You are on page 1of 10

A.

Mekanisme terapi magnesium bagi penderita asma Magnesium merupakan salah satu kation esensial utama dalam kehidupan dan terlibat dalam reaksi enzimatik untuk sintesis protein; Mg juga berperan mempertahankan potensial listrik membran sel, dalam pembentukan ATP; proses sintesis dan replikasi asamribonukleat - asam deoksiribonukleat secara absolut memerlukan Mg. Mekanisme homeostasis untuk mempertahankan konsentrasi Mg di serum sangat terbatas; faktor utama regulasi keseimbangan Mg adalah absorpsi gastrointestinal dan ekskresi oleh ginjal. Pengetahuan tentang kontrol hormonal juga terbatas, beberapa penelitian menyatakan parathyrin berpengaruh terhadap homeostasis Mg; defisiensi Mg merupakan efek dari terganggunya sintesis atau pelepasan parathyrin. Pada hipomagnesemia terjadi peningkatan konsentrasi parathyrin imunoreaktif serum setelah pemberian Mg. Magnesium mungkin menurunkan neutrofil yang berhubungan dengan respons inflamasi pada asma dan juga men-stabilkan membran sel mast serta menghambat ion kalsium sebagai antagonis kompetitif. Mekanisme

bronkodilatasi tidak diketahui, mungkin dengan menghambat kanal kalsium otot polos jalan napas serta menghalangi mediasi kalsium pada kontraksi otot. Magnesium juga menurunkan pelepasan asetil-kolin pada neuromuscular junction setelah stimulasi parasimpatis. Mg dalam tubuh manusia kurang lebih 0,33 mg/kg (1,32 mmol/kg), atau untuk dewasa rerata 24 gram. Orang dewasa sehat memerlukan 200-350 mg/hari. Sebagian besar (99%) di dalam ruang intraselular, kurang lebih dua pertiga terdapat di tulang dan sisanya terdapat di otot dan jaringan lunak seperti di otot jantung, otot rangka dan hati. Magnesium serum sepertiganya terikat dengan albumin, dua pertiga dalam bentuk ultrafiltrable yang terdiri dari 80% dalam bentuk ion bebas, 20% berbentuk ikatan kompleks dengan fosfat , sitrat dan lainlain. Berbeda dengan kalsium, homeostasis Mg tergantung asupan diet. Sistem regulasi Mg pada fungsi mobilisasi tulang dan sirkulasi tidak diketahui. Beberapa

faktor yang menyebabkan berubahnya rasio Mg intraseluler dan ekstra-seluler antara lain asidosis dan iskemi, dan stimulasi reseptor alfa dan beta yang menyebabkan Mg keluar dari sel. Pada perawatan di ICU dapat terjadi pergeseran akut Mg didalam sel, seperti pada sindrom refeeding, penggunaan insulin, infus glukosa dan asam amino. Sejumlah 65 % pasien di unit perawatan intensif menderita hipomagnesemia. Kadar Mg dalam tubuh diatur oleh ginjal dan saluran pencernaan serta menggambarkan keterlibatan metabolisme kalsium, kalium dan natrium. Kadar Mg intraseluler dapat rendah walaupun kadar Mg ekstraseluler normal. Hipomagnesemia ringan tidak menyebabkan kelainan patofisiologik yang bermakna, jika berat akan tampak eksitabilitas neuromuskuler seperti tremor, twitching, seizures, tetani dan kelelahan otot termasuk otot pernapasan. 1. Absorpsi dan Eliminasi Absorpsi Mg dilakukan di usus halus; yang diserap kurang lebih 24%-76%, dilakukan secara aktif mirip dengan sistem transport Ca; pada pemberian Mg kadar rendah akan terjadi peningkatan absorpsi Ca. Ekskresi dilakukan di ginjal, kurang lebih 120-140 mg /24 jam pada orang dengan diet normal dan dalam keadaan tertentu ginjal dapat mensekresi sampai dengan 5000 mg/24 jam tergantung konsentrasi Mg plasma. Ginjal merupakan regulator utama konsentrasi serum dan kandungan total Mg tubuh. Magnesium difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorpsi di tubulus, 60-75% di tubulus asendens. Hipomagnesemia dapat hanya sementara, mungkin disebabkan karena migrasi dari ekstraselular keintraselular akibat turunnya konsentrasi ion Mg intraselular. 2. Hipomagnesemia Beberapa pendapat tentang terjadinya hipomagnesemia antara lain: a. Belum dapat dijelaskan tetapi sebagian dikeluarkan oleh urin b. Penggunaan obat, misal agonis , steroid, dan metilsantin.

