You are on page 1of 108

Visi Bank Indonesia:

Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

Misi Bank Indonesia:


Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia:


Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berprilaku yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan Kebersamaan.

Visi Kantor Bank Indonesia Medan:


Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

Misi Kantor Bank Indonesia Medan:


Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya.

Kalender Publikasi
Periode Publikasi KER Triwulan I KER Triwulan II KER Triwulan III KER Triwulan IV Publikasi Pertengahan Mei Pertengahan Agustus Pertengahan November Pertengahan Februari

Penerbit: Kantor Bank Indonesia Medan Jl. Balai Kota No.4 MEDAN, 20111 Indonesia Telp : 061-4150500 psw. 1729, 1770 Fax : 061-4152777 , 061-4534760 Homepage : www.bi.go.id Email : KBIMedan@bi.go.id

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan karunia-Nya buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Sumatera Utara (Sumut) periode triwulan I2012 ini akhirnya dapat kami sajikan kepada para pembaca sekalian. Buku KER ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan I-2012 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, perbankan, keuangan daerah, dan sistem pembayaran, serta prospek ekonomi Sumut ke depan dalam rangka pemberian informasi yang komprehensif kepada para stakeholders Bank Indonesia. Secara umum kondisi perekonomian Sumut pada triwulan I-2012 masih menunjukkan optimisme walaupun sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan penurunan harga dari komoditas ekspor utama Sumatera Utara yaitu karet alam dan CPO. Bahkan ekonomi Sumut di triwulan ini masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan angka nasional dimana ekonomi Sumut tumbuh 6,32% (yoy) sementara ekonomi nasional tumbuh 6,3% (yoy). Tingginya angka pertumbuhan ini juga disokong oleh pembiayaan dari perbankan yang tumbuh cukup tinggi di triwulan ini yaitu sebesar 19,92% (yoy). Sementara itu, inflasi di Sumut pada triwulan I-2012 masih relatif terjaga dengan angka realisasi 3,86% (yoy) di akhir periode laporan, lebih rendah dibandingkan angka inflasi nasional sebesar 3,97% ( yoy). Ke depan tantangan dalam menjaga inflasi masih cukup besar yang berasal dari ketidakpastian kebijakan pengurangan subsidi BBM serta fluktuasi harga-harga komoditas internasional sebagai dampak belum selesainya krisis ekonomi di negara-negara maju khususnya di zona Eropa. Namun demikian kami yakin dengan koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dengan instansi lainnya di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah kita mampu menjaga laju inflasi pada level yang diharapkan. Dengan memperhatikan kondisi-kondisi tersebut kami yakin perekonomian Sumut masih masih bisa tumbuh 6,40% 6,60% pada triwulan II-2012. Sementara inflasi diperkirakan masih terjaga di level 5% 1%. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Mei 2012 KEPALA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

Nasser Atorf Direktur Eksekutif

Daftar Isi

ii

Daftar Isi

iii

Daftar Isi

iv

Daftar Isi

Daftar Isi

vi

Daftar Isi

vii

Ringkasan Eksekutif

RINGKASAN EKSEKUTIF
GAMBARAN UMUM Kinerja Perekonomian Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan I-2012 menunjukkan perlambatan, namun demikian pertumbuhan ekonomi Sumut masih berada dalam tren positif. Indikator perekonomian sisi permintaan menunjukkan perekonomian masih ditopang oleh tingkat konsumsi dan investasi, sedangkan dari sisi penawaran, kinerja perlambatan perekonomian Sumut dipicu oleh perlambatan di sektor ekonomi utama. Tekanan inflasi Provinsi Sumatera Utara sedikit meningkat dibandingkan triwulan lalu. Inflasi Sumatera Utara tercatat 3,86% (yoy) atau 0,63% (qtq). Kendati demikian level inflasi Sumatera Utara masih di bawah inflasi nasional. Secara umum, kinerja industri perbankan relatif terjaga di triwulan I-2012 di tengah kekhawatiran adanya dampak krisis ekonomi global yang belum berakhir . Demikian pula dengan transaksi sistem pembayaran yang terus menunjukkan peningkatan dari sisi nilai maupun volume. Perekonomian Sumut pada triwulan I-2012 tumbuh 6,32% (yoy) PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Pada triwulan I-2012 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,32% (yoy) yang berada sedikit diatas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,30% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV-2011 yang tumbuh sebesar 6,36%. Dari sisi permintaan, perekonomian Sumut tumbuh melambat pada triwulan I-2012, namun demikian secara keseluruhan pada awal tahun 2012 masih tetap menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Aktivitas konsumsi dan kegiatan investasi masih merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Sumut. Kendati tumbuh melambat, pertumbuhan sektorsektor ekonomi andalan Sumut tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan laporan. Struktur perekonomian Sumut pada triwulan laporan masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor PHR. Kombinasi ketiga sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar 62,99%. Ketiga sektor utama tersebut masih menjadi sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Sumut. Kinerja sektor industri pengolahan dan sektor pertanian tercatat mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan

