You are on page 1of 12

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Ini adalah PR saya yang tertunda tentang sharing buku yang telah saya baca yang berjudul 37
Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak, karya Ayah Edy, terbitan
Grasindo. Saya merasa buku ini perlu dibaca, dipahami, lalu dicoba diaplikasikan dalam mendidik
anak2 kita. Bisa juga kita adaptasikan pada balita, sejak dini. Tentu saja dalam hal ini kita tidak akan
melihat hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu singkat, apalagi terhadap balita. Yang terpenting
adalah kontinyuitas, jangan pernah nyerah dan bosan. Dalam hal ini kita berikhtiar, fokus pada
proses, hasilnya nanti bagaimana, kita serahkan pada Allah.

Karena tidak memungkinkan saya menulis ke 37 kebiasaan tersebut, maka hanya beberapa saja yang
saya sajikan. Ada yang saya kutip semua ada pula yang saya ringkas. Saya menuliskan kembali dari
awal agar tidak terpotong2, so para pembaca yang tertarik akan membacanya sampai tuntas. Berikut
adalah kebiasaan2 tersebut. SEMOGA BERMANFAAT.

1. Raja yang Tak Pernah Salah


Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi
atau meja. Lalu mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan anak
berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja mereka tabrak. Sambil
mengatakan, "Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya...sudah
cup....cup...diem ya..Akhirnya si anak pun terdiam.

Ketika proses pemukulan terhadap benda benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah
mengajarkan kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah. Yang salah orang atau benda lain.
Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa
dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar.
Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain
yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.

Kita sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita.
Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk tidak
pernah merasa bersalah.

Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak yang baru berjalan menabrak sesuatu sehingga
membuatnya menangis? Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab
atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): "
Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu supaya
tidak membentur lagi."
2. "Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, Mengapa?
KArena mereka percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, ia
sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang terjadi? Apakah anak kita sudah
tidak percaya lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?

Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari
keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita
meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita
menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan
perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita
mengatakan, "Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaaar saja ya, Sayang."
Tapi ternyata, kita pulang malam. Contah lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi
makan anak kita, "Kalo maemnya susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalan loh." Padahal
secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak ada hubungannya sama sekali.

Dari beberapa contah di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan "bohong kecil",
dampaknya ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat
membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak menganggap
semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai tidak menuruti segala
perkataan kita.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?

Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian:
"Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun
binatang, kamu bisa ikut."
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya
membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka
menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu
pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus.
Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila
pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak
orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu
memahami yang kita katakan dan menuruti yang kita katakan.

====
3. "Banyak Mengancam"

"Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!"
"Jangan ganggu adik,nanti MAma/Papa marah!"

Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak
tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas, pernyataan
itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan "....nanti Mama/Papa marah!"

Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola orang tuanya; dia tidak
hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau malah
mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman dengan
kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak lanjut atau mungkin kita sudah lupa dengan
ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan

Apa yang sebaiknya kita lakukan?

Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian
kita padanya. tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak senang dengan
tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata, "Sayang, Papa/Mama
mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan makin sayang
sama kamu." Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau kita bisa juga menyatakan
suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi, misal "Sayang, bila kamu tidak
meminjamkan mainan in ke adikmu,Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua
tidak bisa bermain. MAinan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke
adikmu. Tepati pernyataan kita dengan tindakan.

4. "Mengajari Anak untuk Membalas

Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul dan sebagian lagi menjdai objek
penderita dengan lebih banyak menerima pukulan dari rekan sebayanya. Sebagian orang tua
biasanya tidak sabar melihat anak kita disakiti dan memprovokasi anak kita unutuk membalasnya.
Hal ini secara tidak langsung mengajari anak balas dendam. Sebab pada saat itu emosi anak
sedang sensitif dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas. Jangan kaget bila anak kita sering
membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.
Solusinya adalah:
1. mengajrakan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.
2. Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan
buruk dari anaknya.
3. ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio atau
media lainnya.

5. Televisi sebagai agen Pendidikan Anak

Perilaku anak terbentuk karena 4 hal:


1. berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?
2. oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata2 kita atau ketepatan wakyu program2
TV?
3. oleh siapa yang meyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya dengan cara
menyenangkan atau program2 TV yang lebih menyenangkan?
4. oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?

Solusinya:
1. Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi faktor
pembentuk perilaku anak kita.
2, Menggantinya dengan kegiatan di rumah atau di luar rumah yang padat bagi anak2nya.
3. Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari
kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.

6. Memberi julukan yang buruk

Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan rasa rendah diri, tidak
percaya diri/mimder, kebencian juga perlawanan. Adakalanya anak ingin membuktikan kehebatan
julukan atau gelar tersebut pada orang tuanya.