c. Asupan yang rendah atau hilangnya Mg karena proses memasak 3. Pemakaian Magnesium pada Asma Pemberian Mg pada penderita asma diharapkan dapat mengurangi gejala stridor dan dispnea. Pemberian Mg pada pasien asma serangan ringan, sedang sampai berat dengan cara yang bervariasi dari intravena sampai dengan nebulasi. Kadar Mg yang rendah dipolimorfo nuklear (PMN) pasien asma dibandingkan dengan kontrol. Selain itu magnesium menyebabkan perubahan kapasitas volume paksa dan atau volume ekspirasi paksa detik pertama. Studi cross sectional memperlihatkan hubungan antara asupan rendah magnesium (Mg) dengan asma, dan pada pasien asma didapatkan kadar Mg intraselular rendah. Magnesium merupakan obat standar untuk preeklamsi dan dianjurkan juga untuk berbagai masalah medis seperti aritmi jantung sampai migren. Pertama kali digunakan untuk pengobatan asma tahun 1936 pada pasien rawat inap dengan asma berat yang tidak responsive dengan pengobatan standar masa itu seperti beladona (atropin) dan epinefrin. Hipomagnesemia pada penderita asma dan penderita asma kronik berhubungan dengan peningkatan perawatan dirumah sakit; asupan Mg yang rendah mungkin berperan dalam etiologi asma serta kejadian sekunder akibat penggunaan obat asma sendiri seperti agonis beta, steroid dan xantin. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian MgSO4 iv. Pada pasien asma yang tidak memberikan respons adekuat terhadap agonis beta, menghasilkan perbaikan bermakna. Pasien dengan serangan asma akut sedang sampai berat yang tidak responsif dengan pengobatan standar, membutuhkan tambahan pengobatan, seperti Mg. Dengan memberikan Mg peroral harian mendapatkan hasil tidak berbeda antara subyek sehat dengan pasien asma. Ada hubungan kuat antara Mg dengan fungsi paru dan hiperresponsivitas saluran napas; Pada tahun 2000 kembali ditemukan hubungan positif antara asupan magnesium dan fungsi

paru. Digunakan dosis 25 mg/kgbb. MgSO4 pada anak yang tidak responsive terhadap agonis 2 dan menghasilkan perbaikan bermakna. Studi nutrisi cross sectional memperlihatkan hubungan antara asupan diet Mg dengan fungsi paru dan reaktivitas bronkus. Pemberian MgSO4 iv pada pasien asma menyebabkan bronkodilatasi. Ada Sembilan percobaan dari tahun 1989 sampai 1997. Percobaan menyatakan secara statistik tidak bermakna dan lima percobaan melaporkan perbaikan bermakna; kesembilan percobaan ini melibatkan 859 pasien dengan hasil perkiraan target yang positif dan tidak ada efek samping yang berat. Magnesium bernomor atom 12 dan massa atom 24,32 Da merupakan kation ke 4 terbanyak dalam tubuh manusia dan ke 2 terbanyak di cairan ekstraseluler. Mg menyebabkan relaksasi sel otot polos, sedangkan hipomagnesemia akan menyebabkan kontraksi otot polos. Pemberian parenteral pada penderita asma serangan akut menghasilkan bronkodilatasi. Infus MgSO4 sebelum inhalasi albuterol meningkatkan nilai VEP1, menunjukkan Mg meningkatkan kerja agonis 2 pada penderita asma. Pada pasien terjadi perbaikan, sesak dan mengi berkurang. Efek langsung yang dikeluhkan pada pemberian Mg iv. adalah rasa panas dan tidak nyaman pada 3 dari 10 orang, tekanan darah turun dari 144/94 mmHg menjadi 102/85 mmHg, serta rasa lelah pada 1dari 10 orang; setelah berbaring 5 menit hipotensi dan rasa lelah menghilang 4. Mekanisme Interaksi Stres, Hormon Stres dengan Magnesium Aktivasi sistem simpatis oleh stimulasi sensoris atau emosi seperti nyeri, lapar, rasa takut dan kemarahan meningkatkan ekskresi epinefrin dalam urin; dalam keadaan geram/marah, agresif akan dilepaskan terutama norepinefrin. Jantung juga mensintesis, menyimpan serta melepaskan norepinefrin. Isolasi atau keributan, latihan yang berlebihan, lingkungan yang dingin atau panas,