Ringkasan Eksekutif

viii

sebelumnya. Sementara itu, sektor PHR masih menunjukkan tren yang meningkat pada triwulan laporan. Inflasi Sumut pada triwulan I2012 sebesar 3,86% (yoy) atau 0,63% (qtq) PERKEMBANGAN INFLASI Pada triwulan I-2012, Sumut mengalami inflasi 0,63% (qtq), lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulanan lalu sebesar 0,00%. Sementara itu, inflasi tahunan Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,86%, sedikit di atas inflasi tahunan triwulan IV-2011 sebesar 3,66%. Kendati demikian, inflasi Sumut pada periode ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 3,97% (yoy). Berdasarkan kelompok barang dan jasa, seluruh kelompok memiliki level inflasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu kecuali kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan justru mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok sandang sebesar 2,14% (qtq). Secara tahunan, inflasi kelompok sandang (13,78%) juga merupakan yang tertinggi dibandingkan kelompok lain. Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan (1,60%) merupakan yang terendah dibandingkan kelompok lain. Meskipun mengalami inflasi terendah, namun inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan ini mengalami kenaikan dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 1,14%. Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga mengalami peningkatan. Kelompok sandang meningkat dari 10,95% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi 13,78% (yoy) pada triwulan I-2012. Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumatera Utara, semuanya mengalami peningkatan bila dibandingkan triwulan lalu, kecuali Sibolga. Inflasi Sibolga (3,74%) masih menunjukkan level penurunan, bahkan yang terendah dibandingkan kota lain. Inflasi tertinggi terjadi di kota Pematangsiantar (4,67%). Sementara itu inflasi kota Medan adalah sebesar 3,75% dan Padangsidempuan sebesar 4,12%. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Industri perbankan Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan moderat sepanjang triwulan I-2012 . Total aset perbankan Sumut pada triwulan I-2012 mencapai Rp163,67 triliun, tumbuh sebesar 2,26% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 19,04% (yoy) dibandingkan akhir triwulan I-2011. Total aset perbankan tersebut didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp156,74 triliun (95,77%), sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp6,93 triliun (4,23%).

Industri perbankan Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan moderat sepanjang triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif

ix

Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun pada triwulan I-2012 tumbuh sebesar 1,14% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 14,43% (yoy) dibandingkan angka akhir triwulan I-2011 hingga mencapai jumlah Rp128,85 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 2,99% (qtq), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 7,42% (qtq). Namun demikian secara tahunan, kredit perbankan pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar 19,92% (yoy). Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian pada awal tahun 2012, perkembangan sistem pembayaran di wilayah Provinsi Sumut pada triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini ditandai oleh peningkatan volume transaksi baik tunai maupun non tunai secara tahunan. Transaksi perbankan Sumatera Utara melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan I-2012 mengalami penurunan sebesar Rp24,28 triliun atau menurun 12,31% (qtq) menjadi Rp173,06 triliun dari nilai transaksi pada triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar Rp197,34 triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp35,80 triliun. Nilai ini menurun 0,48% atau Rp 173,96 miliar bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar Rp35,98 triliun. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi anggaran atau tingkat serapan APBD Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I-2012 sebesar 9,22% dari Rp7,33 triliun. Tingkat realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan realisasi APBD triwulan I-2011 sebesar 11,08% dari Rp5,35 triliun. Realisasi APBD sebesar 9,22% tersebut digunakan untuk belanja langsung (Rp109 miliar) dan belanja pegawai atau pembayaran gaji (Rp725 miliar). Penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara melalui Kanwil Ditjen Pajak Sumut 1 Medan dan Kanwil Sumut 2 Pematangsiantar ditargetkan mencapai Rp10,8 triliun. Target tersebut telah mengalami revisi dari sebelumnya sebesar Rp11,5 triliun. Pemangkasan target pajak sebesar Rp700 miliar atau 6,08% tersebut sejalan dengan revisi target pajak APBN yakni dari Rp911,1 triliun menjadi Rp885 triliun.

Realisasi APBD Sumut triwulan I-2012 sebesar 9,22%

Ringkasan Eksekutif

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan Perkembangan ketenagakerjaan yang baik terindikasi ketenagakerjaan dari peningkatan partisipasi angkatan kerja dan penurunan yang baik tingkat pengangguran terbuka. Tingkat Partisipasi terindikasi dari Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2012 tercatat sebesar peningkatan 74,55% (meningkat dari sebelumnya 72,09%) dan Tingkat TPAK dan Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,31% (menurun dari penurunan TPT sebelumnya 6,37%). Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX, indeks penghasilan saat ini masih berada dalam tren yang menurun. Pada akhir triwulan I-2012 Indeks Penghasilan Saat Ini tercatat sebesar 101,79, menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 103,13. Dari sisi petani, daya beli petani yang tercermin dari NTP juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011. NTP mencerminkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam menghasilkan produk pertanian. Pada triwulan I-2012, NTP tercatat sebesar 101,79. Pertumbuhan ekonomi sumut triwulan II-2012 diproyeksikan sebesar 6,40% 6,60% (yoy) dan laju inflasi tahunan triwulan II-2012 diperkirakan 5,00%1%. PROSPEK PEREKONOMIAN Setelah tumbuh melambat pada laju 6,32% (yoy) di triwulan I-2012, pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan II-2012 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 6,40%-6,60% (yoy) dengan kecenderungan pada batas bawah. Laju inflasi tahunan pada triwulan II-2012 diperkirakan berada pada kisaran 5,00%1%. Beberapa potensi risiko inflasi tetap perlu dicermati di antaranya adalah keputusan Rapat Paripurna DPR yang menetapkan harga jual eceran BBM tidak mengalami kenaikan, namun pemerintah diperbolehkan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan (6 bulan terakhir) mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN P 2012.

