuk menyimpan data pada database lokal yang akan disinkronisasi. Tipe, ukuran, dan domain untuk data item pada atribut kode yang digunakan pada struktur database lokal disesuaikan dengan tipe, ukuran, dan domain untuk data item pada atribut kode yang digunakan pada struktur database pusat. Selanjutnya, data dalam database lokal difilter, disesuaikan, kemudian disimpan dalam file sementara. Proses ini diulang hingga seluruh record dalam database lokal telah disesuaikan. Seluruh data item pada atribut kode dalam file sementara kemudian digunakan untuk meng-update data item pada atribut kode pada pada database lokal. Cara ini cukup frontal dan memerlukan kecermatan tinggi, namun pemeliharaan database ke depan menjadi relatif lebih sederhana. Pengelola database lokal memerlukan modul-modul untuk melaksanakan dua usulan strategi tersebut, yaitu: 1. Modul sinkronisasi, berfungsi untuk melakukan proses filtering kode dan data pada database pusat yang sudah distandarisasi sesuai dengan kebutuhan pada database lokal dan update data pada database lokal sesuai hasil proses filtering tersebut. Modul sinkronisasi dijalankan secara berkala, misal di setiap akhir bulan berjalan.

2. Modul konversi, berfungsi sebagai penghubung/penterjemah kode yang digunakan sebagai kunci primer record dalam database lokal yang sudah berjalan dengan kode dan data baru yang sudah distandarisasi. Definisi penamaan atribut, tipe, ukuran, serta domain pada kode dan data bisa berbedabeda bagi setiap pengembang, maka modul sinkronisasi dan modul konversi memerlukan peran pengguna untuk menentukan file-file dan atibut-atribut yang akan distandarisasi, dan hasilnya akan dikembalikan ke database lokal. Arsitektur komunikasi data antara database pusat dan database lokal, modul konversi, dan modul sinkronisasi ditunjukkan pada Gambar 1. Pengelolaan database pusat dapat dilakukan oleh Depkominfo RI karena instansi tersebut memiliki kewenangan yang cukup, baik di dimensi horizontal (fungsi koordinasi) maupun vertikal (fungsi kontrol) untuk menentukan kebijakan terkait dengan pengembangan dan penggunaan database master yang memuat berbagai kode dan data yang akan digunakan oleh banyak aplikasi lokal. Selanjutnya pihak-pihak di daerah dan sektor-sektor yang lain perlu berkoordinasi dengan pengelola database pusat untuk memperoleh ijin penggunaan dan akses data dari database pusat sesuai kebutuhannya. Mekanisme penggunaan dan akses data dari database pusat perlu diatur menggunakan sebuah prosedur operasional yang sudah distandarisasi.

Perbedaan Kode Data

Edhy Sutanta | 173

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

Gambar 1. Arsitektur Komunikasi Data Antara Database Pusat Dan Database Lokal

Database pusat

Modul sinkronisasi

Modul konversi

Database lokal 1

Database lokal 2

Database lokal 3

PENUTUP Tidak adanya standarisasi kode dan data dalam sistem-sistem informasi di tingkat lokal telah menimbulkan kesulitan dalam proses pengelolaan data untuk kepentingan skala nasional. Standarisasi data menjadi sebuah kebutuhan mendesak dalam rangka mengantisipasi berbagai kebutuhan data dan informasi baru yang harus disediakan secara multisektor. Upaya standarisasi kode dan data perlu dilakukan pada item data bersifat master yang digunakan oleh sistem-sistem informasi di tingkat lokal terutama yang terkait dengan layanan publik. Penetapan kode dan data wilayah dalam SIAK misalnya, merupakan sebuah rintisan maju standarisasi kode yang perlu diikuti dengan kode-kode untuk data yang banyak digunakan oleh sistem-sistem informasi layana publik di tingkat lokal. Untuk alasan keseragaman pemberian kode dan data maka pengelolaan kode dan data pada data yang bersifat master tersebut harus dilakukan secara terpusat dan terintegrasi. Sistem-sistem di tingkat lokal selanjutnnya perlu dilakukan konsolidasi dengan database master yang terpusat agar
174 | Perbedaan Kode Data

