You are on page 1of 9

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.

PLAY THERAPY PEMBELAJARAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR UNTUK ABK Iin Indriyani, S.Pd.
Lembaga Beranda Buku Jalan Raya Laswi No. 01 Kompleks Mesjid Besar Ciparay Kabupaten Bandung 40381 Contact Person : 085220264420, email : iingood@yahoo.com

Sari
Selama ini pembelajaran mitigasi untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) jarang sekali kita temukan. Padahal dari tahun ke tahun korban bencana longsor di Indonesia makin bertambah, begitu pun dengan jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) yang terus meningkat jumlahnya. Tidak mustahil juga para ABK ini berada di daerah rawan longsor dan mereka bisa saja menjadi korban bencana longsor. Di Indonesia sendiri setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor (DVMBG, 2000:10). Itu berarti terjadinya bencana longsor yang menjatuhkan korban ABK peluangnya cukup tinggi. Apalagi pada Hari Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April 2011 lalu diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10 persen populasi anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus mendapatkan pelayanan khusus (Koran SI, 2012). Pelayanan khusus tersebut termasuk pelayanan atas pembelajaran mitigasi bencana alam, salah satunya adalah bencana tanah longsor. Ada sebuah model pembelajaran yang banyak digunakan oleh para sukarelawan bencana alam untuk menangani anak-anak yang mengalami trauma pasca bencana. Model pembelajaran tersebut lebih dikenal dengan nama Play Therapy atau dalam bahasa Indonesia lebih popular dengan nama terapi bermain. Namun jauh sebelumnya terapi bermain ini merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan oleh para ahli psikologi maupun ahli pedagogi sebagai treatment (penanggulangan) maupun intervensi (pencegahan) akan perilaku-perilaku negatif dari anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Melalui terapi bermain, pembelajaran akan lebih hidup dan menyenangkan karena play teraphy lebih menekankan pada permainan sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran. Maka tidak ada salahnya untuk menggunakan play therapy sebagai model pembelajaran mitigasi bencana longsor kepada anak-anak berkebutuhan khusus yang berada di wilayah rawan longsor. Kata kunci : pembelajaran, longsor, play therapy dan ABK

Pendahuluan Dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 51 dan dalam UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 5 dan pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa : 1. Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. 2. Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. 3. Setiap penyandang cacat berhak memperoleh Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Berdasarkan undang-undang di atas sudah jelaslah bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang didefinisikan sebagai anak-anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam hal kemampuan fisik, psikologis,

sensorik, komunikasi atau pun tingkah laku sosial (Jamila, 2007:37). Anak-anak yang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan dan memiliki hak yang sama untuk hidup dan menyelamatkan kehidupan serta penghidupan mereka. Khususnya selamat atas bencana longsor yang mungkin saja bisa terjadi sewaktu-waktu di daerah rawan longsor yang mereka tinggali.

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 7-15

Hal :7

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

Foto 1. Sebelah kanan : Solidaritas penyandang cacat yang berada di YPAC Surakarta dengan menggalang dana untuk sesama penyandang cacat yang menjadi korban merapi dan mentawai (http://google.com)