Ringkasan Eksekutif

xi

BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Perekonomian Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan I-2012 menunjukkan angka pertumbuhan yang masih tinggi, walaupun sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Indikator perekonomian sisi permintaan menunjukkan pertumbuhan ini didorong oleh tingkat konsumsi dan investasi, sedangkan dari sisi penawaran, pertumbuhan Sumatera Utara dipicu oleh sektorsektor ekonomi utama

1.1

KONDISI UMUM

Pada triwulan I-2012 perekonomian Sumatera Utara kembali mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,32% (yoy) yang berada sedikit di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,30% (yoy), walaupun sedikit melambat dibandingkan triwulan IV-2011 yang tumbuh sebesar 6,36%. Pertumbuhan ini sesuai proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX pada kajian ekonomi regional sebelumnya yang berkisar antara 6,30%-6,50% (yoy). Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh faktor kembali normalnya aktivitas perekonomian pasca musim liburan sekolah, tahun ajaran baru, dan perayaan hari besar keagamaan. Sebagaimana tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perekonomian Sumatera Utara cenderung mencapai puncaknya pada triwulan II dan III yang kemudian melambat pada akhir tahun. Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan laporan ditunjang oleh konsumsi dan kegiatan investasi yang tercatat

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan menjadi motor penggerak perekonomian regional. Dari sisi penawaran, sektor-sektor ekonomi andalan Sumatera Utara yaitu sektor pertanian dan industri pengolahan tetap menunjukkan pertumbuhan walaupun cenderung melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan masih tingginya tingkat konsumsi pada triwulan laporan. Sumbangan ketiga sektor ekonomi andalan tersebut tercatat sebesar 62,91% terhadap total perekonomian secara keseluruhan, sedikit menurun dibandingkan dengan share ketiga sektor tersebut pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 62,99%. Komposisi ketiga sektor ekonomi tersebut diantaranya adalah sektor pertanian (23,37%), industri pengolahan (20,15%), dan PHR (19,40%). Besaran Pertumbuhan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara pada triwulan laporan sebesar Rp 32,9 triliun atau meningkat sebesar Rp 670 miliar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan output barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian Sumatera Utara pada triwulan laporan. Sementara itu PDRB Provinsi Sumatera Utara berdasarkan harga berlaku sebesar Rp85,06 triliun atau 4,31% dari PDB nasional (Rp1.972,4 triliun). 1.2 SISI PERMINTAAN
Tabel 1. 1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumut dari Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan, perekonomian Sumatera Utara masih tumbuh tinggi yaitu sebesar 6,32%, walaupun sedikit melambat pada triwulan I-2012. Aktivitas konsumsi dan kegiatan investasi masih merupakan komponen yang dominan dalam perekonomian Sumatera Utara. Pertumbuhan kegiatan konsumsi dan aktivitas investasi ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kegiatan itu, investasi tercatat memberikan internasional pertumbuhan menunjukkan yang paling tinggi angka dibandingkan dengan aktivitas perekonomian lainnya dari sisi permintaan. Sementara kegiatan perdagangan perlambatan pertumbuhan seiring dengan tren penurunan harga komoditi di pasar internasional
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

sebagai dampak menurunnya permintaan atas komoditas ekspor utama Sumatera Utara yaitu CPO dan Karet. Walaupun terjadi peningkatan nilai konsumsi di triwulan ini, namun mulai terlihat adanya pesimisme konsumen. Hal ini tercermin dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen pada hasil Survei Konsumen (SK) yang diindikasikan sebagai dampak dari meningkatnya ketidakpastian terkait rencana pengurangan subsidi terhadap BBM bersubsidi baik melalui kenaikan harga BBM bersubsidi, pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, konversi BBM ke BBG, atau alternatif kebijakan lainnya. Di sisi lain, kegiatan investasi di Sumatera Utara pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dan tercatat mengalami peningkatan signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan transaksi perdagangan internasional Sumatera Utara pada triwulan laporan cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik pada kegiatan ekspor maupun impor. Namun demikian, secara keseluruhan transaksi perdagangan internasional Sumatera Utara masih mencatatkan surplus neraca perdagangan atau Net Ekspor sebesar Rp 8,39 Triliun. 1.2.1 Konsumsi
Grafik 1.3 Pertumbuhan PDRB Sektor Konsumsi Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Penjualan berdasarkan Survei Perdagangan Eceran

