You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS

Oleh: XXXXXXX

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

A. PENGERTIAN Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Sylvia A Price& Lorraine Wilson, 2002). Dengan kata lain pada sirosis hepatisi ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Tarigan P., dkk, 1981). B. FISIOLOGI Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu : 1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). 2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : 1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES 2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 3. Pembentukan cholesterol 4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid 3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya

organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000 4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. 5. 6. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K Fungsi hati sebagai detoksikasi Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. 7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism. 8. Fungsi hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. C. ETIOLOGI Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang memiliki dua klasifikasi etiologi, yakni etiologi yang diketahui penyebabnya dan etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Telah diketahui juga bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis

dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002). Etiologi sirosis hepatis yang diketahui penyebabnya meliputi: 1. Hepatitis virus Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. 2. Alkohol Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras (Brunner & Suddarth, 1996). Alkohol dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa sirosis hepatis. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi, 2002). 3. Malnutrisi Faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut Campara (1973) untuk terjadinya sirosis hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin. 4. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin. 5. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu : penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.

6.

Sebab-sebab lain Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. Sedangkan, untuk etiologi sirosis hepatis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan

sirosis kriptogenik. Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, Sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein. Berdasarkan etiologi-etiologi tersebut, sirosis hepatis digolongkan menjadi tiga tipe (Brunner & Suddarth, 1996). , yakni: 1. 2. 3. (kolangitis). D. PATOFISIOLOGI Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi

ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikta yang disertai nodul.

E. KLASIFIKASI Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. 2. 3. makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 4. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 5. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh : Skor/parameter Bilirubin(mg %) Albumin(mg %) Protrombin time (Quick %) Asites Hepatic Ensephalopathy F. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan tingkat kegagalan hepatoselullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat dibagi 2 bentuk: 1. kebetulan. 2. Stadium dekompensata Sirosis hati dengan gejala nyata, gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat malabsorbsi, defisiensi Stadium kompensata Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan 1 < 2,0 > 3,5 > 70 0 Tidak ada 2 2-<3 2,8 - < 3,5 40 - < 70 Min. sedang (+) (++) Stadium 1 & 2 3 > 3,0 < 2,8 < 40 Banyak (+++) Stadium 3 & 4 Mikronodular Makronodular Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan

asam empedu atau akibat malnutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gallstones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hematokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta. Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas, dapat terjadi karena menurunnya daya perfusi pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang rnenurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi porta),selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik. Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut. Pada sistim neurologis ensepalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaan dan ernosi. Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan: Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati. Limpa : sering teraba membesar Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites. Manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hiporom normositer, hipokrom mikrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis kurang baik.

Kenaikan kadar transaminase (SGOT/SGPT) tidak merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, lebih sensitf tapi kurang spesifik.

Albumin : Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.

Pemeriksaan CHE(kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal mempunyai prognosis yang jelek.

Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.

Radiologi. Esofagoskopi Ultrasonografi Tomografi komputerisasi Angiografi selektif

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakteriai spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase. H. PENATALAKSANAAN 1. Pembatasan aktifitas fisik tengantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.

2. 3.

Pengobatan berdasarkan etiologi Dietetik Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus dikurangi (1gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Kalori 150 % dan kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA) Lemak diberikan 30-40% dari jumlah kalori Vitamin tenutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan RDA12. Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites

4.

Medikamentosa Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik. Sebagai hepatoprotektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. D-penicilamine. Pemberian penicilamin selama 1-7 tahun pada pasien dengan Indian Chilhood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology. Cyclosporin; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak 3mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas . Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol dan nitroglisen Antivirus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel hati.

5.

Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi Pengobatan Hipertensi portal Asites

Asites

dapat

diatasi

dengan

retriksi

cairan

serta

diet

rendah

natrium

(0,5mmol/kgbb/hari),10-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb/ harisampai dosis maksimal 6 mg/ kgbb/hari. Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampal 6 mg/kgbb/hari. Transplatasi hati, merupakan merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis. I. KOMPLIKASI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. J. Perdarahan gastrointestinal Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan. Koma Hepatikurn. Ulkus Peptikum Karsinoma hepatosellular Infeksi Hepatic encephalopathy Hepatorenal Syndrome Hepatopulmonary Syndrom Hypersplenism Edema dan ascites

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Diagnosa Keperawatan 1 Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus) Tujuan : Status nutrisi baik Intervensi : a. BB tiap minggu. Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang

Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik. b. dengan diet. Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik. c. mulut Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar diantara makan. Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005). d. kebutuhan kultural. Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien. e. anjurkan makan-makanan lunak. Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan. f. Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium. Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat. g. tinggi serat dan tinggi karbohidrat. Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah h. Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan. Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, Identifikasi makanan yang disukai termasuk Berikan makanan sedikit dan sering sesuai

Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare. i. pemasukan oral 2. Diagnosa Keperawatan 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan. Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas. Intervensi : a. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP). Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. b. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K) Rasional : Memberikan nutrien tambahan. c. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien. d. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri. 3. Gangguan Intervensi : a. b. pada kulit. Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma. c. d. haluaran cairan setiap hari. Ubah posisi tidur pasien dengan sering. Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema. Timbang berat badan dan catat asupan serta Batasi natrium seperti yang diresepkan. Rasional : Meminimalkan pembentukan edema. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat integritas Tujuan : Integritas kulit baik Diagnosa Keperawatan 3 : kulit berhubungan dengan pembentukan edema. Kolaborasi pemberian antiemetik Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan

Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik e. ekstremitas edematus. Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema. f. g. Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya. Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar. Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed. Philadephia. Lippincott-Raven Publishers Doenges, E Marilynn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2002). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Process. 6th Ed. Mosby Sujono, Hadi. (2002). Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Ed ke-7. Bandung Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. (1981). Tinjauan Penyakit Hati di Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP.

PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS

PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS

2. Masalah keperawatan yang muncul 1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit 2. Perubahan nutrisi kruang dari kebutuhan 3. Intoleransi aktivitas 4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan 5. Resiko tinggi perdarahan 6. Gangguan body image 7. Cemas 8. Nyeri 9. Pola nafas tidak efektif 3. Diagnosa keperawatan dan intervensi a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d Kehilangan berlebihan melalui diare Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler nadi perifer dan haluan urine individu sesuai Intervensi : Mandiri : 1. Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian Catat kehilangan melalui diare. Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian efek terapi. 2. Kajian tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. Rasional : Indikator volume sirkulasi/perfusi. 3. Periksa adanya asites atau edema Rasional : Deteksi kemungkinan pendarahan dalam jaringan 4. Observasi tanda perdarahan Rasional : Absorbsi vitamin K terganggu pada GI Kolaborasi : 1. Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht. Na+ albumin, dan waktu pembekuan. Rasional : Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema. Defisit pada pembekuan potensi beresiko pendarahan. 2. Berikan :

a. Cairan Intra Vena Rasional : Memberikan cairan dan penggantian elektrolit b. Protein hidrolisat Rasional : Memperbaiki kekurangan albumin/protein dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke system sirkulasi c. Vitamin K Rasional : Karena Absorbsi terganggu, penambahan dapat mencegah masalah koagulasi, yang dapat terjadi bila faktor pembekuan waktu protrombin ditekan. d. Antasida, simetidin Rasional : Menetralisir/menurunkan sekresi gaster e. Obat-obatan anti diare Rasional : Mengurangi kehilangan cairan/elektrolit dari saluran GI b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d Gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic karena anoreksia, mual/muntah. Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi Intervensi : Mandiri : 1. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan pagi paling besar Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi 2. Berikan perawatan mulut sebelum makan Rasional : Menghilangkan rasa tak enak, meningkatkan nafsu makan 3. Anjuran makan pada posisi duduk tegak Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan Kolaborasi : 1. Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien, dengan memasukkan lemak dan protein sesuai toleransi Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan lemak jika terjadi diare. Pembatasan protein diidentifikasikan pada hepatitis kronis karena akumulasi produk akhir dapat mencetuskan hepatic ensefalopati. 2. Awasi glukosa darah Rasional : Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi, memerlukan perubahan diet. 3. Berikan obat sesuai indikasi

