You are on page 1of 6

TUGAS INDIVIDU KEHUMASAN PELAYANAN KESEHATAN PELAYANAN HUMAS DI INSTITUSI KESEHATAN

DI SUSUN OLEH :

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK TAHUN AJARAN 2010/2011

Permasalahan Bidang Kehumasan Di Instansi Kesehatan Beberapa waktu lalu kasus kericuhan pada antrean pasien dukun cilik di Jombang membuat kita terpana. Keinginan masyarakat untuk sehat terhambat masalah keuangan sehingga pengobatan alternatif macam dukun cilik ini kian marak dan ramai didatangi. Cerita orang miskin di negeri ini disandera rumah sakit sudah biasa. Jangan pula heran jika seorang ibu muda yang baru melahirkan tidak bisa membawa pulang bayinya dari klinik. Masalahnya sama, yaitu tidak mampu membayar biaya pelayanan kesehatan. Namun akar utamanya sebenarnya adalah anggaran kesehatan sangat kecil dan sistem kesehatan yang diskriminatif. Anggaran kesehatan di negeri ini kalah jauh dengan anggaran pendidikan dan pertahanan. Dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2009 yang berjumlah Rp1.037,1 triliun, anggaran Departemen PendidikanRp207,4 triliun, Departemen Pertahanan Rp33,7 triliun, dan Departemen Kesehatan Rp20,3 triliun. Dari segi proporsi anggaran kesehatan itu hanya 2,8 persen dari total APBN 2009. Belum pernah anggaran kesehatan lebih dari 3 persen dari total APBN. Dari tahun ke tahun jumlah anggaran memang meningkat, tapi proporsinya menurun. Anggaran Departemen Kesehatan tahun 2005 Rp11,14 triliun (2,9 persen dari total APBN), tahun 2006 Rp13,98 triliun (2,3 persen dari total APBN), tahun 2007 Rp18,75 triliun (2,7 persen dari total APBN), dan tahun 2008 Rp18,76 triliun (2,49 persen dari APBN). Angka ini jauh dari anggaran yang disarankan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 15 persen dari APBN. Meski anggaran itu ditambah APBD, dana alokasi khusus, dan pinjaman/ hibah luar negeri (PHLN), tetap saja jumlahnya kurang dari standar WHO. Mengapa anggaran kesehatan sangat kecil? Para pejabat negeri ini belum sepenuhnya memperhatikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan fisik mendominasi benak para pengambil kebijakan. Padahal, sudah banyak penelitian membuktikan bahwa warga negara yang sehat akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bersama yang lebih baik. Sampai kini, untuk melayani kesehatan dasar (untuk menyembuhkan warga sakit) pun belum tertangani semua. Ini menandakan bahwa harapan untuk memiliki rakyat yang sehat dan berkualitas jauh panggang dari api. Target mengurangi kematian bayi dan kematian ibu serta meningkatkan umur harapan hidup bisa terancam gagal jika pemerintah tidak bekerja lebih keras lagi untuk mencapai hasil maksimal. Untuk memecahkan persoalan tersebut, Menteri Kesehatan yang lalu Siti Fadilah Supari sudah mencoba sejumlah terobosan. Di antaranya lewat kebijakan program Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin) atau kini diganti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Program ini memberikan harapan bahwa akses untuk masyarakat bawah mulai terbuka. Harus diakui dalam kasus Askeskin memang terjadi mismanajemen, pendataan yang kurang maksimal, klaim bermasalah, dan kekurangan lain, tapi bukan berarti tiada harapan.

