You are on page 1of 21

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Kerangka Pemikiran Secara konseptual dampak program BLP dan BLBU terhadap perbaikan struktur

lahan

pertanian,

produktivitas,

kesempatan

kerja,

pendapatan

dan

pertumbuhan

perekonomian lokal dapat divisualisasikan seperti pada Gambar 3.1. Dampak ini terjadi pada dua level, yaitu (a) level usahatani dan keluarga petani dan (b) level perekonomian desa.

Lahan pertanian miskin bahan organik

Penggunaan pupuk anorganik berlebihan

Pemberian pupuk organik

HYV dan pupuk anorganik Peningkatan Produktivitas Lahan meningkat

Perbaikan struktur fisik, kimia dan biologi lahan

Pabrik pupuk organik lokal berkembang

Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan buruh serta pendapatan pengusaha UKM

Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan buruh, serta pendapatan petani

Permintaan bahan baku untuk pupuk organik

Peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat

Peningkatan laju pertumbuhan perekonomian lokal dan pemerataan pendapatan

Gambar 3.1. Dampak Program BLP dan BLBU Program terhadap Produktivitas Lahan, Kesempatan Kerja, Pendapatan Petani dan Pertumbuhan Perekonomian Lokal

III-1

3.1.1. Dampak Pada Level Usahatani dan Keluarga Petani Pengaruh pada level usahatani dan keluarga tani disebabkan oleh pemberian pupuk organik (BLP) pada lahan pertanian yang mengalami degradasi sifat fisik, kimia, dan biologi sebagai akibat dari pemberian pupuk organik yang berlebihan dalam kurun waktu yang panjang. Kondisi ini mengakibatkan produktivitas lahan menurun dan mengalami stagnasi pada level yang rendah. Komposisi tanah ideal untuk pertumbuhan tanaman terdiri atas 50% bahan padat mineral, 25% berisi air, 20% berisi udara dan sisanya berupa bahan organik (Soepardi, 1983). Menurut Tisdale and Nelson (1985) secara kimia tanah subur mengandung bahan organik (BO) tidak kurang dari 2%. Ini artinya meskipun Bahan Organik (BO) memiliki kandungan relatif sedikit dibanding material tanah lainnya, tetapi memiliki arti yang sangat besar. umumnya

Namun demikian, tanah-tanah di Indonesia terutama yang bertekstur kasar,

memiliki kandungan Bahan Organik (BO) relatif rendah (<1,5%). Padahal menurut Handayanto (1999) pada sistem pertanian berkelanjutan minimal kadar Bahan Organik (BO) dalam tanah 2%. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Stevenson, 1992). Pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah keras menjadi gembur, sehingga lebih mudah menyerap dan menyimpan air (Blair at al, 2003). Bahan Organik (BO) dapat memantapkan agregat tanah sehingga lebih stabil. Bahan Organik (BO) dapat

meningkatkan daya serap dan kemampuan tanah dalam menahan unsur hara sehingga menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Unsur hara N, P, dan S dapat diikat oleh Bahan Organik (BO) dan menjadi sulit terbawa air (tercuci). Selain itu, mineralisasi Bahan Organik (BO) dalam tanah akan melepaskan sejumlah hara NPK yang berguna bagi tanaman (Tisdale and Nelson, 1985). Pemberian Bahan Organik (BO) juga meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Beberapa mikroorganisme yang berkembang dalam tanah memiliki kontribusi besar dalam penyediaan hara tanaman (Tian, 1997). Singkatnya, pemberian pupuk organik pada lahan akan memperbaiki struktur fisik, kimia dan biologi lahan. Pemulihan kondisi lahan membuat penggunaan pupuk anorganik pada lahan tersebut akan menjadi lebih efisien. Sehingga, kuantitas pemupukan tidak perlu sebesar sebelum pemberian pupuk organik pada lahan tersebut. Dengan demikian, pemberian bantuan bibit bersertifikat (BLBU) yang didukung dengan pemberian pupuk anorganik

