Professional Documents
Culture Documents
Setiap manusia sehebat apapun imannya pasti tidak pernah luput dari noda dan dosa. Sejalan dengan bertambahnya usia anak Adam, maka semakin bertambah pula dosanya. Dosa memberikan bekas yang nyata pada sanubari seorang hamba. Ketika hati diperhatikan, maka kebahagianlah yang akan dipetik. Namun apabila hati tidak pernah diperhatikan, maka pemiliknya selalu terdekap dalam perbuatan munkar, sanubari akan kotor, sehingga kesengsaraan di dunia dan akhirat yang kelak akan ia dapatkan. Sang Maha Kuasa Allah azza wa jalla hanya memandang seorang hamba dari hati dan amalannya, Ia tak memandang dari keelokan wajah dan hartanya. Seseorang dituntut selalu membersihkan hati dengan amalan-amalan yang disyariatkan. Sehingga ketika menghadap Rabb-nya, ia dalam keadaan diridhai olehNya. Sebagai upaya membenahi diri dan jiwa, pada kesempatan ini kami akan menyuguhkan beberapa untaian kalimat tentang urgensi Tazkiyatun Nufus.
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah, dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran: 164) Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, yuzakkii yaitu memerintahkan manusia kepada yang maruf dan melarang dari perkara yang munkar untuk membersihkan dan menyucikan hati dari noda dan kotoran yang sebelumnya mereka bercampur dengannya ketika berada dalam kesyirikan dan masa Jahiliyah. (Tafsir ibn Katsir hal. 251)
Adapun dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu sabda beliau: Ya Allah, berikanlah ketaqwaan bagi hatiku, dan bersihkanlah ia karena Engkaulah sebaik-baik yang membersihkan, Engkaulah Maha pelindung dan pemeliharanya. (HR. Muslim no. 2722)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Hasyr: 18) Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sadi rahimahullah berkata: hendaknya seseorang melihat hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, apa yang didapatkan dari amal shalih tersebut, apakah bermanfaat atau bahkan membahayakan dirinya di hari kiamat nanti. (Tafsir as-Sadi hal. 853)