Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
Kegunaan autopsi forensik pada hakekatnya adalah untuk membantu penegak hukum untuk menjawab persoalan-persoalan yang di hadapi. Pemeriksaan jenazah di bagian forensik meliputi pemeriksaan luar dan dalam atas jenazah yang di mintakan oleh polisi penyidik yang menangani kasus. Suatu autopsi dapat mencegah orang yang bersalah bebas dari hukuman dan juga dapat menyelamatkan orang yang tak bersalah dari hukuman yang tidak semestinya. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap bagian luar dan dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera melakukan interprestasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainankelainan yang di temukan dengan penyebab kematian, serta apakah kelainan yang lain turut memberi andil dalam terjadinya kematian. Untuk mendapat hasil yang maksimal yang terbaik adalah dengan melakukan autopsi yang lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut / panggul, serta melakukan pembukaan terhadap seluruh alat-alat/organ dalam tubuh. Untuk mendapatkan sebab kematian pasti dan tujuan lainnya, autopsi ada baiknya selalu disertai dengan pemeriksaan yang lengkap, seperti pemeriksaan bakteriologi, histopatologi, serologi, mikrobiologi, toksikologi dan lain-lain sesuai kebutuhan. Namun dari seluruh kegiatan autopsi dalam dunia kedokteran forensik autopsi jantung juga sangat penting dilakukan dokter yang berpengalaman dalam menentukan sebab, cara dan mekanisme kematian yang sangat erat kaitannya dengan sistem kerja jantung. Misalnya pada korban yang meninggal oleh karena kasus keracunan, meninggal tiba-tiba (sudden death), trauma, dan lain-lain.
A. Sejarah Autopsi
Autopsi sudah dilakukan beberapa abad yang lalu. Untuk perkembangan pendidikan dibidang ilmu kedokteran, Raja Frederick II (Jerman) pada abad ketiga belas telah memerintahkan dilakukan autopsi setiap 5 tahun dimuka umum. Autopsi untuk kepentingan hukum (medicolegal autopsy) dimulai di Bologna (Italy) oleh Bartholomeo Devarignana tahun 13021. Sejak abad ke 13 dan 14 autopsi telah merupakan bagian dari pendidikan mahasisiwa fakultas kedokteran. Pada mulanya dipergunakan mayat dari autopsi medikolegal, yaitu korban pembunuhan dan bunuh diri serta korban hukuman mati. Demikian penting peranan autopsi pendidikan pada masa itu sehingga Giovanni Morgagni (1682- 1771) yang dianggap sebagai Bapak Anatomi menyatakan : Those who have dissected or inspected many bodies have at least learned to doubt,while those who are ignorante of anatomy and do not take the trouble to attand to it, are in no doubt at all.
B. Jenis Autopsi
2
Berdasarkan tujunnya autopsi dapat dibagi atas 3 jenis : 1. Autopsi anatomi, dilakukan oleh mahasisiwa fakultas kedokteran untuk mengetahui susunan jaringan dan organ tubuh. 2. Autopsi klinik untuk menentukan sebab kematian pasti dari pasien yang dirawat di rumah sakit (RS). 3. Autopsi forensik (autopsi kehakiman) untuk membantu penegak hukum dalam menentukan peristiwa kematian korban secara medis.
Autopsi Anatomi
Yaitu autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dibawah bimbingan langsung ahli ilmu urai anatomi di laboratorium anatomi fakultas kedokteran. Tujuannya adalah untuk mempelajari jaringan dan susunan alat-alat tubuh dalam keadaan normal.
Autopsi Klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah untuk : a. Menentukan sebab kematian yang pasti. b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis post mortem. c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan gejalagejala klinik. d. Menentukan efektifitas pengobatan. e. Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit.
Dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undang- undang, dengan tujuan : a. membantu dalam hal penentuan identitas mayat. b. menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian. c. mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan. d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk Visum et Repertum. e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.3
Fatwa Majelis pertimbangan kesehatan No. 4 / 1995 dan Syara Departemen Kesehatan Indonesia memutuskan sebagai berikut :
Ayat 1 : Bedah mayat itu mubah / boleh hukumnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dokter dan penegakan keadilan diantara umat manusia. Ayat 2 : Membatasi kemubahan ini sekedar darurat saja, menurut kadar yang tidak boleh tidak, karena dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia.
Ini dilakukan untuk interprestasi kerja yang mungkin terjadi apabila pemeriksaan dilakukan malam hari dan pencahayaan yang kurang baik. c.Autopsi harus lengkap Karena hasil dari pemeriksaan nantinya dimungkinkan digunakan sebagai pengganti mayat (corpus delicti) d. Dilakukan sendiri oleh dokter
e.Pemeriksaan yang teliti. Ini dilakukan dengan sebaik-baiknya karena tidak mungkin mengulang pemeriksaan terhadap mayat apabila telah dikremasi. f. Penyampaian hasil pemeriksaan yang segera kepada penyidik. Ini berkaitan dengan masa penahanan tersangka yaitu 2 minggu. Demikian pula dengan laporan hasil (visum et repertum) tidak boleh ada yang dihapus.