Solusinya
Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti, anak baik, anak hebat, anak bijaksana. Jika
tidak bisa menemukannya cukup dengan panggil dengan nama kesukaannya saja.
7. Menyindir

Terkadang karena saking marahnya orang tua sering mengungkapkannya dengan kata2 singkat yang
pedas dengan maksud menyindir, seperti, "Tumben hari gini sudah pulang", atau "Sering2 aja pulang
malem!" atau"MEmang kamu pikir Mama/Papa in satpam yang jaga pintu tiap malam?".
KEbiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan per i laku buruknya tapi malah
sebaliknya akan mebuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah
menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.

Solusinya adalah
Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyinggung
perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/Mama khawatir akan
keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam”. Dan sejenisnya.

8. Mengejek

Orang tua yang biasa menggoda anaknya, seringkali secara tidak sadar telah membuat anak menjadi
kesal. Dan ketika anak memohon kepada kita untuk tidak menggodanya, kita malah semakin senang
telah berhasil membuatnya kesal atau malu. Hal ini akan membangun ketidaksukaan anak pada kita
dan yang sering terjadi anak tidak menghargai kita lagi. Mengapa? Karena ia menganggap kita juga
seperti teman2nya yang suka menggodanya,

Solusinya adalah
Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau
yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi badut untuk
ditertawakan. Anak kita tetap aka n menghormati kita sesudah acara canda selesai. Jagalah batas2
dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu. Bagimana caranya? Lihat ekspresi
anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan
jika perlu meminta maaflah ayas kejadian yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud
merendahkannya dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

9. MEnghukum Anak Saat Kita MArah

Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan sanksi atau
hukuman apa pun pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang
tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata2 maupun hukuman akan
cenderung menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak lebih baik. Kejadin tersebut akan
membekas meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orang tuanya karena
sering mendapatkan perlakuan di luar batas.
Solusinya adalah
1. bila kita sedang sangat marahm segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa
menurunkan amarah kita dengan segera.
2. Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat2ya pada anak kita, dan hanya
akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara tujuan pemberian
sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Setelah emosi reda,
barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang
diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi
atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game,
atau bermain sepeda.

10. Terpancing Emosi

Jika ada keinginannya yang tidak terpenhi anak sering kali rewel atau merengak, menagis, berguling
dsb, dengan tujuan memancing emosi kita yang apda kahirnya kita marah atau malah mengalah. Jika
kita terpancing oleh emosi anak, anak akan merasa menang, dan merasa bisa megendalikan orang
tuanya. Anak akan terus berusaha mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan emosi
yang lebih besar la gi.

Solusinya
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila
anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan kita. Bila anak
tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakana saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan
kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi
diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses
ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita
jangan malu pada orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang
berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi.. SEKALI KITA BERHASIL
MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN
MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.

11. Bicara Tidak Tepat Sasaran

Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila kamu
begini/begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau kamu berbuat seperti itu lagi!” Namun kita lupa
menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal2 atau tindakan apa saja yang kita inginkan. Anak tidak
pernah tahu apa yang diinginkan atai dibutuhkan oleh orang tuanya dalam hal berperilaku. Akibatnya
anak terus mencoba sesuatu yang baru. Dari sekian banyak percobaan yang dilakukannya, ternyata
selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan
sengaja melakukan hal2 yang tidak disukai orang tuanya. Tujuannya untuk mrmbuat orang tuanya
kesal sebagia bentuk kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).

Solusinya adalah
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka
terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai.Komnikasikan secara intensif hal atau perilaku yang
kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah megalami dan melakukan
segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan , ucapkanlah terimakasih dengan tulus dan
penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.

12. Menekankan pada Hal2 yang Salah

Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering mengeluhkan
tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju
pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua
memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali menganggapnya
tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran tersebut keliru, karena hak itu
akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa menarik perhatian orang tuanya,

Solusinya adalah
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di
antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, missal:”Nha, gitu donk kalau main.
Yang rukun….”. Peluklajh mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.

13. Papa dan Mama Tidak Kompak

Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua
harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya
menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak
membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress. Jika hal ini
terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap kali ibunya memberi
perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga
pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di
hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan
persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan
kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik terhadap si
Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan buat gara2…”. Idealnya, si
Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan
hormati….”

14. Menakuti Anak

Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk
menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada
Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau
menangis, namun secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau
pihak yang kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian
kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap
memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi
Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis
hingga diam dengan sendirinya.

15. Selalu Menuruti Permintaan Anak

Kasus ini biasanya terjadi pada orang tua yang mempunyai anak si mata wayang, anak laki2 atau
perempuan yang diharapkan, anak yang didamba. Orang tua cenderung menerapkan open bar, mau
apa saja boleh. Makin hari tuntutan anak semakin aneh2 dan kuat. Akibatnya kita akan kesulitan
membendung keinginannya. Kelak anak yang dididik dengan cara demikian akan menjadi anak yang
super egois, tidak kenal toleransi, tidak bisa bersosialisasi. Sebenranya rasa sayang tidak harus
ditunjukkan dengan menuruti kemauannya, tapi kitaharus mengajrainya nilai baik dan buruk, yang
benar dan yang salah, yang boleh dan tidak boleh. Kita harus selalu menerapkan pola asuh sesuai
tipologi sifat dasarnya.

