You are on page 1of 13

PRESENTASI KASUS

ADENOTONSILITIS KRONIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Dalam Menempuh Kegiatan Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan

Diajukan kepada Yth. Dosen Pembimbing: Dr. Hj. SUPARTINAH Sp.THT

Disusun Oleh: Masyhud 20030310056

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN RSUD SALATIGA 2009
1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI Adenotonsilitis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatina dan adenoid. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut, yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/gerlanchs tonsil). Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik. Adenoid biasanya mengalami hipertrofi selama masa anak-anak, mencapai ukuran terbesar pada usia pra sekolah dan usia sekolah awal. Diharapkan dapat terjadi resolusi spontan, sehingga pada usia 18-20 tahun jaringan adenoid biasanya tidak nyata pada pemeriksaan nasofaring tidak langsung.

II.

ANATOMI 1. Adenoid Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid sepanjang dinding posterior nasofaring di atas batas palatum mole. Adenoid terletak postero-superior dinding nasofaring di antara basis tengkorak dan dinding belakang nasofaring pada garis media. Permukaan bebasnya dilapisi epitel pseudo kompleks kolumner bersilia, permukaan dalamnya tidak berkapsul. Permukaan bebasnya mempunyai celahcelah (kripte) yang dangkal seperti lekukan saja.

2. Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada kanan kiri orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika anterior yang dibentuk oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang plika posterior yang dibentuk oleh otot palatofaringeus terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal
2

(adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.

III. FUNGSI FISIOLOGIS 1. Adenoid Adenoid merupakan jaringan limfoid yang pada keadaan normal berperan membantu sistem imunitas tetapi bila telah terjadi infeksi kronis maka akan terjadi pengikisan dan fibrosis dari jaringan limfoid. Pada penyembuhan jaringan limfoid tersebut akan diganti oleh jaringan parut yang tidak berguna.

2. Tonsil Fungsi tonsil yang sesungguhnya belum jelas diketahui tetapi ada beberapa teori yang dapat diterima antara lain : Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler. Mengadakan limfositosis dan limfositolisis. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun

mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan hidung.

IV.

ETIOLOGI Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus hemoliticus grup A, selain karena bakteri tonsillitis dapat disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta, dan Treponema Vincent.

V.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa sel-sel leukosit. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid,
3

akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang. Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

VI.

FAKTOR RESIKO Faktor predisposisi tonsillitis kronis adalah rangsangan kronis (rokok, makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat, dan higiene mulut yang buruk. Sedangkan faktor predisposisi untuk adenoiditis kronik adalah sering terjadinya infeksi saluran nafas bagian atas, yang dapat menimbulkan sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius.

VII. GEJALA KLINIS Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula, sleep apnea symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid: mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk. Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler. Pada klinis didapat pembesaran tonsil yang permukaannya tidak rata, pelebaran kriptus, dan sebagian kripti terisi oleh detritus.
4

VIII. DIAGNOSIS Diagnosa ditegakkan berdasarkan : 1. Tanda dan gejala klinik 2. Pemeriksaan Rinoskopi anterior: untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi. 3. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior. 4. Pemeriksaan ASTO.

IX.

TERAPI Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi adenotonsilektomi dengan cara kuretase.

Indikasi adenotonsilektomi: Fokal infeksi Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang lain, contoh: sakit menelan

Indikasi tonsilektomi: Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri group A streptococcus hemoliticus

Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan Otitis media efusa / otitis media supuratif

X.

KOMPLIKASI Komplikasi adenoiditis kronik adalah: faringitis, bronkitis, sinusitis kronik, otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif kronik. Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerukan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul tuli konduktif. Komplikasi Tosilitis kronik: Rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara perkotinuitatum, dan komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis). Komplikasi tindakan tonsilektomi dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya, yaitu: a) Immediate: perdarahan primer yang terjadi dalam kurun waktu 1 x 24 jam. Perdarahan ini dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas karena pasien masih dalam pengaruh obat anestesi. b) Intermediate: perdarahan sekunder, hematom, edema uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia. c) Late complication: terbentuknya jaringan parut di palatum mole. Bila jaringan parut ini berat maka akan menyebabkan gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia. d) Komplikasi lain: sisa jaringan tonsil, bila sisanya sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala tetapi jika cukup banyak sisanya dapat mengakibatkan tonsillitis akut atau abses peritonsil.

XI.

KONTRAINDIKASI Kontraindikasi tonsilektomi antara lain yaitu: 1) Hematologi: adanya kelainan hematologi seperti; Anemia, leukemia, hemofilia. 2) Imunologi: keadaan seperti multiple allergy, asthma 3) Infeksi akut

BAB II PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Masuk Rumah sakit : An. N : 12 tahun : Perempuan : Pelajar : Pandean, Suruh, Kab. Semarang : 15 juni 2009, Jam: 12.30 WIB

II.