komunikasi atau pun tingkah laku sosial yang mereka miliki. Hal ini membuat ABK memiliki kebutuhan khusus akan model pembelajran yang bisa menyentuh dan menjadi solusi atas karakteristik tersebut. Salah satunya dengan menggunakan play therapy atau terapi bermain. Berangkat dari hal di atas peneliti tertarik untuk menggunakan terapi bermain sebagai salah satu model pembelajaran mitigasi bencana longsor untuk anak berkebutuhan khusus yang ada di daerah rawan longsor. Adapun rumusan masalah penelitian adalah Bagaimana caranya memberikan Pembelajran Mitigasi Bencana Longsor Melalui Play Therapy Kepada Anak Berkebutuhan Khusus? Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan fenomenafenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif mempunyai karakteristikkarakteristik seperti (Furchan, 2004) menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan obyektivitas, dan dilakukan secara cermat. Selain itu tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan dan tidak adanya uji hipotesis. Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini bersumber dari studi kepustakaan yang berasal dari berbagai sumber. Adapun alur atau kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Foto di atas merupakan bukti bahwa di antara korban bencana alam terdapat anak berkebutuhan khusus yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama anak penyandang cacat. Kini tantangannya untuk pemerintah maupun segenap elemen masyarakat yang mau dan sedang berusaha untuk membantu dalam upaya mitigasi bencana longsor, bagaimana caranya memberikan pembelajaran mitigasi bencana longsor kepada ABK? Apabila hujan deras terjadi dalam waktu yang cukup lama di daerah rawan longsor dapat memicu terjadinya longsor. ABK yang belum menerima pembelajaran mitigasi bencana longsor tidak akan sempat menyelamatkan diri dan akhirnya menjadi korban. Pembelajaran mitigasi bencana longsor yang mereka butuhkan tidak berbeda dengan pembelajaran mitigasi bencana longsor yang dibutuhkan oleh anak-anak pada umumnya. Namun harus disesuaikan dengan karakteristik kemampuan fisik, psikologis, sensorik,

Hal :8

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 8-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

Kondisi ABK yang berada di daerah rawan bencana longsor, jumlahnya terus meningkat, kemampuan fisik, psikologis, sensorik, komunikasi atau pun tingkah laku sosial mereka berbeda dengan anakanak lain yang seusianya.

Kebutuhan ABK 1. Perlu layanan pendidikan khusus 2. Perlu merasa nyaman, aman dan terlindungi untuk menerima pembelajaran. Sehingga bisa terwujud kesinambungan dalam lingkungannya untuk membuat mereka member makna pada lingkungannya serta mereka dapat membuat konsep akan lingkungannya.

Terapi permainan ialah penggunaan media permainan (alat dan cara bermain) dalam pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus. Tujuannya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan gangguangangguanatau penyimpanganpenyimpangan. Seperti gangguan dan penyimpanga pada fisik, mental, sosial, sensorik, dan komunikasi. Sehingga ABK bisa menerima dengan baik pembelajaran yang diberikan pada mereka (Delphie, 2008).

Pembelajaran mitigasi bencana longsor melalui play terapi atau terapi bermain

ABK dapat berperan aktif dalam rangka upaya mitigasi bencana longsor

Landasan Teori Apa itu Play Therapy?

Foto 2. Macam-macam contoh play therapy untuk anak-anak dan anak berkebutuhan khusus dengan berbagai karakteristik (http://www.google.com)

Kata bermain (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978). Piaget menjelaskan bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang tidak mempuyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan

tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realita luar. Bermain secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif (hiburan). Pada semua usia, anak melakukan permainan aktif dan pasif. Proporsi waktu yang dicurahkan ke masing-masing jenis bermain itu tidak bergantung pada usia, tetapi pada kesehatan dan kesenangan yang diperoleh dari masing-masing kategori. Umumnya permainan aktif lebih menonjol pada awal usia prasekolah dan permainan hiburan ketika anak mendekati masa puber, namun hal itu tidak selalu benar. The Association for Play Therapy (1997, dalam Kurnanto, 2007) mendefinikasn Play
Hal :9

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 9-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

Therapy sebagai berikut: The systematic use of a theoretical model to establish an interpersonal process where in trained play therapists use the therapeutic powers of play to help clients prevent or resolve psychosocial difficulties and achieve optimal growth and development. Berdasarkan pengertian tersebut, bisa kita dapati beberapa konsep pokok sebagai berikut : 1) Terapi bermain dibangun berdasarkan pondasi teoritik yang sistematis dan berbagai teori psikologi dan konseling yang telah mapan, seperti teori teori psikoanalisis, Clien-Centered, Gestalt, Cognitif-behavior, Adlerian dan sebagainya. 2) Terapi bermain menekankan pada kekuatan permainan sebagai alat untuk membantu anak yang memerlukan bantuan. 3) Tujuan dari penggunaan Play Therapy adalah untuk membantu anak dalam rangka mencegah dan mengatasi persoalan psikologisnya serta membantu perncapaian pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tugas perkembangannya secara optimal. Maka bisa disimpulkan bahwa terapi permainan adalah penggunaan media permainan (alat dan cara bermain) dalam pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguanatau penyimpanganpenyimpangan. Seperti gangguan dan penyimpanga pada fisik, mental, sosial, sensorik, dan komunikasi. Siapakah Anak Berkebutuhan Khusus itu? Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anakanak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward (Hidayat&Yulia, 2010: 6),anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus adalah anak yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Mereka memiliki gangguan
Hal :10

