You are on page 1of 11

KORELASI KUALITAS AIR DAN INSIDENSI PENYAKIT DIARE BERDASARKAN KEBERADAAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI CIKAPUNDUNG CORRELATION OF WATER

QUALITY AND INCIDENCE OF DIARRHEA BASED ON THE PRESENCE OF COLIFORM BACTERIA IN CIKAPUNDUNG RIVER
Garneta Radina Badiamurti dan 2Barti Setiani Muntalif Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 1 garnetaradinabadiamurti@yahoo.com dan 2barti_setiani@yahoo.com
1

Abstrak: Air merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang harus dipenuhi. Air dapat memberikan efek tidak langsung dan langsung terhadap kesehatan manusiatergantung pada kualitas. Bertambahburuknya keadaan Sungai Cikapundung dapat disebabkan bertambahnya jumlah serta intensitas aktivitas penduduk yang tidak hanya meningkatkan kebutuhan air tetapi juga meningkatkan jumlah air buangan. Dengan Metode STORET, dapat disimpulkan bahwa kondisi badan air Sungai Cikapundung disumbernya memenuhi baku mutu air bersih peruntukan Kelas III bahkan II namun pada daerah sampling Kelurahan Dago terlihat mulai tercemar ringan selanjutnya dari daerah sampling kelurahan Tamansari menuju Kelurahan Cijagra sudah tercemar sedang. Status Mutu Air tersebut dikaitkan dengan insidensi penyakit diare. Pada penelitian terlihat bahwa jumlah bakteri coliform yang terhitung lewat metode Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT), khususnya nilai fekal coli berbanding lurus dengan nilai insidensi penyakit diare. Kata kunci: Aktivitas Manusia, Metode STORET, Diare, Sungai Cikapundung.

Abstract: Water is a basic need for every human. Water can cause an indirect or direct effect on health depends on the quality of the stream. Condition of Cikapundung River were getting worse, it could be caused from the risen in the number and intensity of population activities. Not only increase water demand but also increases the amount of waste water. With STORET method, it can be concluded that the condition of the Cikapundung body meet water quality standards for Class III and even II in the source. At the Sub-district Dago sampling point it is began lightly poluted and further contamination from the sampling point Tamansari Sub-district to the Cijagra was contaminated medium. Water Quality Status is associated with the incidence of diarrheal disease. In the study showed that the number of coliform bacteria which are calculated by Most Probable Number (MPN) methods, especially the value of faecal coli is proportional to the value of the incidence of diarrheal disease. Key words: Human Activity, STORET Method, Diarrhea, Cikapundung River.

