You are on page 1of 11

HUBUNGAN ANTARA MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN

Soal : 1. Jelaskan tujuan dari diterapkannya model konseptual keperawatan dalam proses keperawatan ! sertakan contoh ! 2. Jelaskan hubungan dari keempat komponen di dalam model konseptual keperawatan yaitu lingkungan, manusia, kesehatan dan keperawatan terhadap proses praktik keperawatan ! 3. Jelaskan kerangka kerja praktik dari teori model berikut ini beserta contoh : a) Jean Waston b) Margareth Newman c) Johnson d) Myra Levine e) Cnats 4. Apakah menurut kelompok anda penerapan model konseptual keperawatan dalam proses keperawatan sudah dilaksanakan sepenuhnya oleh praktisi perawat di tempat kerja (Rumah sakit/klinik) dan sesuai ruang lingkup area keperawatannya (Pediatri/anak, Maternitas/ibu hamil melahirkan, KMB, Psikiatri, Intensif, Kegawatdaruratan, Komunitas, Manajemen) ? Jelaskan alasan dan sertakan bukti artikel/jurnal ! 5. Carilah 2 gambar tentang proses praktik keperawatan, selanjutnya deskripsikan dan hubungkan dengan penerapan model konseptual keperawatan ! (Contoh : gambar perawat memandikan klien sesuai teori 14 kebutuhan dasar henderson yaitu menjaga tubuh tetap bersih dan rapi)

Jawaban : 1. Tujuan dari diterapkannya model konseptual keperawatan dalam proses keperawatan adalah untuk dapat memungkinkan perawat untuk menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat, perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktik keperawatan. Selain itu juga untuk mengidentifikasi masalah masalah yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan.

Contoh : seorang klien dengan penyakit demam berdarah sudah tiga minggu dirawat di rumah sakit namun kondisinya tak kunjung membaik, setelah dilakukan pendekatan pada klien tersebut perawat menemukan bahwa ada kebutuhan klien yang selama ini belum terpenuhi, maka dari itu perawat berusaha memenuhi kebutuhan klien sehingga tindakan tersebut membantu klien mencapai tahao kesembuhan lebih cepat. Hal ini sesuai dengan teori Orlando yang menyebutkan bahwa klien adalah individu dengan kebutuhan, dimana bila kebutuhan tersebut dipenuhi makan stress akan berkurang, meningkatkan kepuasan atau mendorong pencapaian kesehatan optimal.

2. Hubungan dari keempat komponen di dalam model konseptual keperawatan yaitu lingkungan, manusia, kesehatan dan keperawatan terhadap proses praktik keperawatan adalah semua memiliki sistem terbuka yaitu saling berhungan satu sama lain. Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dimana apabila lingkungan kotor maka kesehatan manusia akan terganggu sehingga manusia perlu merawat dirinya/membutuhkan perawatan dari orang lain. Keperawatan dengan lingkungan juga sangat berpengaruh dimana jika seorang sedang rehabilitasi maka akan memerlukan lingkungan yang bersih.

3. Kerangka kerja praktik dari teori model berikut ini beserta contoh : a) Jean Waston : Teori ini mencangkup filosofi dan ilmu tentang caring ; caring merupakan proses interpersonal yang terdiri dari intervensi yang menghasilkan pemenuhan kebutuhan manusia (Torres, 1986) Contoh : Seorang perawat yang menunjukkan sikap empatinya kepada seorang klien anak yang divonis menderita kanker. b) Margareth Newman : Teorinya mendefinisikan kesehatan sebagai terungkapnya atau memperluas kesadaran dan keperawatan sebagai kekuatan integratif yang berfokus pada keutuhan orang tersebut. Contoh : Seorang perawat memperlakukan lansia dengan penyakit strokenya dengan sangat baik, ia tetap memandang klien tersebut sebagai manusia utuh walaupun klien tersebut sudah tidak bisa bicara atau merespon apapun. c) Johnson : Kerangka dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuh kategori perilaku. Tujuan individu adalah untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan adaptasi terhadap tekanan tertentu (Johnson, 1980; Torres, 1986) Contoh : Seorang perawat membantu klien lansia yang hendak buang air besar dengan memapahnya menuju toilet. d) Myra Levine : Model adaptasi manusia ini sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh didasari oleh empat prinsip konservasi keperawatan (Levine, 1973) Contoh :

e) Cnats : Praktik keperawatan dapat didefinisikan secara umum sebagai hubungan yang dinamik, penuh perhatian dan pertolongan dimana perawat membantu klien untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan optimalnya. Contoh :

4. Menurut kelompok kami, penerapan model konseptual keperawatan dengan proses keperawatan belum dilaksanakan sepenuhnya, karena masih terdapat kasus malpraktek dalam keperawatan medical bedah. Buktinya : Kasus Malpraktek Dalam kesehatan Kasus Malpraktek dalam bidang Orthopedy Gas Medik yang Tertukar Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebi dahulu. Pembiusan dilakukan oleh dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy). Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya. Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi (N2O) yang dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberia CO2 pada pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat fatal. Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di mesin anastesi. Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan

cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.