satu atau lebih pada aspek fisik/motorik, kognitif seperti anak mentalretardasi dan anak berbakat, bahasa dan bicara, pendengaran, penglihatan, serta sosial dan emosi. Menurut World Health Organization (WHO), anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara sederhana sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Definisi dari masing-masing istilah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Disability adalah keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu. 2. Impairment adalah kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. 3. Handicap adalah ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialaminya, anak tersebut membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. ABK atau anak-anak berkebutuhan khusus memiliki kecepatan belajar yang berbeda dan cara belajar yang berbeda pula. Mereka juga memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum, namun mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Hal ini dapat dimulai dengan cara penyebutan terhadap anak dengan kebutuhan khusus tersebut (Hidayat&Yulia, 2010: 7). Selanjutnya tugas pemerintah dan semua elemen masyarakat yang berada di sekitar merekalah yang dapat mewujudkan layanan pendidikan yang tepat bagi mereka.

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 10-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

Mitigasi Bencana Longsor Bencana tanah longsor di Indonesia lebih sering dipicu oleh hujan, sehingga kejadiannya juga mengikuti siklus hujan (KMNRT,2007:175). Pengertian tanah longsor adalah terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang umumnya terjadi didaerah terjal yang tidak stabil (DESDM, 2000). Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang gundul serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor. Ulah manusia pun bisa menjadi penyebab tanah longsor seperti penambangan tanah, pasir dan batu yang tidak terkendalikan (MPBI). Kita juga harus hati-hati karena bila material yang terbawa pada saat terjadinya tanah longsor selain tanah juga bisa berupa bebatuan dan lumpur. Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 km/jam. Walaupun bencana longsor merupakan proses alam yang memang sulit dicegah, namun kita dapat mengenali wilayah-wilayah rawan longsor, diantaranya : 1. pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut 2. Berada pada daerah-daerah yang terjal dan gundul 3. Merupakan daerah-daerah aliran air hujan di alur aliran sungai atau lereng terjal. Adapun upaya pencegahan dan mitigasi bencana longsor diantaranya (KMNRT,2007): 1. Tidak menebang atau merusak hutan 2. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kyat, seperti nimba, bambu, akar wangi, lamtoro dans ebagainya, pada lereng-lereng yang gandul 3. Membuat saluran air hujan 4. Membangun saluran air hujan 5. Membangun dinding penan di lereng-lereng yang terjal 6. Memeriksa keadaan tanah secara berkala 7. Mengukur tingkat kederasan hujan Untuk menghindari korban jiwa, ada hal yang harus diperhatikan juga diantaranya adalah dengan membangun pemukiman jauh dari daerah yang rawan, bertanya pada pihak

