You are on page 1of 38

SEJARAH

DEMAK-PAJANG-MATARAM
]TRENGGONO
Dalam bidang sosial, letaknya yang strategis di titik sentral jalur perdagangan internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi pedangang Islam. Terjadilah asimilasi baik di bidang sosial maupun ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat istiadat dan ajaranagama Islam. Pada sekitar abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdurrauf dari Singkil. Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa. Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak dan timah serta rempah-rempah. Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang dengan Peninggalannya Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah ini pada awalnya adalah sebuah wilayah dengan nama Glagah atau Bintoro yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Majapahit mengalami kemunduran pada akhir abad ke-15. Kemunduran ini memberi peluang bagi Demak untuk berkembang menjadi kota besar dan pusat perdagangan. Dengan bantuan para ulama Walisongo, Demak berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa dan wilayah timur Nusantara. Sebagai kerajaan, Demak diperintah silih berganti oleh rajaraja. Demak didirikan oleh Raden Patah (1500-1518) yang bergelar Sultan Alam Akhbar al Fatah. Raden Patah sebenarnya adalah Pangeran Jimbun, putra raja Majapahit. Pada masa pemerintahannya, Demak berkembang pesat. Daerah kekuasaannya meliputi daerah Demak sendiri, Semarang, Tegal, Jepara dan sekitarnya, dan cukup berpengaruh di Palembang dan Jambi di Sumatera, serta beberapa wilayah di Kalimantan.
1

Karena memiliki bandar-bandar penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik, Raden Patah memperkuat armada lautnya sehingga Demak berkembang menjadinegara maritim yang kuat. Dengan kekuatannya itu, Demak mencoba menyerang Portugis yang pada saat itumenguasai Malaka. Demak membantu Malaka karena kepentingan Demak turut terganggudengan hadirnya Portugis di Malaka. Namun, serangan itu gagal. Raden Patah kemudian digantikan oleh Adipati Unus (15181521). Walau ia tidak memerintah lama, tetapi namanya cukup terkenal sebagai panglima perang yang berani. Ia berusaha membendung pengaruh Portugis jangan sampai meluas ke Jawa. Karena mati muda, Adipati Unus kemudian digantikan oleh adiknya, Sultan Trenggono (1521-1546). Di bawah pemerintahannya, Demak mengalami masa kejayaan. Trenggono berhasil membawa Demak memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1522, pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah menyerang Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Baru pada tahun 1527, Sunda Kelapa berhasil direbut. Dalam penyerangan ke Pasuruan padatahun1546, Sultan Trenggono gugur. Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaanantara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono. Sunan Prawoto kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen. Namun, Arya Penangsang pun kemudian dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggonoyang menjadi Adipati di Pajang. Joko Tingkir (1549-1587) yang kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang.Kerajaannya kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Pajang

Sultan Hadiwijaya kemudian membalas jasa para pembantunya yang telah berjasa dalam pertempuran melawan Arya Penangsang. Mereka adalah Ki Ageng Pemanahan menerima hadiah berupa tanah di daerah Mataram (Alas Mentaok), Ki Penjawi dihadiahi wilayah di daerah Pati, dan keduanya sekaligus diangkat sebagai bupati di daerahnya masing-masing. Bupati Surabaya yang banyak berjasa
2

menundukkan daerah-daerah di Jawa Timur diangkat sebagai wakil raja dengan daerah kekuasaan Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Panarukan. Ketika Sultan Hadiwijaya meninggal, beliau digantikan oleh putranya Sultan Benowo. Padamasa pemerintahannya, Arya Pangiri, anak dari Sultan Prawoto melakukan pemberontakan. Namun, pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Pangeran Benowo dengan bantuanSutawijaya, anak angkat Sultan Hadiwijaya. Tahta Kerajaan Pajang kemudian diserahkan Pangeran Benowo kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian memindahkan pusat Kerajaan Pajang ke Mataram.

KEMBALI KE DEMAK Di bidang keagamaan, Raden Patah dan dibantu para wali, Demak tampil sebagai pusat penyebaran Islam. Raden Patah kemudian membangun sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Demak. Dalam bidang perekonomian, Demak merupakan pelabuhan transito (penghubung) yang penting.Sebagai pusat perdagangan Demak memiliki pelabuhan-pelabuhan penting, seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik . Bandar-bandar tersebut menjadi penghubung daerah penghasil rempah-rempah dan pembelinya. Demak juga memiliki penghasilan besar dari hasil pertaniannya yangcukup besar. Akibatnya, perekonomian Demak berkembang degan pesat.

KERAJAAN MATARAM DAN PENINGGALANNYA Sutawijaya yang mendapat limpahan Kerajaan Pajang dari Sutan Benowo kemudianmemindahkan pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, diMataram. Sutawijaya kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pemerintahan Panembahan Senopati (1586-1601) tidak berjalan dengan mulus karena diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan. Kerajaan yang berpusat di Kotagede (sebelah tenggara kotaYogyakarta sekarang) ini selalu terjadi perang untuk menundukkan para bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram, seperti Bupati Ponorogo, Madiun, Kediri, Pasuruan bahkan Demak. Namun, semua daerah itu dapat ditundukkan. Daerah yang terakhir dikuasainya ialah Surabaya dengan bantuan Sunan
3

Giri. Setelah Senopati wafat, putranya Mas Jolang (1601-1613) naik tahta dan bergelar Sultan Anyakrawati. Dia berhasil menguasai Kertosono, Kediri, dan Mojoagung. Ia wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga kemudian dikenal dengan Pangeran Sedo Krapyak. Mas Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645). Raja Mataram yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham ini kemudian lebih dikenal dengan namaSultan Agung. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai masa keemasan. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur,dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung ber cita-citamempersatukan Jawa. Karena merasasebagai penerus Kerajaan Demak, Sultan Agung menganggap Banten adalah bagian dariKerajaan Mataram. Namun, Banten tidak mau tunduk kepada Mataram. Sultan Agung kemudian berniat untuk merebut Banten. Namun, niatnya itu terhambat karena ada VOC yang menguasai Sunda Kelapa. VOC juga tidak menyukai Mataram. Akibatnya, Sultan Agung harus berhadapan dulu dengan VOC. SultanAgung dua kali berusaha menyerang VOC: tahun 1628 dan 1629

ARIA PENANGSANG
Arya Penangsang atau Arya Jipang atau Ji Pang Kang[1] adalah Bupati Jipang Panolan yang memerintah pada pertengahan abad ke16. Ia melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, penguasa terakhir Kerajaan Demak tahun 1549, namun dirinya sendiri kemudian tewas ditumpas para pengikut Hadiwijaya, penguasa Pajang. Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Arya Penangsang juga terkenal sakti mandraguna.

Silsilah Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin atau sering disebut sebagai Pangeran Sekar, putra Raden Patah
4

raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu bernama Arya Mataram. Pada tahun 1521 anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor karena melakukan penyerangan ke Malaka yang dikuasai Portugis) gugur dalam perang. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana, malah berebut takhta. Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto (putra pertama Raden Trenggana) membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan Kudus. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga yang gugur di sungai"). Sepeninggal ayahnya, Arya Penangsang menggantikan sebagai bupati Jipang Panolan. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama Tohpati. Wilayah Jipang Panolan sendiri terletak di sekitar daerah Blora, Jawa Tengah. Aksi pembunuhan Trenggana naik takhta Demak sejak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto. Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu. Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma membuat Ratu Kalinyamat kecewa. Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh.

Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, namun, mereka tetap dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat. Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah Kalacakra yang sebenarnya akan digunakan untuk menjebak Hadiwijaya tetapi malah mengenai Arya Penangsang sendiri pada waktu bertengkar dengan Hadiwijaya karena emosi Aryo Penangsang sendiri yang labil. Sayembara Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia,, yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang. Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sama-sama murid Sunan Kudus dan sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram. Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan ikut serta.

Kematian Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh
6

Pemanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang. Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Akibatnya perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang. Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya. Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang, tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu. Dampak budaya Kisah kematian Arya Penangsang melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati. Ini merupakan lambang pengingat supaya pengantin pria tidak berwatak pemarah dan ingin menang sendiri sebagaimana watak Arya Penangsang. Lihat pula

Strategi untuk membunuh Arya Penangsang

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
7

M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

GUGURNYA ARYA PENANGSANG


Secara historis, Arya Penangsang sebenarnya memiliki hak atas Bumi Pajang. Akan tetapi justru Hadiwaijaya yang menduduki tahta Pajang atas kehendak mendiang Raden Patah, atas jasa Hadiwaijaya (Jaka Tingkir) ketika itu. Atas dasar itulah maka, Arya penangsang selaku penguasa Kadipaten Jipang tidak mau lagi hadir di pisowanan agung Sultan Hadiwijaya. Kehendak Arya Penangsang ini mendapatkan dukungan dari ayahnya, Sunan Kudus. Dukungan kepada Arya Penangsang ini bukan hanya berupa politis tetapi juga takstis. Mengingat Sultan Hadiijaya memiliki kesaktian yang luar biasa, maka Sunan Kudus berupaya untuk menghadirkan Sultan Hadiwijaya, dengan maksud untuk bisa dibunuh oleh Arya Penangsang. Langkah yang diambil oleh Sunan Kudus adalah berpura-pura mengundang Penguasa Pajang ini untuk hadir di Panti Kudus. Alih-alih mendapat ilmu baru dari Sunan Kudus, Hadiwijaya justru akan dilemahkan secara mistis. Ia diminta duduk di kursi yang disiapkan oleh Sunan Kudus dimana kursi tersebut telah diberi rajah darubeksi yang bisa melunturkan kesaktian siapapun yang menduduki kursi tersebut. Kadang sulit sekali memahami sifat Sunan Kudus. Bagaimana mungkin ia mendukung niat Harya Penangsang untuk merebut Kekuasaan Sunan Hadiwijaya di Pajang. Sementara, Harya Penangsang sudah sudah memiliki kekuasaan di Jipang Panolan. Tapi begitulah kenyataan yang terjadi. Sejarah akhirnya mencatat bahwa upaya kudeta yang dilakukan Harya Penangsang tidak berhasil.

Kembali pada cerita yang kali ini saya upload. Sultan hadiwijaya benar hadir di Panti Kudus. Harya penangsang mempersilahkan Sultan Hadiwijaya duduk di kursi yang telah dipersiapkan. Hampir saja Sultan Hadiwikaya terjebak untuk duduk dikuri yang penuh dengan rajah itu
9

jika saja Ki Ageng Pemanahan tidak mencegahnya. Berulang kali dengan berbagai cara Harya Penangsang mempersilahkan adik kemenakannya itu duduk di kursi, tapi Hadiwijaya tetap tak bergeming. Akhirnya, dengan amarah luar biasa, Harya Penangsang menduduki kursi tersebut. Tak pelak, dia terkena rajah dan akan kalah dalam peperangan selama empat puluh hari kedepan. Pada saat bersamaan, datang sunan Kudus yang tengah melihat Arya Penangsang memegang keris. Dia member sasmita agar keris itu disarungkan, tetapi penguasa Jipang Panolan yang sedang dikuasai amarah ini tidak tanggap sehingga ketika ia memiliki kesempatan untuk menikan Hadiwijaya dengan restu Sunan Kudus, justru keris disarungkan dalam arti yang sebenarnya. Sadar atas kekeliruannya, Arya Penangsang berniat menyusul Hadiwijaya untuk menuntaskan niatnya membunuh adik kemenakan itu. Tetapi Sunan Kudus mengingatkan bahwa, rajah sakti sudah masuk kedalam tubuhnya sehingga mustahil bisa menang perang dalam empat puluh hari kedepan. Yang justru harus dilakukan adalah bertapa untuk menghilangkan rajah yang sudah menyatu dengan dirinya. Empat puluh hari tanpa makan, tanpa minum, tanpa tidur dan tanpa marah adalah harga yang harus dibayar oleh Harya Penangsang. Sementara itu, di Gunung Danaraja, ratu Kalinyamat tengah menjalankan ritual samadinya bersama dua kemenakannya Rara Semangkin dan Rara Prihatin. Dua gadis belia ini adalah putra mendiang Pangeran Prawata yang tewas di tangan Harya penangsang. Ratu Kalinyamat berada di tempat ini dan melakukan ritual bertapa telanjang (dalam arti sebenarnya) karena upayanya membalas dendam atas kematian adiknya, Pangeran Prawata. Tekadnya sudah bulat bahwa dia tidak akan mengenakan busana dan kembali ke Kadipaten Jepara sebelum berhasil membalas dendam kepada Harya Penangsang. Ketika itu Ki Ageng Pemanahan tengah hadir ke Gunung Danaraja dan menghadap Ratu Kalinyamat. Kedatangan sebenarnya ketempat ini sebenarnya adalah terdorong oleh rasa kasihan dan prihatin atas keadaan Ratu Kalinyamat. Kakak mendiang Sunan Prawata ini tidak akan mungkin bisa kembali ke Jepara jika tidak ada campur tangan orang lain untuk membunuh Harya Penangsang. Sebagai seorang perempuan tanpa dukungan politis dari siapapun, mustahil Kalinyamat bisa memenuhi sumpahnya. Keberadaan Semangkin dan Prihatin akan dipergunakan sebagai alat untuk membujuk Sultan
10

Hadiwijaya. Harapannya, Sultan Hadiwijaya yang sebentar lagi akan hadir ke Gunung Danaraja dipastikan akan jatuh hati kepada Semangkin dan Prihatin. Skenarionya adalah, kedua gadis ini akan diminta untuk meminta mas kawin yang berupa kepala Adipati Jipang Panolan jika Sunan Hadiwijaya berniat meminangnya. Berhasilkah Skenario Ki Ageng Pemanahan? Benarkah nantinya Sultan Hadiwijaya benar-benar jatuh hati kepada puteri mendiang Sunan Prawata? Bersediakan Semangkin dan Prihatin diboyong ke Pajang? Semua tahu bahwa akhirnya Harya Penangsang gugur di tangan Sutawijaya, Putra Hadiwijaya. Tapi bagaimana ceritanya? Ikuti saja ceritanya dalam versi Kethoprak yang dengan manis dibawakan oleh Keluarga Kethoprak Mataram RRI Yogyakarta.