EM7 1

PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk pemenuhan kebutuhan ini, manusia/masyarakat memiliki berbagai alternatif antara lain membeli dari perusahaan penyedia air bersih ataupun beralih kepada pengambilan air bawah tanah. Kedua cara tersebut mengharuskan masyarakat mengeluarkan dana yang relatif tidak kecil. Bagi masyarakat sekitar daerah aliran sungai khususnya ekonomi lemah, pilihan sangat terbatas sehingga terpaksa menggunakan air permukan yang ada seperti air sungai sedangkan kualitas sumber air dari sungai-sungai penting di Indonesia umumnya tercemar amat sangat berat oleh limbah yang berasal dari penduduk, industri lainnya (Pusair; 2004). Limbah tersebut bisa saja mengandung berbagai senyawa kimia serta mikroorganisme yang bila terpapar kepada masyarat dapat memberikan dampak yang buruk (Pusair; 2004). Pencemaran sungai merupakan masalah yang sangat kompleks karena melibatkan banyak faktor selain itu terlihat jelas adanya korelasi positif antara aktivitas manusia dengan penurunan kualitas air sungai di sepanjang Daerah Pengaliran Sungai Cikapundung. Sungai mempunyai fungsi yang strategis dalam menunjang pengembangan suatu daerah, yaitu seringnya mempunyai multi fungsi yang sangat vital diantaranya sebagai sumber air minum, industri dan pertanian atau juga pusat listrik tenaga air serta mungkin juga sebagai sarana rekreasi air. Menurut Harahap (2006), sungai Cikapundung yang terletak di kota Bandung mengalami penurunan kualitas. Hal ini sangat mengkhawatirkan sehingga menjadi perhatian khusus pemerintah daerah karena merupakan sumber persediaan air. Sungai ini mengalir ke Sungai Citarum di hilirnya dan menerima buangan limbah terutama dari rumah tangga (domestic wastes). Peningkatan buangan limbah ke sungai ini menyebabkan juga peningkatnya kadar beberapa pencemar seperti nitrogen. Air digunakan manusia untuk berbagai keperluan antara lain untuk keperluan transportasi, pembentukan tenaga mekanis ataupun listrik, untuk industri, untuk mendapatkan senyawa kimia tertentu seperti garam (NaCl), kalium, bromide, rekreasi, dll. Hal ini menunjukan bahwa adanya hubungan budaya dengan air. Terjadinya perkembangan budaya ini diakibatkan kebutuhan yang dirasakan manusia dan adanya interaksi antara manusia itu sendiri dengan lingkungan air. Bahwa air telah memberikan rangsangan pada perkembangan budaya manusia. Contohnya, pada manusia purba yang dapat dilihat dari benda-benda peninggalan yang sering ditemukan seperti periuk-periuk yang semestinya digunakan untuk menyimpan air. Akhirnya, saat ini badan-badan airlah yang digunakan sebagai wadah untuk membuang kembali semua limbah cair (Slamet; 2004). Penggunaan air sungai yang tercemar tersebut dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat pengguna dengan timbulnya penyakit bawaan air (water borne diseases) salah satunya adalah penyakit diare. Penyakit diare termasuk sepuluh besar penyakit yang sering terjadi di Indonesia walaupun biasanya ada pada peringkat kesembilan namun menjadi penyebab kematian yang cukup besar. Adanya kasus-kasus gangguan kesehatan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai seperti kejadian luar biasa diare yang banyak terjadi pada musim hujan merupakan indikasi bahwa banyak sungai memang telah tercemar berat.Penggunaan air sungai dimaksudkan tidak hanya pada penggunaan langsung atau konsumsi air melainkan juga pada aktivitas-aktivitas domestik lainnya seperti mencuci baju dan perangkat makan. Untuk melihat adakah korelasi antara keberadaan bakteri coliform tersebut dengan kesehatan masyarakat sekitar maka dilakukan survey lapangan yang komprehensif tentang pengunaan air dan pola hidup masyarakat sekitar melalui observasi, wawancara. Sedangkan angka insidensi penyakit yang berhubungan didapat dari Puskesmas yang melayani daerah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat adanya hubungan keberadaan aktivitas manusia baik domestik maupun industri dengan kualitas mutu air sungai berdasarkan kandungan kimia dan keberadaan mikroorganisme khususnya bakteri coliform dengan besarnya timbulan penyakit bawaan air masyarakat sekitarnya. EM7 2

METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kualitas Air dan Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan Program Studi Teknik Lingkungan ITB. Sampling; Berdasarkan persamaan jarak relatif pada peta, pada daerah sepanjang aliran sungai (DAS) Cikapundung ditentukan lima daerah untuk pengambilan sampel. Pada masingmasing daerah juga terdapat perbedaan guna lahan. Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel sesaat (grab sample). Pengambilan sampel dilakukan satu bulan sekali sebanyak 1,5 liter untuk analisis kimia dan 200 ml untuk analisis mikrobiologi. Sampel-sampel ini selanjutnya diawetkan dalam lemari pendingin. Terdapat lima daerah yang merepresentasikan lima daerah yang berbeda di sepanjang aliran Sungai Cikapundung, yaitu daerah: 1. Kelurahan Dago; 2. Kelurahan Tamansari; 3. Kelurahan Babakan Ciamis; 4. Kelurahan Cikawao; 5. Kelurahan Ancol Cijagra. Lokasi dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 1: UTARA

Titik Sampling:
1. Taman Hutan Raya Juanda 2. Jl. Pelesiran 3. Jl. Aceh 4. Jl. M. Ramdan 5. Jl. Suryalaya

