You are on page 1of 11

A. DEFINISI Terdapat 3 area umum di mana nervus medianus dapat terperangkap di sekitar siku dan lengan bawah.

Karena bab ini secara utama membahas tentang terperangkapnya saraf di bawah siku dan di atas pergelangan tangan, terperangkapnya saraf di lokasi paling proksimal dan yang frekuensinya paling jarang tidak didiskusikan namun hanya disebutkan. Terperangkapnya nervus medianus di siku adalah kompresi nervus oleh sekumpulan pita jaringan ikat yang disebut ligamen Struthers, ligamen abnormal yang lokasinya ditemukan persis di bawah siku. Topik yang didiskusikan pada bab ini adalah kompresi nervus medianus pada atau persis di bawah siku, di mana musculus pronator teres biasanya menekan nervus tersebut, dan juga menekan bagian distal cabang nervus medianus-nervus interosseus anterior. 1. Sindrom Pronator Teres Sindrom pronator teres adalah sekumpulan gejala yang dihasilkan di mana nervus medianus menyilang siku dan menjadi terperangkap saat nervus tersebut pertama kali lewat di bawah lacertus fibrosus-pita fascia yang tebal yang meluas dari tendon bisep hingga fascia lengan bawah-lalu di antara dua kepala (superfisial dan dalam) dari musculus pronator teres dan di bawah ujung flexor digitorum sublimis (Gambar 20-1). Kompresi dapat berhubungan dengan proses lokal seperti hipertrofi pronator teres, tenosinovitis, perdarahan otot, robekan fascia, terbentuknya jaringan parut post operasi, atau anomali arteri medianus. Nervus medianus juga dapat cedera karena peregangan akibat kerja atau okupasi, seperti membawa kantung belanjaan, bermain gitar, atau insersi kateter. 2. Sindrom Interosseus Anterior Nervus interosseus anterior berasal dari nervus medianus 5-8 cm distal dari epicondilus lateral. Sedikit distal dari perjalanannya melalui musculus pronator teres, nervus medianus bercabang menjadi nervus interosseus anterior, cabang motorik murni (Gambar 20-2). Nervus ini tidak mengandung serabut sensasi superfisial namun mempersarafi sensasi nyeri dalam dan propriosepsi untuk beberapa jaringan dalam, termasuk sendi pergelangan tangan. Nervus ini dapat cedera akibat trauma langsung, fraktur lengan bawah, fraktur humerus, injeksi ke dalam atau pengambilan darah dari vena cubiti, fraktur supracondilus, dan pita fibrosa yang berhubungan dengan musculus flexor digitorum sublimis dan flexor digitorum profundus. Pada beberapa pasien, hal ini merupakan komponen dari amiotrofi brakialis gelang bahu (lesi fascikulus proksimal) atau terkait dengan infeksi sitomegalovirus atau metastasis
1

karsinoma bronkogenik. Nervus ini dapat terlibat secara parsial, namun pada sindrom yang bermanifestasi penuh, terdapat kelemahan pada 3 otot: flexor pollicis longus, flexor digitorum profundus pada jari kedua dan kadang-kadang jari ketiga, dan pronator quadratus.

B. GEJALA 1. Sindrom Pronator Teres Pada kompresi akut, dengan gejala yang jelas, penegakan diagnosis relatif sederhana. Pada banyak kasus kompresi intermiten, ringan, atau parsial, gejala dan tanda yang timbul tidak jelas dan tidak khas. Gejala paling umum adalah nyeri tumpul pada lengan bawah proksimal, kadang dideskripsikan sebagai kelemahan atau rasa berat. Penggunaan lengan dapat menyebabkan rasa nyeri ringan atau tumpul menjadi nyeri tajam atau dalam. Pergerakan siku secara berulang cenderung menimbulkan gejala. Seiring meningkatnya rasa nyeri, nyeri dapat menjalar proksimal ke siku atau bahkan ke bahu. Parestesia sepanjang distribusi nervus medianus dapat dilaporkan, namun secara umum tidak berat atau tidak terlokalisasi dengan baik seperti pada seperti pada carpal tunnel syndrome. Namun, tidak seperti carpal tunnel syndrome,

