You are on page 1of 6

The differences level of CFU of mutans streptococci in saliva of schoolchildren during fasting and non-fasting. Budi Satria*.,Heriandi Sutadi*.

, Soeherwin Mangundjaja**. *Department of Pediatric Dentistry and ** Department of Oral Biology Faculty of Dentistry Universitas Indonesia Abstract Objectives: The aim of this study was to determine the difference between the levels CFU of Streptococcus mutans isolated from school childrens saliva during fasting and non-fasting. Methods: Before enrolled in the study, informed consents were received from their parents. Eighteen of school children in Hidayatullah Pondok Pesantren in Pamulang West of Java participated as the subjects in the clinical trial conducting two times of treatment as follows: first eighteen as treatment group by fasting and then treated by not-fasting. Before and after fasting and not fasting . Saliva samples were collected before and .A serial dilution was made , followed by pouring on the TYS20B(Shaeken et al. 1986) medium. Those mutans streptococci are incubated in anaerobic jar at 370 Celsius for 3 X 24 hours. Data analyzed descriptively and t test Results : showed that there is no significant difference of the Colony Forming Units number of salivary mutans streptococcal in group non-fasting.However, a significant difference (p=0.05) was found as results in group fasting. Conclusion: Therefore it could be concluded that fasting is effective in inhibiting levels of Colony forming Units of salivary mutans streptococci and could be useful for controlling dental caries. Key words: Koloni-Streptococcus mutans- Saliva Puasa PENDAHULUAN Survey Kesehatan Rumah Tangga 2004, karies masih merupakan masalah dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia dengan prevalensi 90.05%. Sebanyak 89% anak Indonesia di bawah 12 tahun menderita penyakit gigi dan mulut, sehingga kondisi itu akan berpengaruh pada derajat kesehatan terutama proses tumbuh kembang anak.1 Kebijaksanaan Nasional Direktorat Jenderal Kesehatan Gigi yaitu : DMF-T kurang dari 3 pada kelompok usia 12 tahun dan diharapkan incidence 0,3 pertahun peranak pada tahun 2000. Kesehatan pada gigi biasanya cerminan dari kesehatan secara umum, banyak pengaruh eksternal maupun internal yang mendukung terjadinya kerusakan pada gigi, antara lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pola sosial budaya dan pola makan. Pola makan yang terus menerus diulang juga secara tidak langsung akan mempengaruhi status kesehatan secara keseluruhan, termasuk kesehatan gigi.2

Selain faktor diatas, faktor penyebab terjadinya karies gigi disebabkan faktor yang multifaktorial, yang terdiri dari faktor pejamu (host), faktor mikroorganisme atau bakteri, kabohidrat dan faktor waktu.3 Interaksi ini terjadi pada kehidupan manusia.4 Proses terjadinya karies gigi, karena adanya fermentasi dari sisasisa makanan di dalam rongga mulut oleh mikroorganisme pembentuk asam yang terdapat di dalam plak maupun dalam saliva. Asam yang terbentuk akan melepaskan ion hidrogennya yang kemudian akan bereaksi dengan kristal apatit, sehingga kristal apatit menjadi tidak stabil dan akhirnya akan menghancurkan lapisan email.5 Dengan hancurnya lapisan email, penetrasi mikroorganisme akan mudah masuk ke email sampai masuk ke dentin melalui seratserat odontoblas, sehingga terjadi dekalsifikasi dentin. Beberapa mikroorganisme terlibat dalam proses pembentukan karies gigi, di antaranya adalah Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Lactobacillus acidophilus, Actinomyces viscosus. Streptococcus .mutans merupakan mikroorganisme yang berperan menyebabkan terjadinya karies gigi, karena Streptococcus mutans akan memetabolisme gula atau kabohirat menjadi asam.6,7 Oleh karena itu dikatakan bahwa terdapat hubungan antara terjadinya karies pada gigi dengan pengaruh makanan yang dikonsumsi serta kurangnya kesadaran dalam melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut.8 Adanya kebiasaan pola makan in between meal (makan diantara dua waktu makan) dapat meningkatkan jumlah saliva sehingga bakteri dapat berkembang biak dan memfermentasi sukrosa menjadi asam. Hasil fermentasi asam oleh bakteri yang berkontak berulang kali pada permukaan gigi menyebabkan karies gigi. Jumlah koloni bakteri dapat meningkat dan menurun sesuai dengan asupan jumlah sukrosa dari makanan.7,9 Puasa merupakan perubahan waktu makan, dengan melakukan puasa berarti tidak ada makanan dan minuman yang masuk ke tubuh selama kurang lebih 12 jam. Selain itu juga akan terjadi perubahan di dalam rongga mulut akibat berkurangnya aktivitas mulut seperti aktivitas pengunyahan, sehingga akan memberikan dampak berkurangnya jumlah saliva. Perubahan ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan di dalam rongga mulut antara lain seperti saliva dan bakteri yang terdapat di dalam rongga mulut, sedangkan saliva itu sangat penting dalam menetralkan suasana asam menjadi netral sehingga akan menghambat terjadinya karies. Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk meneliti efek pengaruh puasa terhadap populasi kuman Streptococcus mutans di dalam saliva. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk tindakan preventif pada saat puasa dengan mengurangi in take karbohidrat.

BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik . Penelitian dilakukan pada 18 responden anak sekolah dasar Pondok Pesantren/Panti Asuhan Hidayatullah Pamulang Jakarta Selatan yang berumur antara 12-14 tahun, laki-laki dan perempuan,tanpa gigi berdesakan dan mempunyai status bebas karies dengan DMF-T < 3 terbatas pada karies dentin sebagai subjek penelitian mendapat 2 kali perlakukan,dengan tindakan puasa dan tanpa tindakan puasa sebagai control.

Pengumpulan bahan pemeriksaan: Responden mengisi dan menandatangani informed consent. 1. Subjek penelitian sebelum dan sesudah puasa diambil saliva. 2. Subjek penelitian sebelum dan sesudah puasa. a. Pengambilan saliva dengan cotton swab. b. Cotton swab ditanam pada tabung berisi 1 ml garam faal steril. c. 1 ml garam faal yang berisi saliva sampel ,dimasukan kedalam tabung yang berisi 9 ml garam faal steril kemudian dilakukan deret pengenceran dan pada tabung pengenceran 103 kemudian 0.1 ml dibiak tuang pada perbenihan TYS20B10. d. Semua lempeng Petri TYS20B dieram dalam suasana anaerob pada suhu 370 Celsius selama 3 x 24 jam. e. Colony Forming Units Streptococcus mutans yang tumbuh pada perbenihan TYS20B dihitung dan di catat. Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji t test dengan kemaknaan P < 0.05

HASIL PENELITIAN Jumlah Colony Forming Units kuman Streptococcus mutans yang tumbuh pada perbenihan TYS20B pada puasa dan tidak puasa dianalisa secara deskriptif dan nilai rerata yang diperoleh dari 18 sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Nilai Rerata dan simpang baku jumlah koloni Streptococcus mutans dalam Saliva Gigi Anak Saat Puasa dan Tidak Puasa
Rerata Koloni S. mutans dalam saliva anak N = 18 (10 CFU/ml)
3

Simpang baku (103CFU/ml) t p

Puasa Tidak Puasa

0.57 4.31

0.51 4.56 3.43 0.0005*

Keterangan : p = tingkat kemaknaan * = bermakna Pada tabel di atas terlihat rata-rata jumlah koloni Streptococcus mutans dalam saliva anak saat puasa adalah 0.57 x 103 CFU/ml dengan simpang baku 0.51 x 103 CFU/ml. Pada saat tidak puasa rata-rata jumlah koloni Streptococcus. mutans pada saliva anak didapatkan 4.31 x 103 CFU/ml dengan simpang baku 3.43 x 103 CFU/ml. Untuk membuktikan hipotesis dilakukan uji perbedaan jumlah Streptococcus mutans yang diambil dari saliva anak saat puasa dan tidak puasa, diperoleh nilai t sebesar 4,56, dengan nilai 0.0005 (p 0.05). PEMBAHASAN Hasil penelitian terlihat nilai rata-rata jumlah koloni Streptococcus .mutans dalam saliva anak saat puasa adalah 0.57 x 103 CFU/ml dan saat tidak puasa rata-rata jumlah koloni Streptococcus mutans pada saliva anak didapatkan 4.31 x 103 CFU/ml. Hasil analisis uji t menunjukkan perbedaan bermakna antara koloni puasa dan tidak puasa. Tingginya koloni S.mutans pada saat tidak puasa dibandingkan puasa disebabkan karena variasi pola waktu makan yang berbeda pada tiap-tiap anak, dimana ada anak yang makan dua kali dan ada anak yang makan hanya sekali di waktu in between meal, sehingga merangsang perbedaan yang besar dalam jumlah Streptococcus mutans pada saliva dengan pola makan yang berbeda 11. Pada saat tidak puasa, intake karbohidrat tinggi dan S.mutans dapat menggunakan sukrosa yang terdapat di dalam makanan untuk bermetabolisme dan tumbuh sehingga meningkatkan koloninya di dalam rongga mulut.12 Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni Streptococcus mutans pada saat puasa akan lebih rendah bila dibandingkan dengan keadaan tidak puasa. Hal ini disebabkan karena di saat puasa, tidak adanya proses pengunyahan di dalam mulut dan asupan makanan khususnya sukrosa akan berkurang sehingga mengurangi jumlah koloni Streptococcus mutans pada saliva. Saliva merupakan media pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, dengan demikian maka tidak adanya saliva akan menghambat pertumbuhan dari