yang mengerti sebelum membangun, membuat peta bahaya dan melakukan deteksi dini. Hasil Lokakarya Nasional Antisipasi dan Edukasi Bencana Alam khususnya bencana geologi telah dilaksanakan oleh Universitas Gadjah Mada pada tanggal 29 31 Agustus 2005 menekankan bahwa pendidikan untuk meminimalisir dampak bencana adalah suatu proses belajar dan mengajar secara interaktif antara masyarakat dan institusi, yang dapat dilakukan secara formal dan informal, sehingga pendidikan bencana alam harus meliputi aspek kognitif (knowledge/ pengetahuan), psikomotorik (skill/ ketrampilan), dan afektif (attitude/ sikap), untuk membangun budaya masyarakat berdaya bencana. Pendidikan kebencanaan melalui sekolah dapat menunjang efektifitas pendidikan bencana ke masyarakat. Pendidikan bencana alam perlu didekati secara holistik, dengan mempertimbangkan aspek budaya local. Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat korban bencana alam terus meningkat sehingga perlu kesadaran sejak usia dini dalam mengelola, memahami dan beradaptasi dengan alam. Namun sayang sampai saat ini setiap lokakarya mitigasi bencana longsor, tidak mengundang dan mengikutsertakan perwakilan dari ahli yang berkecimpung di di pendidikan untuk anakanak berkebutuhan khusus. Bisakah pembelajaran mitigasi bencana longsor diberikan pada ABK? Lantas bagaimana caranya?

Hasil Dan Pembahasan Pembelajaran Mitigasi Bencana untuk ABK Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Saat ini penanggulangan bencana yang diintegrasikan ke dalam
Hal :11

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 11-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

pendidikan bagi ABK, jangankan untuk dikatakan belumoptimal, namun dirasakan belum pernah terdengar. Padahal dalam dunia pendidikan luar biasa atau sekarang wacananya menjadi dunia pendidikan khusus, terdapat berbagai metode dan pendekatan untuk memberikan pembelajaran pada anak-anak istemewa ini. Lantas kenapa pemerintah ataupun lembaga terkait tek pernah menyingung mengenai mitigasi bencana longsor untuk ABK? Maka dari itu mari kita mulai memberikan wacana baru tentang mitigasi bencana longsor untuk membantu ABK yang berada di daerah rawan longsor. Dalam penelitian ini pembelajaran mitigasi untuk ABK adalah dengan mengadopsi salah satu tekhnik terapi yakni, dengan menerapkan model play therapy atau sering dikenal dengan terapi bermain. Play Therapy, Pembelajaran Mitigasi Bencana Longsor untuk ABK yang Menggembirakan Learning is most effective when its fun begitulah yang Pak Hernowo ungkapkan di Bukunya yang berjudul Menjadi Guru. Kegemberilaanlah yang merupakan penekan dan merupakan karakteristik dari terapi bermain. Bahkan kegembiraan itu lebih penting daripada obat apapun dan akan memberikan kebermaknaan yang lebih dalam kepada anak atas manfaat dari permainan yang anak lakukan (Hernowo, 2005:15). Manfaat terapi bermain sejalan dengan manfaat dari permainan yang digunakan sebagai media dalam proses terapi bermain, yakni diantaranya adalah sebagai sarana yang aman dan dapat digunakan anak untuk mengulang-ulang pelaksanaan dorongandorongan untuk berperilaku tertentu, sehingga anak akan terbantu untuk mengendalikannya dan juga dapat memberikan reaksi-reaksi mental positif yang mendasarinya (Freud, 1912 dalam Kottman,2005). Kegiatan bermain memungkinkan berlangsungnya proses pelepasan dan terpenuhinya keinginankeinginan tertentu. Fantasi, dan kesempatan anak untuk lepas dari kenyataan, terutama anak usia dini, memudahkan ber-tumbuhnya ego anak. Sehingga anak dapat kesempatan
Hal :12