Sampai kini baru Sumatera Selatan yang mengadopsi kebijakan Jamkesmas dan beberapa rumah sakit yang ditunjuk Departemen Kesehatan. Berobat gratis menjadi jalan pendek untuk melayani kesehatan kaum miskin. Cakupan Jamkesmas harus diperluas lagi agar usia harapan hidup terus meningkat. Menteri Kesehatan harus lebih tegas dan lebih berani untuk memperjuangkan nasib kesehatan kelas bawah. Sistem Pasar Bebas Sistem kesehatan tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar bebas. Dalam sistem ini, orang yang memiliki duit banyak bisa memperoleh layanan kesehatan. Pelayanan kesehatan bisa diakses sesuai dengan tebal atau tipisnya kantong seorang pasien. Warga yang miskin tidak mampu berobat, hanya menunggu keajaiban dari Tuhan atau menunggu ajal menjemput. Padahal, sakit bukan hanya menimpa orang-orang kelas menengah ke atas. Semua warga negara berpeluang sakit. Bahkan di kalangan orang miskin, potensi untuk sakit lebih besar karena asupan gizi yang buruk, akses informasi medis yang minim, gaya hidup buruk, dan kemampuan berobat yang rendah. Lebih buruk lagi, penyakit orang miskin umumnya bertumpuk-tumpuk karena saat penyakit pertama belum sembuh datang penyakit kedua dan seterusnya. Pada saat yang bersamaan, beberapa rumah sakit milik pemerintah daerah dijadikan sebagai sumber pendapatan. Privatisasi rumah sakit ini telah mengancam orang-orang miskin ke sudut yang makin terpuruk. Risikonya, rumah sakit tak ubahnya perusahaan komersial lain yang berorientasi keuntungan. Orang-orang miskin akan ditolak rumah sakit karena mereka miskin. Biaya pelayanan kesehatan selalu lebih mahal untuk ukuran ekonomi ratarata masyarakat. Apalagi sistem membayar uang tunai langsung membuat beban pasien dan keluarganya makin berat. Kita bisa belajar dari negara-negara maju dalam menciptakan sistem kesehatan yang adil dan merata. Salah satu penyebab kemenangan Barack Obama di Amerika Serikat adalah rencana sistem kesehatan yang dia tawarkan lebih baik dari rivalnya, John McCain. Untuk rakyat miskin AS yang berjumlah 47 juta jiwa, Obama menyediakan asuransi model subsidi. Anak-anak AS wajib dilindungi asuransi kesehatan dan semua penduduk dewasa juga harus mempunyainya. Bagi rakyat miskin, premi akan dibayar pemerintah yang dananya diperoleh dari anggaran pemerintah federal, negara bagian, iuran perusahaan, dan iuran dari kalangan mampu. Saat warga miskin jatuh sakit, dia memperoleh pelayanan kesehatan tanpa mengeluarkan uang.

Intervensi pemerintah

Seandainya semua warga negara Indonesia mempunyai penghasilan yang sama besarnya, akses terhadap pelayanan kesehatan tidak ada masalah. Faktanya, kesenjangan pendapatan yang lebar telah membuat akses pelayanan berada dalam jurang ketidakadilan. Tidak ada jalan lain kecuali Departemen Kesehatan segera memperbaiki sistem jaminan kesehatan yang lebih baik bagi rakyat miskin. Idealnya, semua warga negara tanpa pandang kelas ekonomi, jenis kelamin, dan geografis bisa mengakses pelayanan kesehatan dengan cukup. Komisi Kesehatan dan Kependudukan di parlemen mestinya berteriak lebih keras supaya pemerintah menaikkan anggaran kesehatan. Meski Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2009 tinggal beberapa bulan, tak satu pun calon presiden dan calon wakil presiden yang mengajukan tawaran kebijakan di bidang kesehatan ke publik. Dalam iklan-iklan politiknya, mereka lebih banyak beretorika tanpa memberikan tawaran kebijakan yang konkret dan detail di bidang kesehatan. Beranikah presiden yang terpilih nanti menaikkan anggaran kesehatan dan menciptakan sistem jaminan kesehatan lebih adil

