You are on page 1of 12

PENDAHULUAN

Judul Pengarang Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku Pelaku Sinopsis : : : : : : :


Perfect Boy Faulina Anjar Penerbit ANDI Tahun 2009 IV + 172 halaman Chika, Odi, Joan, Ola, Neina, Mami Chika, Tante Lusi, Yoga, Zea, Aldo.

Buku ini menceritakan tentang seorang gadis yang bernama Chika, yang selama ini selalu mengimpi-impikan mempunyai cowok yang sempurna. Tapi kenyataannya cinta itu membutuhkan modal. Cantik, anggun, feminim, seksi, tajir, dan otak yang lumayan pintar. Kata orang sih, Chika itu cantik. Nggak sedikit cowok yang ngubernguber dia. Tapi sayang, semua cuma di bawah rata-rata, nggak ada yang oke satu pun. Selama ini Chika selalu bermimpi ingin punya cowok sekali aja seumur hidup. Tapi, kesalahan yang nggak disengaja membuat Chika harus membuang jauh semua impiannya. Jatuh cinta sama temen masa kecil membuat impiannya berantakan. Berawal dari pertemuan Chika dengan Yoga disaat mengatarkan kolak ke rumah Tante Lusi, sahabat baik orangtua Chika. Yoga itu keponakan Tante Lusi, dia tinggal di Surabaya. Dulu Yoga dan orangtuanya sempat tinggal di sini bersama Tante Lusi, tapi Cuma beberapa bulan. Setelah itu mereka kembali lagi ke Surabaya. Selain Tante Lusi, orangtua Chika juga berteman baik dengan orangtua Yoga. Makanya Chika bisa mengenal Yoga dengan begitu baik. Bahkan, waktu masih kecil, Yoga itu nggak pernah mau pergi dari samping Chika. Selalu ngebuntutin ke mana pun Chika pergi. Chika nggak nyangka, setelah hampir 10 tahun berlalu, sekarang Chika bisa bertemu lagi sama Yoga. Chika merasa penasaran apakah Yoga masih merhatiinnya atau nggak, Chika benar-benar bingung. Sampai-sampai Chika nggak nafsu makan malam. Shalat ingat Yoga, manyun ingat Yoga, di toilet juga ingatnya Yoga. Di mana-mana Yoga. Waktu kecil dulu, Yoga itu perhatian banget sama Chika. Dia selalu ngejagain Chika, nemenin saat main, dan ngebuntutin ke mana pun Chika pergi. Dan gara-gara itu juga, sebentarbentar Chika jadi celingukan bolak-balik pergi ke jendela kamar untuk mengintip rumah Tante Lusi. Chika berfikir siapa tau aja, diem-diem ia bisa ngeliat dan merhatiin Yoga dari jendela kamarnya. Tapi, udah tiga jam berlalu, sampai kakinya capek bolak-balik, tapi Yoga nggak juga nongol. Chika nggak nyerah, rasa ingin ketemu yang luar biasa menggebu ngebuat otaknya nggak berhenti berfikir mencari cara supaya bisa ketemu Yoga. Alhasil demi bisa ketemu Yoga, Chika sengaja keluar rumah dan duduk sendirian di ayunan yg ada di