bereksperimen dengan penyelesaianpenyelesaian baru untuk berbagai konflik (Axline, 1947; Wilson, 1979; Solnit, et al., 2005). Karakteristik play therapy yang menjadi dasar dari diterapkannya model pembelajaran ini pada mitigasi bencana longsor adalah bahwa play terapy; 1. Menggunakan permainan sebagai medianya 2. Bersifat menyenangkan, mengasyikan dan mengembirakan. 3. Memungkinkan anak untuk berada sekaligus di alam fantasi dan dunia nyata yang memungkinkan terjadi pemindahan situasi (displacement). Sehingga kemampuan anak untuk melebur kenyataan dengan fantasi bisa tanpa mengalami konflik, anak dapat memindahkan hal-hal yang dirasakannya bersama situasi yang menyertainya ke dalam permainan! Sehingga dalam bermain tekanan dan ketegangan mental anak dapat berkurang atau malahan hilang (Winnicott, 2003). 4. Memunculkan dan menyalurkan kreativitas (Kottman, 2005). 5. Manifestasi dari perkembangan kognitif anak. Peranan terapi bermain terhadap pembelajaran mitigasi bencana tanah longsor secara khusus, diantaranya adalah: 1. Terapi bermain sebagai sarana pencegahan pra bencana. Dengan terapi bermain anakanak dibantu untuk meimajinasikan peristiwa bencana longsor, dan dilatih untuk bisa siap siaga dengan simulasi longsor yang diberikan lewat permainan. 2. Terapi bermain sebagai sarana penyembuhan. Dalam hal ini terapi permainan dapat mengembalikan fungsi fisik, psiko-terapi, fungsi sosial, melatih komunikasi, khususnya pasca bencana longsor. Karena sudah banyak terbukti terapi bermain adalah terapi yang berhasil menangani kondisi trauma anak-anak setelah bencana. Seperti saat bencana di mentawai dan merapi. 3. Terapi bermain sebagai sarana penyesuaian diri. Aktivitas permainan yang dilakukan secara berkelompok dapat membantu anak yang berkelainan untuk lebih mudah

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 12-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

beradaptasi dengan lingkungan dan mengenal lingkungannya. 4. Terapi bermain sebagai sarana untuk mempertajam pengindraan. Misalnya permainan warna membantu anak yang berkelainan pada mata. Permainan yang menantang kordinasi tangan dan mata, akan membantu anak yang perhatiannya kurang, dll. 5. Terapi bermain sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian. Khususnya untuk anak dengan perilaku menyimpang. Kepribadian yang kurang matang, menyebabkan anak berperilaku non asertif, arogan dan impulsive, dengan terapi bermain, perilaku tersebut diubah menjadi perilaku yang asertif. Macam-macam Permainan dalam Play Therapi yang Sesuai dengan Karakteristik ABK Anak berkebutuhan khusus, memerlukan kurikulum yang khusus dan kaidah pengajaran yang sesuai dengan kekhususan mereka. Ketidakpedulian atas hal itu, maka sama saja dengan mencacatan kehidupan mereka (Jamila, 2008:8). Itulah salah satu yang melandasi adanya keberagaman permainan yang disesuaikan dengan karakteristik ABK. Dibawah ini macam-macam permainan yang bisa digunakan dalam pembelajaran mitigasi bencana longsor untuk ABK : 1. Macam macam permainan dalam play therapy menurut jenis permainannya dan disesuaikan dengan karakteristik ABK adalah : a. Bermain aktif, yakni bermain yang bermain bebas dan spontan dan menggerakan anggota tubuh secara aktif. Seperti bermain drama, bermain konstruktif atau yang bersifat imajinasi, bermain musik dan bermain eksploratif atau yang memantang dan membutuhkan kekuatan fisik. Permainan ini cocok untuk ABK yang tidak memiliki kelainan fisik yang berkenaan dengan anggota gerak, misalnya anak dengan kelainan perilaku dan emosi. Anak dengan kelainan impairment atau kerusakan pada