ARYA PENANGSANG
Berbicara tentang Sejarah Cepu pasti akan selalu dikaitkan dengan Arya Jipang atau Arya Penangsang, karena diyakini bahwa masyarakat daerah Cepu dan sekitarnya merupakan anak keturunan Arya Jipang yang memerintah Jipang pada pertengahan abad ke-16 Arya Penangsang atau Arya Jipang, adalah bupati Jipang Panolan yang memerintah pada pertengahan abad ke-16. Ia melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto raja terakhir Demak tahun 1549, namun dirinya sendiri kemudian tewas ditumpas para pengikut Sultan Hadiwijaya, penguasa Pajang. Arya Penangsang juga terkenal sakti mandraguna. Silsilah Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin putra Raden Patah raja pertama Kesultanan Demak. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu bernama Arya Mataram. Pada tahun 1521 Pangeran Sabrang Lor raja kedua Demak meninggal dunia. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana berebut takhta. Raden Mukmin (putra Raden Trenggana) mengirim utusan membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi
11

sungai. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen (bunga yang gugur di sungai). Sepeninggal ayahnya, Arya Penangsang menggantikan sebagai bupati Jipang Panolan. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Wilayah Jipang Panolan sendiri terletak di sekitar daerah Blora, Jawa Tengah. Aksi pembunuhan Raden Trenggana naik takhta Demak sejak tahun 1521 bergelar Sultan Trenggana. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Raden Mukmin menggantikan sebagai sultan keempat bergelar Sunan Prawoto. Pada tahun 1549 Arya Penangsang dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu. Ratu Kalinyamat adik Sunan Prawoto menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma membuat Ratu Kalinyamat kecewa. Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos sedang suaminya terbunuh. Arya Penangsang kemudian mengirim empat orang utusan membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Meskipun keempatnya dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober, namun, mereka tetap dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat. Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan Sunan Kudus menyuruh Penangsang berpuasa 40 hari untuk mendinginkan amarahnya yang labil. Sayembara Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu
12

Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang. Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram. Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan ikut serta. Kematian Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang berpesta merayakan keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Perut Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang. Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya. Dalam pertempuran itu Ki Matahun patih Jipang tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu. Dampak budaya Kisah kematian Arya Penangsang melahirkan tradisi baru dalam seni pakaian Jawa, khususnya busana pengantin pria. Pangkal keris yang dipakai pengantin pria seringkali dihiasi untaian bunga mawar dan melati. Ini merupakan lambang pengingat supaya pengantin pria tidak berwatak pemarah dan ingin menang sendiri sebagaimana watak Arya Penangsang
13

14

MURID SUNAN KUDUS MBALELO

"Harya Penangsang Pewaris Tahta Demak?? (lanjutan)"

Ratu Kalinyamat Mohon keadilan Ratu Kalinyamat dimasa jaya Kesultanan Demak adalah Bupati Jepara yang menikah dengan pangeran Thoyib putra raja Sultan Mughayat Syah Aceh. Di tanah Jawa pangeran Thoyib lebih dikenal dengan nama Pangeran Hadiri (Bagus Hadirin). Seusai mengadap sunan Kudus untuk meminta keadilan atas tewasnya Sunan Prawoto (pangeran Bagus Mukmin) pada tahu 1529. Rombongan Ratu Kalinyamat diserang oleh utusan adipiati Jipang Aria Penangsang di dukuh Perambatan dekat Jepara. Pangeran Hadiri Tewas dalam bentrok ini. Sedangkan Ratu Kalinyamat berhasil lolos dari kepungan prajurit Jipang. Buntut dari penyerangan ini, Ratu Kalinyamat berkesimpulan bahwa Sunan Kudus adalah musuh dalam selimut bagi Demak, pasca tewasnya sultan Trenggono. Keberpihakan Sunan Kudus kepada Aria Penangsang terlihat begitu kentara dalam upaya mengambil kembali tahta Kesultanan Demak. Secara pribadi antara ratu Kalinyamat dengan aria Penangsang tidak ada permusuhan. Tetapi setelah Pangeran hadirin tewas, menimbulkan perasaan sakit yg tiada terhingga bagi ratu Kalinyamat. Kesultanan Demak Bintara pasca tewasnya sunan Praowoto (Pangeran bagus Mukmin), laksana telah kehilangan wahyu keprabon. Itulah penilaian dari ratu Kalinyamat. Satu-satu harapan sebagai penerus dinasti Demak , adalah melalui perantaraan putra mantu sultan Trenggono Yakni Jaka Tingkir yang saat itu menjabat sebagai bupati Pajang. Oleh karena ratu Kalinyamat mengalihkan pusat kekuasaan Demak jauh keselatan ke wilayah Pajang. Dan menguasakan pemerintahan kepada bupati Pajang Hadiwijaya. (jaka tingkir). Alasan ratu Kalinyamat memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang, karena secara geographis Pajang berada jauh disebelah selatan (sekitar kota Solo). Tentu ini memiliki latar
15

belakang politik yakni ingin menjauhkan pengaruh wali yang sebagian besar berkdudukan di kota raja Demak yang berada pantai utara Jawa tengah. Tentu ini dasarkan oleh sakit hati ratu Kalinyamat tidak mendapat keadilan dari Sunan Kudus sebagai hakim agung Demak. Jaka Tingkir (Hadiwijaya) menerima tugas untuk mengemban tugas pemerintahan dari sang Kakak ipar yakni Ratu Kalinyamat meminta diberi kuasa penuh untuk menjalankan pemerintahan. Dan Karena Demak sudah kehilangan wahyu keprabon Jaka tingkir mengajukan syarat tidak lagi menyandang nama Demak, tetapi berubah menjadi Kesultanan Pajang. Dan Jepara maupun Demak menjadi kabupaten dibawah kuasa Kesultanan Pajang. Kesultanan Pajang dibawah sultan Hadiwijawa (jaka tingkir), berdiri 1530 tanpa ada pesta pelantikan, bahkan menurut tutur turun temurun masyarakat disekitar wilayah pajang (kecamatan Laweyan-Solo), tidak dilantik oleh para Wali. Kecuali dihadiri oleh Sunan Kalijaga dengan kapasitas sebagai seorang guru bagi Jaka tingkir. Tidak jelas apakah tapa lukar (tapa tanpa busana - umbar aurat di gunung Danaraja) dilakukan leh ratu kalinyamat setelah Kesultanan Pajang secara resmi berdiri. Pengalihan kekuasaan dari Demak ke Pajang, merupakan pukulan berat bagi aria Penangsang. Karena secara adat maupun hukum, tuntutan aria Penangsang untuk naik tahta menjadi gugur. Karena Demak sudah tidak lagi menjadi pusat pemerintahan. Bahkan aria Penangsang secara resmi tidak lagi bisa menuntut sebagai pewaris tahta Pajang. Kalau bahasa sekarang di luar TKP. Maka jalan satu-satunya untuk bisa naik tahta adalah dengan mbalelo memerangi Kesultanan Pajang melawan sultan Hadiwijaya. Jaka Tingkir yang telah menjadi Sultan Pajang, secara pribadi tidak mempunyai benih permusuhan dengan aria Penangsang adipati Jipang Panolan. Tetapi sikap aria Penangsang yang mbalelo ingin merebut tahta kesultanan Pajang dari sultan Hadiwijaya merupakan tindakan mengganggu kedaulatan Pajang. Sutan hadiwijaya mengambil langkah diplomatis ingin menyerahkan Demak ke tangan aria Penangsang dengan syarat Demak tetap berstatus Kadipaten yg kuasanya berada dibawah Sultan Pajang. Degradasi
16

status kesultanan Demak menjadi Kadipaten ditolak oleh aria Penangsang. Bahkan aria penangsang justru meminta sultan Hadiwijaya menyerahkan Pajang ke tanganya. Laglah diplomasi Sultan Hadiwijaya mengalami jalan buntu. Sehingga berketetapan bahwa adipati Jipang aria Penangsang memang berniat mengganggu kedaulatan kesultanan Pajang. Dalam artian secara Sultan Hadiwijaya wajib mempertahankan kedaulatan teritorialnya dari ancaman.