Konsumsi

pada

triwulan

I-2012

tumbuh

5,36%

(yoy),

meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,09% (yoy). Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX juga memberikan konfirmasi mengenai masih tingginya level konsumsi di Sumatera Utara. Pada triwulan laporan tingkat penjualan eceran mengalami peningkatan

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

sebesar 7,53% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif. Indikator lain juga menunjukkan peningkatan konsumsi yaitu konsumsi BBM, penjualan makanan dan minuman, serta penjualan pakaian dan perlengkapannya. Beberapa hal yang diduga turut mendorong peningkatan konsumsi pada periode ini adalah adanya peningkatan daya beli masyarakat tertentu sebagai dampak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara yang mencapai 15,89% dan kenaikan tunjangan gaji PNS termasuk TNI dan Polri, serta adanya perayaan hari besar tahun baru Imlek dan Cengbeng.
Grafik 1.5 Perkembangan Survei Konsumen Provinsi Sumut Grafik 1.6 Perkembangan Indeks NTPR Provinsi Sumut

Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Sektor Konsumsi Provinsi Sumut

Walaupun mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya, aktivitas konsumsi cenderung mengalami perlambatan pada akhir triwulan I-2012 yang berdampak pada tertahannya tingkat konsumsi untuk tumbuh lebih tinggi.
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Perlambatan aktivitas konsumsi terkonfirmasi oleh perkembangan Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) sebagai alat ukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga yang berada pada indeks 100.22, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada pada indeks 103,96. Penurunan indeks NTPR petani disebabkan menurunnya tren harga komoditas perkebunan utama di provinsi Sumatera Utara seperti CPO dan Karet yang pada posisi triwulan I-2012 secara tahunan mengalami penurunan masing-masing sebesar 4,53% dan 25,47% (yoy). Besaran NTPR merupakan proxy tingkat konsumsi Sumatera Utara, mengingat besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 43,90% dari total tenaga kerja berdasarkan survei BPS. Di sisi lain, adanya rencana persepsi kenaikan pelaku harga BBM bersubsidi juga menyebabkan penyesuaian ekonomi terkait dengan tingkat

konsumsi masyarakat. Walaupun pada akhirnya terjadi penundaan terhadap rencana dimaksud, namun masih terbukanya opsi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi ketika prasyarat dipenuhi serta masih belum adanya kepastian mengenai upaya pengurangan subsidi lainnya mengakibatkan peningkatan ketidakpastian yang membuat konsumen menjadi lebih pesimis dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terlihat dari penurunan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK). Penurunan kondisi ini juga dikonfirmasi oleh perlambatan penyaluran kredit konsumsi, yang menjadi salah satu penopang pertumbuhan konsumsi masyarakat, yang tumbuh sebesar 16,38% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 20,79% (yoy). 1.2.2 Investasi Pada triwulan I-2012 kegiatan investasi tumbuh sebesar 8,40%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 6,17%. Beberapa indikator kinerja investasi pada triwulan I-2012 memberikan konfirmasi terjadinya peningkatan kinerja investasi di awal tahun ini. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan untuk tujuan investasi tercatat mengalami peningkatan angka pertumbuhan pada triwulan laporan. Pertumbuhan kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 29,26% (yoy) dengan baki debet mencapai Rp23,93 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 25,73% (yoy). Tingginya kredit investasi diperkirakan juga didorong oleh tren penurunan suku bunga kredit perbankan.

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

Grafik 1.8 Pertumbuhan PDRB Sektor Investasi

Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Investasi Provinsi Sumut

Berdasarkan informasi dari liaison contact Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh), pada triwulan laporan realisasi investasi menunjukkan tren yang meningkat baik dalam bentuk penambahan kapasitas produksi maupun perawatan mesin-mesin pabrik secara berkala. Namun demikian terdapat beberapa kendala dalam melakukan kegiatan investasi, antara lain adanya konversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit yang berdampak kepada kesulitan memperoleh bahan baku bagi industri pengolahan karet, keterbatasan lahan untuk mengembangkan areal industri yang menghambat proses penambahan kapasitas produksi perusahaan, serta masih belum efektifnya peraturan daerah maupun birokrasi terkait dengan kegiatan investasi. Selain itu, kendala investasi juga dipicu oleh minimnya infrastruktur pendukung yang ada di provinsi Sumatera Utara, diantaranya adalah minimnya pasokan listrik dan pasokan gas. Permasalahan kelangkaan pasokan gas di Sumatera Utara telah terjadi sejak tahun 2011. Pada awal tahun 2012, pasokan gas untuk industri di Sumatera Utara rata-rata mencapai 11 juta kubik per hari, jauh menurun dibandingkan periode tahun sebelumnya yang rata-rata mencapai 17-20 juta kubik per hari. Semula pasokan gas di wilayah Sumatera Utara direncanakan akan terpenuhi jika pembangunan proyek terminal gas terapung atau Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) di Belawan terealisasi. Namun dalam perkembangannya pembangunan proyek terminal gas terapung tersebut akan dialihkan ke provinsi Lampung, sedangkan kebutuhan pasokan gas di Sumatera Utara direncanakan akan dipenuhi melalui pengalihan pasokan gas ke PLN kepada sektor industri di Sumut.

BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Grafik 1.10 Perkembangan Penjualan Semen Provinsi Sumut

Grafik 1.3 Nilai Penjualan Barang Konstruksi berdasarkan Survei Perdagangan Eceran

Sementara itu, pembangunan infrastruktur sebagai salah satu indikator tingkat investasi pada awal tahun 2012 tercatat mengalami perlambatan. Beberapa indikator pembangunan infrastruktur memberikan konfirmasi terjadinya perlambatan diantaranya adalah tingkat penjualan semen dan Survei Penjualan Eceran (SPE) untuk tingkat pembelian barang konstruksi. Pertumbuhan kedua indikator tersebut tercatat mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat penjualan semen pada triwulan I-2012 diperkirakan mencapai 737,9 ribu ton atau tumbuh sebesar 13,84% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 41,98% (yoy). Di sisi lain, impor barang modal (capital goods) Sumatera Utara pada triwulan triwulan laporan juga menunjukkan dengan triwulan Pada penurunan dibandingkan
Grafik 1.12 Impor Capital Goods Provinsi Sumut

sebelumnya.

laporan, pertumbuhan volume impor barang modal tercatat sebesar 21,60% (yoy) dengan jumlah sebesar 36,1 ribu ton atau menurun dibandingkan yang sebesar dengan triwulan sebelumnya

mengalami

pertumbuhan

46,49% (yoy). Berdasarkan laporan survei liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) menunjukkan bahwa kapasitas utilisasi perusahaan relatif stabil pada kisaran 50% - 100% serta masih adanya optimisme untuk melakukan penambahan kapasitas utilisasi. Beberapa liaison contact

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

menyatakan bahwa rencana kegiatan investasi yang belum berjalan sesuai dengan target pada tahun 2011 akan tetap diteruskan pada tahun 2012 mengingat masih tingginya permintaan terutama permintaan domestik. Hal ini menunjukkan masih tingginya optimisme pelaku usaha terkait dengan perkembangan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan mendatang. 1.2.3 Ekspor dan Impor Kegiatan transaksi perdagangan internasional berdasarkan data PDRB pada triwulan I-2012 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kinerja ekspor dan impor tercatat masing-masing tumbuh sebesar 6,46 % dan 5,58% (yoy) dengan pertumbuhan net ekspor sebesar 5,36% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kendati terjadi perlambatan pada transaksi perdagangan internasional Sumatera Utara, neraca perdagangan masih mencatatkan net ekspor sebesar Rp 8,39 triliun.
Grafik 1.13 Pertumbuhan PDRB Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Provinsi Sumut Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumut

Transaksi ekspor Sumatera Utara tercatat tumbuh sebesar 0,50% (yoy) melambat dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,79% (yoy). Pelambatan pertumbuhan nilai transaksi ekspor ini lebih disebabkan karena penurunan harga internasional dari komoditas ekspor utama Sumatera Utara khususnya karet alam. Hal ini terlihat dari peningkatan volume ekspor yang masih tinggi yaitu 29,33% (yoy). Perkembangan ekspor komoditi CPO di sepanjang triwulan I-2012 menghadapi beberapa tantangan antara lain adanya peningkatan tarif Bea Keluar ekspor CPO menjadi 18%, ketidakjelasan ketentuan pajak mengenai pengkreditan PPN bagi usaha yang terintegrasi yang berpotensi menambah beban pajak perusahaan perkebunan sehingga mengurangi daya saing produk CPO, serta penolakan ekspor produk kelapa
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

sawit ke Amerika Serikat terkait dengan faktor lingkungan.


Grafik 1.15 Perkembangan Nilai Ekspor Propinsi Sumut Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Ekspor per Kelompok Komoditi Propinsi Sumut

Berdasarkan kategori komoditi ekspor, kelompok barang intermediate goods (bahan baku) dan consumption goods (barang konsumsi) mendominasi dengan persentase masing-masing sebesar 86% dan 14%. Tingginya komposisi ekspor bahan baku terhadap total ekspor berimplikasi pada rendahnya elastisitas harga terhadap permintaan produk ekspor, dikarenakan produk ekspor merupakan bahan baku bagi produk negara mitra dagang. Dengan kata lain, perkembangan ekspor Sumatera Utara cenderung tidak sensitif terhadap kenaikan tingkat harga. Sementara itu, berdasarkan klasifikasi komoditi menurut SITC, komoditi ekspor Sumatera Utara didominasi oleh komoditi manufaktur bahan makanan dan produk pertanian dengan presentase pada triwulan laporan masing-masing sebesar 47% dan 25%. Nilai ekspor Sumatera Utara pada periode ini tercatat sebesar 2,57 milyar USD dengan komoditi ekspor dominan CPO dan karet, menurun dari periode sebelumnya senilai 2,83 milyar USD.
Grafik 1.17 Nilai Ekspor Komoditi Utama Provinsi Sumut Grafik 1.18 Volume Ekspor Komoditi Utama Provinsi Sumut