halaman rumah. Chika berharap dengan begitu yoga bakal terpancing dan ikut keluar menemaninya. Dan pada akhirnya Yoga pun menghampiri Chika, ia begitu senang, rasanya sekarang juga ia ingin loncat-loncat, tapi karena tengsin, Chika Cuma diam dan sedikit tersenyum sama Yoga. Yah sok jual mahal gitu deh. Beberapa saat kemudian Yoga meminta nomer HP Chika, dengan cepat ia memasukkan nomer HPnya ke kontak HP Yoga. Chika sama sekali nggak nyangka, kalau semua akan berjalan semudah dan semulus sekarang. Nggak seribet yang ia pikirin. Ternyata nggak susah ngedeketin cowok bernama Yoga. Padahal, sebelumnya ia sempet patah semangat dan mikir yang macam-macam. Baru kali ini ia bisa ngedapetin perhatian cowok yang ia mau dan ia suka. Bahkan, dibandingin sama apa pun nggak ada yang lebih ngebahagiainnya selain perasaan itu. Mungkin kedengerannya terlalu cepet, tapi akhirnya, dalam waktu tiga hari Chika berhasil ngedapetin Yoga. Ia sangat senang sekali, dan hari ini buat ngerayain hari jadinya, niatnya sepulang sekolah Yoga bakal ngejemput Chika dan mengajaknya jalanjalan ke mall. Ini untuk pertama kalinya Chika jalan sama cowok. Saat bel terakhir berbunyi dan guru pengajar udah keluar dari kelas, Chika buruburu pergi ke kelas Ola dan Neina. Ola dan Neina adalah teman terbaik Chika, mereka tidak satu kelas. Ola dan Neina mengambil jurusan IPA, sementara Chika di jurusan IPS. Mereka Cuma bisa bertemu pada jam istirahat, sepulang sekolah, atau di luar jam sekolah. Hari ini niatnya Chika mau ngenalin mereka ke Yoga. Baru sampai di tengah jalan, Chika udah ketemu mereka. Langsung aja mereka pergi ke gerbang sekolah. Tautau aja seorang cowok muncul tepat di depan Chika, ngebuatnya kaget setengah mati. Lalu Chika memperkenalkan Yoga kepada kedua sahabatnya itu. Chika merasa bingung kepada kedua sahabatnya itu yang dari tadi bengong dan saling berpadangan satu sama lain. Chika bertanya-bertanya sebenarnya mereka itu kenapa sih, bengong ngeliat tampang Yoga yang cakep dan tubuhnya yang gagah, tapi nggak usah segitunya kali. Keesokannya di sekolah, Chika sama sekali nggak percaya sama apa yang udah di dengar dari teman-temannya tentang Yoga, mereka terlihat sangat jujur banget serasa dari dalam hati ngomongnya. Neina dan Ola benar-benar heran mengapa Chika mau pacaran dengan Yoga, padahal yang naksir sama Chika itu banyak banget, tapi kok bisa Chika dapet yang di bawah rata-rata. Mungkin ini karena Chika sedang jatuh cinta dan matanya benar-benar dibutakan oleh perasaannya itu. Sesampainya di rumah, Chika langsung melemparkan tasnya ke atas meja belajar dan merebahkan diri ke tempat tidurnya yang empuk. Chika mengeluarkan HPnya dari dalam saku rok dan mulai menghubungi Yoga karena ia merasa kangen dengannya. Seharian ini Yoga nggak juga membalas SMS Chika. Ini benar-benar membuat Chika bingung dan penasaran. Chika masih sabar menunggu, tapi Yoga nggak juga jawab panggilan Chika, ngebuat ia yang lagi bete jadi makin bete. Ternyata kali ini nggak susah, di dering kedua Yoga langsung menjawab telponnya. Tapi selama berbicara di telepon Yoga selalu meminta barang-barang yang ia mau kepada Chika. Chika merasa heran