Skala: 33.000 Gambar 1 Lokasi Daerah Sampling pada Peta Bandung EM7 3

Analisis Parameter Kimia Air; Penentuan parameter-parameter kualitas air ini mengacu kepada Baku Mutu Air Bersih No: 416/MENKES/Per/IX/1990 dan metode pemeriksaannya berdasarkan pada Standard Methode for the Examination of Water and Wastewater (SMEWW), Edisi 21, tahun 2005. Parameter kimia yang diperiksa antara lain: besi (Fe) secara total diperiksa dengan menggunakan metode phenantroline-spectrofotometer (SMEWW3500-Fe-B), Fluorida (F), Kesadahan (CaCO3) diperiksa dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri EDTA (SMEWW-2340-C), Klorida (Cl-), Mangan (Mn) secara total diperiksa dengan menggunakan metode metode persulfate-spectrofotometer (SMEWW 3500MnB), Nitrat (NO3 N) diperiksa dengan menggunakan metode brucin spectrofotometri (SNI 06-2480 1991), Nitrit (NO2 N) diperiksa dengan menggunakan metode reaksi diazotasi (SMEWW-4500-NO2_B), pH, Sulfat (SO4) MBAS, Zat Organik (KMnO4) diperiksa dengan menggunakan metode titrasi permanganometri (SNI 06-2506 1991), dan sisa klor. Analisis Kandungan Mikroorganisme Air; Pada penelitian ini, untuk pemeriksaan mikrobiologis yaitu bakteri coliform. Penentuan jumlah coliform pada sampel dilakukan dengan metode Jumlah Perkiraan Terbesar (JPT). Metode ini terdiri dari tiga tahap yaitu tes Pendugaa, Konfirmasi dan Komplit. Dengan metode ini, dapat diketahui besarnya kandungan total coliform dan fekal coliform. Media; Kaldu Laktosa Tunggal: pepton (5 gram), ektrak daging (3 gram), Laktosa (5 gram), akuades (1 liter); Levine EMBA: pepton (10 gram), Laktosa (10 gram), K2HPO4 (2 gram), eosin (0,4 gram), Metilen biru (0,065 gram), agar-agar (13,5 gram), akuades (1 liter); EC Broth: Triptosa (20 gram), Laktosa (5 gram), garam bille (1,5 gram), K2HPO4 (4 gram), KH2PO4 (1,5 gram), NaCL (5 gram), akuades (1 liter). Setiap media disterilkan menggunakan autoclave. Penentuan Kualitas Mutu Air; Data kualitas kimia air yang sudah diperiksa selanjutnya disandingkan dengan standard sesuai dengan peruntukan (kelas) sungai berdasarkan PP RI No. 82/2001. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode STORET untuk menentukan kondisi pencemaran pada badan air di masing-masing daerah. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari USEPA (Environmental Protection Agency). Hasil klasifikasi mutu air dalam empat kelas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi Mutu Air Metode Storet: No. Kelas Skor Keterangan 1 A 0 Memenuhi Baku Mutu 2 B -1 s/d -10 Cemar Ringan (CR) 3 C -10 s/d -30 Cemar Sedang (CS) 4 D 31 Cemar Berat (CB) Sumber: Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Pengumpulan Data Sekunder; Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan berupa data kejadian penyakit khusus bawaan air yang disebabkan oleh bakteri coliform. Data dikumpulkan dari berbagai Puskesmas yang ada diberbagai kelurahan tempat dilakukan sampling. Selain itu juga dilakukan dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber dan referensi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Eksisting Daerah Sampling Pemilihan daerah sampling didasarkan atas persamaan jarak relatif pada peta dan adanya perbedaan kegunaan tata ruangnya. Perbedaan terbsebut dapat dilihat pada Tabel 2. EM7 4

Tabel 2 Kondisi Eksisting Daerah Sampling


Titik 1 Kondisi Eksisting Lokasi Keterangan Daerah tempat sampling merupakan hutan lindung dan juga kawasan wisata yang diluar sisinya merupakan perumahan penduduk. Kebutuhan air bersih didapat masyarakat sekitar dari sumur air tanah. Masih juga terdapat masyarakat yang mandi dan mencuci di sungai. Kondisi Hulu: terdapat perkebunan PTPN; Kawasan wisata air terjun Maribaya; kawasan pemukiman sangat sedikit. Lokasi: Hutan raya Ir. H. Juanda 2 Pada daerah ini terdapat pemukiman masyarakat yang padat selain itu banyak terdapat kos-kosan dan terlihat jelas terdapat banyak rumah yang membuang air bekasnya langsung ke sungai dengan mengunakan pipa. Air bersih biasa didapat dari perusahaan penyedia air bersih dan sumur. Kondisi Hulu: terdapat pabrik tahu berskala kecil di daerah Dago Bengkok. Lokasi: Jalan Pelesiran 3 Pada daerah ini terdapat industri berupa pabrik kina. Menurut masyarakat sekitar, industri ini membuang limbahnya ke badan air pada malam hari. Daerah sekitarnya merupakan perumahan masyarakat. Kebutuhan air bersih didapat dari sumur air tanah.

Lokasi: Jalan Aceh 4 Pada daerah ini terdapat terdapat berbagai aktivitas berbeda seperti adanya pasar, universitas, perusahaanperusahaan berbagai skala dan perumahan berbagai skala. Kebutuhan air bersih biasanya didapat dari perusahaan

Lokasi: Jalan Moh. Ramdan 5 Berbagai aktivitas terdapat di daerah ini. Pada daerah ini banyak sekali sampah yang ada pada badan air. Selain itu terdapat jamban yang buangannya langsung ke sungai. Banyak juga perumahan di bantaran sungai yang membuang limbah domestiknya ke seungai dengan menggunakan pipa. Kebutuhan air bersih di banyak diperoleh dari sumur air tanah.