Tinjauan Kasus Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum Sangsi hukum Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa)seperti dalam kasus malpraktek dalam bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia. Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhatihati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana. Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan, Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau

kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah. Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan. Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Kepastian hukum Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa

dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI) Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat. Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi. Jelasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap dokter hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani. Arinya dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia. Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur

dalam kode etik. Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undangundang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hokum profesinya. Solusi Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam sanksi hokum serta segala macam pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal ini keselahan pemberian atau pemasangan gas setalah oparasi paembedahan tulang di atas maka pencegahan terjadinya malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikan sistem, mulai dari pendidikan hingga ke tata-laksana praktek kedokteran. Pendidikan etik kedokteran dianjurkan dimulai lebih dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari dan juga perlu terus ada pelatihan dan pengenalan akan segala macam alat ataupun obat yang harus dipakai dalam pelaksanaan profesi kedokteran ataupun semua tenaga pelayanan kesehatan agar kesalahan dalam diagnosis atau kesalahan dalam pemberian obat dapat diminimalisir . Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan. Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter. Diyakini bahwa hal ini adalah bagian tersulit dari upaya sistemik pencegahan malpraktek, oleh karena diperlukan kemauan politis yang besar dan serempak dari

masyarakat profesi kedokteran untuk mau bergerak ke arah tersebut. Perubahan besar harus dilakukan. Undang-undang Praktik Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapat membawa kita ke arah tersebut, sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar. Standar pendidikan ditetapkan guna mencapai standar kompetensi, kemudian dilakukan registrasi secara nasional dan pemberian lisensi bagi mereka yang akan berpraktek. Konsil harus berani dan tegas dalam melaksanakan peraturan, sehingga akuntabilitas progesi kedokteran benar-benar dapat ditegakkan. Standar perilaku harus ditetapkan sebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan dapat ditegakkan daripada sekedar kode etik. Demikian pula standar pelayanan harus diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam praktek, sedangkan ketentuan rinci agar diatur dalam pedoman-pedoman. Keseluruhannya akan memberikan rambu-rambu bagi praktek kedokteran, menjadi aturan disiplin profesi kedokteran, yang harus diterapkan, dipantau dan ditegakkan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Profesional yang kotor dibersihkan dan mereka yang busuk dibuang dari masyarakat profesi. Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan ditegakkan. Dalam hal ini peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu mencegah praktek kedokteran tanpa kewenangan atau di luar kewenangan, mampu memaksa para profesional bekerja sesuai dengan standar profesinya, serta mampu memberikan suasana dan budaya yang kondusif bagi suburnya praktek kedokteran yang berdasarkan bukti hokum dank ode etik yang berlaku. Kesimpulan Malprktek dalam bidang orthopedy adalah suatu tinndakan kelalaian yang dilakukan oleh dokter atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala macam tindakan pembedahan khususnya pembedahan pada tulang. Dimana dalam kasus ini si pasien yang pada awalnya hanya mengalami masalah pada tulangnya pada akhirnya harus menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena kesalahan pemberian gas setelah operasi. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang maka perlu ada jalan keluarnya

yakni dengan cara; pembenahan majemen rumah sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan. Saran Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulis serta siapa saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidang kesehatan, hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkin untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dangan tugas kita nantinya, agar segala macam dindakan pelanggaran ataupun kelalaian dapat diminimalisir atau kalau bisa dihilangkan.

Sumber : http://marselsaefatukeperawatan.blogspot.com/2011/01/kasus-malpraktek-dalamkesehatan.html

5. Seorang perawat sedang membantu klien untuk makan, ini termasuk ke dalam 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Henderson yaitu makan dan minum yang cukup.

Perawat membantu klien untuk mengatur posisi klien, ini termasuk ke dalam 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Henderson yaitu, bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki.

You might also like