bising, cahaya lampu, syok listrik, stimuli karena ansietas termasuk frustrasi, mendengar hal yang tidakmenyenangkan akan menyebabkan peningkatan sekresi katekolamin oleh medulla adrenal, saraf dan ganglia Hipomagnesemia terjadi pada pasien dengan kadar katekolamin darah yang tinggi; pemberian epinefrin pada suka relawan dengan atau tanpa penghambat Ca sebelumnya akan menghasilkan Mg dan K serum yang rendah; pemberian epinefrin atau/dan terapi salbutamol menurunkan kadar Mg plasma pada subyek normal. Infus MgSO4 menghambat lepasnya katekolamin pada stres intubasi trakea dan pada atlet didapatkan kadar Mg meningkat dalam sel darah merah. Pemberian suplemen Mg akan menurunkan ekskresi kortikosteroid. Aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid menyebabkan keseimbangan Mg negatif dan mempengaruhi penyerapan Mg di usus halus. Penggunaan diuretik menyebabkan keluarnya Mg melalui urin dan menipisnya simpanan Mg total dan regional tubuh. Inhalasi histamine menurunkan kadar Mg eritrosit sedangkan Mg plasma tidak terpengaruh (kadar Mg plasma hanya 1%). Induksi histamin menurunkan kadar Mg dan tidak berhubungan dengan derajat hipereaktivitas bronkus. Peneliti lain berasumsi ketika terjadi bronkokonstriksi selama uji provokasi histamin, radikal bebas seperti hidrogen peroksida dilatasi yang diinduksi Mg belum diketahui. Agonis beta 2 (albuterol) dosis terapeutik dapat menurunkan

konsentrasi Mg secara bermakna, mungkin disebabkan beta adrenergic induced intracellular shift of Mg. Menormalkan konsentrasi Mg serum dan intraselular dapat dipertimbangkan sebelum pengobatan asma. Dalam sistem neuromuskular, Mg secara langsung bersifat depresan otot rangka. Penambahan Mg akan menyebabkan penurunan lepasnya asetilkolin oleh impuls saraf, menurunkan sensitivitas motor end-plate terhadap asetilkolin serta menurunkan amplitude potensial motor end-pl ate. Magnesium pada fungsi neuromuscular bersifat antagonis terhadap Ca.

Konsentrasi Mg yang rendah pada cairan ekstraselular menyebabkan peningkatan asetilkolin dan meningkatkan perangsangan otot menyebabkan tetani.

B. Hereditas sebagai faktor resiko Asma Terdapat beberapa gen yang terlibat dalam munculnya asma, dan gen-gen tersebut mungkin berbeda-beda pula pada setiap grup etnik. Gen-gen tersebut memiliki pengaruh tidak hanya kepada timbulnya penyakit asma, namun juga terhadap respon pada pengobatan yang diberikan. Karena itu tingkat keparahan penyakit maupun respon setiap penderita asma terhadap terapi yang diberikan akan berbeda-beda. Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi3)Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak3. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah.

C. Lingkungan sebagai Faktor Risiko Asma Bronkiale Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:

1. Asap Rokok Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein. 2. Perokok pasif Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41- 5,74). 3. Perokok aktif Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja. Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risiko berkembangnya asma secara umum. 4. Tungau Debu Rumah Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak

dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.

5. Binatang Peliharaan Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat dilakukan adalah: a. Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan b. binatang tersebut masuk dalam rumah, c. Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah, d. Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya. 6. Perabot Rumah Tangga. Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC), combustion products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dustdisamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru. 7. Perubahan Cuaca Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat

membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan.

You might also like