karena ini benar-benar tak seperti Yoga yang biasanya. Chika mulai merasa bete dan curiga, jangan-jangan Yoga tuh sebenarnya matre. Ketahuan loe ya?! Chika membatin dalam hati. Oke, mungkin selama ini Chika emang buta, nggak percaya sama Ola dan Neina kalau Yoga jelek. Tapi bukan berarti Chika buta total, Cuma lima puluh persen. Buktinya, ia masih bisa menyadari kalau Yoga itu matre dan ia nggak mau terjerumus. Enak aja, baru juga pacaran beberapa hari, udah minta macam-macam, tampak banget matrenya. Chika mengira karena dia itu anak temen ortunya, dia bakal baik, perhatian, dan nggak bakal nyakitin Chika. Tapi, kenyataannya semua nggak kayak di film-film, nggak semua temen masa kecil itu kalau udah gede bisa baik sama kita dan mencintai kita dengan tulus. Chika benar-benar nyesel banget jadian sama Yoga. Mana ia udah bela-belain ngedatengin rumah Tante Lusi, kayak ngejar-ngejar Yoga banget. Chika bener-bener nyesel dan benci Yoga. Pada saat Chika sedang bersantai di kamar, ibunya berteriak sangat nyaring memanggil Chika dari ruang tengah karena ada telpon dari Zea. Dengan cepat ia keluar dari kamar, lalu pergi ke ruang tengah, dan mengangkat telpon itu. Zea itu teman SMP Chika. Kalau dibilang akrab, mereka cukup akrab dan deket, tapi nggak sedeket Ola atau Neina. Mungkin semua itu karena mereka sekarang udah pisah sekolah hampir dua tahun. Tapi, sekarang mereka masih suka bertemu, walaupun nggak pasti sebulan sekali. Mereka saling kenal dan bisa temenan akrab karena mereka sama-sama menyukai puisi. Chika dan Zea berteman akrab kurang lebih sudah empat tahun sedari mereka masih satu SMP. Kini Zea menelpon Chika dengan maksud mengajak Chika ke acara reuni sekalian latihan puisi, karena mereka udah lama nggak ngebaca dan ngebuat puisi samasama. Tanpa banyak bicara lagi dengan tersenyum mengembang Chika menjawab dengan begitu semangat dan menanyakan waktu serta tempat diadakannya reuni itu. Hari ini hari minggu, tepatnya hari Chika reuni dengan teman-teman SMP. Lumayan seru sih, banyak perubahan yang Chika liat dari temen-temen lamanya. Mereka yang dulu culun sekarang udah jadi gagah, yang manja udah mulai dewasa, yang nggak doyan dandan, sekarang udah cantik banget. Tiba-tiba Zea berkata kepada Chika bahwa Aldo dari tadi melihat Chika terus. Dahi Chika mengkerut bingung, ia merasa nggak punya temen yang namanya Aldo. Lalu Zea menunjuk pria yang dia maksud dengan gerakan kepalanya. Chika menoleh kea rah yang dimaksud Zea. Saat itulah tatapan matanya bertemu dengan mata seseorang. Tapi, orang itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Lalu Chika bertanya pada Zea siapa pria itu, dan ternyata dia itu adalah sepupu Zea yang bernama Renaldo, dan keliatannya ia naksir sama Chika. Ketika acara reuni selesai Zea mengajak Chika pulang bersamanya, kebetulan Aldo sudah datang untuk menjemput. Chika pun mengangguk. Kan lumayan dapat tumpangan gratis. Kalau bisa ngirit kenapa enggak. Setelah berpamitan kepada semua anak, Chika mengikuti langkah Zea yang pergi mendekati Aldo.

Di sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Chika, Chika dan Zea terus mengobrol, sementara Aldo cuma diam fokus menyetir. Cowok yang satu ini benarbenar aneh, kok ada sih cowok secuek dia yang nggak mau tau sama orang lain atau sekedar ikut mengobrol. Lalu tiba-tiba Zea berkata pada Aldo bahwa Chika suka dengannya. Chika hanya bisa bengong mendengarnya, ia cukup merasa malu, tapi Zea malah berkata tenang aja, Aldo itu cowok baik, udah gitu tajir pula. Zea ingin Chika jadian sama Aldo. Chika hanya bisa diam, paling Aldo nggak bakal nanggepin, lagian cowok mana yang mau gitu aja pacaran tanpa saling kenal sedikit pun cuma tau nama. Ngomong nggak pernah, baru ketemu juga setengah jam yang lalu. Paling dia juga tau kalau Zea Cuma bercanda. Zea terus memaksa Aldo untuk menjawab ia menerima Chika sebagai pacarnya atau nggak. Aldo pun menjawab pertanyaan Zea dengan ekspresi cuek bahwa ia mau menjadi pacarnya Chika. Zea pun langsung memberikan nomor Chika kepada Aldo agar mereka gampang berkomunikasi. Mobil aldo berhenti tepat di depan rumah Chika. Masih dipenuhi perasaan bingung Chika pun turun dari mobil. Chika masih nggak bisa mempercayai apa yang udah ia alami hari ini. Chika jadian sama cowok yang sama sekali nggak ia kenal. Ini serius atau Cuma bercanda sih, ini sama sekali nggak normal. Chika berfikir, hubungannya dengan Aldo seminggu juga bakal berakhir. Tapi, ini sudah hampir tiga minggu, mereka masih aja terus bersama. Semakin hari, Chika semakin mengenal Aldo. Dia aneh, sikapnya suka nggak menentu. Dan, dia suka banget ngebuat Chika bingung. Tapi, dia cowok yang cukup setia. Selama hampir tiga minggu ini, dia nggak pernah bosen selalu mengantar jemput Chika ke sekolah maupun ke mana aja yang ia mau. Dia selalu nemenin Chika dan datang di saat Chika lagi bete, bosen, dan ngebutuhin dia. Dan sekarang, meski tetep cuek, ternyata Aldo nggak secuek yang ia pikir. Dia bisa tersenyum juga, senyum yang manis banget. Selain itu, dia juga terkadang bisa diajak bercanda dan suka ngomong seenaknya. Apa yang ada di hati selalu dikeluarin gitu aja tanpa mikirin perasaan orang lain. Emang rada keterlaluan sih, tapi justru itu yang ngebuat Chika jadi merasa nyaman berada di dekatnya. Dia cowok yang jujur. Tapi di sisi lain, Chika mencintai Odi, temen satu kelas Chika yang cakep, keren, gagah, tajir, tapi selalu jutek, nyebelin, dan kasar sama cewek. Chika merasa bingung, apa bener Odi suka padanya. Kalau nggak bener, kenapa Chika selalu merasa Odi memberikan perhatian yang berbeda padanya atau, Chika aja yang terlalu ke GR-an. Hari ini pengumumam kenaikan kelas, seperti dugaan Chika, ia nggak sekelas lagi sama Odi. Kalau ada hari yang paling menyedihkan buat Chika, itu adalah hari itu. Bahkan, rasanya hari ini lebih menyakitkan dari pada hari di mana aku ngeliat Odi jalan sama cewek lain. Seakan-akan Chika nggak punya kesempatan lagi buat ngedeketin Odi. Gimana caranya kalau ternyata Chika dan Odi sekarang udah pisah kelas ? Sekarang setiap hari Chika selalu bertemu Aldo, selalu jalan-jalan sama dia, pergi kemana pun sama dia, bercanda sama dia. Nyenengin banget. Punya pacar kayak Aldo