Perseteruan Jipang dengan Pajang. Perkembangan yang memanas antara aria Pengangsang dengan sultan Hadiwiijaya, sangat menggelisahan hati kanjeng sunan Kalijaga. Disatu sisi sunan Kalijaga adalah salat satu guru dari Jaka Tingkir, disisi lain sunan Kudus yg berpihak pada aria Penangsang adalah merupakan kerabatnya sebagai Ulama utama di tanah Jawa. Sunan Kalijaga tidak ingin lagi terjadi ribut perebutan kuasa. Dan berusaha agar tidak terjadi pertumpahan darah dari terjadi diantara keturunan dinasti Demak Bintara. Untuk itu sunan Kalijaga datang mengunjungi sunan Kudus. Dalam silaturahim antara sunan Kudus dengan sunan Kalijaga dibincangkan soal ketegangan antara Pajang deng Jipang. Pandangan sunan Kalijaga tentang keberpihakan sunan Kudus terhadap aria Penangsang diakui kebenaranya sunan Kudus. Akan tetapi, menurut sunan Kalijaga, Demak sudah runtuh. Para Wali memiliki andil yang menyebabkan Demak runtuh. Pada awalnya para wali bersepakat untuk membangun Demak sedikitnya bisa menyamai kejayaan Majaphait atau berumur lebih panjang dari Majapahit. Dengan cara ikut berkiprah dalam urusan tata negara. Kesultanan Pajang berdiri karena Hibah dari ratu Kalinyamat kepada Hadiwijaya. Dan saat ini Kesultanan Pajang berada dibawah sultan Hadiwijaya yang bukan darah sentono Demak. Jadi jika aria Penangsang menuntut tahta Pajang, hal itu sudah diluar adat dan ketentuan Hukum, Yaitu mengambil harta yang sudah dihibahkan kepada orang lain.
17

Sunan Kalijaga memohon kepada sunan Kudus agar para sepuh (wali) sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga anak-anak. Biarkanlah Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri. Dan yang sepuh tinggal nonton saja. Sunattulah akan berlaku bagi mereka berdua. Yang becik ketitik sing ala ketara. Kita (wali) lebih baik mensyiarkan Islam tanpa menggunakan kekuasaan. Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya masing-masing. Kita (wali) adalah ahli dawah bukan ahli tata negara. Jangan sampai kita (wali) terpecah belah karena berpihak kepada salah satu diantara mereka. Apa kata pawongan (baca; rakyat jelata), jika melihat para Ulama kok ikut-ikutan cari mukti (kekuasaan duniawiyah) sendiri. Sunan Kudus berniat kembali kepada khitahnya sebagai ulama. Tidak lagi ingin mencampuri urusan dunia kekuasaan. Dan berniat untuk bersikap netral. Oleh karena itu Sunan Kudus memanggil aria Penangsang untuk menjelaskan maksudnya. Sunan Kudus menjelaskan wacananya kepada aria Penangsang. Bahwa memang Penangsang punya hak sebagai pewaris Kesultanan Demak. Akan tetapi Demak sudah runtuh. Jadi hak waris Penangsang atas Demak sudah tidak ada lagi. Karena semua yang ada di Demak sudah dihibahkan kepada Pajang. Dan Sultan Pajang bukan keturunan Demak, Meski masih memiliki tetes getih dari Majapahit. Sehingga menurut adat maupun hukum tuntutan untuk mengambil tahta Pajang sudah berada diluar adat hukum. Mendengar penjelasan sunan Kudus, aria Penangsang merasa ditinggal sama pepundenya. Dan menyatakan bahwa tanpa kanjeng sunan Kudus berpihak pada Penangsang. Jipang Panolan sanggup menghancurkan Pajang asal kanjeng kiai Betok keris pusaka sunan Kudus menjadi sipat kandel aria Penangsang berdampingan dengan keris pusaka kiai Setan Kober miliknya. Sunan Kudus sudah tidak bisa lagi menghalangi nafsu aria
18

Penangsang untuk merebut tahta Pajang dari tangan Hadiwijaya. Sebagai pernyataan bahwa sama sekali sunan Kudus tidak meninggalkan aria Penangsang maka keris Kiai Betok diserahkan kepada Penangsang. Sunan Kudus Cuma ingin meynampaikan bahwa maksudnya sunan Kudus tidak lagi ikut campur dalam urusan tata negara. Find More Posts by Baruklinting Harya Penangsang Pewaris Tahta Demak?? (lanjutan)

23-05-2008, 02:35 PM Baruklinting aktivis kaskus

#3

UserID: 327228 Join Date: Sep 2007 Location: Cimanggis Posts: 544

Tetes

Darah

Majapahit

Terputus

???

Sejarah mencatat, bahwa dinasti Mataram berpangkal dari Ki. Ageng Pemanahan yang berhasil menobatkan Sutawijaya (penembahan Senopati) menjadi raja Mataram Islam hingga zaman
19

sekarang. Dengan kata lain, versi sejarah mencatat bahwa raja-raja keturunan (darah) Majapahit terputus sejak runtuhnya Kesultanan Pajang. Namun versi legenda masyarakat bahwa darah keturunan Majapahit tetap berlanjut menjadi raja-raja di tanah Jawa. Karena percaya bahwa Sutawijaya adalah lembu peteng) alias anak gembala (anak hasil hubungan gelap) antara sultan Hadiwijaya dengan istri ki ageng Pemanahan yang ditingal bertapa untuk memohon agar diberi keturunan. Selama ditinggal bertapa Ki Ageng Pemanahan menitipkan istrinya kepada Sultan Hadiwijaya di istana Pajang. Hal ini terjadi atas usul Ki Juru Mertani. Dalam kias / sanepan. Ki Ageng Pemanahan meminum air kelapa kelapa (baca: banyu cengkir) yang disimpan oleh Juru Mertani dan dititipkan kapada sultan. Cerita rakyat menyatakan hal berbeda. Bahwasanya nyi Ageng (istri Pemanahan), tidak akan punya anak jika tidak didampingi oleh satria lelanang jagad yang pada saat itu wahyu lelanang jagad dipercaya ada didalam diri Sultan Hadiwijaya. Atau tidak bisa melahirkan jika tidak didampingi oleh sultan Hadiwijaya. Supaya anak bisa lahir, maka Ki Ageng Pemanahan sendiri yang meminta sultan Hadiwijaya mendampingi Nyi Ageng supaya anaknya bisa lahir. Setelah lahir diberi nama Danang Sutawijaya yang berarti: danang (lelaki) Suta (hadir) Wijaya (sultan Hadiwijaya). Mengandung maksud anak laki yang lahir karena hadirnya sultan Hadiwijaya. Kontroversi siapa sebenarnya Sutawijaya, apakah anak ki. Ageng Pemanahan atau anak sultan Hadiwijaya. Sampai saat ini tidak jelas. Secara fakta adalah anak ki Ageng Pemanahan. Yang diadopsi sebagai anak sultan Hadiwijaya. Tetapi masyarakat menyatakan lembu peteng nya Jaka Tingkir, Dilihat dari sejarah, dimana kekuasaan Raja adalah mutak. Dimana tak seorang yang berada dibawah kuasanya bisa menolak keinginan raja. Terlepas apakah keinginan itu benar atau salah. Sabda raja adalah hukum. Menolak keinginan raja berarti menentang hukum. Kebiasaan raja memiliki selir disamping garwa padmi, adalah suatu hal yang sangat biasa . Sultan Hadiwijaya memiliki putra bernama Pangeran Benawa
20