sindrom pronator teres jarang memiliki eksaserbasi nokturnal (di malam hari) dan gejala tidak diperberat dengan perubahan posisi pergelangan tangan. 2. Sindrom interosseous anterior Onset Sindrom interosseous anterior dapat berhubungan dengan penggunaan pengerahan tenaga, atau mungkin dapat terjadi secara spontan. Dalam kasus klasik kelumpuhan saraf interosseous anterior spontan, biasanya ada nyeri akut pada lengan bawah proksimal atau yang berlangsung selama berjam-jam atau hari. Mungkin ada riwayat trauma lokal atau penggunaan latihan otot yang berat di awal onset nyeri. Seperti disebutkan, pasien mungkin mengeluh kelemahan otot lengan bawah yang di inervasi oleh saraf anterior interoseus. Walaupun secara teori, seharusnya tidak ada keluhan sensorik. C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Sindrom Pronator Teres Temuan-temuan mungkin didefinisikan sebagai suatu kesakitan dan kesulitan untuk mengartikan sindrom Pronator teres. Pada pemeriksaan fisik yang paling penting adalah nyeri tekan di atas lengan bawah proximal. Penekanan di atas otot pronator teres akan memberikan rasa yang tidak nyaman, nyeri yang menjalar, dan mati rasa pada jarijari. Gejala sindrom pronator teres dapat terlihat jelas pada pemeriksaan palpasi , bandingkan dengan sisi yang lain. Kontur pada lengan bawah mungkin tertekan, yang mungkin disebabkan oleh penebalan jaringan fibrosus.Temuan khas adalah kelemahan kedua otot intrinsik tangan yang di inervasi oleh saraf median dan otot proksimal pergelangan dan nyeri tekan di lengan bawah. Tinel sign akan ada di atas tempat yang terkena, dan tidak ditemukan phalen sign, nyeri dapat ditimbulkan oleh pronasi lengan bawah, fleksi siku, atau bahkan kontraksi permukaan fleksor jari kedua (ibujari).Temuan pemeriksaan sensorik biasanya kurang begitu spesifik, yaitu mungkin melibatkan tidak hanya distribusi saraf median dari jari kedua (ibujari) tetapi juga wilayah thenar telapak tangan karena keterlibatan cabang kutaneus palmaris dari nervus medianus refleks tendon dan temuan pemeriksaan cervical normal. 2. Sindrom interosseous anterior Untuk menguji otot-otot anterior interosseous dan inervasi. Klinisi

menggunakan jepitan-jepitan pada sendi metacarpophalangeal pada jari telunjuk dan pasien diminta untuk melenturkan hanya falang distal. ini mengisolasi tindakan fleksor digitorum profunda pada phalanx terminal dan menghilangkan tindakan

fleksor digitorum superfisialis. tidak ada terminal phalanx fleksi jika saraf anterior interosseous terkena. tes lainnya yang berguna yaitu dengan meminta pasien dengan menggunakan OK sign. pada sindrom anterior interosseous, sendi distal

interphalangeal tidak dapat flexy, dan pada akhirnya jari-jari telunjuk tidak secara keseluruhan lurus. Pasien diminta untuk memaksakan kurang lebih pada pulpa jari yang pertama (ibu jari) dan jari yang kedua (telunjuk). pasien yang dengan kelemahan flexor pollicis longus dan flexor otot digitorium tidak dapat menyentuh pulpa pada jari, tapi sebagian dari keseluruhan permukaan volar saling bersentuhan. Ini dikarenakan paralysis dari flexor pollicus longus dan flexor digitorium profundus pada jari kedua. pronator quadratus sulit untuk di isolasi secara klinik, tapi ada usaha agar dapat flexy lengan dengan meminta pasien untuk menahan supinasi. Sensasi dan refleks tendon normal

D. KETERBATASAN FUNGSIONAL 1. Sindrom Pronator Teres Sindrom pronator teres meliputi kecanggungan gerakan, ketidakluwesan, dan kelemahan tangan. Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan fungsi seorang penderita dirumah dan ditempat kerja. Gerakan siku berulang, seperti memukul palu, membersihkan ikan, olahraga tenis, dan olahrga dayung paling sering membangkitkan gejala tersebut. 2. Sindrom Interosseus Anterior

Pada sindrom interosseus anterior, penderita terbatas gerakannya menjadi tidak luwes dan kesulitan untuk melakukan gerakan menjepit atau mengambil benda kecil dengan menggunakan dua jari pertama (jempol dan telunjuk). Aktivitas seharihari, seperti mengancing baju, mengikat tali sepatu menjadi terganggu. Penderita juga mungkin mengalami kesulitan dalam mengetik, menulis, memasak, dll.

