You are on page 1of 10

Perpajakan

Pengertian Hukum Pajak Internasional Pengertian hukum pajak ini terdapat tiga pendapat dari ahli hukum pajak, yaitu: 1.Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsurunsur asing.

2.Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturanperaturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.

3.Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing. Maka hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.

dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

Irawan d Soedradjat

Page

Di negara-negara Anglo Saxon berlaku pengertian Hukum Pajak Internasional yang

a.National External Tax Law National External Tax Law, yang di Jerman disebut Auszensteuerrecht, merupakan bagian dari pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai keluar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik obyek maupun subyeknya. Dilihat dari sumber hukumnya, maka hukum ini merupakan hukum pajak nasional. Tetapi kalau dilihat dari sasarannya, baik obyek maupun subyeknya, maka terdapat hukum pajak internasional, karena daya kerja atau lingkup kuasanya melampaui batas-batas negara yang bersangkutan dan menyangkut hukum internasional yang memungkinkan terjadinya bentrokan hukum dengan negara lain.

b.Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerretch) Yang tercakup dalam pengertian ini adalah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia. Dan pengertian ini senada dengan yang diungkapkan oleh Rossendorf yang menyatakan bahwa hukum pajak internasional adalah keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara yang ada di dunia. Foreign Tax Law digunakan dalam melakukan comparative tax law study, dan diperlukan apabila kita hendak melakukan suatu perjanjian transaksi dengan negara lain.

c.International Tax Law

Irawan d Soedradjat

Page

International Tax Law ini dibedakan menjadi hukum pajak internasional dalam arti

sempit dan hukum pajak internasional dalam arti luas. Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaidah pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, yang mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antar negara yang saling mempunyai kepentingan.

Hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaidah yang berdasarkan traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia maupun kaidah-kaidah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih. Dari beberapa pengertian diatas, maka hukum pajak internasional merupakan suatu aturan-aturan yang berlaku bagi negara-negara yang saling berkepentingan, yang berkaitan dengan subyek pajak atau obyek pajak asing, berkaitan dengan hak perolehan pajak yang mengikat subjek atau objek tersebut. Sumber-Sumber Hukum Pajak Internasional Sumber-sumber hukum formal pajak internasional adalah : 1.Asas-asas yang terdapat dalam hukum antarnegara. Asas-asas ini dapat disimpulkan dari peraturan-peraturan dari hukum antarnegara, baik yang tertulis maupun yang tidak.

2.Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya

Irawan d Soedradjat

Page

tidak ditujukan pada negara lain, seperti pencegahan pengenaan pajak berganda.

3.Traktat-traktat (perjanjian) dengan negara lain seperti : a.Untuk meniadakan/menghindarkan pajak berganda b.Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang orang asing c.Untuk mengatur soal pemecahan laba (winstsplitsing), di dalam hal suatu perusahaan/seseorang mempunyai cabang-cabang/sumber-sumber pendapatan di negara asing.

d.Untuk saling memberi bantuan dalam pengenaan pajak lengkap dengan pemungutannya, termasuk usaha untuk memberantas evasion fiscale, yang dapat terjelma dengan saling memberikan keterangan-keterangan tentang adanya Tatbestand dengan segala detailnya yang diperlukan untuk penetapan pajaknya.

e.Untuk menetapkan tarif-tarif douane.

Subyek Pajak dan Objek Pajak dalam Pajak Internasional Dalam hal pajak internasional, subyek pajak terbagi menjadi dua, yaitu : 1.Subyek pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri.

2.Subyek pajak di luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di

Obyek pajak internasional terbagi menjadi dua, yaitu ;

Irawan d Soedradjat

Page

dalam negeri.

1.Obyek pajak dengan sumber di dalam negeri. 2.Obyek pajak dengan sumber di luar negeri A. Pengertian Bentuk Usaha Tetap. Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia yang dimasksud dengan Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan;

pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan; proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Irawan d Soedradjat

Page

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia. B. Kewajiban Perpajakan Bentuk Usaha Tetap Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap termasuk dalam subjek pajak luar negeri, namun kewajiban perpajakan Bentuk Usaha Tetap tidak jauh berbeda dengan kewajiban perpajakan wajib pajak badan dalam negeri. Bentuk Usaha Tetap yang berkedudukan di Indonesia wajib memiliki NPWP sebagai identitas perpajakan dan juga wajib dikukuhkan sebagai PKP jika Bentuk Usaha Tetap tersebut melakukan pemungutan PPN. Setelah memiliki NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, Bentuk Usaha Tetap berkewajiban menjalankan hak dan kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri. Bentuk Usaha Tetap wajib menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2) dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perbedaan mendasar dalam perlakuian PPh antara Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT terletak pada :

Irawan d Soedradjat

Page

1. Sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh adalah penghasilan dari Indonesia saja karena BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri. 2. Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yang menjadi objek pajak BUT dan biaya yang boleh dikurangkan bagi BUT yang diatur dalam Pasal 5 UU PPh.

Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah : a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; c. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana disebut diatas boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap : a. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; b. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah : 1) royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; 2) imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; 3) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan; c. pembayaran sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Irawan d Soedradjat

Page

3. Adanya kewajiban khusus pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurang pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Irawan d Soedradjat

Page

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat perekonomian kedua negara dengan prinsip saling menguntungkan antar kedua negara dan dilaksanakan oleh penduduk antar kedua negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Tujuan P3B adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. Tidak terjadi pemajakan berganda yang memberatkan ikim dunia usaha; Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri; Peningkatan sumber daya manusia; Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak; Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara.

Azas utama yang dijadikan landasan untuk mengenakan pajak adalah: a. b. c. Azas domisili atau azas kependudukan; Azas Sumber; Azas Nasionalitas atau azas kewarganegaraan.

Metode hak pemajakan di berbagai negara, untuk menghindari pemajakan berganda, antara lain: a. Metode Pemajakan Unilateral

Metode ini mengatur bahwa negara Republik Indonesia mempunyai kekuatan hukum didalamnya yang mengatur masyarakat atau badan internasional dan ditetapkan sepihak oleh negara Indonesia sendiri, dengan kata lain tidak ada yang bisa mengatur negara kita lain karena hail itu merupakan kewibawaan dan kedaulatan negara kita.

Irawan d Soedradjat

Page

b.

Metode Pemajakan Bilateral

Metode ini dalam penghitungan pengenaan pajaknya harus mempertimbangkan perjanjian kedua negara (Tax Treaty). Indonesia tidak dapat sesuka hati menerapkan jumlah pajak terutang penduduk asing atau badan internasional dua negara yang telah mengadakan perjanjian. Justru peraturan perpajakan Indonesia tidak berlaku bilamana terdapat Tax Treaty. c. Metode Pemajakan Multilateral

Metode ini didasarkan pada konvensi internasional yang ketentuan atau ketetapan atau keputusan yang dihasilkan untuk kepentingan banyak negara yang ditandatangani oleh berbagai negara, misalnya Konvensi Wina. Metode Penghindaran Pajak Berganda adalah: a. b. c. Pembebasan / Pengecualian; Kredit Pajak; Metode Lainnya.

Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: a. b. c. Model OECD (Organization for Economic Cooperation and Development); Model UN (United Nation); Model Indonesia (Gabungan antara model OECD dan UN).

Irawan d Soedradjat

Page

10

You might also like