Lokasi: Jalan Suryalaya

Sumber air sungai Cikapundung terdiri dari tiga mata air. Maka, selain kelima daerah tersebut, diperiksa juga kualitas salah satu mata air yang mengaliri sungai Cikapundung yang terletak jauh di atas pegunungan salah satu daerah dekat Lembang. Selanjutnya juga diperiksa kualitas air pada aliran terbuka setelah ketiga mata airnya bertemu pada daerah yang bernama Sasak Bereum. EM7 5

Jumlah penggunaan minimum air oleh masyarakat dialokasikan untuk kebutuhan minum, mandi, cuci, kakus adalah sebesar 138.5 liter/orang/hari. Di bawah ini, disertakan keadaan eksisting rata-rata pada setiap daerah sampling mengenai jumlah penduduk dan penggunaan air bersih per tahun pada tiap kelurahan tempat sampling sehingga dapat diketahui tingkat konsumsi air bersihnya dalam liter/orang/hari, perinciannya terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-Rata Jumlah Penduduk dan Jumlah Air Terpakai per tahunKelurahan Konsumsi Jumlah Rata-Rata Penduduk Air Terpakai (L/org/hari) Titik Nama Kelurahan (orang) (m3/tahun) 1 Dago 20687 703884 93.22035 2 Tamansari 10571 476445 123.4821 3 Babakan Ciamis 9846 417622 116.2066 4 Cikawao 10294 402883 107.2264 5 Cijagra 10295 402884 107.2163 Sumber, 1Penduduk: Suseda; 2007 2 Air Terpakai: PDAM Kota Bandung; 2007 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa konsumsi air bersih yang dapat disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bandung belum dapat memenuhi alokasi penggunaan minimum air pada masyarakat sehingga masyarakat haruslah mendapatkannya dari tempat lain atau usaha lainnya seperti sumur gali atau pompa, dll. Pemeriksaan Coliform Bakteri Coliform adalah jenis bakteri yang umum digunakan sebagai indikator penetuan kualitas sanitasi makanan dan air. Coliform sendiri sebenarnya bukan penyebab dari penyakitpenyakit bawaan air, namun bakteri jenis ini mudah untuk dikultur dan keberadaannya dapat digunakan sebagai indikator keberadaan organisme patogen seperti bakteri lain, virus atau protozoa yang banyak merupakan parasit yang hidup dalam sistem pencernaan manusia serta terkandung dalam faeses. Organisme indikator digunakan karena ketika seseorang terinfeksi oleh bakteri patogen, orang tersebut akan mengekskresi organisme indikator jutaan kali lebih banyak dari pada organisme patogen. Hal inilah yang menjadi alasan untuk menyimpulkan bila tingkat keberadaan organisme indikator rendah maka organisme patogen akan jauh lebih rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (Servais; 2007). Jenis bakteri ini berbentuk bulat, gram negatif, tidak berspora serta memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas apabila di inkubasi pada 35-37C. Bakteri ini terdapat sangat banyak pada faeses organisme berdarah panas, dapat juga ditemukan di lingkungan perairan, di tanah dan pada vegetasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat bakteri coliform pada badan air maka badan air tersebut sudah tercemar oleh faeses. Genus yang termasuk dalam kelompok bakteri coliform antara lain Citrobacter, Enterobacter, Escherichia, Hafnia, Klebsiella, Serratia. Bakteri coliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak pathogen, mudah serta cepat dikenal dalam tes laboratorium serta dapat dikuantifikasikan, tidak berkembang biak saat bakteri pathogen tidak berkembang biak, jumlahnya dapat dikorelasikan dengan probabilitas adanya bakteri pathogen, serta dapat bertahan lebih lama daripada bakteri pathogen dalam lingkungan yang tidak menguntungkan. Eschericia coli, E. coli, merupakan anggota coliform yang dapat dibedakan dari bakteri coliform lain karena kemampuannya memfermentasikan laktosa pada suhu 44C (pada JPT hal ini dilakukan pada tahap terakhir atau saat uji kelengkapan). Pengidentifikasian dapat dilihat dari pertumbuhan dan reaksi yang memberikan warna berbeda pada media kultur khusu. Saat dikulutur pada media EMB, hasil positif E. coli adalah koloni berwarna hijau metalik. Tidak seperti golongan coliform pada umumnya, E. coli merupakan bakteri yang berasal dari feses dan kehadirannya efektif mengkonfirmasi adanya kontaminasi fekal pada badan air. Umumnya, pada fese, E. coli ada sebanyak 11% dari coliforms. EM7 6