III-2

(BLPA) dengan kuantitas yang lebih rendah pada lahan yang telah pulih kondisinya karena pemberian pupuk organik (BLPO) akan dapat meningkatkan produktivitas lahan. Peningkatan produktivitas lahan tersebut akan mengakibatkan dua hal terjadi, yaitu (a) peningkatan penggunaan tenaga kerja pada tingkat usahatani, pengolahan dan pemasaran outputnya, dan (b) peningkatan pendapatan petani sebagai pengelola usahatani. Peningkatan kesempatan kerja meningkatkan pendapatan kaum pekerja yang bekerja di usahatani dan pengolahan dan pemasaran outputnya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya konsumsi mereka. Peningkatan konsumsi ini akan menggerakkan perekonomian lokal untuk bertumbuh lebih cepat. 3.1.2. Dampak pada Level Perekonomian Desa Menelusuri dampak program BLP dan BLBU jauh lebih kompleks pada level perekonomian desa dari pada menelusuri dampaknya pada level usahatani. Peningkatan kesempatan kerja meningkatkan pendapatan kaum pekerja yang bekerja di usahatani yang meliputi pengolahan dan pemasaran outputnya. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya pengeluaran konsumsi dan tabungan mereka. Melalui sektor perbankan tabungan akan disalurkan ke dunia usaha yang akan menggunakannya untuk membiaya investasi usahanya. Peningkatan pengeluaran konsumsi dan investasi tersebut akan mengakibatkan timbulnya efek pengganda (multiplier effects) pada perekonomian. Di sisi lain, permintaan pupuk organik oleh petani lokal akan mendorong berkembangnya industri pupuk organik lokal dan meningkatkan pendapatan pemilik perusahaan pupuk organik tersebut. Berkembangnya industri pupuk organik lokal juga akan meningkatkan kesempatan kerja lokal dan permintaan bahan baku untuk produksi pupuk organik yang berdampak pada peningkatan pendapatan kaum pekerja lokal dan pemasok bahan pupuk organik. Selanjutnya, peningkatan pendapatan pemilik pabrik pupuk, kaum pekerja dan pemasok bahan baku akan berdampak pada peningkatan permintaan barang konsumsi dan tabungan mereka. Melalui sektor perbankan akan disalurkan dana untuk dunia usaha yang akan menggunakannya untuk membiaya investasi usahanya. Peningkatan pengeluaran konsumsi dan investasi tersebut akan mengakibatkan timbulnya efek pengganda (multiplier effects) pada perekonomian. Peningkatan pengeluran konsumsi dan investasi oleh berbagai kelompok yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam program BLP dan BLBU, serta efek pengganda yang diakibatkannya akan menjadi pemicu perekonomian lokal untuk bertumbuh dengan cepat. Singkatnya, program BLP dan BLBU akan memberikan dampak yang sangat

III-3

signifikan peningkatan pendapatan petani, buruh tani dan industri pupuk organik, serta pertumbuhan perekonomian lokal. 3.1.3. Masalah Dampak Program terhadap Distribusi Pendapatan antar Kelompok Hal yang perlu dicermati adalah pelaksanaan program BLP dan BLBU tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga akan berdampak pada distribusi pendapatan. Evaluasi dampak program terhadap distribusi pendapatan antar kelompok sangat penting untuk mendapat perhatian mengingat bahwa salah satu tujuan pokok dari program ini adalah untuk meningkatkan pendapatan kelompok petani pangan dan buruh taninya. Dalam kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sering diikuti dengan memburuknya distribusi pendapatan antar kelompok dimana kelompok miskin yang sesungguhnya merupakan sasaran pemerintah untuk ditingkatkan pendapatannya justru mendapatkan porsi peningkatan pendapatan yang tidak signifikan. Oleh karena itu, dampak suatu program pemerintah (kebijakan publik) tidak hanya penting dilihat dari hanya besarnya dampak, tetapi juga dari sisi distribusinya. Agar hal tersebut dapat dianalisis secara simultan, maka metode analisis yang akan digunakan adalah Social Accounting Matrix (SAM) yang di Indonesia disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia. SAM mula-mula dikembangkan oleh Richard Stone dan kawan-kawan pada tahun 1953 di Cambridge University, Inggris (Pyatt dan Round 1985). Pada dasarnya, pendekatan SAM adalah pengembangan Input Output (IO) dengan mengakomodasikan efek umpan balik dari sektor (neraca) rumah tangga dan mengembangkan kerangka analisis yang memungkinkan penelusuran distribusi pendapatan berdasarkan kelompok rumah tangga. Dengan perkataan lain, SAM memungkinkan untuk melakukan analisis pertumbuhan (PDB, lapangan kerja) dan distribusi secara simultan. Kerangka teoritis dari SAM diawali dengan adanya kebutuhan dasar ( basic needs) dari masyarakat/rumah tangga berupa kebutuhan akan berbagai produk/komoditi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, masyarakat melakukan pembelian kepada sektor-sektor produksi (Gambar 3.2). Hal ini mendorong sektor-sektor produksi untuk beraktivitas guna menghasilkan berbagai kebutuhan masyarakat. Sektor produksi membutuhkan input antara (intermediate inputs) dan faktor produksi. Faktor produksi secara garis besar terdiri dari tenaga kerja dan modal. Tenaga kerja dimiliki oleh sektor rumah tangga, sedangkan modal dimiliki oleh rumah tangga, lembaga keuangan, maupun pemerintah. Balas jasa yang

diterima kedua faktor produksi dikenal sebagai pembagian balas jasa berdasarkan faktor produksi atau dikenal sebagai distribusi pendapatan faktorial. Penjumlahan kedua nilai balas

III-4

jasa tersebut dikenal sebagai nilai tambah dan penjumlahan semua nilai tambah dalam suatu negara dikenal sebagai produk domestik bruto (PDB).
Kebutuhan Dasar

Injeksi

Pengeluaran Rumahtangga terhadap Keinginan PENGELUARAN INVESTASI DAN KONSUMSI PEMERINTAH Distribusi Pendapatan Rumahtangga dan Institusi Lainnya

Pengeluaran Komoditas dan Permintaan Akhir

Swasta Ekspor, Impor, dan Neraca Pembayaran

Pemerintah

Aktivitas Produksi

Faktor-faktor Produksi, PDB, Distribusi Pendapatan Faktorial

Gambar 3.2. Sistem Modular SAM

Rumah tangga menerima pendapatan baik dari gaji/upah maupun pendapatan dari imbalan atas kapital yang dimiliki. Dengan mengelompokkan rumah tangga berdasarkan strata tertentu, maka distribusi pendapatan rumah tangga dapat dideskripsikan. Jika masyarakat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan, maka distribusi pendapatan berdasarkan golongan pendapatan dapat diidentifikasi. Rumah tangga menggunakan pendapatan mereka untuk pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan, investasi, ataupun untuk tabungan. Tabungan tersebut pada dasarnya merupakan proses pembentukan modal yang dapat dimanfaatkan oleh sektor produksi.