Menurut KUHAP 133 dan Pol Ins / E / 20 / IX / 75, maka harus diperhatikan kelengkapan isi permintaan visum et repertum secara tertulis diterima dan ditanda tangani. 2. Kebenaran Mayat Apakah mayat yang dikirim sesuai dengan permintaan visum et repertum. 3. Keterangan pendukung pemeriksaan Keterangan ini dihimpun atas segala sesuatu yang berhubungan dengan korban / kasus, diperoleh dari penyidik dan atau kelurga korban ini sangat membantu, tetapi kesimpulan tetap apa yang dilihat dan diperiksa. 4. kehadiran penyidik pada saat pemeriksaan. Ini untuk menguatkan hasil pemeriksaan. 5. ketika autopsi dilakukan maka keluarga korban / pihak yang tidak berwenang tidak berada pada ruang pemeriksaan. 6. Ruang pemeriksaan dan alat alat di rumah sakit harus dipersiapkan.1,2
10. Gelas Ukur 11. Meteran 12. Sarung tangan 13. Gelas objek dan piring petri 14. Cairan Pengawet 15. Air yang cukup terutama yang mengalir.2,3,4
Chissel
Morgue
Needles
Ribcutter
Postmortem table
Saw
Scalpel
Scissor
Tweesers
a) Teknik VIRCHOW Organ- Organ di keluarkan satu persatu dan langsung di periksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ dapat segera di lihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi hilang. Dengan demikian, tehnik ini kurang baik bila di gunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus- kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu di lakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi. b) Teknik ROKITANSKY Setelah rongga tubuh di buka, organ- organ di lihat dan di periksa dengan melakukan beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ- organ tersebut di keluarkan dalam kumpulan- kumpulan organ (en bloc). Tehnik ini jarang di pakai, karena tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas tehnik lainnya. Tehnik ini pun tidak baik di gunakan untuk autopsi forensik.
c) Teknik LETULLE Setelah rongga dibuka, organ leher, dada, perut dikeluarkan sekaligus (en messe) Plexus Coeliacus, Kelenjar aorta dibuka dan diperiksa rectum dipisah dari sigmoid. Organ orogenetial dipisah dari organ lain. Bagian proksimal yeyenum diikat didua tempat dan diputus. Esophagus dilepas dari trachea tetapi hubungan dengan lambung dipertahankan.
d) Teknik GHON Setelah rongga tubuh di buka, organ leher dan dada, hati, limpa dan organ- organ pencernaan serta organ- organ urogenital diangkat ke luar sebagai 3 kumpulan organorgan (bloc).
V. AUTOPSI JANTUNG
Setelah organ jantung tampak sehabis dilakukan pembukaan tulang dada yang lengkap lalu perhatikan keadaan selaput pembungkusnya (pericard) apakah masih dalam kondisi fisiologis atau tidak , kemudian lakukan pembukaan selaput tipis pembungkus jantung (pericard) dengan metode penguntingan huruf Y terbalik. Kemudian diperhatikan apakah terdapat cairan diantara bagian dalam selaput dengan permukaan luar otot jantung yang berwarna kekuning-kuningan, perhatikan warna selaput (normal : warna kuning gading kemerahan), perubahan warna cairan, dan hitung jumlah volumenya (normal : 30-50 ml). Kemudian jantung diangkat dengan cara memegang pada bagian apeknya dan perhatikan besar jantung (kira-kira sebesar kepalan tangan korban), warna jantung, berat jantung, apakah ada dijumpai resapan darah, adakah penebalan dinding jantung pada pembedahan jantung, perhatikan ukuran keliling seluruh katup-katup jantung, tebal otot jantung, konsistensi, pembuluh darah arteri dan vena, dan penyumbatan pembuluh darah jantung. Timbang berat jantung, normal pada laki-laki perawakan sedang (60-70 kg) antara 250-350 gr. Tekhnik: Pada prinsipnya tekhnik membuka jantung mengikuti aliran darah jantung. Pertama-tama buka atrium kanan dengan menggunting dinding belakang lumen vena cava superior-inferior mengikuti alirannya, buka ventrikel kanan dengan memasukkan pisau dari lumen vena cava
10
menuju ke apex jantung dan lanjutkan dengan memotong kearah lateral, ukur keliling katup trikuspidalis (normal : 9,5 - 11 cm). Buka arteri pulmonalis dengan melakukan pengguntingan dari apex jantung dengan jarak 1 cm lateral dengan sekat antar bilik ke arteri pulmonalis, ukur dan perhatikan katup arteri pulmonal (normal : 5 - 7 cm). Buka atrium kiri dengan cara memotong dinding posterior vena pulmonalis kanan dan kiri. Buka ventrikel kiri dengan cara memasukkan pisau ke dalam ventrikel kiri dan tusuk sampai keluar dari apek kea rah lateral, ukur dan perhatikan katup bikuspidalis (normal : 7 - 9,5 cm). Buka aorta dengan cara menggunting otot jantung dari apex ke aorta dengan jarak 1 cm dengan sekat antar bilik. Tebal ventrikel / bilik kanan (normal : 3 - 5 mm) dan kiri (normal : 12 - 14 mm) dengan cara membuat potongan tegak lurus pada 1 cm di bawah katup tricuspidalis dan bicuspidalis. Bila diduga infark bisa dilihat dengan cara melakukan sayatan pada septum interventrikularis dan myokard secara sejajar dengan serabut otot. Arteri coronaria di buka dengan melakukan sayatan melintang mulai dari muara arteri coronaria di pangkal aorta sampai ke distal pada jarak tiap cm lihat adanya penebalan, penyempitan atau pelebaran lumen pembuluh darah.
