You are on page 1of 19

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS TB DI RUANG CEMPAKA RSU BANYUMAS
Profesi Stase Keperawatan Medikal Bedah

DISUSUN OLEH : ERWI ROCHMA PANGESTUTI AYU KHUZAIMAH KURNIAWATI ARIKH RATNA PURWADI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM YOGYAKARTA 2004

TINJAUAN TEORI MENINGITIS TB


I. TUBERKULOSIS PARU A. DEFINISI Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddart, 2002). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe (Soeparman, 1998). B. ETIOLOGI Agen infeksius utama adalah mycobacterium tuberculose, sejenis kuman berbentuk batang. Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium kansasii, Mycobacterium intracellulare. Sifat kuman : 1. Tahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertahuntahun dalam lemari es), kuman ini bersifat dormant. 2. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman tahan terhadap asam dan gangguan kimia serta fisik. 3. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler (dalam sitoplasma makrofag, karena makrofag mengandung banyak lipid). 4. Bersifat aerob, yaitu menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya (Oksigen apikal paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal merupakan tempat prediksi penyakit TBC). C. FAKTOR RESIKO Cara penularannya yiautu dari orang ke orang melalui udara. saat individu yang terinfeksi bicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, maka ia melepaskan droplet. Individu yang beresiko tinggi untuk tertular TBC : 1. Kontak dekat dengan penderita TB aktif. 2. Individu imunosupresif (lansia, penderita kanker, individu dalam terapi kortikosteroid, penderita HIV). 3. Pengguna obat-obatan intravena dan alkoholik. 4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik ras minoritas) 5. Individu dengan masalah kesehatan tertentu (misalnya : DM, CRF, silikosis, pentimpangan gizi, bypass gastrektomi/yeyunoileal). 6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia). 7. Penghuni perumahan kumuh. 8. Petugas kesehatan.

D. KLASIFIKASI Klasifikasi menurut American Thoracic Society, 1981 : 1. Kelas O : tidak ada jangkitan TBC, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna). 2. Kelas 1 : terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes kulit tuberkulin tidak bermakna). 3. Kelas 2 : ada infeksi TBC, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksaan bakteri negatif, tidak ada bukti klinik maupun radiografik) 4. Kelas 3 : terinfeksi TBC dan sakit. Lokasi penyakit : paru-paru, pleura, limfatik, tulang dan atau sendi, kemih kelamin, diseminata (millier) meningeal, peritoneal. 5. Kelas 4 : terinfeksi TBC, saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan TBC atau ada temuan radiologik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinnya bermakna, pemeriksaan bakteriologik jika dilakukan negatif, tidak ada bukti klinik dan radiografik tentang adanya penyakit pada saat ini). 6. Kelas 5 : orang dicurigai mendapatkan TBC (diagnosa ditunda). Klasifikasi yang banyak dipakai di Indonesia : 1. TB paru 2. Bekas TB paru 3. TB paru tersangka, yang terbagi menjadi : a. TB paru tersangka yang diobati Sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif b. TB paru tersangka yang tidak diobati Sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1. Status bakteriologis a. Mikroskopik sputum BTA (langsung) b. Biakan sputum BTA 2. Status neurologik, kelainan yang relevan untuk TB paru 3. Status klinik, gejala-gejala yang relevan untuk TB paru 4. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti TB Klasifikasi sistem lama : 1. TB primer (childhood TB) 2. Tb post-primer (adult TB) 3. TB paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent 4. TB minimal : terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada 1 paru maupun kedua paru