16. Terlalu Banyak LArangan

Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita termasuk orang tua yang berkombinasi
Melankolis dan Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan jenis orang
tua yang “Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung ingin menjadikan anak kita seperti apa yang
kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak kita sesuai dengan keinginan
kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu; dilarang melakukan ini dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik
dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika
anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena
itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang
baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut
pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah
larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2
untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah
tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambar, segera beri tahu Papa/Mama.

17. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai

Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan keseuaian antara
yang dinyatakan dan tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga
menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi
sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia
mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televise. Pikirlah
terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji
yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk
menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.

18. Hadiah untuk Perilaku yang Buruk

Acapkali kita tidak konsisten dengan pernyataan yang pernah kita nyatakan. Bila hal ini terjadi,
tanpa kita sadari kita telah mengajari anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan sering terjadi
adalah pada saat kita bersama anak di tempat umum, anak merengek meminta sesuatu dan
rengekennya menjadi teriakan dan ada gerak perlawanan. Anak terus mencari akal agar
keinginnanya dikabulkan, bahkan seringkali membuat kita sebagai orang tua malu. Pada saat inilah
kita seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan anak kita. Akhirnya kita mengiyakan
keinginan si Anak. “Ya sudah;kamu ambil satu permennya. Satu saja ya!”
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya
dna menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai
orang tua yang kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum membaca buku tentang ini dan
mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak,
Sekali kite konsisten anak tak akan pernah mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang
menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.

===

19. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan yang Terbaik


Kehidupan metropolitan telah memaksa sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktu di
kantor dan di jalan raya daripada bersama anak. Terbatasnya waktu inilah yang menyebabkan
banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibat dari perasaan bersalah ini, kita, para orang
tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah dia
seperti ini mungkin akrena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk
anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia
melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya (=penulis) hadapi banyak
bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.
Solusinya adalah
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa
membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain. Tiap keluarga memiliki
masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan pada sapek finansial tapi miskin
waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik.
Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu
untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah
demi mereka dan keluarga kita, anak akan terbiasa.

20. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain

Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam
mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak.
Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.

Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila
dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti
mendidik;Anak akancenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung
melawan orang tuanya.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?


Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan
dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita
sebagai orang tua si anak. BErikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima
dengan baik oleh para pihak ke-3.

==

21. Mengumpan Anak yang Rewel


Pada saat anak marah, merengek atau menangis, meminta sesuatu de ngan memaksa, kita biasanya
mengalihkan perhatiannya kepada hal atau barang lain. Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak
merengek lagi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, rengekan anak semakin menjadi-jadi.
Contohnya, anak menangis karena ia minta dibelikan mainan, Kemusian kita berusaha membuatnya
diam dengan berusaha mengalihkan perhatiannya seperi, " Tuh lihat tuh ada kakak pake baju warna
apa tuh..."atau" Lihat ini lihat, gambar apa ya lucu banget?"

Ingatlah selalu, pada saat anak kita sedang fokus pada apa yang diinginkannya, ia akan memancing
emosi kita dan emosinya sendiri akan menjadi sensitif. Anak kita pada umumnya adalah anak yang
cerdas. ia tidak ingin diakihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata sepakat penyelesaiannya.
Semakin kita berusaha mengalihkan ke hal lain, semakin marah lah anak kita.

Apa yang sebaiknya dilakukan?


Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat kesepakatan
di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa
yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti "Papa/Mama belum bisa membelikan
mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara
menabung. Bila kamu terus merengak kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang." Jika kalimat
ini yang kita katakan dan anak kita tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja
belum selesai, Untuk urusan belanja kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda
dalam mendidik anak.

Demikianlah sharing bukunya. Mohon maaf karena keterbatasan waktu tidak saya sajikan semua.
Jika tertarik ada baiknya membaca sendiri bukunya. Adapun topik yang tidak sempat saya tuliskan
adalah:

1. Mudah Menyerah dan Pasrah


2. Marah yang Berlebihan
3. Gengsi untuk Menyapa
4. Merendahkan Diri Sendiri
5. Menunda atau Membatalkan Hukuman
6. Menghukum Secara Fisik
7. Kakak harus selalu mengalah
8 Saling Melempar TAnggung Jawab
9. Paling Benar dan PAling TAhu Segalanya
10. Suka Membandingkan
11. Mengungkit Kesalahan Masa Lalu
12. Terlalu Cepat Menyimpulkan
13. Pendengar yang Buruk
14. Mengharap Perubahan Instan
15. Penggunaan Istilah yang tidak Jelas Maksudnya
16. Memaklumi yang Tidak Pada Tempatnya.

Topik bonus:
Memotong Pembicaraan.

Atau bagi para pembaca yang terarik pada topik yang tidak saya tuliskan dan meninta saya untuk
menuliskannya, InsyaAllah saya bersedia menuliskannya. Mohon Maaf bila ada salah2 ketik.

Wassalam.

You might also like