Dalam penelitian ini, perhitungan jumlah coliform dilakukan dengan metode Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT). Metode ini terdiri dari tiga uji atau tes dengan tahapan uji pendugaan, uji konfirmasi dan uji komplit. Pada uji pendugaan digunakan media kaldu laktosa sebagai media pertumbuhan untuk membedakannya dari kelompok coliform lain. Hasil positif yang menunjukan adanya bakteri indikator yang diinginkan adalah dengan adanya perbedaan warna pada media dan atau tertangkapnya gelembung udara pada tabung Durham setelah media yang telah diinokulasi tersebut diinkubasi pada 37C selama 242 jam. Hasil dari uji ini sangatlah menentukan karena apabila hasil negatif maka dapat disimpulkan bahwa sampel tidak mengandung bakteri coliform. Pada penelitian ini, semua sampel menunjukan hasil yang positif. Pada penelitian ini, uji atau tes pendugaan dilakukan pada tiga tabung media laktosa tunggal dan sampel air dengan pengenceran 0 - 10-5. Selanjutnya merupakan uji konfirmasi. Pada uji ini digunakan media Levine-EMBA yang merupakan media selektif yang hanya dapat ditumbuhi oleh bakteri coliform karena pada media terdapat senyawa yang menghambat tumbuhnya bakteri selain coliform. Hasil positif pada tes ini menunjukan besarnya kandungan total coliform pada sampel. Hasil diamati pada media yang telah ditanami dengan metode strik dan telah diinkubasi pada 37C selama 242 jam. Total coliform merupakan keseluruhan enterobakter. Sehingga hasil positif yang dilihat pada tes ini tidak hanya adanya koloni hijau metalik dengan warna hitam di tengahnya jika dilihat melalui cahaya yang menunjukan tumbuhnya bakteri E. coli namun juga berbagai tanda positif lain seperti koloni transparan dan berwarna agak kekuningan yang menunjukan adanya Salmonela dan Shigella serta adanya koloni berwarna coklat-abu abu yang menunjukan adanya enterobakter lain. Uji ini sangat bergantung pada uji pendugaan karena nilai pengenceran dikalikan dengan angka yang ada pada Tabel penentuan JPT yang merupakan acuan dalam penentuan jumlah total coliform yang terdapat pada masing-masing sampel. Tes yang terakhir adalah tes kompit. Tes ini menggnakan EC broth yang hanya dapat ditumbuhi oleh bakteri Escheria coli. Hasil positif dari Levine-EMBA diinokulasi secara septik ke medium tersebut dan diinkubasi selama 242 jam pada 44C. Hasil positif ditunjukan dengan adanya gelembung pada tabung Durham. Hasil inilah yang dibandingkan dengan Tabel JPT yang tersedia dan dikalikan dengan pengenceranya. Angka yang didapat menunjukan fekal coliform. Fekal coliform ini yang menunjukan besarnya pencemaran fekal yang terjadi di sungai. Perbedaan keberadaan total coliform dan fekal coli dapat dilihat pada Gambar 2.
1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0

JPT per 100ml

total coliform

fecal coli

Titik Sampling Gambar 2 Hasil Percobaan Jumlah Perkiraan Terbesar Coliform Hasil tersebut di dapat setelah dilakuka percobaan dengan metode JPT atau Jumlah Perkiraan Terdekat yang dilakukan dalam tiga tahapan yaitu uji pendugaan, uji konfirmasi, dan uji komplit. EM7 7