sebagai pewaris syah Pajang. Namun mengapa tokoh pangeran Benawa ini tidak menonjol kiprahnya. Hal ini dilatar belakangi bahwa dianggap kurang tidak cerdas. Sedagkan cerita rakyat mengatakan bahwa pangeran Benawa kesinungan pengung dalam istilah sekarang biasa disebut autis. . Jadi jelas mengapa peran pangeran Benawa dalam mempertahankan Pajang dari rongrongan aria Penangsang tidak tercatat dalam sejarah. Pada saat sekarang didalam masyarakat jawa kususnya masih dipercaya bahwa dinasti raja-raja di tanah jawa (Islam) masih memilik satu darah, yakni darah asal Majapahit. Dan Indonesia dipercaya baru akan keluar dari masalah jika dipimpin oleh sosok yang berdarah raja Majapahit. Sampai Sekrang dalam kenyataan tidak satupun pemimpin negeri in sejak merdeka yang memiliki darah raja Majapahit. Wallahualam bisawab.

Kehidupan

beragama

di

masa

kesultanan

Pajang.

Jelas kita ketahui bahwa Sultan Hadiwijaya berdarah Majapahit putra Ki Kebo Kenongo dari Pengging. Dimasa muda mengaji pada Sunan Kalijaga. Berguru kebathinan dari Ki Ageng Banyubiru, Belajar Kanuragan, beladiri dari orang tuanya sendiri k Kebo Kenongo. Sejak usia dini di pelihara oleh Nyi Ageng Tingkir. Dan mendapatkan didikan bagiamana berperilaku luhur. Dalam soal ilmu agama. Sultan Hadiwijaya menerima ilmu agama dari dua sumber. Yang pertama ilmu agama berbasis pada ajaran Syeh Siti Jenar, dan yng kedua berbasis dari para wali. Dengan demikian ajaran agama santri putih maupun abangan dipahami dengan baik oleh sultan Hadiwijaya. Oleh karena itu dengan bijak menyatukan dua faham agama yang terlihat berbeda menjadi satu kesatuan yang bersinergi utuh. Kelak dikemudian hari disebut dengan JawaIslam yang pada saat sekarang dikenal dengan istilah Kejawen. Jelasnya Kejawen merupakan sinergi antara agama islam (putih+abangan) dan budipekerti
21

Kejawen berkembang pesat di tanah jawa karena mengakomodasi semua faham yang tadinya bercerai berai masuk dalam satu wadah. Kelak dikemudian menjadi agama resmi yang berada dilingkup kerajaan di tanah Jawa. Meski dominan bernafaskan Islam, tetapi pengaruh budaya pekerti jawa tidak ditinggalkan. Dengan disatukan atau diakomodasikan semua faham agama dan budaya, maka di strata pawongan (baca:rakyat jelata), tidak ada lagi konflik rebutan kebenaran. Sehingga tercipta ukhuwah yang sesungguhnya. Demikian pula pada masa berdirinya kesultanan Pajang ditetapkan bahwa ulama diberi kedudukan khusus sebagai penghulu (kamituwo), untuk memimpin setiap acara yang diperhelatkan. Akan tetapi Ulama tidak ikut campur dalam urusan kebijakan kenegaraan. Dengan demikian kehidupan politik kesultanan Pajang sangat stabil, sehingga mampu menghadapi rongrongan aria Penangsan dari Jipang. Disinilah sebenarnya kunci sukses kepemimpinan Sultan Hadiwijaya.

Sejarah

milik

penguasa

memang

ada

benarnya.

Sejarah memang milik penguasa, poem ini ada benarnya. Aria Penangsang adalah tokoh kharismatik yang memiliki wibawa tinggi, lupas dalam setiap tindakan, konsisten dalam menggapai cita-cita, digambarkan sebagai sosok yg berwatak keras, emosionil dan ambisius oleh pujangga keraton Pajang Ki Karang Gayam. Tewasnya Sunan Prawoto (1549) ditangan aria Penangsang menyebabkan singgasana Demak menjadi kosong. Tetapi sebelum sempat menguasai Demak sepenuhnya, Ratu Kalinyamat sudah memboyong tahta Demak untuk dialihkan kepada adik Iparnya yakni Jaka Tingkir yang berada di Pajang. Dengan demikian aria Penangsang merasa bahwa sinar kesultanan Demak sudah hilang. Oleh karena itu yang diburu bukan lagi Demak. Tetapi wahyu keprabon Demak yang telah pindah ke Pajang. Semenjak gugurnya sultan Trenggono di Panarukan, Pasuruan. Sebenarnya telah terjadi kegoncangan politik didalam interen Demak. Dimana Para wali berbeda pendapat untuk menentukan
22

siapa pengganti sultan Trenggono. Pendapat Sunan Kalijaga, adalah Hadiwijaya adipati Pajang menantu sultan Trenggono. Alasanya meski bukan darah langsung Panembahan Patah Jinbun, tetapi masih ada kaitan dengan leluhurnya di Majapahit. Pendapat sunan Kalijaga didasari juga sewaktu para wali mengangkat Pati Unus sebagai sultan Demak, karena status Pati Unus adalah menantu Panembahan Patah Jinbun, padahal Pati Unus tidak memiliki darah Majapahit. Pendapat Sunan Kudus, adalah Aria Penangsang adipati Jipang Panolan. Putra Pangeran Bagus Surawiyata yang terbunuh sebelum dijumenengkan sebagai sultan Demak. Alasanya memiliki kemampuan dalam tata negara dan kharismatik. Pendapat Sunan Giri adalah Pangeran Bagus Mukmin (sunan Prawata). Putra Sultan Trenggono. Alasanya adalah sesuai adat dan hukum, disamping sunan Prawata adalah sosok yang saleh. Meski dalam pemilihan penerus Demak yang di sepakati adalah calon dari Sunan Giri yakni sunan Prawoto. Tetapi tidak bisa dihindari goncangnya stabilitas politik di Demak. Kesempatan inilah yang dipakai oleh aria Penangsang merebut tahta Demak. Dimasa sunan Prawoto memegang tampuk kekuasaan, masalah yang dihadapi bukan hanya pecahnya pandangan politik para wali dan ancaman dari aria Penangsang. Tetapi juga masalah wilayah teritorial Demak yang mengalami abrasi. Seperti Banten dan Cirebon memisahkan diri dari Demak membentuk Kesultanan sendiri yang berdaulat. Kembali kepada keputusan Ratu Kalinyamat memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang, sama sekali tidak terlihat campur tangan dari para wali. Sehingga perpindahan kekuasaan berjalan mulus. Hal ini bisa terjadi karena tiga wali utama yakni Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga sudah berbeda pendapat sejak pengangkatan sunan Prawoto menjadi sultan Demak. Disisi lain sakit hati Ratu Kalinyamat atas tidak diberikanya keadilan untuk menghukum pembunuh suaminya Pangeran Hadirin dari hakim agung Demak yang saat itu dijabat oleh sunan Kudus. Kemudian Ratu Kalinyamat menganggap Jaka Tingkir putra Kebo
23