membuat Chika nggak bisa jadi cewek pengertian, baik, lembut, dan dewasa. Sebaliknya, Chika sekarang jadi cewek manja yang egois banget. Abis gimana lagi, Aldo suka banget ngemanjain Chika dan nurutin semua maunya. Tapi, tetep aja, itu nggak ngebuat Chika dengan gampangnya ngelupain Odi. Sampe sekarang Chika tetep aja belum bisa ngelupain Odi. Gimana mungkin bisa lupa gitu aja ? Kalau Chika sudah mencintai Odi nggak kurang dari setahun. Sulit banget bisa lupa. Dan, Chika juga seakan nggak rela ngebuang jauh Odi begitu aja dari pikirannya. Nggak tau kenapa , tapi nggak biasanya Aldo telat menjemput Chika. Udah gitu, dari tadi Chika telpon, tuh cowok nggak juga ngangkat telpon dari Chika. Chika kesel banget sama dia. Ia sebel. Dia keterlaluan banget. Kalau tau begini, kan lebih baik ia berangkat ke sekolah ikut mobil ayah aja. Dan, sekarang karena Ayah udah pergi, Chika jadi bingung terus aja ke sana kemari nggak karuan, jalan bolak-balik mengelilingi teras rumah. Kalau sampai telat, bisa-bisa gerbangnya ditutup dan ia nggak boleh masuk. Biar Chika ini nggak pinter, otak cuma pas-pasan, tapi kan Chika paling anti bolos sekolah. Sebuah Honda jazz berwarna putih berhenti tepat di depannya. Segera ia masuk ke dalam mobil itu. Tampang Chika cemberut, sama sekali nggak enak dilihat sama siapapun. Selama diperjalanan mereka pun bertengkar, dan Chika pun meminta putus dengan Aldo. Aldo pun menjadi marah dan menjawab perkataan Chika dengan meminta putus juga. Baru kali ini Chika melihat Aldo jadi semarah sekarang. Ngebuat Chika jadi lumayan takut, tapi karena nggak mau kalah, Chika tetap pada pendiriannya, keras kepala dan merasa paling benar. Mobil Aldo berhenti di depan gerbang sekolah. Chika turun dari mobil dengan kemarahan yang membabi buta. Chika memasuki gerbang sekolah tanpa mau menoleh kembali ke belakang. Chika benci banget sama Aldo. Sebelumnya dia nggak pernah ngebentak Chika seperti sekarang. Chika nggak takut kehilangan dia. Kenapa mesti takut, toh Chika masih punya Odi. Aldo bukan satu-satunya cowok yang ada di dunia ini. Pada jam istirahat pertama, Chika terus memandangi Hpnya yang sejak tadi tak ia lepaskan dari tangannya. Nggak tau apa yang ia rasakan sekarang ini, tapi sebelumnya ia nggak pernah merasa seperti ini. Ia pikir, perpisahan dengan Aldo bukanlah hal yang menyakitkan, tapi kenapa ia selalu menunggu kabar dari Aldo. Seakan-akan, Chika memang mengharapkan Aldo kembali. Apa mungkin Chika udah jatuh cinta sama Aldo ? Aldo adalah cowok terbaik yang pernah Chika kenal. Ini bukan yang pertama kalinya Chika bilang putus ke dia, tapi biasanya dia nggak pernah menganggap serius semua omongan Chika, tapi sekarang, kok dia sama sekali nggak ada kabar. Chika berfikir apa Aldo udah jenuh, bosen sama semua keegoisan Chika, dan emang mau putus dari Chika. Chika akui, ia memang salah, nggak seharusnya masalah sepele tadi pagi ia besar-besarin dan akhirnya malah jadi begini, Chika kehilangan Aldo. Tapi, yang namanya sifat asal emang susah dihilangin, Chika emang egois, nggak mau kalah, jadi harus gimana lagi. Maklum aja kalau ia sampai terbawa emosi dan ngucapin berbagai, macam kata-kata kasar yang seharusnya nggak ia ucapin ke Aldo.