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

Grafik 1.19 Aktivitas Bongkar-Muat di Pelabuhan Belawan

Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor Provinsi Sumut

Volume ekspor Sumatera Utara terutama untuk komoditi CPO pada triwulan I2012 tercatat menurun sebesar 17% (qtq) dari 1,16 juta ton pada triwulan IV-2011 menjadi sebesar 970 ribu ton. Demikian juga secara nilai mengalami penurunan sebesar 144 juta USD atau 12,54%. Tingginya Bea Keluar (BK) komoditas CPO di tahun 2011 yang dimaksudkan untuk menjaga pasokan dalam negeri, berdampak pada perlambatan aktivitas ekspor. Hal ini diperkirakan karena produsen cenderung untuk menjual produk CPO ke pasar domestik untuk mengurangi beban bea keluar yang relatif berdampak pada pengurangan margin keuntungan. Di sisi lain, adanya penolakan ekspor CPO ke Amerika Serikat juga memberikan tekanan turunnya volume ekspor CPO walaupun pada level yang tidak terlalu signifikan mengingat pasar utama ekspor CPO Sumatera Utara ke negara India, Eropa, dan RRC. Namun demikian, secara tahunan ekspor CPO Sumatera Utara masih mencatatkan pertumbuhan. Pasar ekspor CPO ke negara-negara Eropa sampai dengan triwulan I-2012 secara tahunan maupun triwulanan tercatat masih mengalami pertumbuhan di tengah krisis yang melanda negara-negara Eropa. Di sisi lain, seiring dengan adanya penandatanganan Preferential Trade Agreement dengan Pakistan memberikan peluang munculnya pasar ekspor CPO Sumatera Utara. Sampai dengan triwulan I-2012 ekspor CPO Sumatera Utara ke Pakistan tercatat tumbuh sebesar 132% (qtq). Sementara itu, volume ekspor golongan karet dan barang dari karet di Sumatera Utara pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 137 ribu ton, menurun 11,13% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (triwulan 1-2011) yang tercatat sebesar 155 ribu ton. Adapun secara nilai, ekspor karet Sumatera Utara tercatat sebesar 480 juta USD atau menurun sebesar 37% (yoy) dibandingkan triwulan 1-2011 yang tercatat sebesar 761 juta USD. Secara triwulanan, ekspor karet juga mengindikasikan hal yang sama, dimana pada triwulan I-2012 volume dan nilai ekspor
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

10

karet dari Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,83% dan 15,97% (qtq). Pasar ekspor karet Sumatera Utara ke negara-negara tujuan utama menunjukkan perlambatan baik secara triwulanan maupun tahunan. Penurunan ekspor karet Sumatera Utara ke negara tujuan terutama terjadi di negaranegara Eropa seiring dampak terjadinya krisis. Perkembangan indikator perlambatan aktivitas ekspor juga dikonfirmasi oleh penurunan arus muat barang ekspor dari pelabuhan Belawan. Dilihat dari negara tujuan ekspor, nilai ekspor Sumatera Utara pada triwulan laporan masih didominasi oleh negara India sebesar 29%. Sementara itu, ekspor ke negara-negara epicentrum krisis seperti AS dan kawasan Eropa memiliki kontribusi terhadap total ekspor sebesar 28% sehingga perlu diwaspadai kemungkinan dapat terimbas oleh dampak krisis di kawasan tersebut.
Grafik 1. 5 Nilai Impor Provinsi Sumut Grafik 1. 4 Perkembangan Volume Impor per Kategori Barang Provinsi Sumut

Volume impor Sumatera Utara pada triwulan laporan mencapai 1,2 juta ton atau tercatat menurun sebesar 12,08% (yoy). Volume impor pada triwulan laporan mengalami perlambatan setelah pada triwulan sebelumnya mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,30% (yoy). Jika dirinci menurut golongan penggunaan barang terjadi perlambatan transaksi impor golongan barang konsumsi bahan dan barang modal, sementara kelompok barang intermediate atau bahan baku masih menunjukkan tren yang meningkat. Perlambatan transaksi impor terutama dipicu oleh tren perlambatan impor bahan baku sebagai jenis komoditi terbesar pada struktur impor Sumatera Utara. Tren perlambatan yang cukup tinggi juga terjadi pada kelompok barang konsumsi setelah tumbuh cukup signifikan pada triwulan I-2011. Dari struktur komoditi impor Sumatera Utara, bahan

11

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

baku/penolong masih memberikan andil yang cukup besar mencapai 88%. Sementara itu, impor barang konsumsi memiliki share sebesar 9% terhadap total impor diikuti dengan impor barang modal sebesar 3%.
Grafik 1. 6 Presentase Volume Impor per Kategori Barang Provinsi Sumut Grafik 1.24 Negara Asal Impor Provinsi Sumut