c. Intoleransi aktivitas b.d Fatique, depresi, mengalami keterbatasan aktivitas Hasil yang diharapkan : Menunjukkan teknik atau perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas Intervensi : Mandiri : 1. Tingkatkan tirah baring, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai kebutuhan Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan 2. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi 3. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendiri pasif/aktif. Rasional : Peningkatan nadi dan penurunan TD menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi. 4. Catat perubahan mental tingkat kesadaran Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemi. 5. Hindari pengukuran suhu rektal, hati-hati memasukkan selang GI Rasional : Rektal dan vena esofageal paling rentan untuk robek. d. Gangguan body image b.d Ikterik, perasaan isolasi Hasil yang diharapkan : Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan/kebutuhan isolasi Intervensi : Mandiri : 1. Kontrak dengan pasien mengenai waktu untuk mendengar. Dorong diskusi perasaan masalah Rasional : Penyediaan waktu meningkatkan hubungan saling percaya dan memberikan kesempatan pada kijen untuk mengekspresikan perasaan. 2. Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup Rasional : Penilaian dan orang lain akan merusak harga diri lebih lanjut 3. Kaji efek penyakit pada faktor ekonomi klien/orang terdekat Rasional : Masalah finansial mungkin terjadi karena kehilangan peran fungsi klien. 4. Diskusikan harapan penyembuhan Rasional : Periode penyembuhan mungkin lama (lebih dari 6 bulan) potensial stress keluarga/situasi dan memerlukan perencanaan, dukungan dan evaluasi. 5. Anjurkan klien menggunakan warna merah terang atau biru/hitam daripada kuning atau hijau Rasional : Meningkatkan penampilan Kolaborasi :

Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen anti ansietas Rasional : Membantu dalam manajemen kebutuhan istirahat. e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan b.d akumulasi garam empedu dalam jaringan Hasil yang diharapkan : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus Intervensi : Mandiri : 1. Gunakan air mandi dingin, hindari sabun alkali, berikan minyak kalamin sesuai indikasi Rasional : Mencegah kulit kering berlebihan 2. Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk, usahakan kuku jari pendek, lepas baju ketat, berikan sprei katun Rasional : Menurunkan potensi cidera kulit 3. Berikan masase waktu tidur Rasional : Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan mamberikan kenyamanan Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi, misal : antihistamin dan antilipemik Rasional : Antihistamin untuk menghilangkan gatal dan antilipemik untuk asam empedu pada usus dan mencegah absorbsinya. f. Resiko tinggi perdarahan b.d Gangguan faktor pembekuan, gangguan absorpsi vit K Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hemeostatis dengan tanpa perdarahan, menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan Intervensi : Mandiri : 1. Kaji adanya perdarahan GI, observasi warna dan konsistensi feses, drainase NGT, atau muntah Rasional : Traktus GI paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak. 2. Observasi adanya petekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber Rasional : Sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan 3. Awasi nadi, tekanan darah, dan CVP bila ada g. Cemas b.d kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan Hasil yang diharapkan : - Menguraikan program pengobatan yang benar - Menjelaskan rasional bagi terapi dan perawatan diet

- Mengenali komplikasi apabila penyakitnya berlanjut Intervensi : Mandiri : 1. Jelaskan dasar pemikiran program prinsip terapi hepatitis 2. Uraikan rasional bagi terapi, perawatan dan diet yang tepat 3. Bantu pasien menyusun jadwal dan checklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri 4. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang 5. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya h. Nyeri b.d inflamasi pada hati dan bendungan vena porta Hasil yang diharapkan : - Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak mengerut, menangis, intensitas dan lokasinya) Intervensi : Mandiri : 1. Yakinkan pasien bahwa Anda mengetahui nyeri yang dialami pasien nyata dan akan membantunya dalam menghadapi nyeri tersebut 2. Gunakan skala pengkajian nyeri untuk mengidentifikasi intensitas nyeri 3. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kwalitas, frekuensi dan durasi 4. Catat keparahan nyeri pasien dalam bagan 5. Identifikasi dan dorong pasien untuk menggunakan strategi yang menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya i. Pola pernafasan tidak efektif b.d Pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret Intervensi : 1. Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan Rasional : Pernafasan dangkal/cepat kemungkinan ada sehubungan dengan hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen 2. Auskultasi bunyi tamabahan nafas Rasional : Kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan 3. Ubah posisi sering dorong nafas dalam latihan dan batuk Rasional : Membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak 4. Berikan O2 sesuai indikasi Rasional : Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia 5. Berikan posisi semi fowler

Rasional : Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.

DAFTAR PUSTAKA 1. Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa I Made Kaniasa, edisi 3, Jakarta, EGC, 1999. 2. Himawan. Sutisna, Patologi, Jakarta, Bagian Patologi Anatomi FKUI, 1996. 3. Hudak, Carolyn. M, Keperawatan Kritis, Alih bahasa Adiyanti Monica. E.D, edisi 6, volume 2, Jakarta, EGC, 1997. 4. Price, Syivian Anderson, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, Alih bahasa Agung Waluyo, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001. 5. Sjaifoellah Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, FKUI, 1996. 6. Smeltzar, Suzanna. C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth, edisi 8, volume . 2, Jakarta : EGC, 2001. Diposkan oleh Nyoman"S Nagh DhoogentzZ di 15.58

You might also like