11
Adapun nilai rujukan normal yang menjadi penilaian jantung pada autopsi tersebut : Besar jantung sebesar kepalan tangan korban sendiri. Berat normal 250-350 gram. Katup trikuspidalis Katup bicuspudalis Katup a.pulmonalis Katup aorta Tebal otot bilik kanan Tebal otot bilik kiri = 9,5- 11 cm = 7- 9,5 cm = 5-7 cm = 6,5 cm = 3-5 mm = 12-14 mm
penumpukan lemak (plaque) dan komponen lainnya yang terjadi pada dinding pembuluh darah jantung. Menurut American Heart Association ada beberapa penyakit sistem kardiovaskuler yang dapat menyebabkan kematian yang pernah mencapai 81.100.000 orang dan menyebabkan kematian mendadak, diantaranya : Arteriosclerosis heart disease (425.425 orang), seperti : = Coronary Artery Disease = Coronary Thrombosis = Coronary Occlusion = Myocard Infark (8.500.00 orang) Congestive Heart Failure (5.800.00 orang) Pulmonary Embolism Infark Aneurysma Aorta Functional Heart Disease : = Arrhythmia = Atrial fibrilation Acut Myocarditis Non-Rheumatic Rheumatic Myocarditis (3.257 orang) Banyak ilmuwan yang beranggapan bahwa atherosclerosis berawal karena lapisan paling dalam arteri rusak. Lapisan ini dinamakan endothelium. Kerusakan pada endothelium mungkin disebabkan oleh tiga hal berikut: Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah meningkat Tekanan darah yang tinggi Asap rokok Diabetes Faktor-faktor genetik Setelah dinding arteri mengalami kerusakan, terjadi pengendapan lemak, kalsium, kolesterol yang secara keseluruhan penumpukan ini disebut plaque. Demikian pula dengan Aneurisma yang merupakan suatu penonjolan (pelebaran, dilatasi) pada dinding suatu arteri. Aneurisma Aorta perut atau Aneurisma Aorta Abdominalis (Abdominal aortic aneurysms terjadi pada bagian dari aorta yang melewati perut. Penyakit ini cenderung terjadi pada suatu
13
keluarga (diturunkan). Aneurisma ini sering terjadi pada penderita tekanan darah tinggi, ukurannya lebih besar dari 7,5 cm dan bisa pecah. (diameter normal dari aorta adalah 1,8-2,5 cm).
14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Budiyanto, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997; hlm.2, 214-218. 2. Gonzales TA, et al. Legal Medicine : Pathology and Toxicology. Appleton Centuries Crofts, Inc : New York, 1996 : hlm 122-124, 132-133. 3. Hall & Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta, 1997 : EGC ; hlm. 706707. 4. Knight. B, Forensic Pathology. Second edition. Oxford University Press, inc : New York, page 506 507. 5. Sheperd, Richard. Simpson's Forensic Medicine. 12th edition. Greaat Britain: Arade Publisher, 2003; page 120, 124-125. 6. Teknik Autopsi Forensik.Cetakan Pertama,Tahun 1981.Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman FK-UI : 1 43. 7. Modis.Medical Jurisprudence and Toxicology.Edited by C.A.FRANKLIN.BOMBAY 8. N.M.TRIPATHI PRIVATE LIMITED 1988 ; page 69 95. 9. Dahlan S. Ilmu kedokteran Forensik. Cetakan III. Penerbit Universitas Diponegoro. 10. Semarang. 2004: 177-182. 3. Amir A. Autopsi Medikolegal. Edisi Kedua. Penerbit Ramadhan. 2004 ; page 1-50. 11. MD, Jurgen Ludwig. Handbook of : autopsy Practice. 3th ed. Totowa, New Jersy Humana Press, 2002 ; page 1-83. 12. Dimaio Vincent J, Dimaio Dominick. Forensic Pathology. 2th ed. Florida : CRC, 2001; page 43-48.
16
13. Knight B. Forensic Pathology. 2th ed. New York : Oxford University Press. 1996 ; page 1-29. 14. Hamdani N. Ilmu kedokteran kehakiman. Edisi kedua. Jakarta. 1991 ; page 48-59.
17