Chika menyesal, ia ingin tau kabar Aldo. Chika Cuma pingin selalu diperhatikan, dimanja, makanya ia bersikap seperti tadi. Chika nggak mau putus dari Aldo. Tanpa ia sadari sebutir air mata telah jatuh membasahi telapak tangannya. Chika nggak kuat lagi, ia mulai membuka kotak pesan di Hp dan meng-SMS Aldo. Tapi tetap nggak ada balasan dari Aldo. Chika sedih banget, hatinya serasa hancur. Chika menunggu hingga setengah jam di depan gerbang sekolah, tapi nggak juga ia lihat mobil Aldo dating seperti biasa untuk menjemputnya. Dengan linang air mata yang nggak bisa ia bendung, ia menghentikan taksi yang lewat dan pulang ke rumah dengan taksi itu. Sesampainya di rumah, Chika langsung berlari ke kamar dan menangis sejadijadinya. Rasanya nggak sanggup kalau ia harus kehilangan Aldo. Membayangkan dia memberikan perhatian sebesar seperti yang dia lakukan untuk Chika ke cewek lain pun sudah membuat hati Chika semakin hancur, apalagi kalau semua itu benar-benar terjadi. Cuma karena dia telat menjemput Chika dan sekali ini nggak mengangkat teleponnya, Chika sampai semarah ini sama dia, membuat dia pergi meninggalkan Chika. Mungkin Aldo sudah muak dan nggak mau lagi ngeliat muka Chika. Mungkin dia udah benci banget sama Chika. Tiba-tiba terdengar teriakan Mami Chika yang begitu nyaring dari luar kamar bahwa ada Aldo datang ke rumah. Chika langsung terduduk di atas tempat tidurnya. Ia jadi bingung harus berbuat apa. Ia ingin meminta maaf, tapi sepertinya lagi-lagi ego dan rasa gengsinya telah mengalahkan rasa cintanya. Chika celingukan mencari-cari dimana Aldo, ternyata dia masih berada di dalam mobil. Dengan perasaan yang tak karuan, ia menghampiri mobil Aldo, ia ketok kaca mobilnya hingga berulang-ulang kali. Chika menunggu reaksi Aldo, semenit kemudian Aldo membuka kaca mobilnya, dan Chika diam tak berkutik. Aldo menangis. Matanya bengkak dan wajahnya memerah. Baru kali ini Chika melihat pria menangis. Chika cuma bisa diam memandangi Aldo yang berulang kali menghapus air matanya dan mengusap ingus dari hidungnya. Chika sekarang jadi semakin nggak tau harus gimana, hatinya yang tadi begitu egois seakan luluh. Sedalam ini kah cinta Aldo ke Chika dan Chika begitu seringnya menyakiti Aldo. Karena nggak mau kejadian ini sampai di lihat Mami Chika , Chika pun pergi dari samping Aldo, lalu masuk ke mobil. Aldo menurut. Dia menyalakan mesin mobil dan mereka pun pergi meninggalkan rumah. Mobil berhenti di depan taman. Tiba-tiba Aldo menanyakan apa perasaan Chika kepadanya, karena Aldo nggak pernah mau putus dari Chika. Lalu Aldo pun menjelaskan mengapa ia telat menjemput Chika. Chika pun merasa bersalah dan meminta maaf kepada Aldo. Aldo ingin mengajak Chika untuk balikan. Hati Chika begitu senang mendengar kata-kata Aldo, emang itu kan yang di harapkannya. Suasana yang nggak mengenakan pun berakhir dengan adanya acara makan bersama. Chika seneng banget. Dan, pastinya ia bersyukur banget, sampai saat ini ia masih bisa memiliki cowok sebaik Aldo. Nggak harus sakit hati ngeliat dia ada di sisi cwek lain dan memberikan perhatian sehangat ini ke cewek lain.