III-5

3.1.4. Kerangka Analisis Multiplier IRSAM Mengenai Dampak Pembangunan Pedesaan, Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja Kerangka dasar SNSE terdiri dari empat neraca yaitu; (i) neraca faktor produksi, (ii) neraca institusi, (iii) neraca sektor produksi, dan (iv) neraca lainnya (BPS, 1999). Tabel 3.1 memberikan suatu kerangka SNSE secara agregatif. Setiap sel dengan isian Tij merupakan suatu sub sistem yang menggambarkan transaksi yang terjadi diantara berbagai neraca. Sebagai contoh, T13 merupakan subsistem yang menguraikan distribusi pendapatan (nilai tambah) menurut jenis faktor-faktor produksi pada setiap sektor kegiatan ekonomi. Artinya dalam melakukan proses produksi menghasilkan barang dan jasa yang berjumlah y3 (total output), sektor produksi membutuhkan partisipasi faktor-faktor yang dibayar dengan balas jasa sebesar T13. Untuk neraca faktor produksi nilai T13 merupakan penerimaan, sedangkan untuk neraca sektor produksi nilai tersebut merupakan pengeluaran. Tabel 3.1. Skema Tabel SNSE Secara Agregatif PENERIMAAN Faktor Produksi PENGELUARAN Faktor Produksi Neraca Institusi Endogen Sektor Produksi Neraca Eksogen Jumlah Sumber: BPS, 1999. Pada Tabel 3.1 tersebut notasi Tij digunakan untuk menunjukkan matriks transaksi yang diterima oleh neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Sedangkan notasi yi menunjukkan total penerimaan neraca ke-i, dan yi menunjukkan total pengeluaran neraca kei. Sesuai dengan ketentuan yi harus sama dengan yi untuk setiap i=j. Di dalam tabel SNSE terdapat beberapa matriks. Matriks T merupakan matriks transaksi antar blok dalam neraca endogen. Matriks X menunjukkan pendapatan neraca endogen dari neraca eksogen. Matriks L menunjukkan pengeluaran neraca endogen untuk neraca eksogen, disebut juga leakages. Matriks Y merupakan pendapatan total dari neraca endogen. Sedangkan matriks Y merupakan pengeluaran total dari neraca endogen. 1 1 2 3 4 5 0 T21 0 I1 y1 Neraca Endogen Institusi 2 0 T22 T32 I2 y3 Sektor Produksi 3 T13 0 T33 I3 y3 Neraca Eksogen 4 T14 T24 T34 I4 y4 Jumlah 5 y1 y2 y3 y4

III-6

Distribusi pendapatan neraca endogen dalam tabel SNSE dapat dibuat suatu persamaan sebagai berikut: Y=T+X ............................................................................................. (1)

dimana T merupakan matriks transaksi yang menunjukkan terjadinya transaksi antar neraca seperti T13 T21 dan T32 dan transaksi yang terjadi dalam neraca yang sama seperti T22 dan T33. Hubungan atau Transaksi antar blok dalam SNSE dapat digambarkan sebagai berikut: Kegiatan T33 T32 Institusi T22 T21 T13 Faktor Produksi T11

Gambar 3.3.Transaksi Antar blok dalam SNSE Matriks T sebagai matriks transaksi antar blok di dalam neraca endogen dapat ditulis juga dalam bentuk matriks sebagai berikut: 0 T = 0 0 T21 T32 T13 T22 T33 ......................................................................... (2)

Pada baris satu, T13 menunjukkan penerimaan faktor produksi dan kegiatan produksi. Pada baris ke dua, T21 menunjukkan penerimaan institusi dari faktor produksi dan T22 menunjukkan penerimaan institusi dari institusi itu sendiri. Pada baris ke tiga, T32

menunjukkan penerimaan kegiatan produksi dari institusi dan T33 menunjukkan penerimaan kegiatan produksi dari kegiatan produksi itu sendiri. Matriks transaksi T di atas menunjukkan aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam satuan moneter. Apabila setiap sel dalam matriks T dibagi dengan jumlahnya, maka akan didapatkan sebuah matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan rataan pengeluaran (average expenditure propensities), Aij dapat dirumuskan sebagai pengeluaran sektor (neraca) ke-j untuk sektor ke-i dibagi total pengeluaran ke-j; atau bila dirumuskan adalah sebagai berikut: Aij = Tij / Yj .................................................................................... (3)

III-7

dimana : Aij adalah kecenderungan rataan pengeluaran neraca ke-j untuk neraca ke-i, Tij adalah pengeluaran rataan neraca ke-j untuk neraca ke-i, dan Yj adalah total pengeluaran neraca ke-j. Sedangkan matriks A = 0 A21 0 0 A22 A32 A13 0 A33 ......................................................................... (4)

Persamaan (1) dan (3) di atas dapat dikerjakan lebih lanjut: Y = AY + X atau maka atau jika maka Ai ..................................................................................... (5) = Tij / Yj ........................................................................ (6) = (I-A)-1 X........................................................................ (8) = (I-A)-1 ........................................................................... (9) = Ma X ........................................................................... (10)