Moderately advanced TB : ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru bila bayangan kasar tidak lebih dari 1/3 bagian satu paru. Far advanced TB : terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced TB E. PATOFISIOLOGIS
kuman M. TB individu rentan/dengan faktor resiko kuman masuk melalui saluran nafas, saluran pe ncernaan dan luka terbuka pada kulit bakteri/basil tuberkel sampai ke permukaan alveoli sistem imun bereaksi (terjadi peradangan) limfosit spesifik-tuberkel melisis basil dan jaringan normal akumulasi eksudat di alveoli meningkat terbentuk granulomas (gumpalan basil yg masih hidup dan mati dikelilingi makrofag yg untuk dinding protektif berkembang menjadi jaringn fibrosa (bagian sentral disebut tuberkel ghon) masa granulomas mengalami nekrotik membentuk masa keju kalsifikasi membentuk skar kolagenasi bakteri menjadi dormant respon imun adekuat penyakit non aktif respon imun non adekuat penyakit aktif tuberkel ghon pecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronkhi bakteri tersebar ke udara penyebaran ke lingkungan penyembuhan tuberkel membentuk jaringan perut paru membengkak pembentukan tuberkel bronkhopnemoni (terjadi 2-10 mg stl paparan)

F. GEJALA KLINIS 1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influensa Kadang-kadang suhu badan mencapai 40-410C 2. Batuk Terjadi karena ada iritasi bronkhus Fungsi batuk : membuang produk-produk radang keluar Sifat batuk : non produktif-produktif (setelah terjadi peradangan) hemoptue (pembuluh darah pecah) 3. Sesak nafas Ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltratnya sudah bagian paru 4. Nyeri dada Jarang ditemukan Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis 5. Malaise Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia, BB menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosa TBC ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgent dada, usap basil tahan asam (BTA), kultur sputum dan tes kulit tuberkulin. 1. Pemeriksaan fisik a. Sering tidak menunjukkan kelainan, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. b. Tempat yang dicurigai apeks paru, jika ada : perkusi redup, auskultasi (bronkhial) ronchi basah kasar dan nyaring 2. Pemeriksaan Radiologi 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Darah Kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang meragukan Pada awal sakit : Al meningkat, LED meningkat, limfosit menurun Jika sudah sembuh : AL normal, limfosit meningkat, LED normal

Pemeriksaan serologis : Takahashi (TB masih aktif/tidak) b. Sputum Fungsi pemeriksaan : Menentukan kuman penyebab Memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan c. Tes tuberkulin

H. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Medis a. TB paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen anti TB) selama periode 6-12 bulan b. Jenis obat yang dipakai : Obat primer : isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, etambutol. Obat sekunder : etionamid, protionamid, sikloserin, kanamisin, P.A.S (Para Amino Salicyclic Acid), tiasetazon, Viomisin, Kapneomisin. 2. Penatalaksanaan Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim pada klien TB adalah : a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi trakheobronkhial yang sangat banyak b. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan kesehatan keluarga, defisit pengetahuan, ketidakberdayaan, kesulitan ekonomi c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, perubahan status nutrisi, demam d. Kurang pengetahuan b.d kurang paparan, tidak mengenal/familiar dengan sumkber informasi e. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan melakukan aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan ADL f. Cemas b.d perubahan status kesehatan, perubahan fungsi peran, biaya perawatan Masalah kolaborasi ; 1. Malnutrisi 2. Efek samping, misal : obat-obatan : hepatitis, perubahan neurologis (ketulian atau neuritis), ruam kulit, gangguan gastrointestinal 3. Resistensi banyak obat 4. Penyebaran infeksi TB (TB milliaris) I. EVALUASI PENGOBATAN 1. Klinis Kontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan dan seterusbya 1 kali per bulan Keluhan menurun sampai hilang 2. Bakteriologis 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai : jadi negatif Waktu periksa : 1 kali per bulan Setelah negatif tetap diperiksa minimal 3 kali berturut-turut 3. Radiologis

Dilaksanakan setiap 3 bulan sekali

Pencegahan transmisi TB dalam lingkungan perawatan kesehatan : 1. Identifikasi dan pengobatan dini individu dengan TB aktif Pertahankan indeks kecurigaan TB yang tinggi untuk mengidentifikasi kasus dengan cepat Lakukan terapi efektif dengan obat anti TB dengan cepat 2. Pencegahan penyebaran nuklei duplet infeksius Isolasi basil BTA dengan segera bagi semua pasien yang diduga mempunyai TB aktif Individu yang memasuki ruangan isolasi BTA harus menggunakan respirator pertikulat dispossible Lakukan tindakan isolasi sampai terdapat bukti klinis penurunan infeksius Gunakan tindakan pencegahan khusus selama prosedur yang merangsang batuk 3. Surveillans untuk transmisi TB

II.