Ada yang bergetar di saku rok Chika. Chika mengeluarkan Hpnya dari dalam saku rok, melihat SMS dari siapa yang masuk. Ternyata Odi, tumben. Kan udah lama Chika dan Odi nggak pernah SMS-an, udah berbulan-bulan. Sekali lagi Chika di buat kaget olehnya. Senyumnya merekah lebar. Odi ingin Chika segera menelponnya, baru kali ini dia bilang ke Chika kalau dia kangen. Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Chika memutuskan untuk menelpon Odi. Chika mengerti arah pembicaraan Odi. Kalau UAN telah berakhir, mereka nggak akan bisa ketemu lagi dan waktu itu tinggal dua bulan lagi. Itu artinya Chika nggak bakal ketemu Odi lagi. Jangan ditanya, udah pasti Chika bakal sedih banget. Tapi Odi, buat apa dia menanyakan semua itu ke Chika ? Apa pentingnya buat dia ? Bukannya selama ini dia nggak peduli sama Chika ? Toh, buat dia nggak ada artinya juga kalau mereka berpisah. Hati Chika kacau, Aldo dan Odi, dua orang yang kini tengah mengisi hatinya, membuat hatinya bingung serasa jadi berantakan. Siapa sebenarnya yang Chika mau ? Kenapa Chika nggak rela kehilangan Aldo, tapi Chika juga ngeharepin Odi ? Chika yakin, saat ini ia pasti adalah orang yang paling egois di jagat raya ini. Sama sekali nggak Chika sangka, masa-masa UAN yang selalu menjadi beban akhirnya berlalu juga. Walaupun Chika lulus dengan nilai yang nggak terlalu bagus, tapi yang penting kan Chika lulus. Ada beberapa anak yang sekarang lagi kecewa dan sedih banget karena nggak lulus. Jadi, gimana pun juga, Chika harus bangga sama nilai yang kudapat. HP di saku rok Chika bergetar. Ia keluarkan HP itu dari saku roknya dan melihat siapa yang menelpon. Nama Odi dengan inisial O muncul dilayar HP. Odi mengajak Chika ketemu sore ini jam empat di kafe Salsabila karena ada yang ini dibicarakan. Sejenak Chika terdiam. Chika mau datang, tapi ia nggak enak sama Aldo. Tapi, kalau Chika nggak datang, ia nggak bakal tau Odi mau ngomong apa. Entar Chika bisa terus penasaran. Pukul empat sore, seperti yang diminta Odi, Chika datang sendirian ke kafe Salsabila. Sesampainya di sana, ia langsung menemukan Odi sedang duduk sendirian di meja nomor tiga. Dengan jantung yang tak henti berdetak kencang, ia menghampiri Odi dan duduk di hadapannya. Odi tersenyum menyambut kedatangan Chika. Tiba-tiba Odi menyatakan perasaannya bahwa ia menyukai Chika, lebih dari seorang teman. Aldo meminta Chika untuk menjadi pacarnya. Chika terperanjat kaget. Itu pertanyaan yang selalu ia tunggu dari dulu. Tapi, kenapa saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Odi, Chika cuma bisa diam, nggak berkutik sama sekali. Chika pun meminta waktu pada Odi, lalu ia segera meninggalkan Odi yang hanya bisa terdiam terpaku di tempatnya. Mencintai dua orang sekaligus adalah sesuatu yang salah, Chika akui itu. Tapi bagaimana caranya supaya ia bisa tau, hati ini memilih siapa ? Segala kenangan manis itu bermunculan di benak hati Chika. Chika tau, mungkin ini akan sangat menyakitkan buat Odi. Tapi, dia hanyalah sebuah buku lama yang harus segera ia tutup dan ia singkirkan sejauh mungkin dari hatinya. Ia memiliki seseorang yang meski nggak sempurna, tapi bisa dibilang cukup sempurna untuk seorang cowok. Jadi apalagi yang