(I-A) Y = X .................................................................................. (7) Y Ma Y

Matriks A berisi koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor yang lain. Sedangkan Ma disebut juga pengganda neraca (accounting multiplier ) merupakan pengganda yang menunjukkan pengaruh perubahan pada sebuah sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan sistem SNSE. Besarnya nilai pengganda SNSE menunjukkan besarnya keterkaitan

intersektoral dalam perekonomian (Bautista, 2000). Perhitungan total pengganda neraca setiap sektor terdiri dari beberapa elemen nilai pengganda neraca yaitu: Activity atau gross output multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau dampak terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya peningkatan permintaan output pada suatu sektor i dalam blok produksi. Household Income Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau dampak terhadap pendapatan rumah tangga dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk kelompok rumah tangga (termasuk elemen blok institusi) sepanjang kolom sektor i. Private Income Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan total efek atau dampak terhadap pendapatan pihak swasta dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur swasta (termasuk elemen blok institusi) dalam kolom sektor i.

III-8

Factorial Multiplier . Nilai neraca pengganda ini menunjukkan

total efek atau

dampak terhadap penerimaan blok faktor produksi dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk blok faktor produksi (yang terdiri dari tenaga kerja dan modal) sepanjang kolom sektor i. Blok faktor produksi ini terdiri dari tenaga kerja dan modal. Dalam penelitian ini, besarnya dampak BLP dan BLBU akan menjadi fokus perhatian. Program BLP dan BLBU terhadap perekonomian wilayah, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan melihat dampak subsidi benih dan pupuk terhadap faktor produksi (tenaga kerja dan bukan tenaga kerja), dampak subsidi benih dan pupuk terhadap institusi (rumah tangga, pemerintah, dan swasta), serta dampak subsidi benih dan pupuk terhadap aktivitas produksi. 3.2. Metode Analisis Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak suatu program, maka salah satu pendekatan yang logis untuk digunakan adalah dengan membandingkan nilai dari indikatorindikator pada periode sebelum dengan sesudah program BLP dan BLBU diterapkan (pendekatan before and after). Untuk itu, metode analisis yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Isu, Metode Analisis dan Indikator Observasi
No. 1 Isu yang Diteliti Dampak Progam BLP dan BLBU terhadap produktivitas dan pendapatan petani Metode Analisis Analisis perbandingan antara usahatani sebelum menggunakan BLP dan BLBU dengan usahatani yang telah menggunakannya (before and after approach) Indikator Observasi Penggunaan tenaga kerja per ha B/C per ha usahatani per musim tanam R/C per ha usahatani per musim tanam Persepsi positif Persepsi negatif Saran-saran perbaikan Parameter Kimia, fisika, dan biologi

Respon petani instansi terkait

dan Analisis persepsi terhadap pelaksanaan BLP dan BLBU dan prestasi kerja Analisis perbandingan struktur tanah, hara makro (NPK), kadar bahan organik dan pH tanah, serta jumlah mikroba tanah tanpa dan dengan menggunakan pupuk organik (with and without approach)

Dampak penggunaan pupuk organik terhadap perbaikan kimia dan struktur lahan

III-9

No. 4

Isu yang Diteliti Dampak terhadap kinerja industri pupuk organik lokal yang bermitra dengan PT Pertani

Metode Analisis Analisis deskriptif dan tabulasi mengenai kondisi kinerja sebelum dan sesudah bermitra dengan PT Pertani (before and after approach)

Indikator Observasi Produksi pupuk organik per tahun

Total penerimaan mitra


Jumlah karyawan tetap Jumlah penggunaan tenaga kerja per tahun Sebaran asal daerah tenaga kerja perusahaan mitra Manfaat, hambatanhambatan untuk berkembang, dan saran perbaikan. Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap faktor produksi Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap institusi Dampak subsidi benih dan pupuk terhadap aktivitas produksi

5.

Program BLP dan Analisis Social BLBU terhadap Matrix (SAM) perekonomian wlayah, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi

Accounting

Rumusan kebijakan Analisis deskriptif dan tabulasi publik untuk pengembangan industri pupuk organik lokal dan penyempurnaan program BLP dan BLBU Rumusan kebijakan Analisis deskriptif dan tabulasi publik untuk penyempurnaan program BLP dan BLBU

3.3.

Sumber Data, Metode Penarikan Sampel Responden dan Ukuran Sampel Sampel penelitian ini terdiri dari berbagai objek. Untuk mengetahui dampak

penggunaan pupuk organik pada fisik, kimia dan biologi tanah; dilakukan pemilihan sampel lokasi yang merepresentasikan sebaran program dan jenis tanah serta usahatani. Sementara untuk mendapatkan dampak BLP pada produktivitas dan pendapatan usahatani dilakukan pemilihan sampel untuk petani responden. Pemilihan mengikuti sebaran program dan jenis usahatani petani dengan membandingkan before and after. Demikian pula untuk merepresentasikan industri pupuk organik, mengikuti sebaran industri pupuk organik yang telah menjalin kerjasama dengan PT Pertani dan yang belum.

