You are on page 1of 9

Hubungan Parasit Helminth Terhadap Kesejahteraan Manusia

Disusun oleh

Mey Cahya Dwi Hutama A 102 08 041

Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta 2012 2013

BAB I PENDAHULUAN

Salah satu penyakit di Indonesia yang insidensinya masih tinggi setelah malnutrisi adalah infeksi cacing. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa Indonesia adalah negara yang agraris dengan tingkat sosial ekonomi, pengetahuan dan keadaan sanitasi lingkungan masyarakat yang masih rendah sehingga menyokong untuk terjadinya infeksi dan penularan cacing. Banyak faktor yang juga berpengaruh terhadap terjadinya infeksi cacing, selain higieni sanitasi yang buruk juga dipengaruhi dengan jenis mata pencaharian misalnya petani. Petani adalah orang yang pekerjaannya mengolah tanah untuk berccok tanam (Purwadinata, 1996). Petani sering berhubungan dengan tanah maka kemungkinan terinfeksi cacing nematode usus ini juga semakin besar (Gandahusada, 1998). Nematoda usus yang masih sering menginfeksi manusia adalah cacing yang dituarkan melalui tanah, yang disebut Soil Transmitted Helminyhs yang terdiri dari Ascaris lumbricoides, cacing tambang (Necator americanus, Ancylostoma duodenale), Trichuris trichiura, Strongyloides stercolaris. Nematoda usus ini sering diketemukan pada manusia dengan emeriksaan tinja. Infeksi cacing tambang dapat menghisap darah sebanyak 0,03 ml/hari/ekor (Necator americanus) dan 0,15 ml/ekor/hari (Ancylostoma duodenale). Jumlah gangguan ringan diperkirakan kurang lebih 2-3 ml/hari, sedangkan pada gangguan berat dapat mencapai 100 ml/hari. Sehingga cacing ini dapat mengakibatkan perdarahan kronis dan dapat menyebabkan anemia. Sedangkan infeksi cacing gelang dewasa biasanya ringan.

Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstiapsi. Pada infeksi berat terutama pada anak dapat malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi (Gandahusada, 1998).

BAB II PEMBAHASAN

Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari pada nematode ini menyebabkan masalah kesehatan bagi masarakat Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut Soil Transmitted Helminths. Beberapa yang terpenting bagi kesehatan manusia adalah Ascaris lmbricoides, Hook worm (Necator americanus, Ancylostoma duodenale), Trichiuris trichiura, Strongyloides stercolaris (Gandahusada, 1998). 1. Ascaris lumbicoides Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Parasit ini ditemukan kosmopolit dan penyakit yang disebabkan disebut ascarisasis. Ascaris lumbricoides merupakan nematode usus dengan ukuran paling besar yang panjangnya mencapai 40 cm (Isselbacher, 1995). Dalam siklus hidupnya, perubahan telur telur menjadi larva terjadi di luar host. Telur keluar bersama feses manusia (non infektif). Perubahan telur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, cukupnya oksigen. Suhu yang optimum adalah 26C (21C - 30C). temperatus yang rendah dapat menghambat pertumbuhan parasit. (Soejoto, 1996) Pada infeksi berat, terutama pada, dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi yang telah ada. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus. (Gandahusada, 1998)

Di Indonesia prevalensi ascariasis tinggi, terutama pada anak. Belum tersedianya jamban keluarga dapat meimbulkan pencemaran tanah oleh tinja. Tanah liat, kelembapa tinggi dan suhu yang berkisar 25C 30C sangat baik untuk berkembangnya telurAscaris lumbricoides menjadi bentuk infektif. (Gandahusada, 1998)

2. Trichuris trichiura Dalam siklus hidupnya, telur Trichuris trichiura adalah sebagai bentuk infektif. Di dalam lambung, dinding telur akan dirusak oleh asam lambung, sehingga memudahkan larva untuk keluar. Larva keluar dalam usus halus bagian proximal. (duodenum). Larva kemudian masuk kedalam mukosa usus dan menetap selama 3-10 hari, sampai menjadi besar. Setelah menjadi cacing, akan keluar dari mukosa usus menuju lumen usus kemudian migreasi ke kolon. Dalam lumen kolon menjadi matur dan melakukan kopulasi. Sassing dewasa akan menetap pada caecum, juga dapat ke kolon atau appendik. Dari telur sampai kedewasa memerlukan waktu selama 90 hari. Cacing dewasa melekatkan diri pada mukosa, dengan bagian posteriornya menggantung dalam lumen usus. Pada cacing betina, vulvanya terletak tepat pada permukaan mukosa usus. Telur keluar bersama feses ke dalam lingkungan bebas (didalam tanah), dan telur ini menjadi matang memerukan waktu antara 3-5 minggu. (Soejoto, 1996) Kontaminasi tanah dengan tinja berperan penting untuk penyebaran penyakit. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30C. Pembuatan jamban yang baik, mencuci tangan sebelum makan dan memberikan

penyuluhan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak akan menurunkan insidensi kejadian ini. (Gandahusada, 1998)

3. Strongyloides stercolaris Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Strongiloydes stercolaris dapat menyebabkan penyakit strongyloidiasis. Terdapat di daerah tropic dan subtropik serta jarang ditemukan pada daerah yang beriklim dingin. Pada hospes dengan imun yang lemah, sejumlah larva Strongyloides stercolaris dapat menyebar luas dan berakibat fatal. (Isselbacher, 1995) Dalam siklus hidu Strongyloides stercolaris dapat dibedakanmenjadi tiga yaitu : a. Siklus tak langsung b. Siklus langsung c. Autoinfeksi Terjadi oleh keadaan tertentu, misalnya statis feses, maka larva rhabditiform yang terdapat dalam usus dapat berubah menjadi larva filariform (larva bentuk inektif ). (Soejoto, 1996) Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, maka akan timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada usus muda. Infeksi ringan pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala, mungkin ada mual, mutah dan diare.

Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan parasit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus. Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja, melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi (dengan memakai alas kaki) dan memberikan penyuluhan pada masyarakat mengenai cara pembuatan serta pemakaian jamban. (Gandahusada, 1998)

Petani adalah orang yang mata pencahariannya bercocok tanam (Purwadinata, 1986). Umumnya petani memiliki pendidikan rendah dan hanya mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan serta gizi dari makanan yang rendah makan. Cara-cara petani yang tidak baik, mengakibatkan rendahnya produksi tanaman, ternak dan produksi hasil pertanian lainnya. Produksi pertanian yang renda mengakibatkan pendapatan petani berkurang. Kemiskinan dan kurangnya pangan yang tersedia untuk konsumsi rumah tangga karena rendahnya produksi tanaman biasanya menyebabkan timbulnya kekurangan gizi. (Halpaper et all, 1986) Petani dalam melakukan kegiatannya terkadang kurang memperhatikan kesehatan dan kebersihan. Kebiasaan petani berhubungan dengan tanah berpengaruh dalam penyebaran infeksi nematode usus.

DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada, S, 1998, Parasitologi Kedokteran, Gaya Baru; Jakarta Halper Laura J, 1986, Pangan, Gizi dan Panga, Universitas Indonesia: Jakarta Isselbacher, Wilson & Martine, 1995, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam; Edisi 3, Buku Kedokteran EGC: Jakarta Soejoto & Soebari, 1996, Parasitologi Medik, Jilid 1, Departemen kesehatan: Solo

You might also like