Chika butuhkan ? Hatinya sudah puas mendengar Odi mengungkapkan semua isi hatinya. Akhirnya Chika tau, cintanya nggak bertepuk sebelah tangan. Chika memiliki cinta lain yang lebih sempurna, yang akan selalu ada di sisinya, di sampingnya, yang tulus menyayangi dan mencintai Chika hingga ia tua nanti. Kemarin siang, saat Aldo datang ke rumahnya untuk menemani Chika yang lagi sendirian, Chika mulai menyadari sesuatu, Chika membutuhkan Aldo, bukan Odi. Dengan hati yang terasa ringan seakan telah terbebas dari beban berat, Chika memutuskan untuk menolak cinta Odi. Ternyata, perjalanan hidup itu memang nggak mudah untuk dilalui, apalagi di usia remaja. Dan, dari semua ini, Chika bisa belajar satu hal, cinta sejati itu bukan hanya datang dari apa yang selalu kita cari, kita yakni, dan kita impikan selama ini. Tapi, cinta sejati juga bisa datang dengan sendirinya untuk mencari kita, tanpa kita sadari keberadaannya sebelumnya. Meski Chika nggak bisa mendapatkan Odi, tapi ia mendapatkan pria yang lebih baik dari Odi. Yang mulanya ia ragukan, tapi ternyata dialah yang selama ini selalu Chika cari. Menghampiri dengan sendirinya dan mengisi hari-hari Chika dengan apa yang belum pernah Chika alami sebelumnya. Chika sangat mencintai Aldo.

ISI
a. Tema
Tema yang diangkat dalam novel ini adalah tema percintaan. Cerita dalam buku ini hanya sebuah khayalan yang dibuat semenarik mungkin sehingga dapat membuat seseorang tertarik untuk membacanya. Nilai yang bisa di petik dalam novel ini adalah nilai moral karena kita lahir bukan untuk mencari seseorang yang sempurna tuk dicintai, tapi untuk belajar mencintai seseorang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna dan membuat dia sempurna dengan kita mencintainya. (hal. 1)

b. Alur
Jalan cerita yang ada di novel ini menggunakan alur maju, karena masuk akal dengan urutan-urutan kejadiannya. Dan novel ini selalu menimbulkan keingintahuan untuk mengetahui kelanjutannya.

c. Watak
Dalam novel ini pengarang mampu menciptakan tokoh dengan watak yang berbeda-beda, seperti : 1. Chika : Pendendam Mulai sekarang, guru berkumis tebel itu bakal jadi musuh Bebuyutanku. (hal. 8) 2. Odi : Nyebelin, Jutek, Kasar. Apa liat-liat?!Bentak Odi sengak. (hal. 4) 3. Joan : gombal Gue kagum banget sama elo, Chik, udah cantik, baik pula. (hal : 6) 4. Mami Chika : Baik, Pengertian Bangun, Chika, sudah sore, cepet mandi terus shalat ashar. (hal : 10) 5. Tante Lusi : Baik, Ramah Apalagi dari dalam rumah, Tante Lusi terus ngeliatin aku sambil senyum-senyum nggak jelas. (hal. 26) 6. Ola dan Neina : Baik, Jujur, Penasehat yang baik Masa sih, Chik, selera loe yang begituan? Kan banyak cowok yang mau sama elo. Neina kembali tertawa cekikikan (hal. 30) Tapi, nanti kalau elo udah nggak cinta, baru deh loe bisa ngeliat dengan jelas, nggak lagi pake teropong bintang.