III-10

3.3.1. Dampak Program BLP dan BLBU terhadap Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani. Lokasi penelitian terdiri atas 7 provinsi, dimana setiap provinsi dipilih masing-masing 2 kabupaten, dan selanjutnya untuk tiap kabupaten dipilih 1 hingga 3 kecamatan contoh. Pemilihan lokasi berdasarkan data distribusi subsidi. Selanjutnya, pemilihan responden petani dilakukan secara acak sederhana rata-rata 12 orang petani per kecamatan sampel, masing-masing untuk petani padi, jagung dan kedelai. Sebagaimana dipaparkan pada Tabel 3.4. total sampel petani padi adalah 330 orang, dimana dari setiap petani diperoleh dua informasi usahatani padi untuk perbandingan before and after. Jumlah usahatani padi yang dianalisis berjumlah 660 rumah tangga. Namun, untuk responden petani jagung penerima bantuan BLP dan BLBU, sampel hanya dipilih dari 4 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Jumlah petani sampel di keempat provinsi tersebut sama dengan responden petani padi. Total sampel responden petani jagung adalah 150 orang dengan jumlah usahatani yang dianalisis sebanyak 300 unit. Sementara total sampel responden Kedelai adalah 120 orang dengan jumlah usaha tani yang dianalisis sebanyak 240 unit yang terangkum dari 4 provinsi terpilih. Responden adalah yang menerima bantuan BLP pada tahun 2010.. Responden dipilih dari daftar penerima bantuan yang dimiliki oleh petugas pertanian setempat. Usahatani yang dijadikan contoh adalah contoh petani yang dipilih secara acak. Perbandingan antara usahatani sebelum menggunakan pupuk organik dengan yang menggunakan pupuk organik, dilakukan untuk persil lahan yang sama. Metode pengambilan sampel berdasarkan Metode Purposive Sampling. Responden terpilih merupakan responden yang mendapatkan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) untuk petani padi dan jagung, serta UPSUS Kedelai untuk petani kedelai. Responden petani padi dan jagung merupakan petani yang memperoleh bantuan benih, pupuk organik granul, dan pupuk organik cair. Sementara, responden petani kedelai dipilih petani yang mendapatkan bantuan benih, pupuk Rhizobium dan Soil Netralizer

III-11

Tabel 3.3. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Padi di Seluruh Provinsi Lokasi Studi. Provinsi 1. Sumatera Utara 2. Lampung 2. Lampung Utara; Abung Timur 3. Bengkulu 4. Jawa Barat 1. Bengkulu Tengah; Karang Tinggi 1. Cianjur; Cikalong Kulon dan Mande 2. Sukabumi; Surade, Cibitung, dan Jampang Kulon 1. Grobogan; Penawangan 2. Brebes; Songgom 1. Bondowoso; Tegal Ampel dan Wonosari 2. Banyuwangi; Licin dan Sempu 7. Sulawesi Selatan Total 1. Gowa; Patta Lassang dan Bonto Marannu 30 30 30 30 30 30 30 30 30 330 30 30 30 30 30 30 30 30 30 330 Kabupaten; Kecamatan 1. Deli Serdang; Sibiru-biru 1. Lampung Timur; Raman Utara Usahatani Padi Sebelum Sesudah 30 30 30 30

5. Jawa Tengah

6. Jawa Timur

Berdasarkan Tabel 3.6. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani padi tersebar di tujuh provinsi di Indonesia, tujuh provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan tiga kecamatan. Untuk masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan BLP dan BLBU serta 30 responden setelah mendapatkan bantuan BLP dan BLBU. Jumlah total responden untuk komoditi padi sebelum mendapatkan bantuan BLP dan BLBU sebanyak 330 responden, dan jumlah total responden untuk komoditi padi setelah mendapatkan bantuan BLP dan BLBU sebanyak 330 responden. Sehingga total jumlah sampel usaha tani sebanyak 660 rumah tangga.

III-12

Tabel 3.4. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Jagung di Seluruh Provinsi Lokasi Studi. Provinsi 1. Sumatera Utara 2. Bengkulu 3. Jawa Barat 4. Jawa Timur Total Kabupaten; Kecamatan 1. Deli Serdang; Pancur Batu dan Sibiru-biru 1. Kepahiang; Kepahiang 1. Cianjur; Cikalong Kulon dan Mande 2. Sukabumi; Surade, Cibitung, dan Jampang Kulon 1. Bondowoso; Tegal Ampel Usahatani Jagung Sebelum Sesudah 30 30 30 30 30 150 30 30 30 30 30 150

Berdasarkan Tabel 3.7. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani jagung tersebar di tujuh provinsi di Indonesia, tujuh provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dari setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan tiga kecamatan. Untuk masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan dan 30 responden setelah mendapatkan bantuan. Jumlah total responden sebelum mendapatkan bantuan BLBU sebanyak 150 responden, dan jumlah total responden untuk komoditi jagung setelah mendapatkan bantuan BLBU sebanyak 150 responden. Sehingga total jumlah sampel usaha tani sebanyak 300 rumah tangga. Tabel 3.5. Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Usahatani Kedelai di Seluruh Provinsi Lokasi Studi Provinsi 1. Sumatera Utara 2. Bengkulu 3. Jawa Tengah 4. Sulawesi Selatan Total Kabupaten; Kecamatan 1. Langkat; Binjai 2. Kota Binjai; Binjai Timur 1. Kepahiang; Ujan Mas 1. Kendal; Kangkung 1. Sidrap; Pitu Riawa Usahatani Kedelai Sebelum Sesudah 15 15 15 15 30 30 30 30 30 30 120 120