Dari grafik dapat dilihat adanya perbedaan banyaknya bakteri coliform yang terhitung baik total coliform yang merupakan bakteri enterobakter dengan fekal coliform yang merupakan bakteri E. coli. Hal ini dapat disebabkan dengan adanya perbedaan kegunaan tata ruang. Pada daerah sampel Juanda, total coliform terhitunga sebanyak 1,2x106/100 ml sedangkan fekal coliform sebesar 0,09x106/100 ml. Fekal coliform yang terhitung merupakan jumlah paling sedikit yang terhitung dibandingkan dengan sampel air sungai di daerah lainnya padahal total coliform terhitung termasuk yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena sampel yang diambil di Juanda diambil di daerah Hutan Raya Juanda sehingga total coliform yang terhitung merupakan bakteri-bakteri coliform yang berada di lingkungan perairan, di tanah dan pada vegetasi. Pada daerah sampling itu tidak terdapat banyak perumahan dan jamban umum yang melakukan pembuangan langsung ke Sungai Cikapundung. Pada daerah sampel Pelesiran dengan hasil total coliform dan fekal coliform berturut-turut 1,5x106/100 ml dan 0,64 x106/100 ml. Total coliform yang terhitung merupakan yang paling tinggi diantara yang lain. Hal ini dapat terjadi karena masuknya limbah dari industri tahu yang ada di hulu daerah sampel. Fekal coliform yang terhitung juga jauh lebih tinggi dari yang daerah sebelumnya. Keadaan yang sama (adanya peningkatan pada kedua jenis coliform tersebut) juga ditunjukan pada daerah sampel Moh. Ramdan (Langlangbuana). Hasil yang ditunjukan berturut-turut adalah 0,43x106/100 ml dan 0,15 x106/100 ml. Selain itu, kedua daerah ini juga sama-sama merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang banyak terdapat kos-kosan mahasiswa. Pada daerah ini juga terdapat banyak rumah yang memiliki pembuangan berupa pipa yang langsung mengarah ke sungai. Pada daerah Langlangbuana, sampel diambil tepat dibawah pasar. Pada daerah sampel Aceh dan Soekarno-Hatta, dapat dipastikan bahwa bakteri yang terhitung adalah fekal coliform. Pada daerah sampel Aceh, terhitung jumlah total dan fekal coliform sebesar 0,23 x106/100 ml. Jumlah kedua coliformnya turun drastis dari daerah sampel sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada daerah pengambilan terletak di dekat pabrik obat yang memproduksi kina dan membuang limbahnya ke Sungai Cikapundung. Limbah yang dibuang mengandung senyawa desinfektan yang membunuh bakteri. Senyawa ini masih terbawa hingga daerah sampel selanjutnya (Langlangbuana) sehingga pada daerah ini jumlah kedua jenis coliform relatif sedikit. Adanya fekal coliform disebabkan pada daerah tersebut terdapat jamban umum di pinggir sungai dan pipa pembuangan air limbah domestik dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada daerah sampel Soekarno-Hatta, total dan fekal coliformnya menunjukan angka 0,93x106/100 ml. Pada daerah ini, terjadi peningkatan jumlah bakteri akibat hal tersebut di atas serta senyawa dari limbah yang masuk ke Sungai Cikapundung dari daerah sampel Aceh sudah jauh berkurang bahkan hilang. Status Mutu Air Sungai Sebelum ditentukan status mutunya, pada air sungai terlebih dahulu ditentukan peruntukannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Pada Peraturam Pemerintah ini, sungai dibagi menjadi empat kelas, yaitu Kelas I diperuntukan untuk air baku air minum. Kelas II diperuntukan bagi prasarana/sarana rekreasi, ikan air tawar, peternakan dan pertamanan. Kelas III diperuntukan bagi pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan pertamanan. Dan Kelas IV diperuntukan untuk mengairi pertanaman. Pada sungai Cikapundung, diberlakukan kelas II dan III. (Bukit; 1995) Sebelumnya, dilakukan penentuan parameter sampel yang diperiksa yang mengacu pada baku mutu air bersih No: 416/MENKES/per/IX/1990. Peraturan ini digunakan sebagai acuan karena diketahui bahwa sudah sangat sedikit masyarakat yang menggunakan air sungai untuk dikonsumsi atau sebagai air minum. Kebanyakan masyarakat menggunakannya sebagai pengganti air bersih. Pemanfaatan air dapat mengubah kualitas air sungai tersebut maksudnya pemanfaatan badan air bagi buangan dapat mengubah kualitas air sedemikian rupa, sehingga air di daerah hilir tidak dapat dimanfaatkan bagi keperluan perikanan, penyediaan air bersih, dan industri. Atas dasar ini maka dapat disimpulkan bahwa tidak akan mungkin memaksimalkan EM7 8