Kenongo, adalah sosok yang tangguh untuk melenyapkan aria Penangsang.

Hari

hari

terakhir

Harya

Penangsang

Ketika terjadi insiden di di padepokan sunan Kudus. Aria Penangsang yg tidak tanggap atas sasmita dari sunan Kudus sarungkan keris pusaka kiai Setan Kober dan menduduki rajah kalacakra. Aria Penangsang diwajibkan untuk melakukan puasa 40 hari lamanya. Sultan Hadiwijaya sepulangnya dari padepokan sunan Kudus, memanggil Trio Selo (Pemanahan, Penjawi dan Juru Mertani). Untuk mengatur strategi untuk menghadapi krida aria Penangsang, yag secara terus terang akan merongrong Pajang. Oleh karena itu sultan Hadiwijaya membuka sayembara untuk mengalahkan aria Penangsang. Dimana siapa saja yang bisa menewaskan aria Penangsang akan diberi tanah perdikan di Mentaok. Ki Ageng Pemanahan mengajukan anaknya, Sutawijaya yang juga sebagai anak angkat sultan Hadiwijaya untuk maju sebagai senapati Pajang untuk menghadapi aria Penangsang. Pada awalnya, sultan Hadiwijaya keberatan. Karena Sutawijaya masih muda belia dan belum berpengalaman. Namun Ki. Ageng Pemanahan meyakinkan bahwa Sutawijaya tidak maju sendiri, Tetap didukung oleh trio Selo (Pemanahan, Penjawi dan Juru Mertani), serta membawa sipat kandel tombak Kiai Plered yang ampuh. Trio Selo mengatur strategi dengan mengirim 9 santri untuk memataimati kekuatan Jipang. Namun malang kesemua tertangkap di Jipang dan dieksekusi. Konon makam 9 santri sekarang berada dilingkungan petilasan Jipang. Namun usaha untuk mencari info kelemahan Jipang terus diupayakan. Sehingganya akhirnya diperoleh informasi bahwa aria Penangsang sedang melakukan Puasa 40 hari setelah menduduki rajah kalacakra guna menghapus apes. Dengan diketahui keadaan ini maka ki Juru Mertani mengatur siasat untuk menantang aria Penangsang sebelum masa puasanya usai atau membatalkan puasanya. Dari sini jelas bahwa di penghujung masa puasa, kondisi aria Penangsang akan lemah secara fisik.
24

Ki. Ageng Pemanahan dan Sutawijaya menyusun pasukan di tepi seberang bengawan sore, sedangkan ki Juru Mertani menyusup ke Pajang. Malang bagi abdi dalem pemelihara kuda Gagak Rimang milik aria Penangsang yang sedang merumput ketika bertemu dengan Ki. Juru Mertani. Abdi dalem ditangkap oleh Ki Juru Mertani dan dikerat kupingnya, serta dibekali surat tantangan dari Sutawijaya untuk aria Penangsang. Aria penangsang belum genap puasa 40 hari, amarahnya menggelegak ketika menerima tangtangan dari Sutawijaya yg dianggapnya sebagai anak kemaren sore yang masih ingusan. Patih ki Mentahun dan penasehat pribadinya ki Sumangkar gagal meredam kemarahan aria Penangsang. Meski fisiknya masih lemah karena sudah menjalani puasa 39 hari, memerintahkan untuk berangkat menghadapi Sutawijaya. Patih ki Mentahun dan ki Sumangkar meminta untuk menahan diri selama satu hari saja agar aria Penangsang menyelesaikan puasanya. Karena suasana seperti ini adalah akal-akalan orang Pajang untuk membatalkan puasa. Namun semua nasihat tidak lagi didengar oleh aria Penangsang yang sudah terbakar amarahnya.

Gagak

Rimang

di

luar

kendali.

Harya Penangsang membatalkan puasa yang belum genap 40 hari. Sebenarnya kondisi fisiknya masih belum prima, namun hal tersebut tidak dirasakan, karena emosinya sudah terbakar. Harga dirinya terasa di injak-injak oleh Danang Sutawijaya anak angkat sultan Hadiwijaya yang dinilai masih bocah kemaren sore. Dengan busana keprajuritan memimpin sendiri pasukan menuju tempat yang dtentukan yakni ditepi bengawan sore. Disisi Pajang, ternyata sudah memiliki persiapan yang sangat matang untuk menghadapi pasukan Jipang. Dalam hal ini Pajang tidak hanya sendiri untuk berlaga, bantuan pasukan dari bupati Jepara Ratu Kalinyamat dan pasukan dari pesantren Selo (murid murid turunan ki Ageng Selo) yang dipimpin oleh Penjawi, Juru Martani dan Ki Pemanahan. Situasi seperti ini tidak diperhitungkan oleh bupati Jipang Arya Penangsang. Karena memang sudah terbakar emosinya dan
25

mengandalkan kharismatik sebagai bupati yang di segani, karena memang tergolong bupati yang menjadi murid langsung dari sunan Kudus. Sejak terjadi konfrontasi antara Jipang dengan Pajang. Secara ghaib wilayah Jipang memang dilindungi oleh sunan Kudus dengan menebar tabir gaib yang dipasang di sungai Bengawan Sore. Siapapun yang menyebrang bengawan sore akan kehilangan daya kekuatanya. Akan tetapi tapi tabir ghaib yang ada di bengawan sore sudah diketahui keberadaanya oleh Trio Selo. Namun tabir ghaib itu tak bisa disingkirkan. Oleh karena itu dilakukan siasat untuk memancing arya Penangsang untuk menyebrang kali Bengawan Sore. Danang Sutawijaya meski merasa tidak mampu melawan Arya Penangsang, namun tegar dan meningkat keberanianya karena didukung oleh Tri Selo dan dibekali pusaka pribadi sultan Hadiwijaya sebagai sipat kandel, yakni tombak pusaka Kiayi Plered yang terkenal ampuh. Bahkan keampuhanya bisa menembus siapapun meski memiliki ilmu kebal. Oleh Trio Selo, Danang Sutawijaya dberi kuda tunggangan peremuan yang sedang birahi untuk menghadapi Arya penangsang yang menggunakan kuda tunggangan Gagak Rimang. Arya Penangsang dan pasukan, setibanya di tepi kali Bengawan Sore, menggelar pasukan untuk siap-siap menyerang. Penyerangan ke pasukan Pajang ia tunda karena Arya Penangsang tahu bahwa jika menyebrang kali bengawan sore akan terkena tabir ghaib yang dtebar oleh Sunan Kudus, dirinya dan pasukanya akan kehilangan kekuatanya. Lagi pula pasukan yang akan membantu yakni pasukan kepatihan dibawah ki Sumangkar dan pasukan kabupaten Jipang yang dipimpin oleh Ki Mentahun belum tiba. Trio Selo melihat arya Penangsang menunda penyerangan, hatinya semakin waswas. Karena harapanya adalah Arya Penangsang dan pasukan Jipang yang belum lengkap segera menyebrang kali bengawan sore. Oleh karena itu ki Juru Mertani yang mendampingi Danang Sutawijaya yang menunggang kuda perempuan berteriak memanasmanasi alias provokasi ke Arya Penangsang untuk bertanding diseberang kali bengawan sore. Pada awalnya provokasi ki Juru Mertani tidak digubris oleh arya Penangsang. Namun Sutawijaya yang
26

