You are on page 1of 8

INTAN AZZAHRA 2011730141

GLOMERULONEFRITIS AKUT I. PENDAHULUAN Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomelurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal. II. DEFINISI Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post

sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.

INTAN AZZAHRA 2011730141 Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

III. ETIOLOGI Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedangkan tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%. Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri : Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus : Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dll 3. Parasit : Malaria dan toksoplasma

INTAN AZZAHRA 2011730141 IV. PREVALENSI GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.

V. PATOGENESIS Glomerulonefritis pasca streptokokus adalah suatu glomerulonefritis yang

bermediakan imunologis. Terbentuk kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus dan terperangkap di dalam membran basalis. Komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.

VI. MANIFESTASI KLINIS Glomerulonefritis pasca streptokokus biasanya didahului oleh infeksi kulit (25%) atau saluran napas atas (5-10%) oleh kuman streptokokus strain nefritogenik. Masa laten timbulnya GNAPS dari penyakit kulit dalam waktu 21 hari dan dari faringitis biasanya 10 hari. Anak dengan GNAPS datang dengan keluhan hematuria makroskopis, kadang-kadang disertai edema periorbita atau edema anasarka, dan hipertensi. Hipertensi sering dijumpai bahkan terlihat ensefalopati hipertensif yang ditunjukkan dengan gejala sakit kepala, muntah, letargi, disorientasi, dan kejang Pasien kadang-kadang datang dengan gejala gagal jantung kongestif atau udem paru.. Oliguria serta anuria tidak jarang dikeluhkan, beberapa pasien juga

INTAN AZZAHRA 2011730141 menampakkan gejala anemia. Gejala-gejala tidak spesifik seperti malaise, nyeri perut atau pinggang serta demam sering terjadi. Fase akut biasanya membaik dalam satu bulan pasca mulainya, tetapi kelainan urin bisa menetap selama lebih dari satu tahun.

VII. GAMBARAN LABORATORIUM Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), namun biasanya tidak masif, hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urin dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder leukosit (+), silinder eritriosit(+) dll. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus. LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus. Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl).

INTAN AZZAHRA 2011730141 Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.

VIII. DIAGNOSIS Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokokus perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab, hipertensi dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.

IX. PENATALAKSANAAN Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. Adapun yang dapat dilakukan yaitu: 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. Amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3. Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin <60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. 4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat

INTAN AZZAHRA 2011730141 inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan. 5. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/kgBB, 1-2 kali/hari. 6. Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. 7. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. 8. Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya samandengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian

BIOPSI GINJAL Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila: Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi gagal ginjal atau sindrom nefrotik).

INTAN AZZAHRA 2011730141 Tidak ada bukti infeksi streptokokus Tidak terdapat penurunan kadar komplemen Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.

X. KOMPLIKASI 1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. 2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala: gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

XI. PROGNOSIS Umumnya Baik, sebagian besar pasien akan sembuh (95%), tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk.

XII. PEMANTAUAN Pada umumnya perjalanan penyakit GNA ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5% dan hipokomplemenemia 60,4%. Proteinuria dan dan hematuria dapat menetap selama 6 bulan-1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsy ginjal untuk melacak adanya proses ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria dapat menetap hingga 1 tahun. Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan

INTAN AZZAHRA 2011730141 setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau dua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsy ginjal.

You might also like