Berdasarkan Tabel 3.8. sebaran dan jumlah sampel untuk usahatani kedelai tersebar di empat provinsi di Indonesia, empat provinsi tersebut diantaranya Provinsi Sumatera

Utara, Bengkulu, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Dari setiap provinsi terdiri dari satu sampai dengan 2 Kabupaten. Dari setiap kabupaten terdiri dari satu kecamatan. Untuk

III-13

masing-masing kecamatan dipilih 30 sampel responden. Untuk masing-masing provinsi dipilih 30 sampel responden sebelum mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai serta 30 responden setelah mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai. Jumlah total responden untuk komoditi kedelai sebelum mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai sebanyak 120 responden, dan jumlah total responden untuk komoditi kedelai setelah mendapatkan bantuan UPSUS Kedelai sebanyak 120 responden. Sehingga total julah sampel usaha tani kedelai sebanyak 240 rumah tangga. 3.3.2. Pengukuran Tingkat Kepuasan Petani Untuk mengukur tingkat kepuasan petani digunakan Customer Satisfaction Index (CSI). CSI merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mendukung peneliti agar dapat mengetahui tingkat kepuasan petani secara menyeluruh. Pengukuran CSI terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan petani akan setiap atribut produk benih BLBU dan pupuk BLP yang mempengaruhi kepuasan petani dengan menggunakan skala likert 2. Menghitung rata-rata skor kepentingan dan rata-rata skor kepuasan masing-masing atribut. 3. Weighting Factors (WF), adalah suatu fungsi dari Mean Importance Score (MISi) masing-masing atribut dalam bentuk persentase yang berasal dari total Mean Importance Score (MIS-t) dari semua atribut produk yang diuji.

WF =
Dimana i = atribut ke-i

MISi 100% Total MIS

4. Weight Score (WS), ialah fungsi dari Mean Satisfaction Score (MSS) yang dikalikan dengan Weighting Factors (WF) WS = MSS x WF 5. Weight Average Total (WAT), ialah fungsi dari total Weight Score (WS) dari semua atribut WAT = WS1 + WS2 + ..WS ke-i

III-14

6. Customer Satisfaction Index (CSI), ialah fungsi dari Weighted Average (WA) dibagi dengan skala maksimum yang digunakan atau Highest Scale (HS), dalam hal ini skala empat (4).

CSI =

WA 100% HS

Pada umumnya apabila nilai CSI diatas 50 persen dapat dikatakan bahwa pelanggan, dalam hal ini petani sudah merasa puas, demikian sebaliknya apabila nilai CSI dibawah 50 persen dikatan belum puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi kedalam lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas (Tabel.). Kriteria ini mengikuti modifikasi kriteria yang dibuat oleh PT Sucofindo dalam melakukan survey kepuasan pelanggan. Tabel 3.6. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index Nilai CSI 0,81- 1,00 0,66- 0,80 0,51- 0,65 0,35- 0,50 0,00- 0,34 Kriteria CSI Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas

3.3.3. Dampak Pemberian Pupuk Organik terhadap Perbaikan Sifat Kimia dan Struktur Tanah Dampak pemberian pupuk organik yang disalurkan ke petani, baik cair maupun granul, yang menjadi bagian dari BLP diamati di 4 provinsi, meliputi Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pupuk organik diberikan pada tanaman padi sawah, jagung dan kedelai pada saat tanam dengan dosis bervariasi antara 50300 kg/ha untuk pupuk organik granul (POG) dan 1-2 liter/ha untuk pupuk organik cair (POC). Area padi sawah yang diberi pupuk organik pada kajian ini merupakan sawah berpengairan setengah teknis dan tadah hujan, sementara untuk kedelai dan jagung berada pada area tegalan (tanpa pengairan teknis). Hampir di setiap lokasi, pemberian POG dan POC merupakan yang pertama (tahun ke-1). Evaluasi dampak pemberian pupuk (organik, rhizobium, dan soil netralizer) terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi dari lahan pertanian yang diusahakan dilihat dari perubahan atau perbedaan sifat-sifat tersebut dibandingkan dengan sifat-sifat yang sama dari lahan pertanian yang tidak diberi pupuk atau bantuan.

III-15

Gambaran sifat fisik, kimia dan biologi diperoleh dengan melakukan analisis tanah dari contoh-contoh tanah terganggu yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm dan dari contoh tidak terganggu pada kondisi jenis komoditas yang sama dan karakteristik lahan (perlakuan pemupukan, pengelolaan lahan, dan kelerengan) yang relatif sama. Jumlah contoh tanah yang diambil pada setiap provinsi, kabupaten dan kecamatan terpilih. Berdasarkan pertimbangan ini maka dapat diketahui karekteritik contoh tanah yang diambil pada lokasi terpilih seperti terlihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7.
No

Karakteristik Contoh Tanah


Komoditas Perlakukan Pemupukan Demplot Lahan Petani yang mendapat bantuan Pupuk dan Benih Lahan Tanpa Bantuan Jenis Contoh Tanah Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample (sifat fisik) Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample (sifat fisik) Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample (sifat fisik) Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample (sifat fisik) Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample (sifat fisik) Kesuburan Tanah, Biologi Tanah dan Ring Sample (sifat fisik)