selalu berada dalam kondisi yang konsisten. Proses sinkronisasi dapat dilakukan dengan mengembangkan modul konsolidasi database lokal yang di dalamnya memuat fungsi untuk konversi yang diperlukan pada awal peroses konsolidasi. Selanjutnya modul sinkronisasi diperlukan untuk melakukan proses filtering dan update berkala pada database lokal agar selalu sinkron dengan database pusat yang sudah distandarisasi. DAFTAR PUSTAKA
Adhitya, M., Irvan, P., & Michael, Perancangan dan Rencana Penerapan Sistem Basis Data pada PT. Mitsindo Visual Pratama, Skripsi, Universitas Bina Nusantara, Jakarta, 2012. Biro Kepegawaian Setjen Kemhan RI. Pengintegrasian SIMPEG, 2010. Dirjen Dikti Depdiknas. Dokumen Kamus Data Pendidikan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT), 2011. Ewald, T. and Wolk, K. A Flexible Model for Data Integration, 29th International Conference on Conceptual Modeling Proceedings, November 1-4, 2010, Vancouver, BC, Canada, 2010. Edhy Sutanta

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176) Handoko, W. T. Pengenalan Perancangan Database, Jurnal DINAMIK, edisi JanuariFebruari-Maret 1995, STMIK STIKUBANK, Semarang, 1995. Kembaren, S., Praptiningsih, Y.E., Nurainingsih, Y.E., dan Warmansyah, J. Optimalisasi Rancangan Sistem Informasi Rawat Inap Menggunakan DFD-ERD Dikombinasi Dengan User Interface, Jurnal INFORMATIKA KOMPUTER Vol. 13, No. 1, April 2008, Universitas Gunadarma, Jakarta, 2008. Kepmenkes RI Nomor 844 Tahun 2006, Penetapan Standar Kode Data Bidang Kesehatan. Keputusan Gubernur DIY Nomor 3 Tahun 2005, Standar Format Database. Ladjamudin, A. Analisis dan Desain Sistem Informasi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005. Martin, J. Computer Database Organizations, parth I, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 1975. Noertjahyana, A., Rostianingsih, S., dan Handojo, A. Pengaruh Desain Terhadap Penerapan Efektifitas Database Melalui Beberapa Contoh Kasus, Jurnal INFORMATIKA, Vol. 6, No. 1, Mei 2005, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2005. Nugroho, L.E. Interoperabilitas Data dalam eGovernment, Seminar e-Government, 24 Mei 2008, UPN Veteran, Yogyakarta., 2008. Permendagri No. 66 Tahun 2011, Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Powell, G. Beginning Database Design, Wiley Publishing, Inc., USA, 2006. Purnamasari, S.D. Web Service Sebagai Solusi Integrasi Data Pada Sistem Informasi Akademik Universitas Bina Darma, Jurnal MATRIK Vol. 95. No. 12, April 2008, Universitas Bina Darma, Palembang, 2008. Setiawan, A. Sistem Pemberian Kode Pada Data, Jurnal BINA EKONOMI, Vol. 7, No. 2, Agustus 2003, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2003. Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-72/PJ/2010, Tata Cara Pemberian Kode Wilayah Administrasi Pemerintahan Akibat Pembentukan (Pemekaran dan atau Penggabungan) Wilayah Administrasi Pemerintahan Baru. UU No. 52 Tahun 2009, Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan.

ISSN: 1410-3346 Warnars, S., Tata Kelola Database Perguruan Tinggi Yang Optimal Dengan Data Warehouse, Jurnal TELKOMNIKA, Vol. 8, No. 1, April 2010, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 2010. Whitten J. L., Bentley, L.D., System Analysis and Design Methods, 7th edition, McGraw-Hill., Irwin, 2007. Yuliana, O.Y., Implementasi Referential Integrity Constraint pada Microsoft Access Dalam Upaya Memelihara Konsistensi Data, Jurnal INFORMATIKA, Vol. 2, No. 1, Mei 2001, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2001. Sumber Internet: Bray, T., Paoli, J., Sperberg-McQueen, C.M., Maler, E., and Yergeau, F. (editor), Extensible Markup Language 1.0, 4th edition, (2006), Diakses 26 Desember 2011. http://www.w3. org/ TR/2006/REC-xml-20060816/. Anonim. Diakses 25 Desember 2011. http://www. direktorikuliah.com/kamus-data-strukturkode.

Perbedaan Kode Data

Edhy Sutanta | 175

IPTEK-KOM, Vol. 14, No. 2, Desember 2012 (165-176)

ISSN: 1410-3346

176 | Perbedaan Kode Data

Edhy Sutanta

You might also like