Tanggapan

Menanggapi permasalahan seputar kehumasan baik dari segi pelayanan maupun akses untuk mendapat kan pelayanan kesehatan di atas saya sebagai mahasiswa / masyarakat / calon tenaga kesehatan nantinya berharap segala permasalahn tersebut bias terselesaikan kan tanpa harus saling tuding siapa yang bertanggung jawab atau di salah kan tentang permaslahan kesehatan. Tak perlu lah kita melihat contoh kasus di luar tapi masih ternyata di KALBAR saja kasus permasalah kehumasan di institusi kesehatan masih banyak sering terjadi. Tidak heran lagi kalau sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah sering mengeluh tentang pelayanan atau akses mereka untuk mendapat kan pelayanan kesehatan yang sesuai atau patas dengan harapan mereka. Permasalahan biaya selalu menjadi masalah terbesar yang mereka hadapi dan timbul anggapan bahwa sakit hanya untuk orang kaya saja sedang kan orang miskin tidak berhak sakit, padahal hak untuk sehat adalah hak setiap warga Negara Indonesia. Masalah masalah seputar kehumasan timbul karena sedikitnya informasi yang mereka dapat kan dan minimnya pemberian informasi tentang pelayanan kesehatan dari pihak tenaga kesehatan yang bersangkutan. Seandainya, informasi bias di dapatkan oleh setip warga masyarakat mungkin pandangan masryarakat juga bisa berubah karena berawal dari ketidaktahuan masyarakat itu lah timbul pandangan negatif, prasangka serta anggapan yang jelek tentang pelayanan kesehatan yang mengakibatkan kurangnya rasa kepercayaan serta keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa pengobatan kesehatan yang resmi tapi mereka lebih memilih pengobatan alternatif yang mereka anggap lebih murah, cepat dan mudah untuk memperolehnya. Keterbukaan sangat di perlukan untuk memperaiki citra institusi kesehatan dari anggapan negatif masyarakat. Masyarakat mempuyai hak untuk mendapat kan akses informasi dan

pelayanan kesehatan yang sama tanpa membedakan mereka dari status sosial nya yang mungkin selama ini masih menjadi masalah besar bagi masyarakat kalangan bawah saat mereka sakit dan memperoleh pelayanan yang berbeda dengan masyarakat kalangan menengah atas.

Masyarakat perlu tahu informasi yang jelas tentang Anggaran Kesehatan dari pemerintah supaya tidak ada penyelewengan dari oknum oknum yang tidak bertanggung jawab , informasi

tentang administrasi di rumah sakit maupun puskesmas supaya masyarakat tahu prosedur atau kebijakan dari tiap tempat pelayanan kesehatan sehingga tidak ada lagi anggapan atau mencap satu tempat pelayanan kesehatan hanya untuk orang yang berduit atau sebagainya, penyebaran informasi secara merata tentang Askeskin maupun Jamkesmas serta pengawasan tentang proses penyebaran sehingga di harapakan semua masyarakat yang layak mendapatkannya terpenuhi dan tidak ada lagi kecurangan. Selain peran aktif dari pemerintah, insitusi maupun tenaga kesehatan dalam memberikan informasi tetapi juga di harap kan peran serta masyarakat dalam meningkatkan derjat kesehatan. Masyarakat seharusnya juga lebih aktif dalam mencari informasi dan tak hanya menunggu dan menerima informasi dari pihak pihak yang terkait. Dengan adanya kepedulian dari semua pihak untuk mengatasi setiap permasalahan di bidang kesehatan maka segala isu, anggapan negatif tentang pelayanan kesehatan bias hilang. Rakyat sehat Negara kuat. Hal itu lah yang kita harap kan demi kesejahteraan masyarakat Indonesia karena kita tidak akan dapat berbuat apa apa dan tak kan ada perkembangan dari negeri tercinta ini jika rakyatnya sakit. Semoga tidak ada lagi anggapan negatif atau prasangka buruk tentang nstitusi kesehatan dan semua warga Negara Indonesia bisa mendapatkan hak yang sam untuk memperoleh akses informasi dan pelayanan kesehatan sesuai dengan apa yang mereka butuh kan tanpa ada perbedaan status social dan di mana pun mereka berada.

You might also like