You are on page 1of 11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 PROLAPSUS GENITALIA Prolapsus genitalia digolongkan dalam dua golongan yaitu inversio vagina atas dan eversio vagina bawah. Inversio dan eversio ini dapat terjadi bersama sama atau berbeda waktu, akan tetapi faktor penyebabnya cukup berbed. Inversio vagina atas primer disebabkan oleh adanya paksaan dan kerusakan dari otot penyokong vagina atas (ligamen) terutama karena persalinan atau karena tekanan intraabdominal yang tinggi dan kronis atau karena kelemahan jaringan penyokong tersebut sejak dari bawaan. Eversio vagina terjadi karena hilangnya penyokong atau lemahnya otot vagina bawah, terutama karena kerusakan diafragma pelvis dan urogenital, biasanya kerusakan ini akibat trauma persalinan, atau karena atrofi jaringan jaringan penyokong pelvis pasca menopause, dimana hormon estrogen sudah berkurang. Secara klinik kita dapat mengetahui apakah inversio dulu yang timbul atau eversio. Penderita disuruh meneran: Jika terlihat sistokel da rektokel dulu kemudian disusul oleh serviks, jaringan penyokong bawah yang rusak maka eversio lebih dominan. Jika terlihat serviks lebih dulu dan disusul oleh sistokel atau rektokel, kerusakan terjadi pada jaringan penyokong vagina atas maka inversio lebih dominan. Bentuk bentuk prolapsus vagina a. Sistokel : Turunya kandung kemih melalui fasia puboservikalis, sehingga dinding vagina depan jadi tipis dan disertai penonjolan ke dalam lumen vagina. b. Urethrokel : Hilangnya penyokong dari fasia puboservikalis dan fasia pubo urethralis

14

c. Enterokel : Biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin menyertai uterus turun ke dalam vagina. d. Rektokel : kelemahan dinding vagina belakang yang menyebabkan penonjolan dari rektum ke dalam vagina. e. Prolapsus uteri : terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum transversal.

3.2 PROLAPSUS UTERI 3.2.1 Definisi Prolaps uteri adalah turunnya uterus ke dalam vagina dan serviks turun ke rongga vagina melalui introitus vagina.1,3

3.2.2 Epidemiologi Di indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, wanita dengan pekerjaan berat. Di rumah sakit Pringadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause dan 31,74 % wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur 40 tahun.

3.2.3 Etiologi Prolaps uterus terjadi berhubungan dengan adanya cedera pada fasia endopelvis, termasuk ligamentum uterosakrum dan ligamentum cardinal. Prolaps uterus juga merupakan hasil dari peningkatan tekanan intra abdomen. Predisposisi anatomis juga berpengaruh untuk terjadinya prolaps. Faktor- factor yang menyebabkan peningkatan tegangan pada otot- otot bagian pelvis, seperti bronkitis kronis, asma dan bronkiektasis, obesitas, juga termasuk factor predisposisi. Multiparitas dan faktor usia juga dapat menjadi faktor predisposisi dari prolaps uterus. Prolaps terkadang juga disertai dengan enterokel, rektokel ataupun sistokel.1,3,4

15

3.3.3

Patofisiologi Patofisiologi prolaps uterus berhubungan dengan patofisiologi dari prolaps

organ pelvis dan bersifat multifaktorial. Bump dan Norton menyusun suatu konsep dimana faktor resiko dinilai sebagai predisposing, inciting, promoting, atau decompesation. Pada temuan dengan MRI di dapatkan pada wanita dengan POP bahwa hilangnya kemampuan otot levator ani dan adanya stress incontinence. Penjelasan teoritis untuk temuan ini adalah adanya atropi otot akibat dari denervasi dari cedera saat persalinan atau peregangan otot yang berlebihan saat persalinan, pengaruh umur dan status hormonal.3

Gambar 1. Patofisiologi Prolaps Uteri2

16

3.3.4

Tanda dan Gejala Gejala utama yang sering dikeluhkan pasien adalah rasa penuh, atau ada

sesuatu yang keluar di area perineal. Pada kasus serviks dan uterus keluar melalui rongga vagina, serviks dapat dilihat menonjol di introitus, sehingga pasien mengira ia memiliki tumor di vaginanya. Saat terjadi prolaps total, pasien akan merasa massa tersebut akan keluar dari introitus. Karena prolaps terkadang berhubungan dengan dinding vagina anterior dan posterior, gejala dari adanya sistokel ataupun enterokel mungkin muncul.4 Gejala klinik berbeda beda dan bersifat individual, terkadang penderita datang dengan prolaps yang cukup berat tetapi tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolap ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan keluhan yang hampir selalu di jumpai: Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna Rasa sakit di panggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang. Prolapsus uteri: o Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri. o Leukorea karena kongesti pembuluh darah didaera serviks dan karena infeksi serta luka pada porsio uteri. Jarang terjadi ulserasi ataupun perlukaan pada serviks ataupun epitel vagina, namun pasien dapat mengeluhkan adanya nyeri atau perdarahan per vaginam. Sekret dari serviks atau vagina sering keluar dan ini menunjukkan adanya infeksi sekunder.3

17

3.3.5 Derajat dan Staging Prolaps Uteri Prolaps uteri derajat 1 jika prolaps mencapai rongga atas vagina. Derajat 2 jika prolaps di rongga vagina dan berada di daerah introitus. Derajat 3 jika prolaps telah melewati rongga vagina, serviks dan uterus keluar melalui introitus.2

Gambar 2. Derajat Prolaps Uterus3 Staging Prolaps uteri mengikuti staging yang ditetapkan oleh International Continence Society, the American Urogynecologic Society, and the Society of Gynecologic Surgeons pada tahun 1996 untuk menentukan staging dari Pelvic Floor Prolaps.3

18

Gambar 3. Staging Pelvic floor Prolapse2

3.3.6 Komplikasi Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah: a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina, karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal dan berkerut dan berwarna keputih putihan. b. Dekubitus, jika serviks uteri terus keluar dari vagina maka ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka dan radang yang lambat laun akan menjadi dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih lebih pada penderita lebih lanjut.

