You are on page 1of 3

Relasi Sifat Klimakterik Buah dengan Standar Pasar Pertanian Eropa : Studi

Kasus Penanganan Pasca Panen Buah Pisang


Pisang merupakan salah satu buah unggulan Indonesia. Data Departeman Pertanian tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi buah pisang mencapai 5.03 juta ton, dan volume ekspor mencapai 1.50 juta ton. Pisang telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas buah unggulan nasional bersama manggis, mangga, jeruk, dan durian. Selain sebagai komoditas unggulan, pisang juga merupakan jenis buah yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Pada tahun 1990-1997 pisang merupakan andalan ekspor buah Indonesia. Tujuan ekspor buah pisang Indonesia antara lain Jepang, Hongkong, Singapura, dan Saudi Arabia. Jumlah ekspor pisang yang rendah disebabkan oleh mutu buah yang tidak memenuhi standar mutu pisang dunia. Terdapat dua parameter yang dijadikan standarisasi ekspor pisang, yaitu spesifikasi dan mutu buah (Pantastico, 1986). Riskomar (2005) menyatakan, pada bulan Januari tahun 2005, ekspor beberapa buah ditolak masuk wilayah Eropa. Komoditi yang ditolak tersebut antara lain manggis, mangga, nanas dan pisang. Alasan penolakan tersebut karena produk yang berasal dari Indonesia belum memenuhi standar EUREPGAP (Euro Retailer Produce Working Group and Good Agriculture Practice). Walaupun nilai ekspor ke wilayah eropa tidak besar (sekitar 15 % dari seluruh total ekspor), penolakan seperti ini dikhawatirkan akan menyebabkan pasar Indonesia ditempati oleh negara lain. Parameter mutu pisang secara umum adalah bentuk yang sempurna, kematangan yang seragam, warna kulit buah yang cerah, mulus, kesagaran alami, daging buah tidak lembek, dan aroma serta rasa yang enak. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai buah lokal dengan cara penanganan pasca panen yang tepat. Selama ini, perhatian petani sangat kurang terhadap pentingnya penanganan pasca panen. Kehilangan hasil pasca panen dapat mencapai 20 30 %. Kehilangan yang tinggi ini juga disebabkan oleh letak sentra produksi yang berskala kecil dan tersebar serta terbatasnya sarana pendukung seperti peralatan pasca panen dan jalan yang rusak. Oleh karena itu, petani cenderung menyerahkan kegiatan pasca panen kepada para tengkulak.

Buah pisang merupakan jaringan hidup yang tetap melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Buah tetap meneruskan reaksi-reaksi metabolisme seperti pada saat masih melekat pada tanaman dengan cara mengunakan cadangan makanan. Kehilangan cadangan makanan tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu. Penanganan pasca panen yang tepat seharusnya dimulai dari pemetikan sampai buah berada di tangan konsumen akhir. Penanganan pasca panen dilakukan agar buah pisang tetap segar sampai ditangan konsumen. Buah pisang termasuk buah klimakterik, yang ditunjukkan dengan kenaikan produksi CO2 dan etilen pada saat penuaan. Pematangan buah pisang terjadi dalam tiga tahap, yaitu tahap praklimakterik, tahap klimakterik, dan tahap senesence atau buah telah lewat matang. Tahap praklimakterik adalah tahap dimana buah masih dalam keadaan bebas etilen. Berakhirnya tahap praklimakterik berarti dimulainya tahap klimakterik. Secara fisiologi, tahap klimakterik terlihat dengan meningkatnya respirasi dan produksi etilen. Tahap ketiga yaitu tahap senesence, dimana pada tahap ini metabolisme dan kualitas buah telah menurun (John dan Marchal, 1995). Perlakuan pasca panen pisang dapat dilakukan dengan cara menekan laju respirasi sehingga umur simpan dapat maksimal. Salah satu cara yang disarankan adalah penggunaan bahan kimia KMnO4 (Kalium Permanganat) untuk menangkap gas etilen. Sholihati (2004), dalam penelitiannya menyimpulkan penggunaan pellet dari arang yang telah direndam dalam KMnO4 memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan, dengan cara menekan produksi etilen dan mempertahankan warna hijau, tekstur, serta aroma pisang raja. Buah pisang raja bulu dapat ditunda kematangannya sampai 15 hari, kemudian dapat dimatangkan dengan sempurna. Anggreayani (2005) menyatakan kombinasi kemasan plastik dan penyerap etilen yang disimpan pada suhu 13 15oC, mampu mempertahankan kondisi pisang mas tetap mentah seperti pada kondisi awal pengamatan. Kontak langsung antara KMnO4 dengan produk tidak dianjurkan, karena bentuk KMnO4 yang cair. Diperlukan bahan penyerap KMnO4 agar dapat digunakan sebagai penyerap etilen. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan

penyerap KMnO4 antara lain arang aktif, zeolit, batu apung, oasis dan serutan gergaji kayu. Efektifitas dari bahan-bahan tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui efektifitas bahan penyerap KMnO4 tersebut.

You might also like