MENINGITIS A. DEFINISI Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur (Brunner & Suddart, 2002) B. KLASIFIKASI 1. Meningitis aseptik Mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia/darah di ruang subarakhnoid 2. Meningitis sepsis Meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti Meningococcus, Stafilococcus atau Bacillus influenza 3. Meningitis tuberkulosa Meningitis yang disebabkan oleh Bacillus tuberkel C. ETIOLOGI 1. Infeksi melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi bagian-bagian yang lain, seperti selulitis atau penekanan langsung seperti setelah cedera traumatik tulang wajah 2. Iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti pungsi lumbal) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK) D. MANIFESTASI KLINIS

1. Sakit kepala dan demam 2. Perubahan tingkat kesadaran Disorientasi, gangguan memori : terjadi pada awal penyakit Keadaan lanjut : letargik, responsif, koma 3. Iritasi meningen, tanda-tandanya : Rigiditas nukal (kaku leher) Fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi yang dipaksakan menyebabkan nyeri berat. Tanda Kernig (Kernigs sign) positif Ketika klien dibaringkan, dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna. Tanda Brudzinki (Brudzinky sign) positif Bila leher klien difleksikan, maka lutut dan pinggul fleksi, bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan. 4. Fotophobia 5. Kejang dan PTIK (Peningkatan Tekanan Intra Kranial) Kejang terjadi akibat area fokal kortikal yang peka TIK meningkat karena akumulasi eksudat purulent dan edema serebral, tanda-tandanya antara lain : bradikardi, nafas tidak teratur, nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran. 6. Ruam kulit 7. Infeksi Fulminating Terjadi pada 10% klien dengan meningitis meningococcus Tanda-tanda : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), shock, dan tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation) E. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor predisposisi : 1. Infeksi saluran nafas 2. Otitis media 3. Mastoiditis 4. Anemia sel sabit 5. Hemoglobinopatis lain 6. Prosedur bedah saraf baru 7. Trauma kepala 8. Pengaruh imunologis terjadi infeksi berkembang menjadi septikemia organisme masuk dalam aliran darah timbul reaksi radang di meningen dan di bawah daerah korteks terjadi trombus dan penurunan aliran darah serebral

gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi eksudat purulent menyebar sampai dasar dan medula spinalis dan dinding membran ventrikel serebral peningkatan permebilitas pada darah barrier otak edema serebral PTIK

F. PENATALAKSANAAN 1. Medik Pemberian antibiotik LCS (Liquor Cerebro Spinalis) dan darah dikultur dan antimikroba dimulai segera Pemberian diazepan atau kenitoin untuk mengontrol kejang

Diuretik osmotik (manitol) untuk mengobati edema serebral 2. Keperawatan Observasi tanda-tanda vital Pantau tekanan arteri untuk mengkaji shock Monitor pemberian cairan IV Monitor BB, elektrolit serum, volume dan BJ urine, serta osmolalitas urine Monitor kebersihan kulit dan mulut, peningkatan kenyamanan dan perlindungan selama kejang dan saat koma Isolasi pernafasan dianjurkan : 2 jam setelah dimulainya terapi antibiotik