mengunggang kuda perempuan yg sedang birahi melakukan manuver,untuk mengusik Gagak Rimang, kuda tunggangan arya Penangsang. Gagak Rimang kuda jantan melihat kuda betina yang sedang birahi melesat menyebrangi kali bengawan sore. Arya Penangsang terkejut akan polah Gagak Rimang, sehingga ia pun terbawa menyebrangi kali bengawan sore. Tidak sempat lagi memberi komando kepada pasukanya. Namun pasukan yang teratih segera menyusul ikut menyebrang. Melihat Gagak Rimang melesat sendiri menyebrang kali diluar kendali tuanya, adalah merupakan kesempatan yang sangat baik, bagi Sutawijaya. Dengan Tombak kiyai Plered di tangan siap menyambut kedatangan arya Penangsang di seberang kali. Arya Penangsang sibuk berusaha mengendalikan Gagak Rimang yang lepas kendali karena terpicu birahinya oleh kuda tunggangan Sutawijaya. Sehingga hilang kewaspadaanya terhadap bahaya yang sedang di hadapi. Luput penglihatanya bahwa seberang kali sudah ditunggu oleh tombak kiayi Plered yang dipegang oleh Sutawijaya.

Arya

Penangsang

Tewas

Gagak Rimang yang terpicu birahi lari menyeberangi kali bengawan sore, tanpa menghiraukan bahwa tuanya berada di punggungnya. Arya Penangsang dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan krida sang gagak rimang. Tetap di tepi seberang kali bengawan sore gagak rimang menghentikan langkah dengan kedua kaki depan mengangkat keatas, karena tali sais ditarik kuat kebelakang. Dalam keadaan demikian Arya Penangsang berusaha memegang tali sais sekuatnya agar tidak jatuh terjengkang. Kesempatan ini di gunakan untuk menjojohkan tombak kiayi Plered ke badan sang bupati Jipang. Sudah tentu Arya Penangsang tidak bisa menangkis hunjaman tombak, karena kedua tanganya masih tercengkeram kuat memegang tali sais untuk menahan agar dirinya tidak jatuh dari kuda. Lambung Arya Penangsang sobek terkena hunjaman tombak kiayi Plered. Dan kemudian terjatuh menyebabkan sobekan luka bertambah lebar, menyebabkan ususnya keluar. Meski demikian Arya Penangsang masih sanggup untuk bangun dan
27

menangkis datangnya hunjaman tombak berikutnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kananya sibuk mengalugkan usus yang keluar ke gagang keris setan kober. Dengan sekali sentak tubuh arya Penangsang melenting keatas dan mendarat diatasa tanah di tepi bengawan sore. Sutawijaya terkejut, tidak percaya bahwa sang bupati Jipang yang sudah terluka dan ususnya keluar masih mampu bergerak secepat itu. Belum lagi sempat Sutawijaya sadar dari rasa terkejutnya, Arya Penangsang sudah berada dibelakangnya dan menyekap leher Sutawijaya. Rasa sesak napas menjalar diseluruh badan terasa kesemutan membuat Sutawijaya kehilangan tenaga. Dan hanya mampu berkata:Paman Harya ampuni saya paman. Ki Juru Mertani yang melihat keadaan tersebut mengkhawatirkan Sutawijaya akan mati bukan karena terkena senjata tajam. Akan tetapi mati lemas karena kehabisan napas. Dengan serta merta berteriak kepada Arya Penangsang :Penangsang bunuh anak itu secara ksatria dengan Kerismu.. Mendengar teriakan ki Juru Mertani Arya Penangsang mengendurkan cekikan seraya meraba keris kiayi setan kober. Sutawijaya merasa cekikan melonggar dan dapat bernapas kembali, namun tetap tidak bisa melepaskan diri dari sekapan Arya Penangsang. Satu satunya yang bisa dilakukan adalah meraih usus Arya penangsang yang masih menyangkut di hulu keris setan kober. Tentu saja membuat usus arya Penangsang menjadi semakin tegang. Disaat yang sama arya Penangsang menarik keris setan kober dari warangkanya dengan nafsu untuk menghabisi Sutawijaya. Sekelebat keris terhunus, terpotonglah usus sang Arya Penangsang. Sutawijaya terjatuh begitu usus arya Penangsang putus diiringi tumbangnya tubuh sang bupati Jipang Panolan yang perkasa. Masih sempat Sutawijaya menghampiri arya Peangsang yang sudah tidak berdaya. Dan berkata :Paman Arya, saya tidak membunuh paman. Keris paman sendirilah yang memutuskan usus paman, Dengan suara lemah Arya Penangsang berkata:Angger, berjanjilah sebagai bukti kebenaran kata-katamu. Katakan kepada semua pawongan, jika mereka menikah harus mengguna busana seperti yang dipakai oleh pama n. Selepas itu Arya Penangsang wafat di pangkuan Sutawijaya. Tewas sebagai Ksatria. Hingga saat ini disetiap perhelatan temu penganten di wilayah Yogya, Penganten Priya menggunakan busana Penangsang dengan keris yang dironce dengan bunga melati dan mawar. Sedangkan pakaian adat sehari
28

hari masyarakat Yogya (mataram) adalah Surjan dengan blangkon mondolan.