19

c. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia, turunya uterus dapat

menyebabkan penyempitan ureter sehingga menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. e. Infeksi saluran kencing, adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas keatas dan dapat menyebabkan pielonefritis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal. f. Kesulitan waktu persalinan, jika wanita dengan prolapsus uteri hamil makan waktu persalinan akan menimbulkan kesulitan dikala pembukaan sehingga kemajuan persalinan terhalang. g. Hemoroid, varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid. h. Inkarserasi usus halus, usus halus masuk enterokel dapat terjepit sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi.

3.3.7 Penatalaksanaan Penanganan prolapsus uteri bersifat individual terutama pada mereka yang mempunyai keluhan. Penanganan kasus prolapsus uteri pada dasarnya ada dua yaitu konservatif dan operatif. Tindakan konservatif biasanya diambil bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operatif dan pasien menolak untuk dilakukan tindakan operatif. Metode konservatif yang dipilih antara lain latihan Kegel, pesarium dan terapi sulih hormon. Pada kasus prolaps minimal tidak dibutuhkan pengobatan, kecuali pasien mulai merasa tidak nyaman. Pesarium dapat digunakan untuk mengembalikan posisi uterus seperti semula. Pada prolaps ringan, pemasangan pesarium bermanfaat dan memiliki

20

angka keberhasilan yang tinggi. Penggunaan pesarium harus disesuaikan dengan pasien, terutama dari segi ukuran.3 Indikasi penggunaan pesarium adalah kehamilan, penderita belum siap untuk dilakukan operasi, penderita menolak untuk dilakukan operasi dan untuk menghilangkan simptom yang ada, sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan. Komplikasi dari pesarium jarang terjadi jika digunakan dengan benar. Pemberian krim estrogen dapat mencegah terjadinya komplikasi pada wanita post menopause dengan atropi vagina. Komplikasi dapat berupa infeksi vagina, perdarahan, rasa kurang nyaman, erosi vagina dan ulserasi dan impaksi.4 Gambar 4. Jenis-jenis Pesarium3

21

Indikasi untuk dilakukan tindakan operatif pada prolapsus uteri, tergantung pada faktor umur penderita, keinginan untuk mendapatkan anak lagi, tingkat prolasus dan adanya keluhan. Macam macam operasi yang dilakukan pada prolapsus uteri adalah: a. Ventrofiksasi Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak, operasi ini dilakukan dengan cara memendekkan ligamentum rotundum ke dinding perut.

b. Operasi Manchester Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, dimuka serviks. Dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang. Tindakan ini menyebabkan infertilitas. Bagian yang penting dari operasi Manchester adalah penjahitan ligamentum kardinale didepan serviks karena dengan tindakan ini

ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi dan turunya uterus dapat dicegah.

c. Histerektomi vaginal Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus di angkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolapsus vagina dikemudian hari. d. Kolpokleisis (operasi Neugebauer Le Fort) Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding

22

belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak diatas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga menimbulkan inkontinensia urin.

Perbaikan operatif dari prolaps uterus adalah histerektomi vaginalis dengan penyokong pada vagina. Histerektomi dilakukan secara hati- hati, ligamentum kardinal dan uterosakral di pisahakan untuk menjadi penyokong dari vagina. Ligamentum uterosakral dapat dijahit bersama sehingga daerah cul de sac memendek atau tertutup dan resiko terjadinya enterokel dapat dihindari.3 Pada beberapa kasus histerektomi vagina tidak dianjurkan, yaitu pada kasus adanya riwayat operasi intra abdomen untuk proses inflamasi, seperti endometriosis atau Penyakit Inflamasi Pelvis. Pada kasus tersebut dapat dikerjakan histerektomi abdominalis, diikuti dengan kolporafi vagina anterior dan posterior jika diperlukan. Laparoskopi untuk membimbing histerektomi vaginalis juga dapat dijadikan alternatif pada kasus tersebut.3 Ada beberapa wanita dengan serviks yang hipertropi dan memanjang ke introitus, namun penyokong uterusnya masih bagus, adanya sistokel dan rectokel, tehnik operasi yang digunakan adalah tehnik operasi Manchester (Donald or Fothergill). Tehnik ini menggabungkan koporafi anterior dan posterior dengan amputasi pada serviks dan penggunaan ligamentum kardinal untuk menyokong dinding vagina dan kandung kemih.3 Pada wanita tua dan tidak memiliki aktivitas seksual aktif dapat dilakukan prosedur sederhana, yaitu kolpokleisis parsial. Prosedur ini dijelaskan oleh Le Fort sesuai gambar berikut.3

23

Gambar 5. Prosedur Le Fort2

3.3.8 Prognosis Bila prolapsus uteri tidak di tatalaksana, maka secara bertahap akan memberat. Prognosis akan lebih baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal atau tidak disertai dengan penyakit lainnya. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, dan adanya gangguan sistem kardiovaskular.

24

You might also like