penginderaan masih bisa mengikuti permainan ini, namun tidak sebebas pada anak berkebutuhan khusus lainnya. b. Bermain pasif seperti membaca, bercerita, mendengarkan dongeng atau lagu dan bernyanyi. Merupakan permainan yang bisa diikuti oleh semua anak ABK kecuali anak yang memiliki gangguan komunikasi baik mendengar atau pun bicara akan sulit untuk mengikuti permainan pasif ini. Berarti masih diperlukan pembelajaran yang diadaptasikan dengan karakter mereka tersebut. 2. Macam-macam permainan dalam play terapi menurut kemampuan terapinya (Solnit, A., etal., 2005) : a. Mainan yang meniru/ menyerupai situasi pada kehidupan nyata. Misalnya, rumah-rumahan, mainan peralatan kedokteran, binatang-binatang peliharaan, binatang-binatang yang ada di kebun binatang, telpon, mobilmobilan, atau, macam-macam model kapal terbang. Dengan demikian, bagi anak mainanmainan itu akan menjadi bahan eksplorasi dan pengungkapan diri (expression) yang kaya. Untuk sebagian besar terapi dengan bermain, mainanmainan yang meniru/menyerupai situasi pada kehidupan nyata tersebut sudah sangat manfaat bagi perbaikan pasien-anak. Berbagai mainan itu tampil, baik disadari ataupun tidak disadari, sesuai dengan pengalaman anak di dunia nyata, dan jelas hubunganhubungannya dengan berbagai kejadian dalam hidup mereka sehari-hari. Permainan ini bisa dijadikan sebagai alat simulasi untuk mitigasi bencana longsor. b. Mainan yang menimbulkan emosi, baik emosi positif maupun emosi negatif. Permainan ini mengajarkan anak untuk mengenali emosi orang maupun dirinya sendiri dan mengendalikan emosi tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat
Hal :13

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 13-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

dan menolong bagi dirinya maupun orang lain. c. Mainan yang merangsang timbulnya kreativitas. Misalnya, balok-balok kayu/plastik dengan macam-macam bentuk, ukuran, dan warna; kertas/ whiteboard dan pinsil/spidol dengan macam-macam bentuk dan warna, potongan-potongan kain dan/atau kertas dengan berbagai ukuran yang memadai untuk digunting dan dibentuk. Pada situasi-situasi tertentu, terapis atau orang yang memberikan terapi bermain ini, harus mempertimbangkan untuk menambah jenis dan/atau tipe mainan lain sesuai dengan kebutuhan ABK. Langkah-langkah Mitigasi Bencana Melalui Play Therapy untuk ABK 1. Langkah awal a. Membangun kepercayaan melalui aktive listening and reading situation (mendengar-kan secara aktif dan membaca keadaan anak) dan unconditional acceptance (penerimaan tanpa syarat), mencoba memberikan bantuan pada anak dan berkomunikasi penuh kesabaran dengan anak. Untuk itu, menurut Kottman (2005) orang yang memberikan terapi harus berusaha masuk secara total dalam dunia anak, sehingga anak betul-betul merasa aman dan menganggapnya sebagai sahabat (Van Veslor, 2004: 315 dalam Kottman, 2005). Langkah ini bisa dilakukan oleh konselor dengan menyediakan berbagai permainan yang digemari anak. b. Mengidentifikasi karakteristik anak berkebutuhan khusus yang akan diberi terapi c. Menentukan permainan yang sesuai dengan karakteristik anak dan menyiapkan alat-alat permainan yang akan diberikan. d. Menentukan target behavior atau tujuan yang ingin dicapai dalam terapi. Sebaiknya membelajarkan pembelajaran mitigasi bencana secara perlahan, terstruktur dan
Hal :14

berkesainambungan. Bagilah target behavior dalam beberapa sesi. e. Membuat jadwal dan menentukan tempat terapi bersama-sama dengan anak. Tentunya yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak. 2. Langkah pertengahan a. Memulai terapi b. Memberikan informasi kepada ABK mengenai tujuan dari terapi bermain yang akan diberikan c. Mengeksplorasi dan mengobservasi cara anak bermain, sehingga dengan cara ini konselor juga dapat membantu anak untuk mengembangkan kreativitasnya secara luas, seperti kemampuan bahasa, seni, gerak, drama dan dapat mengembangkan kemampuan emosi anak dalam menjalin hubungan dengan alam sekitarnya. 3. Langkah akhir Langkah akhir adalah suatu langkah dimana seorang terapis mengakhiri proses terapi yang dia berikan; a. Beri kesempatan anak untuk menyimpulkan apa yang dia dapatkan dari permainan yang dilakukan. b. Terapi bisa diakhiri jika pada diri anak telah menunjukkan kemajuan dalam berbagai bentuk perilaku positif, khususnya tujuan dari diberikannya terapi bermain ini dan berikan penegasan terhadap apa yang anak kemukan dengan benar tentang tujuan terapi permainan ini, khususnya yang berkenaan dengan mitigasi bencana longsor. Setiap selesai memberikan terapi permainan pada ABK, lakukan evaluasi khususnya dari observasi ketika terapi diberikan, bila pemahaman anak sudah mencapai target. Maka berlanjutlah kesesi selanjutnya. Bila tidak, maka buatlah sebuah pengayaan dan perbaikan terhadap permainan yang diberikan.