VERSI LAIN TENTANG TEWASNYA HARYA PENANGSANG. agak Rimang kuda kesayangan Arya Penangsang adalah sanepan/kias dari suatu kekuatan pasukan inti dari Jipang Panolan. Bahasa sekarangnya adalah pasukan elite. Pasukan ini dibawah komando langsung dari sang adipati Jipang yang disusupkan ke kantong-kantong kekuatan musuh. Keberhasilan demi keberhasilan berhasil dicapai, yakni menyusup ke Demak untuk melakukan pembunuhan kepada Sunan Prawata. Kemudian berhasil mencegat rombongan Ratu Kalinyamat dalam perjalanan kembali dari Demak menuju Jepara. Dimana suami suami Ratu Kalinyamat, Pangeran Hadirin tewas dalam pencegatan itu. Sedangkan Ratu Kalinyamat lolos dari maut, lari menuju desa Perambatan. Strategi ki Juru Mertani yang utama adalah melemahkan Gagak Rimang. Yang dalam kias/sanepan Sutawijaya menggunakan kuda betina. Ki juru Mertani menyebar laskar perempuan yang menyamar sebagai ledhek tayuban untuk memancing dan memisahkan pasukan gagak rimang dari induknya. Sehingga kesatuan gagak rimang lepas dari komando induknya. Dengan lepas kendalinya sang kuda gagak rimang, Maka Arya Penangsang ujung tombaknya menjadi tumpul. Menurut cerita masyarakat di wilayah Cepu..., Arya Penangsang tewas bukan karena bertarung dengan Sutawijaya. Akan tetapi tertangkap oleh Trio Selo - Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Mertani dan Ki Penjawi. Sedangkan pelaksana eksekusi adalah Sutawijaya. Hal ini bisa dinalar, karena. Sultan Hadiwijaya melakukan sayembara, bagi siapa saja yang berhasil menewaskan Arya Penangsang akan dberi hadiah yang besar. Jika dalam tewasnya Arya Penangsang Hanya dilakukan sendiri oleh Sutawijaya maka hadiah dari sultan Hadiwijaya akan jatuh kepada Ki Ageng Pemanahan dengan jagonya Danang Sutawijaya. Oleh karena itu Trio Selo - Pemanahan, Juru Mertani dan Penjawi, menyatakan bahwa tewasnya Arya Penangsang karena siasat mereka bertiga. Hal ini disebutkan karena Arya Penangsang terlalu sakti jika
29

dihadapi sendiri oleh Sutawijaya. Mereka bertigalah yang menangkap Arya Penangsang dan Sutawijaya yang menyelesaikanya. Sebagai Raja yang adil, Sultan Hadiwijaya akhirnya memberikan hadiah kepada ketiga Trio Selo. Ki. Ageng Pemanahan mendapat tanah perdikan Alas Mentaok (mataram). Ki Penjawi menjadi bupati Pati. dan Ki Juru Mertani menjadi Patih di Pajang. Pada awalnya sultan Hadiwijaya agak ragu memberikan Alas Mentaok kepada Ki Ageng pemanahan. Alasanya karena ada ramalan dari sunan Prapen bahwa Alas Mentaok akan menjadi kerajaan besar yang menurunkan raja-raja penguasa tanah jawa. Meski tidak akan sehebat Majapahit. Oleh karena itu penyerahan alas mentaok kepada ki Ageng Pemanahan pelaksanaanya tertunda. Akan tetapi setelah ki Ageng Pemanhan berjanji akan tetap setia kepada Pajang, barulah Tanah alas mentaok diserahkan.

30

31

PANEMBAHAN SENOPATI

Danang Sutawijaya (lahir: ? - wafat: Jenar, 1601) adalah pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601, bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Tokoh ini dianggap sebagai peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram. Riwayat hidupnya banyak digali dari kisah-kisah tradisional, misalnya naskah-naskah babad karangan para pujangga zaman berikutnya.

Asal-Usul Danang Sutawijaya adalah putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah. Menurut naskah-naskah babad, ayahnya adalah keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit, sedangkan ibunya adalah keturunan Sunan Giri anggota Walisanga. Hal ini seolah-olah menunjukkan adanya upaya para pujangga untuk mengkultuskan rajaraja Kesultanan Mataram sebagai keturunan orang-orang istimewa. Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama Kesultanan Mataram. Ia ikut berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada tahun 1549. Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar. Peran Awal Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut
32

serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah. Memberontak Terhadap Pajang Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar Senapati Ingalaga (yang artinya panglima di medan perang). Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun. Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati. Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja
33

sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad. Memerdekakan Mataram Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya menghukum buang Tumenggung Mayang ke Semarang karena membantu anaknya yang bernama Raden Pabelan, menyusup ke dalam keputrian menggoda Ratu Sekar Kedaton, putri bungsu Sultan. Raden Pabelan sendiri dihukum mati dan mayatnya dibuang ke Sungai Laweyan. Ibu Pabelan adalah adik Senapati. Maka Senapati pun mengirim para mantri pamajegan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya. Perbuatan Senapati ini membuat Sultan Hadiwijaya murka. Sultan pun berangkat sendiri memimpin pasukan Pajang menyerbu Mataram. Perang terjadi. Pasukan Pajang dapat dipukul mundur meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak. Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dalam perjalanan pulang ke Pajang. Ia akhirnya meninggal dunia namun sebelumnya sempat berwasiat agar anak-anaknya jangan ada yang membenci Senapati serta harus tetap memperlakukannya sebagai kakak sulung. Senapati sendiri ikut hadir dalam pemakaman ayah angkatnya itu. Menjadi Raja Arya Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus berhasil merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati Jipang. Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke Demak. Pangeran Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak. Senapati hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya, ia berwasiat agar Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian
34

menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati. Maka sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan. Ia tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede. Memperluas Kekuasaan Mataram Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri. Persekutuan adipati Jawa Timur tetap dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri Kedaton. Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu. Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati. Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi (pamannya). Pada tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri
35

oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram. Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati. Akhir Pemerintahan Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede. Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir dari putri Pati, bernama Mas Jolang. Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

36

Awal Permulaan Mataram 03: Ngabehi Loring Pasar Menikahi Gadis dari Kalinyamat Senin, 27 Juni 2011, 4:08 pm Filed under: Sejarah

KAMPUNG BERUSIA 600 TAHUN ITU BERNAMA LAWEYAN


Kampung batik Laweyan adalah salah satu kawasan heritage di Kota Solo. Kampung lawas ini sarat dengan cerita sejarah kehidupan masyarakat Kota Solo tempoe doeloe. Memasuki Kampung Laweyan dan berjalan di antara tembok-tembok membuat saya seakan terlempar ke masa lalu. Tembok-tembok tua dengan warna yang memudar itu menjadi saksi masa kejayaan batik Laweyan. Daerah Laweyan dulu banyak ditumbuhi pohon kapas dan merupakan sentra industri benang yang kemudian berkembang menjadi sentra industri kain tenun dan bahan pakaian. Kain-kain hasil tenun dan bahan pakaian ini disebut dengan lawe, sehingga daerah ini kemudian dinamakan Laweyan.

Sejarah Laweyan Sejarah Laweyan seperti ditulis oleh R.T. Mlayadipuro dimulai sejak 600 tahun lalu, sebelum munculnya Kerajaan Pajang di awal abad ke-15. Keberadaan Laweyan ditandai dengan bermukimnya Kyai Ageng Henis di desa ini pada tahun 1546 M. Lokasi Desa Laweyan awalnya di sebelah utara Pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati). Setelah Kyai Ageng Henis meninggal dan dimakamkan di pasarean Laweyan, rumah tempat tinggal Kyai Ageng Henis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijoyo. Sewaktu Pajang dipimpin Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568, Sutowijoyo lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring
37

Pasar kemudian pindah ke Mataram (Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati. Menurut RT. Mlayadipuro, aktifitas Laweyan dulunya terpusat di Pasar Laweyan merupakan pasar lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas pada saat itu banyak dihasilkan dari Desa Pedan, Juwiring, dan Gawok yang masih termasuk wilayah Kerajaan Pajang.

38

You might also like