pemanfaatan air bagi satu keperluan tanpa mengurangi pemanfaatan air bagi keperluan lainnya (Slamet; 2004). Pada penelitian ini dilakukan penilaian status mutu air sungai Cikapundung dengan menggunakan metode STORET pada setiap daerah dari Hulu berupa mata air sampai hilir yang terdapat di Kota Bandung. Hasilnya secara jelas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Status Mutu Air Sungai Cikapundung kelas II Kelas III Lokasi Nilai Status Mutu Nilai Status Mutu mata air 0 baik 0 Baik Sasak Bereum -6 tercemar ringan -6 tercemar ringan Dago -6 tercemar ringan -6 tercemar ringan Tamansari -12 tercemar sedang -12 tercemar sedang Babakan Ciamis -12 tercemar sedang -12 tercemar sedang Cikawao -12 tercemar sedang -12 tercemar sedang Cijagra -12 tercemar sedang -12 tercemar sedang Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa badan air dipergunakan untuk mengalirkan air buangan sehingga dapat dipastikan adanya pengurangan kualitas air di daerah hilirnya. Badan air ini tidak diperuntukan sebagai sumber air bersih. Selain itu, setiap jenis pemanfaatan air akan mengakibatkan terbentuknya air buangan yang harus disalurkan secara baik karena air buangan berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Analisis Hubungan Keadaan Air sungai dengan Kesehatan Masyarakat Diare, merupakan penyakit yang sudah dikenal karena gejalanya sangat jelas yaitu, buang air besar yang lebih sering dari biasanya, dengan tinja yang lembek sampai cair. Kemudian penderita akan merasa lemas, perut sakit/ mules, terkadang disertai pula dengan mual dan muntah, panas, serta sakit kepala. Bahkan ada pula yang diarenya kemudian bercampur darah dan lendir. Menurut Depkes, di Indonesia umumnya setiap anak mengalami diare rata-rata 1 sampai 2 kali setahun. Diare merupakan salah satu penyebab dari kekurangan gizi. Hal ini disebabkan adanya anoreksia (tidak ada nafsu makan) pada penderita, dan kemampuan tubuh untuk menyerap sari makanan berkurang. Penyakit diare termasuk sepuluh besar penyakit yang sering terjadi di Indonesia walaupun biasanya ada pada peringkat kesembilan namun menjadi penyebab kematian yang cukup besar. Penyakit diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, keracunan makanan dan alergi makanan. Diare akut disebabkan oleh infeksi bakteri (Vibrio cholera, Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, dan non pathogenic bacteria bila jumlahnya berlebihan), infeksi virus (Enterocytopathogenic orphan lype 18/ECHO, Poliomyelitis, Coxsackie, Orbivirus), keracunan makanan dan alergi makanan. Diare khronis disebabkan oleh Enteropathogenic Escherichia coli/EPEC, Pseudomonas, Proteus, Staphylococcus, Streptococcus, infeksi parasit (Entamoeba histolitika, Giardia lamblia, Trichuris trichiura). Penularan diare karena infeksi bakteri dan virus biasa melalui air minum sehingga disebut water borne diseases atau penyakit bawaan air. Sehingga pada penyebaran kasus diare, air merupakan media transmisi tidak hidup atau biasa disebut vehicle. Penyakit diare hanya dapat menyebar apabila mikroorganisme penyebab masuk ke badan air yang dipakai oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain pada hidrosfer, penyebaran penyakit diare juga dipengaruhi oleh perilaku masyarakat atau sosiosfer. Penyebaran penyakit ini, seperti penyakit menular saluran pencernaan dapat juga disebabkan karena tidak terbiasanya mencuci tangan setelah buang air, dan komunitas masyarakat tidak mementingkan penyediaan fasilitas cuci ini. Penularan lewat media air, tanah, makanan, dan vektor juga ditentukan oleh perlakuan dan etik masyarakat terhadap lingkungan disekitarnya (Sterrit, 1988). EM7 9

Secara umum, penyakit fekal oral seperti diare dapat menyebar melalui berbagai cara serta media transmisi antara lain melalui tangan yang terkontaminasi, perabot yang tidak bersih, air cucian yang mengandung agen, lalat, dan lainnya. Peran air dalam penyebaran penyakit menular bawaan air dapat melalui berbagai cara: (1) Air sebagai penyebar mikroorganisme pathogen; (2) Air sebagai sarang organisme penyebar penyakit; (3) Jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukupi sehingga manusia dalam masyarakat tidak dapat membersihkan diri dan lingkungan sekitarnya dengan baik (sanitasi buruk); (4) Air sebagai sarang host sementara suatu penyakit. Untuk mendapatkan Gambaran yang menyeluruh terhadap hubungan kondisi air sungai sekitar dengan keadaan kesehatan masyarakat dapat dilihat di Tabel 5. Tabel 5 Korelasi Status Mutu, Coliform serta tingkat Insidensi Diare
JPT Coliform titik (1) Kelurahan (2) status mutu (3) Total (4) Fekal Insidensi Penyakit Angka (5) Persen (6)