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta. Johnson, M.,et all, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mc Closkey, C.J., Iet all, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications. NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK UGM, Yogyakarta. Price, S.A., et all, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta. Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit Gaya Baru, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MENINGITIS TB I. Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Status perkawinan Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Lama bekerja Tgl masuk RS Tgl pengkajian Sumber informasi II. Identitas Diri Klien : Tn K : 67 tahun : Laki-laki : Karangbenda 2/02 Adipala Cilacap : Kawin : Islam : Jawa : Tidak sekolah : Petani : 60 tahun : 29 September 2004 jam 00.00 WIB : 04 Oktober 2004 : status, klien, keluarga, perawat ruangan Riwayat Penyakit 1. Keluhan utama saat masuk RS kejang 2. Riwayat penyakit sekarang 3 hari SMRS os batuk, demam, dan sulit bicara. 1 hari SMRS os jatuh di sawah, saat kejadian tidak sadar, pingsan kira-kira 1 jam, setelah sadar os mengeluh sesak nafas, dan mengalami kejang. HMRS os demam, tidak bisa diajak bicara, lemes. 3. Riwayat penyakit dahulu Klien mulai sering kejang sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, ada riwayat mondok, riwayat PPOM (+), terakhir mondok tanggal 17 Oktober 2003 dengan diagnosa PPOM dan hipoglikemi. 4. Diagnosa medik pada saat masuk RS Bronkhopnemonia, PPOK, suspect meningitis. 5. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium darah lengkap Laboratorium urine Rencana LP (Lumbal Pungsi) Rontgent thoraks : KP duplek Tahun 2003 klien pernah periksa CT Scan : Ventrikulo megalo 6. Tindakan yang telah dilakukan Terapi pemasangan NGT Pemasangan infus RL 20 tetes/menit

III. 1.

Diit TKTP rendah karbohidrat Injeksi Silamox 3x1 gr Paracetamol 3x500 mg Lesifit 1x1 gr Aminophilin 3x1/2 gr Dexamethason 2x1 gr

2.

3.

4.

Pengkajian Saat Ini Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Keluarga mengatakan tidak tahu secara jelas penyakit apa yang diderita klien. Klien menangis, sambil berkata, Hidupnya nelangsa/menderita karena kondisi penyakitnya. Pola nutrisi/metabolik Program diit RS : TKTP rendah karbohidrat Intake makanan : klien mau makan makanan yang disediakan RS 1/3-1/2 porsi saja. Intake minuman : minum air putih 2-3 gelas/hari. Infus RL 20 tts/mnt Pola eliminasi a. Buang air besar Klien mengatakan sejak MRS BAB terus-menerus di TT, frekuensi lebih dari 3 kali/hari, konsistensi cair-lunak, warna coklat kehijauan, bau khas. b. Buang air kecil Sejak MRS klien dipasang DC, produksi urin (+), warna kuning kemerahan (karena pengaruh obat Rifamphisin) Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan Perawatan Diri Makan/minum Mandi Toileting Berpakaian Mobilitas di TT Berpindah Ambulasi/ROM 0 1 2 3 4 x x x x x x x

5.

6.

7.

8.

0 : mandiri, 1: alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total Oksigenasi : ventilasi spontan, sesak nafas (-), klien mengeluh lemas. Pola tidur dan istirahat Keluarga mengatakan klien tidur hanya sekitar 3-4 jam dalam sehari, mulai pukul 22.00-05.00 WIB. Siang hari klien biasanya tidur sekitar 1-2 jam Pola perceptual Klien masih dapat melihat dengan jelas, masih dapat mendengar dengan jelas, masih dapat membedakan rasa manis, asin, pahit dan asam, klien juga dapat membedakan rasa panas, dingin, tajam dan tumpul. Pola persepsi diri Klien terkadang tiba-tiba menangis, dan mengatakan bahwa dirinya menderita/nelangsa karena sakitnya yang tidak sembuh-sembuh Pola seksualitas dan reproduksi