Padi

Demplot Lahan Petani yang mendapat bantuan Pupuk dan Benih Lahan Tanpa Bantuan

Kedelai

Pada komoditas Jagung contoh tanah tidak diambil karena dari hasil temuan lapang komoditas ini tidak mendapatkan pupuk, sehingga tidak perlu dilakukan analisis dampak pemberian pupuk. Contoh tanah diambil pada setiap provinsi dan di kabupaten atau kecamatan terpilih. Selain itu, contoh tanah hanya diambil pada 1 atau 2 desa tergantung dari jumlah desa yang mendapatkan bantuan pada setiap kecamatan. Sebaran dan total contoh tanah yang diambil pada setiap provinsi dan pada 2 komoditas (kedelai dan padi sawah) dapat dilihat pada Tabel 2. Pengambilan contoh tanah juga mempertimbangkan keterwakilan komoditi di suatu provinsi, sehingga pada provinsi dimana terdapat 2 komoditi (kedelai dan padi sawah) ditetapkan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah, sedangkan provinsi dengan 1 komoditas tidak dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh tanah, kecuali bila karakteristik lahan sangat berbeda, misalnya pada Provinsi Jawa Barat ditemukan pemberian bantuan pupuk pada lahan kering. Lahan demplot bantuan pupuk tidak ditemukan pada semua lokasi, sehingga contoh tanah dari lahan demplot tidak harus ada pada setiap lokasi pengambilan

III-16

contoh tanah. Total jumlah contoh tanah adalah 37 yang terdiri dari contoh kesuburan tanah, contoh biologi tanah, dan contoh tidak terganggu (ring sample). Tabel 3.8. Sebaran dan Jumlah Contoh Tanah
Kedelai Provinsi/Kabupaten 1. Sumatera Utara a. Deli Serdang b. Kota Binjai c. Langkat 2. Bengkulu a. Kepahiang b. Bengkulu Tengah 3. Lampung a. Lampung Timur b. Lampung Utara 4. Jawa Barat a. Sukabumi b. Cianjur 5. Jawa Timur a. Bondowoso b. Banyuwangi 6. Jawa Tengah a. Kendal b. Grobokan 7. Sulawesi Selatan a. Sidrap b. Gowa Total Demplot Pupuk Tanpa Pupuk Demplot Padi Pupuk 2 2 1 Tanpa Pupuk 2 Jumlah*

4 3

1 2 1

3 3

1 1

2 2

1 1

4 4

1 1 1 1 2 2 2 1 1 1

4 4 4 4 37

Pengambilan contoh tanah terganggu untuk kesuburan dan biologi tanah dilakukan sebagai berikut: a. b. Permukaan tanah dibersihkan dari rumput atau ranting atau sampah; Contoh tanah diambil pada kedalaman 0 sampai 20 cm sebanyak 300 gram pada 5 titik berbeda yang menyebar pada lahan terpilih dengan mengunakan bor, cangkul atau sekop. c. Kelima contoh tanah tersebut dicampur dengan baik dan merata dalam kantong plastik besar atau tempat ember. d. Dari contoh tanah yang sudah tercampur baik tersebut diambil separo atau kurang lebih 750 gram untuk contoh tanah kesuburan dan biologi tanah, kemudian masing-masing dimasukan dalam kantong plastik (ukuran 1 kg) dan diikat kuat dengan gelang karet.

III-17

e.

Kedua contoh tanah tersebut diberi label (misalnya Biologi-Demplot-Padi-Desa A, Kesuburan-Demplot-Padi-Desa A, dst.)

f.

Kalau tersedia GPS receiver lokasi pengambilan contoh tanah ditetapkan dan dicatat koordinat geografis. Sementara, pengambilan contoh tanah tidak terganggu diambil dengan ring sample

dan dilakukan dengan mengikuti langhah-langkah berikut: a. b. Permukaan tanah dibersihkan dari rumput atau ranting atau sampah; Ring Sample diletakkan pada tanah dengan bagian yang runcing menghadap ke tanah (kebawah), kemudian dibuat lingkaran dengan titik pusat pada ring sample dengan garis tengah 2 kali lebih besar. c. Lingkaran diluar ring sample digali sedalam kurang lebih 30 cm, sehingga terbentuk lubang lingkaran. d. Kemudian Ring Sample ditekan vertikal dengan hati-hati dengan menggunakan penekan ring sample (kayu), kalau ternyata sulit untuk menekannya dapat dipukul-pukul dengan palu kayu perlahan-l;ahan. e. Setelah tanah yang berada di dalam ring sample sudah muncul di atas bibir ring bagian atas maka penekanan dihentikan, kemudian bawahnya dipotong dengan pisau atau atau sekop. f. Ring yang sudah berisi tanah tersebut kemudian diratakan dikedua sisinya dengan pisau tajam dan tipis (cutter), sehingga kedua permukaan betul-betul rata dengan kedua bibir ring sample. g. Terakhir kedua bagian muka tanah tersebut ditutup dengan tutup ring yang terbuat dari plastik dan diberi label. h. Kalau tersedia GPS receiver perlu dicatat koordinat geografis dari lokasi pengambilan contoh tanah tsb. Parameter sifat kimia yang akan diamati adalah pH, C (karbon organik ), N (nitrogen), P(posfor), K (kalium), KTK (Kapasitas Tukar Kation), KB (Kejenuhan Basa), unsur mikro seperti Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), dan Zn (seng), sedangkan parameter sifat fisik yang akan diamati terbatas pada bobot isi. Sementara, parameter sifat biologi terdiri total mikroba, respirasi, dan rhizobium. Parameter analisis tanah dan metode analisis sifat-sifat tanah disajikan pada Tabel 3.5.