1 2 3 4 5

Dago Tamansari Babakan Ciamis Cikawao Cijagra

Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang

1,2x106 1,5x106 0,23 x106 0,43 x106 0,93 x106

0,09 x106 0,64 x106 0,23 x106 0,15 x106 0,93 x106

1104 961 417 421 1033

5.34 9.09 4.24 4.09 10.03

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa adanya korelasi positif antara status mutu sungai dengan jumlah coliform yang terhitung serta insidensi penyakit diare (baik angka maupun persen). Status mutu yang menunjukan tingkat pencemaran sungai (ringan atau sedang) ternyata sebanding lurus dengan nilai coliform khususnya fekal coliform. Pada penelitian ini lebih melihat kepada jumlah fekal coliform karena bakteri inilah yang menunjukan besarnya pencemaran fekal yang masuk ke sungai serta indikator penyebab penyakit diare. Pada titik 3, terjadi penurunan banyaknya jumlah fekal coliform walaupun status mutu sungai tetap cemar sedang. Hal ini karena pada perhitungan status mutu dengan metode STORET nilai yang didapat berasal dari parameter kimia yang tidak memenuhi syarat. Senyawa kimia yang masuk ke badan sungai berasal dari limbah pabrik obat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri koliform. Dari Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa semakin sebanyak jumlah fekal coliform maka jumlah insidensi penyakit diare yang angkanya didapat dari berbagai Puskesmas yang melayani kelurahan tersebut juga semakin banyak tentu saja jumlah persen penyakit tersebut. Persen insidensi penyakit didapat dengan cara membagi jumlah total insidensi dengan banyaknya penduduk yang ada pada kelurahan tersebut. Menurut Atmosukarto (1996), Cara buang air besar yang tidak saniter merupakan sumber penularan penyakit diare yang ditularkan melalui air dan makanan. Kebiasaan buang air besar di permukaan tanah dan kali oleh penduduk di Indonesia masih tinggi, memungkinkan morbiditas diare yang tinggi dan menjadi penyebab kematian yang terbesar di Indonesia. Kakus yang saniter merupakan sarana yang berfungsi untuk memutuskan rantai penularan penyakit diare, mutlak perlu ditingkatkan dalam rangka pemberantasan diare. Program pengobatan diare akan menjadi sia-sia, selama kesehatan lingkungan belum menjamin tidak terjadinya infeksi kembali.

EM7 10

KESIMPULAN Air merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang harus dipenuhi. Air dapat memberikan efek tidak langsung dan langsung terhadap kesehatan manusia. Hal itu tergantung pada kualitas air yang digunakan oleh manusia/masyarakat yang pada penelitian ini difokuskan pada Sungai Cikapundung. Kualitas air berubah karena kapasitas air untuk membersihkan diri (self purification) tidak dapat terlampaui akibat terlalu beratnya pencemar yang masuk ke badan sungai. Hal ini dapat disebabkan bertambahnya jumlah serta intensitas aktivitas penduduk yang tidak hanya meningkatkan kebutuhan air tetapi juga meningkatkan jumlah air buangan. Untuk mengukur pencemaran yang terjadi di Sungai dapat digunakan Metode STORET. Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kondisi badan air Sungai Cikapundung disumbernya memenuhi baku mutu air bersih peruntukan Kelas III bahkan II namun pada daerah sampling Kelurahan Dago terlihat mulai tercemar ringan selanjutnya dari daerah sampling kelurahan Tamansari menuju hilir ujung Kota Bandung yaitu Kelurahan Cijagra sudah tercemar sedang. Buangan-buangan ini yang merupakan sumber pengotor badan air yang apabila airnya digunakan oleh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan air atau dikenal dengan penyakit bawaan air seperti diare. Penyakit ini disebabkan masuknya bakteri pathogen pada badan air. Keberadaan bakteri pathogen ini dapat teridentifikasi melalui keberadaan bakteri indikator yaitu bakteri coliform. Pada penelitian terlihat bahwa jumlah bakteri coliform yang terhitung lewat metode Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT), khususnya nilai fekal coli berbanding lurus dengan nilai insidensi penyakit diare. KETERANGAN Penelitian ini mendapat kontribusi dari PHKI-Teknik Lingkungan ITB. DAFTAR PUSTAKA Atmosukarto, Kusnindar; 1996; Peran Sumber Air Minum dan Kakus Saniter dalam Pemberantasan Diare di Indonesia; Cermin Dunia Kedokteran No. 109, pp. 39; Jakarta Bukit, Nana Terangna; 1995; Water Quality Conservatiom For The Citarum River In West Java; Wat. Sci. Tech. Vol. 31, no. 9, pp. 1-10, Great Britain. Harahap, Yuni Herlina; 2006; Model Transport Dan Pentebaran Ammonium, Nitrit Dan Nitrat (Penelitian Kasus Sungai Cikapundung Bandung); Institut Teknologi Bandung; Bandung. Hidayat, Reri; 2009; KAJIAN DISTRIBUSI BOD-DO DI SALURAN ALAM / SUNGAI (Penelitian Kasus : Sungai Cikapundung Ruas Viaduct - Karapitan); Institut Teknologi Bandung; Bandung. Muntalif, Barti Setiani; 2004; Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan TL5110; Institut Teknologi Bandung; Bandung Purnamasari, Pusair; 2004; Status Mutu Air Sungai; Pusat Litbang SDA; Jakarta Servais, Pierre. Et al; 2007; Fecal bacteria in the rivers of the Seine drainage network (France): Sources, fate and modeling; Universit Libre de Bruxelles; Bruxelles. Slamet, Juli Soemirat; 2004; Kesehatan Lingkungan; Gadjah Mada University Press; Yogyakarta. Sterrit, R. M., J. N. Lester; 1988; Microciology for Environmental and Public Health Engineers; E&F Spon Ltd; London. Wahyudi, Sedyo; 2009; Diare dan Upaya Pencegahannya; Majalah Kasih edisi Pertama; Jakarta

EM7 11

You might also like