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 14-15

Play Therapy Pembelajaran Mitigasi Bencana Tanah Longsor Untuk Abk(Iin Indriyani, S.Pd.)

Kesimpulan Pembelajaran mitigasi bencana tanah longsor untuk ABK melalui Play Therapy akan bisa mengurangi resiko korban bencana apabila dilaksanakan secara bertahap, perlahan dan berkesinambungan yang disesuaikan dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus yang berada di daerah rawan bencana. Karena terapi bermain sendiri menitikberatkan pada permainan sebagai media untuk memberikan pembelajaran. Dimana bermain merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari anak-anak. Dengan permainan anak-anak menerima pembelajaran yang mengasyikan, menyenangkan serta menggembirakan bagi mereka. Menggembirakan bukanlah tanpa sebuah rule dan tujuan atau hura-hura dan kebisingan. Kegembiraan yang akan menimbulkan bangkitnya minat, keterlibatan penuh serta terciptanya pemahaman atau penguasaan materi yang sedang dipelajari. Hal yang paling utama setelah dengan kegembiraan semua itu tercapai adalah nilai yang membahagiakan bagi diri si pembelajar, yakni ABK. Lewat pembelajaran mitigasi bencana dengan terapi bermain, anak-anak akan menjadi siap siaga terhadap bencana longsor. Minimalnya ketika bencana longsor menimpa, mereka bisa menyelamatkan dirinya sendiri dan tidak menjadi beban orang lain. Harapan terbesarnya dengan play terapi ini, anak berkebutuhan khusus dapat memberi makna pada lingkungannya, menjaga, melestarikan dan ikt berperan aktif dalam mitigasi bencana longsor. Daftar Pustaka Bandi, Delphie. 2008. Peran Terapi Permainan untuk Anak Tunagrahita. Tersedia di http://www.pkplkplb.org/beritadetail.php?option=com_con tent&task=view&id=31 posted by on April 29, 2011 jam 15.30 WIB. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2000. Hand Book Tanah Lonsor. Bandung Hernowo, 2005. Menjadi Guru; Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara

Menyenangkan. Bandung : Mizan Learning Center. Hidayat, 2011. Modul Pengantar Perkuliahan Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Universitas pensisikan Indonesia. Jamila, K.A.Muhammad. 2008. Special Education For Special Children (Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities) yang diterjemahkan oleh Edy Sembodo. Jakarta : Mizan Hikmah. Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Republik Indonesia. 2007. Iptek sebagai Asas Dalam Penanggulangan Bencana di Indonesia. Jakarta. Kottman,T. 2005. Play Therapyin Action. New York: John Wiley & Sons. Solnit,A., et al. 2005. The Many Meanings of Play for Preschool Kids. New Haven: Yale University Press. Sukmadinata, 2006. Metode Penelitian dalam Pendidikan. Tersedia di http://wenysilvia130706. blogspot.com/2010/03/contoh-penelitiandengan-metode.html. dibrowsing on May 11, 2011. Jam 12.00 WIB. Waelder,R. 2004. The Psychoanalytic Theory of Play. Cambridge, MA: Perseus Books. Wilson,K. 1979. The Therapeutic Use of Childs Play. New York: Guilford. Winnicott,D.W. 2003. Playing and Reality. London: Routledge. Yukni, Arifianti. 2011. Ayo Mengenal Lebih Dekat Tanah Longsor. Bandung. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 3,Desember 2011 : 15-15

Hal :15

You might also like