E. PENUNJANG DIAGNOSIS 1. Sindrom Pronator Teres Pemeriksaan elektrodiagnostik

(pemeriksaan

konduksi

saraf

dan

elektormyografi) merupakan standar baku emas untuk menegakkan sindrom pronator teres. Pemeriksaan konduksi saraf dapat menunjukkan keabnormalan distribusi nervus medianus; namun, diagnosis paling baik ditegakkan dengan pemeriksaan

elektromyografi yang menunjukkan instabilitas membran (meliputi peningkatan aktivitas insersio, fibrilasi dan gelombang tajam positif saat istirahat, amplitudo poliphasic melebar dan tinggi pada kontraksi minimal, dan penurunan pola pengerahan (recruitment pattern) pada kontaksi maksimal) nervus medianus di bawah dan di atas pergelangan tangan pada lengan bawah, tetapi dengan menghindarkan pronator teres. Pemeriksaan seperti radiografi, computed tomografi, sonografi, dan magnetic resonance imaging digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. 2. Sindrom Interosseus Anterior Pemeriksaan elektrodiagnostik juga membantu menegakkan diagnosis sindrom interosseus anterior. Pada umumnya, pemeriksaan motorik dan sensorik rutin normal. Teknik yang paling sesuai adalah meletakkan elektrode perekam dari muskulus pronator quadratus dengan stimulasi nervus medianus pada fossa antecubiti. Pada elektromyografi, ditemukan instabilitas membran yang retriksi di flexor pollicis longus, flexor digitorum profundus (pada jari ke 2 dan ke 3), dan pronator quadratus. Dan pemeriksaan penunjang lainnya hanya untuk menyingkirkan diagnosis banding.

F. DIAGNOSIS BANDING Sindrom Pronator Teres Carpal Tunnel Syndrome Cervical radiculopathy, particularly lesions affecting C6/ C7 Thoracic oultet syndrome with involvment of medial cord Elbow arthritis Epicondylitis Sindrom Interosseus Anterior Paralytic brachial plexus neuritis Entrapment or rupture of the tendon od the flexor pollicis longus Rupture of the flexor pollicis longus and flexor digitorum profundus

G. TATALAKSANA 1. Terapi Awal a. Sidrom Teres Pronator Terapi awalnya konservatif, dengan cukup istirahat dan menghindari berulangnya kejadian trauma.2,4 Obat Nonsteroid Anti Inflamasi (OAINS) dapat membantu meredakan rasa sakit dan peradangan. Analgesik dapat digunakan untuk rasa nyeri. Obat antidepresan trisiklik dengan dosis rendah dapat digunakan untuk meredakan rasa sakit dan membantu tidur. Obat anti-kejang juga sering digunakan untuk nyeri neuropatik (misalnya, carbamazepine, gabapentin). b. Sindrom Interoseus Anterior Pengobatan sindrom interoseus anterior tergantung pada penyebabnya.2,3 Luka tusuk memerlukan eksplorasi dan perbaikan segera. Kontraktur Impending Volkmann menuntut untuk dilakukan dekompresi segera. Pada kasus spontan yang terkait dengan pekerjaan tertentu, uji coba terapi non-operatif dapat diindikasikan. Jika perbaikan spontan tidak terjadi dalam 6 sampai 8 minggu, pertimbangan untuk dilakukan eksplorasi bedah mungkin harus diberikan. Manajemen konservatif disini termasuk menghindari kegiatan yang

memperburuk gejala,sedangkan terapi farmakologisnya mirip dengan terapi yang diberikan pada sindrom teres pronator. 2. Rehabilitasi a. Sindrom Teres Pronator Sebuah belat yang dapat memposisikan jempol dalam posisi abduksi, yaitu posisi yang berlawanan, sama seperti batangan C atau sebuah jempol dengan Post-Static Orthosis, dapat digunakan (gbr. 20-4).6,7,9 Penggunaan plaster