ANAMNESA (Alloanamnesis dan Autoanamnesis tanggal 15 Juni 2009, Jam 17.30 WIB) Keluhan Utama :

Tenggorokan sakit, dan sering sulit benafas

Riwayat Penyakit Sekarang : Os mengeluh tenggorokan sakit, sering sulit bernafas dan terasa ada yang mengganjal di tenggorokan. Susah menelan, tetapi masih bisa makan nasi. Keluhan ini hilang timbul sudah lebih dari satu tahun ini. Os juga sering batuk dan pilek. Keluarga pasien mengatakan bahwa os mudah mengantuk, juga mengalami penurunan prestasi sekolah. Os sering diperiksakan ke puskesmas. Saat ini Os tidak batuk pilek, tidak demam, suara tidak serak, tidak panas, dan tidak terasa gatal. Tidak ada keluhan pada telinga, dan hidung

TENGGOROKAN Keluhan Sakit tenggorokan Sakit waktu menelan Rasa banyak dahak Rasa ada yang menyumbat + +
8

Gatal Batuk Panas tenggorokan Suara parau / serak Mengorok Susah menelan

+ +

III. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien mengaku keluhan ini sering hilang timbul. Riwayat alergi disangkal.

IV.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada riwayat keluhan yang sama pada keluarga. Tidak ada riwayat alergi.

V.

RESUME ANAMNESIS Os mengeluh tenggorokan sakit, sering sulit bernafas dan terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, susah menelan,. Keluhan ini hilang timbul sudah lebih dari satu tahun ini. Os juga sering batuk dan pilek, dan mudah mengantuk. pasien juga mengalami penurunan prestasi sekolah. Os sering diperiksakan ke puskesmas. Saat ini Os tidak batuk pilek, tidak demam, suara tidak serak, tidak panas, dan tidak terasa gatal. Tidak ada keluhan pada telinga, dan hidung

VI.

STATUS PRESENT a. Status Generalis Keadaan umum Berat badan Vital Sign : Baik, CM : 32 Kg : TD = 110/80 mmHg N = 88x/menit, T = 36,9 0 C, RR = 20x/menit Kepala & Leher Thoraks : Conjuctiva anemis ( - ), Sclera ikterik ( - ) : DBN
9

Abdomen Ekstremitas

: DBN : DBN

b. Status Lokalis / Pemeriksaan THT TELINGA Telinga Tragus Pain Aurikula Canalis Aurikularis Discharge Membran Timpani Dekstra DBN DBN Sinistra DBN DBN

HIDUNG Hidung Dorsum Nasi Septum Nasi Cavum Nasi - Concha - Mukosa Discharge Test Positional Test Provokasi Dekstra DBN DBN DBN N N Tidak dilakukan Tidak dilakukan Adenoid hiperplasi Sinistra DBN DBN DBN N N Tidak dilakukan Tidak dilakukan Adenoid hiperplasi

MULUT & TENGGOROKAN Mulut & Tenggorokan Labialis Palatum Glossus DBN DBN DBN

10

Ginggiva Pharing Tonsil Uvula Lain lain

DBN Hiperemis ringan Hiperplasi kanan & kiri DBN Kripta melebar

VII. RESUME PEMERIKSAAN Telinga Hidung Mulut & Tenggorokan : tidak ada kelainan : Adenoid hiperplasi : tonsil hiperplasi kanan dan kiri, kripta melebar,

VIII. DIAGNOSIS KERJA Adenotonsilitis kronis

IX.

DIAGNOSIS BANDING Tonsillitis kronis

X.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah rutin: AL AE Hb Ht AT Gol CT BT : 6, 5 x 103/L : 4, 59 x 106/L : 12, 6 g/dl : 37, 9 % : 248 x 103/L :O : 300 : 330 (2-5) (3-5) (4,5 10) (L:4,5-5,5 (L:14-18 (L:40-54 (150-450) P:4-5) P:12-16) P:38-47)

XI.

TERAPI Adenotonsilektomi

11

BAB III DISKUSI

Pada anamnesis penderita sering merasa sering susah bernafas, terasa ada yang mengganjal, susah menelan, tapi saat ini pasien masih bisa makan nasi. Selain itu juga mengeluh sering mengorok saat tidur. Keluhan ini hilang timbul sudah lebih dari satu tahun ini. Pasien mengaku sering sakit batuk pilek, dan selalu diperiksakan ke puskesmas. Pasien menjadi mudah mengantuk, dan mengalami penurunan prestasi sekolah. Saat ini pasien tidak demam, batuk dan pilek. Keluhan pada hidung dan telinga tidak ada. Pada pemeriksaan tenggorokan di dapatkan tonsil yang membesar kanan dan kiri, berwarna merah muda, berbenjol-benjol, kripta melebar. Selain itu adenoid juga membesar. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, maka kasus ini dapat didiagnosis adenotonsilitis kronis. Adenotonsilitis kronis adalah suatu masa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring yang merupakan radang kronis, keadaan ini hilang timbul dan sudah berlangsung lebih dari 1 tahun. Hal ini sudah sesuai dengan keadaan pasien yaitu adanya gejala peradangan adenoid dan tonsil, serta lamanya infeksi ini berlangsung. Penatalaksanaan pasien adalah dilakukan adenotonsilektomi karena infeksi ini sudah berulang terjadi, untuk mencegah komplikasi yang lebih jauh. Prognosis pasien ini baik karena terapi yang dilakukan telah optimal. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa terapi yang sesuai dapat menyembuhkan pasien secara tuntas dan dapat mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi pada pasien. Pemantauan perlu dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya penanganan yang dilakukan. Edukasi juga sangat penting dalam proses penyembuhan adenotonsilitis kronis.

12

DAFTAR PUSTAKA

Supardi, E.A., Iskandar, N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, ed. 6, Balai FKUI, Jakarta, 2007, hal : 221. Anonim. 2008. Adenotonsilitis kronis. www.klinikindonesia.com Hatmansjah. 1993. Tonsilektomi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura. Jayapura

13

You might also like