Dilihat dari negara asal impor, nilai impor dari Cina mencatat nilai tertinggi pada triwulan I-2012 sebesar 204,86 juta USD (38%), diikuti oleh Malaysia sebesar 98,96 juta USD (19%), dan kawasan Eropa sebesar 95,61 juta USD (18%). 1.3 SISI PENAWARAN
Tabel 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumut dari Sisi Penawaran

Kendati tumbuh melambat, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi andalan Sumatera Utara tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan laporan. Struktur perekonomian Sumatera Utara pada triwulan laporan masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Kombinasi ketiga sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar 62,99% terhadap perekonomian Sumatera Utara. Kinerja sektor industri pengolahan dan sektor pertanian tercatat mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor PHR masih menunjukkan tren yang meningkat pada triwulan laporan.
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

12

1.3.1 Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang positif dengan tumbuh sebesar 3,68% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,86% (yoy). Pada triwulan I-2012, kinerja sektor pertanian tercatat tumbuh stabil seiring dengan mulai datangnya musim panen pada bulan Februari April 2012. Berdasarkan data Dinas Pertanian Sumatera Utara menyebutkan realisasi panen gabah periode Januari Februari 2012 tercatat sebesar 967.685 ton serta tidak ditemukan adanya kegagalan panen.
Grafik 1. 7 Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Propinsi Sumut

Perlambatan kinerja sektor pertanian pada triwulan I-2012 juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Hal ini tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Sumatera Utara pada triwulan I-2012, NTP mengalami tren yang menurun. Hal ini mencerminkan bahwa kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga mengalami penurunan. Di sisi lain, kredit perbankan untuk kegiatan sektor pertanian pada triwulan laporan masih menunjukkan tren yang meningkat seiring dengan mulai berlangsungnya musim tanam pada periode ini. Kredit perbankan sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 17,04% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,53% (yoy). Hal ini memberi harapan akan prospek kinerja sektor pertanian yang lebih baik pada tahun 2012.

13

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Propinsi Sumut

Grafik 1.28 Perkembangan Nilai Tukar Perkebunan Rakyat (NTPR) Propinsi Sumut

Perlambatan kinerja sektor pertanian diperkirakan disebabkan perlambatan yang terjadi pada sub sektor perkebunan seiring dengan perlambatan ekspor komoditas perkebunan utama Sumatera Utara yaitu CPO dan karet yang pada triwulan laporan berada pada tren yang menurun. Perlambatan sub sektor perkebunan juga terkonfirmasi oleh penurunan indeks NTPR. Indeks NTPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 100,22 menurun dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 103.96. Sementara itu, sebagai lanjutan program peningkatan produktivitas padi, target produksi padi tahun 2012 mencapai 4.027.301 ton atau naik dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai 3.659.683 ton. Upaya pencapaian produksi tersebut akan didukung dengan pembuatan lahan sawah baru di daerah Nias Selatan dan Mandailing Natal (Madina). Program lain yang diharapkan untuk mencapai program ini adalah pembangunan infrastruktur, kelancaran distribusi pupuk bersubsidi, serta percepatan bantuan pupuk. Terkait dengan pembangunan infrastruktur pertanian, pembangunan irigasi pertanian di Sumatera Utara tahun 2012 akan terus berjalan dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) sebesar Rp34,86 miliar dan APBD Sumatera Utara mencapai sekitar Rp40 miliar dengan sasaran luas mencapai 10.650 hektar. Kenaikan anggaran ini terjadi dengan tujuan merehabilitasi jaringan irigasi usaha tani di Sumatera Utara. Upaya rehabilitasi jaringan irigasi tersebut meliputi perbaikan infrastruktur jaringan irigasi tingkat usaha tani (Jitut), jaringan irigasi desa (Jides), tata air mikro (TAM), jalan usaha tani, pompanisasi, dan rumah kompos. Sedangkan anggaran yang bersumber dari APBD diperuntukan bagi 19

BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

14

kabupaten/kota yang juga untuk pembangunan infrastruktur irigasi, system of rice intensification (SRI) dan pupuk.

1.3.2 Sektor Industri Pengolahan


Grafik 1.29 Pertumbuhan PDRB Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.30 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Propinsi Sumut

Kinerja sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor ekonomi utama Sumatera Utara, pada triwulan I-2012 tercatat tumbuh sebesar 1,86% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 2,22% (yoy). Namun demikian, secara tahunan kinerja sektor industri masih menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 1,80% (yoy). Beberapa indikator sektor industri pengolahan seperti kredit perbankan sektor industri serta indeks pertumbuhan Pada perbankan tercatat melambat triwulan sektor produksi laporan, 9,43% manufaktur kredit (yoy) memberikan konfirmasi terjadinya perlambatan sektor industri pengolahan. industri sebesar pengolahan triwulan
Grafik 1.31 Perkembangan Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Sumut

tumbuh

dibandingkan

sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,55% (yoy). Di sisi lain, berdasarkan data perkembangan pertumbuhan periode laporan produksi industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara pada menunjukkan bahwa secara triwulanan