bakteri Streptococcus mutans. Oleh karena itu dengan berpuasa dapat mengurangi resiko terjadinya penambahan karies baru.

SIMPULAN DAN SARAN Hasil dari penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara jumlah koloni Streptococcus mutans dalam saliva anak saat puasa dan tidak puasa, dengan jumlah koloni Streptococcus mutans pada saliva anak puasa berkurang daripada saliva anak yang tidak puasa, sehingga dengan berpuasa dapat mengurangi resiko terjadinya penambahan karies baru. Saran yang perlu disampaikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas karies(Caries activity)13 bakteri Streptococcus mutans dalam saliva pada sebelum puasa, saat puasa dan sesudah puasa secara longitudinal untuk mengetahui pengaruh terhadap aktivitas karies bakteri Streptococcus .mutans.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. Center for Research and Development of Disease. Available at http://digilib.itb.ac.id 31 Desember 2002 Blum HL, Planning For Health. New york : Human Sciences press.1974 Schachtele CF. Dental Caries , Schuster GS.(ed). Oral Microbiology and Infectious Disease 2nd ed. Baltimore : William & Wilkins , 1983 : 202-3 Keene HJ, Shklair IL, Hoerman KC . Caries immunity in naval recruits and Hawaiians. Mergenhagen SE, Scherp HW. (eds). Comparative Immunology of the oral Cavity. .Beteshda US Department of HEW , 1973 :74 Dreizen S.Mechanism of dental caries.Dalam Lazzari EP.(ed). Biochemistry. 2nd ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1976 :275 Roiit IM ,Lehner T. Immunology of Oral Diseases. Oxford : Blackwell, 1980 : 366 Suwelo IS . Karies Gigi sulung dan urutan besar peranan faktor resiko terjadinya karies.Kajian padaanak prasekolah di Jakarta dan sekitarnya. Tesis Yogyakarta , Universitas Gajah Mada 1988 Yuke Heriandi , Hubungan makanan dengan variabelitas genotype Streptococcus .mutans dan Streptococcus sobrinus serta keparahan karies gigi pada anak usia 4-5 th. Yogyakarta , Universitas Gajah Mada . 2005. Holloway PJ, Swallow JN. Child Dental Health. Bristol : John Wright & Sons,1975:56-76 Shaeken M.J.M.,Vander hoeven C.S., Franken H.M.C 1986. Comparative Recovery of Streptococcus mutans on Five Isolation Media Including a New Simple Selective Medium. J,dent Res ,1986;65;906-908 5

5. 6. 7. 8.

9. 10.

11.

12. 13.

Granath L, Cleaton Jones P, Fatti LP Grossman ES. Prevalence of dental caries in 4-5 year old children partly explained by presence of salivary mutans streptococci , J Clin Microbiol : 1993 : 31 : 66 -70 Freeman BA. Burrows Textbook of Microbiology 2nd ed. Philadelphia. Saunders, 1985 : 711 715 Shimono Tsutomo.Studies on a New Activity Test (Cariostat) Comparison with The Snyder test .Journal of Pedodontics 1986 Vol 115 p 233 ---000 Presented at KPPIKG2009 15th Scientific Meeting & Refresher Course in Dentistry Faculty of Dentistry Universitas Indonesia October 14 17,2009 Jakarta Convention Center Indonesia.

You might also like