III-18

Tabel 3.9. Parameter Sifat-sifat Tanah dan Metoda Analisis yang Digunakan dalam Studi No. Parameter Metode Kimia 1 pH (H2O dan KCl) pH-meter 2 C-organik (%) Walkley dan Black 3 N-total (%) Kjeldahl 4 P2O5 cadangan (mg/100g) Ekstrak HCl 25% 5 K2O cadangan (mg/100g) Ekstrak HCl 25% 6 P2O5 tersedia (ppm) Bray 1 7 K2O tersedia (ppm) Morgan 8 KTK (me/100g) Ekstrak NH4Oac pH 7 9 KB (%) Perhitungan 10 Fe, Mn, Cu, dan Zn (ppm) Ekstrak HCl, AAS Fisika 11 Bobot Isi Ring sample Biologi 12 Total mikroba Plate count agar 13 Respiransi Titrasi 14 Rhizobium Plate count agar 15 Azotobacter Plate count agar Parameter setiap sifat-sifat tanah diatas yang diperoleh dari analisis contoh tanah akan dievaluasi dengan membandingkankannya dengan kriteria tingkat kesuburan dari PPT dan membandingkan antar parameter sifat kimia, fisik dan biologi dari lahan yang diberi pupuk dan tanpa pupuk. Evaluasi pertama untuk melihat apakah lahan yang dianalisis merupakan lahan dengan tingkat kesuburan rendah, sedang dan tinggi, sedangkan evaluasi yang kedua untuk mendapatkan gambaran apakah ada perubahan terhadap sifat kimia, fisik, dan biologi sebagai dampak dari pemberian pupuk. 3.3.4. Dampak Program BLBU dan BLP terhadap Pengembangan dan Kinerja Pabrik Pupuk Organik Pelaksanaan program BLBU dan BLP telah mendorong berkembangnya pabrik pupuk skala mitra di berbagai daerah. Sejauh ini, sebagian dari pabrik pupuk organik ini telah bermitra dengan PT Pertani dalam memproduksi dan menyalurkan pupuk organik. Untuk menganalisis dampak program ini terhadap perkembangan dan kinerja pabrik-pabrik pupuk organik, maka akan dilakukan interview mendalam dengan 2 mitra pupuk organik di masingmasing wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Adapun rincian dari sampelnya di tampilkan pada tabel di bawah ini. Namun, karena persebaran lokasi pabrik pupuk organik yang bermitra dengan PT Pertani tidak selalu mengikuti lokasi kabupaten studi, maka pemilihan

III-19

mitra PT. Pertani contoh akan didasarkan pada pertimbangan skala produksi pupuk organiknya. Adapun untuk sebaran wilayah mitra produsen pupuk yang menjadi sampel terdapat di 5 provinsi yang meliputi 7 (tujuh) kabupaten. Mitra PT Pertani yang memproduksi Pupuk Organik Granul (POG) terdapat di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang sebanyak 2 mitra, sebanyak 3 (tiga) mitra terdapat di Provinsi Jawa Barat Kabupaten Sukabumi, satu mitra terdapat di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Mojokerto, dan di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 2 mitra di Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Gowa. Sementara untuk mitra produsen Pupuk Organik Cair yang menjadi sampel terdapat di Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Magelang. Mitra produsen pupuk soil netralizer yang menjadi sampel sebanyak satu mitra yang terdapat di Provinsi Jawa Barat Kabupaten Cianjur dan mitra yang memproduksi rhizobium terdapat 2 unit pabrik di Kabupaten Cianjur yang dijadikan sampel. Tabel 3.10. No. 1 2 3 4 5 Sebaran dan Jumlah Sampel untuk Mitra Produsen Pupuk Organik di Seluruh Provinsi Lokasi Studi Provinsi Sumatera Utara Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Total Jumlah Contoh Mitra sampel 3 6 2 2 2 15

3.3.5. Respon Instansi Terkait Respon dari berbagai instansi yang terkait, seperti Dinas Pertanian Kabupaten, Penyuluh Pertanian, kepala desa, dan LSM akan di kaji dari informasi primer berupa opini dari pimpinan atau pihak yang dianggap memiliki kompetensi yang paling baik pada lembaga yang bersangkutan. Pemilihan responden dilakukan secara metode purposive. Diskusi ataupun tanya-jawab dilakukan dengan metode interview mendalam. Interview akan dipandu dengan kuesioner yang telah dikembangkan oleh tim peneliti terlebih dahulu.

III-20

3.3.5. Dampak Progam BLP dan BLBU terhadap Perekonomian Wilayah, Penciptaan Lapangan Kerja, dan Pertumbuhan Ekonomi Data yang digunakan untuk menganalisis dampak ini adalah data sekunder dan data primer. Data ini bersumber dari (a) Tabel Input Output / SAM Indonesia tahun 2005, (b) Koefisien teknis beberapa komoditi perkebunan utama indonesia (c) Koefisien teknis beberapa industri hilir perkebunan Indonesia. Data tersebut diharapkan dapat diperoleh dari BPS, produsen pupuk, benih, dan hasil survey.

III-21

You might also like