Ledek Ola (hal. 31) 7. Yoga : Matre Yank, besok kan aku pulang. Kamu nggak mau ngeberi sesuatu gituh buat aku. (hal. 40) 8. Zea : Baik, Setia kawan Pulang bareng gue aja yuk. Tuh, Aldo udah ngejemput. (hal. 78) 9. Aldo :Baik, Pengertian, Setia Selama hampir tiga minggu ini, dia nggak pernah bosen selalu mengantar jemput aku ke sekolah maupun ke mana aja yang kumau. (hal. 97) Teknik yang digunakan yaitu dengan dialog antartokoh dan selain itu juga dengan menggunakan monolog.

d. Sudut Pandang pengarang


Dalam novel ini pengarang tidak menempatkan diri sebagai pelaku, ia hanya menceritakan tentang sebuah cerita fiksi.

e. Setting/Latar
Setting/Latar yang diambil dalam novel ini : 1. Rumah Tante Lusi : Akhirnya aku punya inisiatif langsung pergi ke dapur dan meletakkan kolak pisang dari Mami di atas meja makan seperti biasa kalau tante Lusi nggak ada. (hal. 12) 2. Halaman Rumah : Alhasil demi bisa ketemu Yoga, aku sengaja keluar rumah dan duduk sendirian di ayunan yang ada di halaman rumah. (hal. 14) 3. Mall : Sesampainya di mall, aku dan Yoga pergi ke toko baju, kami pergi ke toko khusus cowok. (hal. 23) 4. Kelas : Hah?Baru juga kembali ke kelas dan duduk di bangku, aku udah harus kembali dikagetkan sama apa yang kudengar. (hal. 31) 5. Dapur : Segera aku berjalan menuju ke dapur. (hal. 66) 6. Rumah Ola : Kami masuk ke rumah Ola, langsung ke kamar. (hal. 90) 7. Gerbang Sekolah : Aku menunggu hingga setengah jam di depan gerbang sekolah, tapi nggak juga kulihat mobil Aldo datang seperti biasa menjemputku. (hal. 123) 8. Taman : Mobil berhenti di depan taman. (hal. 124)

: Dia mempercepat laju mobilnya dan mengajakku pergi ke sebuah rumah makan. (hal. 127) 10. Ruang Tengah : Kami masuk ke dalam rumah, langsung ke ruang tengah. (hal. 149) 11. Kafe Salsabila : Pukul empat sore, seperti yang diminta Odi, aku datang sendiri ke kafe Salsabila. (hal. 157) 12. Kamar : Sesampainya di rumah, aku langsung berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. (hal. 123) Suasana yang terdapat dalam cerita ini yaitu suasana sedih, tegang, kecewa dan bahagia. Pengarang mampu membuat pembaca tenggelam dalam perasaan yang ada pada novel ini.

9. Rumah Makan

f. Gaya Bahasa
Dalam novel ini pengarang menggunakan bahasa gaul, sehingga menimbulkan kesan menarik dalam membacanya. Pengarang tidak menyuguhkan ungkapan-ungkapan baru.

g. Amanat
Pesan yang dapat diambil dari novel ini adalah : Cinta sejati itu bukan hanya datang dari apa yang selalu kita cari, kita yakini, dan kita impikan selama ini. Tapi, cinta sejati juga bisa datang dengan sendirinya untuk mencari kita, tanpa kita sadari keberadannya sebelum nya.

h. Kesimpulan
Kelebihan dari buku novel Perfect Boy ini adalah dapat menjadi contoh yang baik khususnya untuk para remaja agar tidak salah dalam memilih pasangan, dan belajarlah menerima seseorang dengan apa adanya. Buku ini juga dapat membuat kita terbawa dalam suasana yang diceritakannya, karena setiap peristiwa yang ada di novel ini terkesan nyata. Kekurangan dari buku novel ini yaitu pengarang menggunakan bahasa yang terlalu gaul, sehingga mungkin hanya para remaja yang dapat dengan mudah menafsirkan cerita di dalamnya. Novel ini memberikan pesan moral yang sangat baik, maka buku ini sangatlah layak untuk dibaca, namun tidak semua tokoh dalam novel ini dapat ditiru sikap dan tingkah lakunya.

You might also like