Klien mempunyai 13 anak dari 2 istri. Istri pertama mempunyai 1 anak, kemudian meninggal, dan istri kedua mempunyai 12 anak. Klien tidak menggunakan alat kontrasepsi. 9. Pola peran dan hubungan Komunikasi secara langsung, klien merasa mampu berbicara meskipun suaranya sangat lemah, klien mampu menjawab pertanyaan meskipun kadang jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan. Hubungan dengan keluarga sangat dekat, nampak dengan anak-anak yang bergiliran menunggui dan merawat klien di RS. 10. Pola manajemen koping stress Stress terbesar yang dirasakan klien adalah kondisi sakitnya yang belum sembuh-sembuh. 11. Sistem nilai dan keyakinan Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien tidak memeluk agam tertentu, tetapi klien dan keluarga menganut kepercayaan, dan mereka tetap melakukan ritual doa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan bagi klien. IV. Pemeriksaan Fisik (Cephalokaudal) 1. Keluhan utama yang dirasakan saat ini : lemas, badan terasa sakit, kulit pantat lecet, batuk berdahak, sub febris. 2. Vital sign BP : 160/90 mmHg Pulse : 98 x/mnt RR : 24 x/mnt T : 37,7 C 3. BB/TB : 4. Kepala Rambut (+), distribusi merata, bersih, tidak ada ketombe/kutu Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-) Pendengaran : masih dapat mendengar suara dengan jelas Mulut : kotor, bibir : mukosa kering 5. Leher : Peningkatan JVP (-), kaku kuduk (+) 6. Thorak : Jantung : Cardiomegali (-), S1-2 murni, gallop Paru : sonor, vesikuler, RBK +/+ 7. Abdomen : supel, nyeri tekan (-), peristaltik (+), H/L tidak teraba, klien mengeluh kadang mules 8. Inguinal : tidak ada benjolan 9. Ekstremitas : Kulit : warna sawo matang, kering, luka ekskoriasi/dikubitus di pantat Edema (-) Kekuatan otot : ektremitas atas : , ektremitas bawah :

V. Injeksi ceftriaxon 2x1 gr Injeksi Dexamethason 2x1 ampul Diamox 2x1 Paracetamol k/p RHEZ 1x3 tablet (pagi)

Program Terapi

VI.

Hasil Laboratorium Laboratorium (30 September 2004) Urine : Warna : kuning jernih PH : asam BJ : 1,025 Protein : (+) Keton : (-) Leukosit : 2-4/LPB Eritrosit : 1-2/LPB Silinder : (-) Epitel : 0-1 Kristal : (-) Darah : WBC RBC HGB HCT PLT LED GD S SGOT SGPT Ureum Creatinin Gol darah

Pemeriksaan

Penunjang

dan

: 16,7. 103/mm3 : 5,33. 106/mm3 : 15,3 g/dL : 48,2 % : 335. 103/mm3 : 14 : 76 mg/dL : 40 : 19 : 40 : 1/4 :0

Rontgent thorak AP (30 September 2004) Bercak infiltrat tersebar di kedua paru Sinus dan diafragma baik Besar cor normal Kesan : KP Duplek

A N A L I S A
NO 1 DATA DS : Keluarga mengatakan klien mulai batuk sejak 2 bulan ini DO : Klien batukbatuk berdahak Klien tampak lemas (mobilisasi harus dibantu) Dahak kadang dikeluarkan klien, kadang ditelan kembali Pemeriksaan fisik : auskultasi paru : suara ronkhi basah Rontgent thoraks : kesan KP Duplek DS : Keluarga mengatakan selama masuk RS klien hanya tidur terlentang, klien jarang dimiringkan karena klien selalu mengeluh lemas jika bergerak DO : Kulit pantat lecet, ukuran 3x2 cm, dan 2x1 cm Jaringan luka tampak merah DS : Klien mengeluh lemas Klien menyatakan seluruh tubuhnya terasa sakit Klien

D A T A
ETIOLOGI Banyaknya mukus, Sekresi yang tertahan, Sekresi bronkhus

PROBLEM Bersihan jalan nafas tidak efektif definisi : Ketidakmampuan unutk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas

Kerusakan integritas kulit definisi : Perubahan pada dermis dan epidermis

Imobilitas fisik, kemahan

Intoleransi aktivitas definisi : Ketidakcukupan energi secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan

Kelemahan, tirah baring/imobilisasi

mengatakan tidak mampu untuk beraktivitas Klien mengatakan tidak mampu mengangkat kakinya DO : Klien tampak lemah Ekatrimitas bawah lemah Klien tidak mampu mengangkat kakinya secara mandiri Klien tidak mempu alih posisi secara mandiri Vital sign : TD : 160/90 mmHg, N : 96 x/mnt, RR : 24 x/mnt DS : Keluarga mengatakan semua kebutuhan sehari-hari klien (makan/minum, toileting, berpakaian, dll) dipenuhi oleh keluarga DO : Klien tirah baring Klien BAK dibantu dengan alat (DC) Klien BAB di atas TT, dilayani oleh keluarga Klien makan/minum disuapi Klien tidak mampu merawat dirinya sendiri DS : Klien mengatakan merasa sangat menderita karena kondisi sakitnya DO : Klien kadangkadang tiba-tiba menangis Klien tampak sedih Klien lebih banyak diam dan tidur DS : Keluarga mengatakan belum tahu secara jelas tentang penyakit yang diderita klien Keluarga menyatakan belum mendapatkan

aktivitas yang diminta atau aktivitas seharihari

Defisit perawatan diri definisi : Gangguan kemampuan melakukan aktivitas perawatan diri seharihari

Kelemahan

Hopeless definisi : Pernyataan subjektif dimana seseorang memiliki keterbatasan atau tidak mempunyai alternatif atau tidak memiliki pilihan sendiri dan tidak mampu untuk menggerakkan tenaga atas kemauan sendiri Defisit Pengetahuan tentang TB Paru danMeningitis definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi

Kegagalan atau penurunan kondisi fisik yang berkepanjangan

Kurang paparan, tidak mengenal/familiar terhadap informasi

informasi tentang penyakit klien Keluarga bertanya tentang prosedur pengobatan yang harus ditempuh DO :

kognitif

IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN


Hr/Tgl Selasa 5 Okt 2004 No Dx Jam luka dikubitus Mengam bil sputum untuk pemeriksaan BTA sewaktu Mengajar i klien dan keluarga cara batuk efektif Mengajar i klien dan keluarga cara melatih gerak pasif-aktif pada ekstremitas Implementasi Merawat Evaluasi

Memotiv asi klien dan keluarga agar melakukan latihan gerak sesuai kemampuan Memotiv asi keluarga untuk membantu klien meningkatkan intake cairan dan nutrisi Menjelas kan pada keluarga tentang pentingnya cairan untuk pengeluaran sputum Memerik sa tanda-tanda vital, tanda-tanda menigitis, dan suara pernafasan Mengkaji pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita klien Merawat luka dikubitus Mengam bil sputum untuk pemeriksaan BTA pagi Memotiv asi keluarga untuk mengambil sputum untuk pemeriksaan BTA sewaktu (siang) Memotiv asi keluarga dan klien untuk memenuhi intake nutrisi dan cairan yang adekuat Melatih gerak pada ekstremitas yang lemah Memonit or vital sign dan meningeal sign Memotiv asi klien agar mempunyai semangat untuk hidup dan sembuh Mendisk usikan bersama klien dan keluarga tentang sumbersumber pendukung yang dimiliki Menjelas kan pada klien dan keluarga tentang

Rabu

pengobatan yang harus dijalani dan kemungkinan bperkembangan penyakitnya Merawat luka dikubitus Memonit or istirahat tidur, intake nutrisi dan cairan, eliminasi BAB dan BAK, kemampuan klien dalam beraktivitas Melakuk an fisioterapi dada untuk pengeluaran sputum Mengajar i klien dan keluarga cara melakukan fisioterapi dada Memotiv asi klien agar selalu optimis Menjelas kan kepada keluarga tentang : pengertian TB dan Meningistis, tanda dan gejala, faktor resiko, cara penularan, perawatan dan pengobatan. Melakuk an discharge planning : Menjelaskan perawatan luka dikubitus di rumah Menjelaskan tentang alih posisi : cara dan waktu Menjelaskan tentang pentingnya pemenuhan intake adekuat Memotivasi keluarga untuk melanjutkan pengobatan secara rutin sampai klien sembuh Memotivasi keluarga untuk melakukan latihan fisik aktif pasif secara rutin Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan yang mendukung kesembuhan klien Memotivasi

You might also like