perekat dari telunjuk dan jari tengah di belat tersebut mungkin dapat membantu untuk menstabilkan fleksi interphalangeal yang kurang ke distal.9 Rehabilitasi dapat mencakup modalitas seperti ultrasound, stimulasi listrik, iontophoresis, dan phonophoresis. Pasien juga dapat diinstruksikan untuk mendapatkan terapi pijat es. Setelah gejala akut mereda, terapi fisik atau okupasi bisa difokuskan pada latihan untuk meningkatkan fleksibilitas lengan, kekuatan otot yang bertanggung jawab untuk posisi abduksi jempol, oposisi, dan fleksi pergelangan tangan radial.

Gambar 20-4. Belat khas yang digunakan pada sindrom teres pronator b. Sindrom Interoseus Anterior Mengistirahatkan lengan dengan cara imobilisasi yang menggunakan belat dapat dicoba (gbr. 20-5).25 Jika gejala mereda, terapi fisik atau konservatif, termasuk modalitas fisik seperti yang dijelaskan sebelumnya dan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan fungsi dari pronator quadratus, fleksor digitorum profunda, dan fleksor polisis longus, dapat diinisiasikan.9 3. Tindakan Prosedural Baik diantara sindrom interosseous anterior dan sindrom teres pronator, blok saraf median mungkin diuji cobakan.26 (gbr. 20-6 dan 20-7) 4. Operasi a. Sindrom Teres Pronator Jika gejala tidak dapat mereda, suatu tindakan bedah terhadap otot teres pronator dan penggunaan plester konstriksi (ligamen Struthers dan fibrosus lacertus) harus dipertimbangkan dengan eksplorasi area secara langsung. Sebuah sayatan berbentuk S biasanya digunakan untuk mengekspos secara luas seluruh saraf median dari lengan bawah sampai ke pergelangan tangan.27

Gambar 20-5. Belat khas yang digunakan untuk kasus Sindrom interoseus Anterior.

Gambar 20-6. Blok saraf teres pronator. Pada lipatan siku, dibuat tanda tepat pada titik tengah, yaitu antara epikondilus medial dan tendon biseps. Lalu, dalam kondisi steril, masukkan jarum ukuran 25, jarum sekali pakai 1,5 inci ke otot teres pronator, sekitar 2 cm dibawah tanda atau pada titik dengan kelembutan yang maksimal dalam otot. Konfirmasi penempatan jarum dapat dilakukan dengan menggunakan stimulator saraf. Lalu, suntikkan 3 sampai 5 mL larutan AnestesiKortikosteroid (misalnya, 2 mL Methylprednisolone [40 mg/mL] yang dikombinasikan dengan 2 mL lidokain 1%). Perawatan pasca injeksi mungkin termasuk rasa gatal selama 10 sampai 15 menit dan belat diposisikan dari
8

pergelangan tangan dan lengan bawah dalam posisi fungsional selama beberapa hari. Juga, pasien harus diingatkan untuk menghindari penggunaan lengan secara agresif untuk setidaknya selama 1 sampai 2 minggu. (dicetak ulang dengan izin dari Lennard TA..Penanganan Nyeri di Clinical Practice, 2nd ed Philadelphia, Hanley & Belfus, 2000; 98)

Gambar 20-7. Blok saraf interoseus anterior. Saraf interoseus anterior dapat diblokir oleh salah satu, yaitu pada bagian anterior atau posterior. Untuk siku posterior diekspos dan lengan ditempatkan dalam posisi netral. Dalam kondisi steril, dapat digunakan jarum 2 inci sekali pakai, ukuran 25, disuntikkan 3 sampai 5 mL larutan Anestesi-Kortikosteroid (misalnya, 2ml Methylprednisolone [40 mg/mL] dikombinasikan dengan 2 mL lidokain 1%) sekitar 5 cm kea rah distal dari ujung olekranon. Jarum harus menembus sekitar 3,5 sampai 5 cm ke dalam tendon biseps. Sebuah stimulator saraf diperlukan untuk memastikan penempatan yang tepat. Perawatan paska injeksi mirip dengan perawatan paska injeksi blok saraf teres pronator. (dicetak ulang dengan izin dari Lennard TA Penanganan Nyeri Di Clinical Practice, 2nd ed Philadelphia, Hanley & Belfus 2000; 99)

b. Sindrom Interosseous Anterior Jika perbaikan spontan tidak terjadi dalam 6 sampai 8 minggu, pertimbangan eksplorasi bedah harus diberikan. Teknik bedah eksplorasi adalah dengan mengekspos langsung saraf median di bawah teres pronator pada

pemisahan otot, dari fleksor karpi radialis, identifikasi saraf interoseus anterior, dan pelepasan struktur yang bersinggungan. Jika dekompresi bedah telah dilakukan dan hasilnya gagal dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, transfer tendon dapat dipertimbangkan setelah lesi fasikural kearah proksimal telah diperbaiki.27

H. KOMPLIKASI PENYAKIT POTENSIAL 1. Sindrom Teres Pronator Komplikasi terkait penyakit, jika kondisi ini dibiarkan tidak terpecahkan, termasuk ketidak-mampuan permanen untuk menggenggam-mencubit, kurang fleksinya pergelangan tangan dan nyeri yang dirasakan terus menerus. 2. Sindrom Interoseus Anterior Jika dibiarkan berlanjut, sindrom ini akan menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan genggaman - cubitan, mengakibatkan defisit fungsional yang telah disebutkan sebelumnya. I. KOMPLIKASI PENGOBATAN POTENSIAL Penggunaan obat anti-inflamasi seperti obat non-steroid anti-inflamasi dapat menyebabkan efek samping terhadap lambung, ginjal, dan hati. Suntikan steroid lokal dapat menyebabkan depigmentasi kulit. Atrofi lokal, atau infeksi. Komplikasi bedah termasuk infeksi, pendarahan dan cedera struktur sekitarnya.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Liveson J. Peripheral Neurology - Case Studies in Electrodiagnosis, 2nd ed. Philadelphia, FA Davis, 1991: 23 - 26. 2. Dawson D. Hallett M, Milender L. Entrapment Neuropathies, 3rd ed. Boston, Little Brown, 1999: 98 - 109. 3. Shapiro BE, Preston DC. Entrapment and Compressive neuropathies. Med Clin North Am 2003; 87: 663 - 696. 4. Lee MJ, La Stayo PC. Pronator Syndrome and Other Nerve Compression That Mimic Carpal Tunnel Syndrome. J Orthop Sports Phys Ther 2000; 34: 601 - 609. 5. Bilecenoglu B, Uz A, Karalezli N. Possible Anatomic Structures Causing Entrapment Neuropathies of the Median Nerve: An Anatomic Study. Acta Orthop Belg 2005; 71: 169 - 176. 6. Puhaindran ME, Wong HP. A Case of Anterior Interosseous Nerve Syndrome After Pheripherally Inserted Central Catheter (PICC) Line Insertion. Singapore Med J 2003; 44: 653 - 655. 7. Rieck B. Incomplete Anterior Interosseous Syndrome in A Guitar Player [in German]. Handchir Mikrochir Plast Chir 2005; 37: 418 - 422 8. Lederman RJ. Neuromuscular and Musculoskeletal Probkems in Instrumental Music. Muscle Nerve 2003; 27: 549 - 561 9. Burke SL, Higgins J, Saunders R, et al. Hand and Upper Extremity Rehabilitation: A Pratical Guide. 3rd ed. St. Louis. Elsevier Churchill Livingstone, 2006: 87 - 95. 10. Bromberg MB, Smith AG, eds. Handbook of Pherpheral Neuropathy. Boca Raton. Taylor & Francis, 2005: 476 - 478. 11. Stewart J. Jablecki C. Medina N. XVI-Mononeuropathies. 49-Median Nerve. In Brown W. Boulton C, Aminoff J. eds. Neuromuscular Function and Disease. Basic Clinical and Electrodiagnostic Aspects. Philadelphia, WB Saunders, 2002: 873 12. Spinner RJ, Amadio PC. Compressive Neuropathies of The Upper Extremities. Clin Plast Surg 2003; 30: 158 - 159.

11

You might also like