15

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

produksi industri manufaktur besar dan sedang mengalami penurunan sebesar 3% (qtq). Penurunan produksi tersebut dipicu oleh turunnya produksi dari industri furnitur sebesar 3,98%, penurunan produksi industri karet/barang dari karet dan plastik sebesar 3,57% serta penurunan produksi industri makanan sebesar 2,65%. Di sisi lain, permasalahan yang saat ini sedang dihadapi industri di Sumatera Utara adalah sebanyak 54 industri di Sumatera Utara baik PMA maupun PMDN terancam tidak mendapatkan pasokan gas yang sekaligus mengancam kelangsungan usahanya. Kebutuhan gas bagi industri existing di Sumatera Utara saat ini sebesar 25 mmscfd (millions of standard cubic feet per day), tapi yang mampu dipenuhi pasokannya oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) hanya sebesar 17 mmscfd. Keadaan tersebut semakin memburuk, sebab sejak Oktober 2011 pasokan gas dipotong lagi menjadi 11,4 mmscfd. Penurunan suplai gas akan berlangsung hingga akhir 2012. Pada dasarnya pasokan gas di wilayah Sumatera Utara direncanakan akan terpenuhi jika pembangunan proyek terminal gas terapung atau Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) di Belawan terealisasi. Namun demikian, pembangunan proyek infrastruktur tersebut akan dialihkan ke Provinsi Lampung, sedangkan kebutuhan pasokan gas di Sumatera Utara akan dipenuhi melalui pengalihan pasokan gas ke PLN kepada sektor industri di Sumatera Utara

1.3.3 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran


Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan I-2012 tumbuh sebesar 9,69% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,98% (yoy). Peningkatan kinerja sektor PHR pada triwulan ini mampu menahan perekonomian Sumatera Utara untuk melambat lebih dalam. Memasuki awal tahun 2012, peningkatan kinerja sektor PHR dipicu oleh faktor musiman seiring dengan adanya perayaan hari besar keagamaan (Tahun Baru Imlek dan Cengbeng) dan hari libur nasional yang diperkuat dengan maraknya kegiatan promosi/ sale di pusatpusat perbelanjaan. Di sisi lain adanya kenaikan gaji PNS termasuk TNI/Polri juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kinerja sektor PHR. Beberapa prompt indicator seperti perkembangan tingkat hunian hotel, nilai penjualan berdasarkan hasil Survei Pedagang Eceran (SPE), serta kredit perbankan sektor PHR menunjukkan peningkatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sektor PHR. Perkembangan sub sektor perhotelan pada triwulan laporan menunjukkan tren yang meningkat. Sampai dengan akhir triwulan I-2012 Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Provinsi Sumatera Utara tercatat tumbuh sebesar 46,93%
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

16

mengalami peningkatan dibandingkan dengan posisi akhir triwulan IV-2011 yang tercatat tumbuh sebesar 44,16%. Sementara itu, berdasarkan hasil SPE yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) sampai dengan akhir triwulan I-2012 tercatat tumbuh sebesar 14,67% (yoy) lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan bulan sebelumnya, dan diperkirakan masih akan terus mengalami peningkatan pada triwulan II-2012.
Grafik 1.32 Pertumbuhan PDRB Sektor PHR

Grafik 1. 8 Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Provinsi Sumut

Indikator aktivitas perdagangan dapat pula dilihat dari dukungan pada pembiayaan tinggi PHR perbankan

Grafik 1. 34 Perkembangan Kredit Sektor PHR Provinsi Sumut

sektor triwulan yang pada sebesar mencapai

perdagangan, hotel dan restoran yang lebih dibandingkan terus dengan sebelumnya. Pada triwulan ini kredit sektor melanjutkan sejak I-2010 (yoy) yang dengan dengan tren meningkat triwulan 27,15% pertumbuhan Rp26,93 triliun. trend-reversal signifikan nilai

mencatatkan

1.3.4 Sektor Keuangan


Tabel 1. 3 Indikator Kinerja Perbankan Provinsi Sumut

17

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

Dari seluruh sektor, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini yaitu sebesar 11,67% (yoy). Pertumbuhan sektor ini sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,35% (yoy). Pelambatan ini searah dengan kinerja perbankan Sumatera Utara yang memiliki pangsa dominan pada sektor ini yang pada triwulan laporan membukukan pertumbuhan kredit sebesar 19,92% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,33%. Demikian pula dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan Sumatera Utara yang pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 16,81% (yoy) menjadi 14,43% (yoy). Pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan DPK perbankan menyebabkan tingkat LDR perbankan pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari 83,63% pada triwulan sebelumnya menjadi 85,17%. Kualitas penyaluran kredit perbankan pada periode ini relatif terjaga dengan tingkat NPL sebesar 2,37% sedikit meningkat dari sebelumnya yang tercatat sebesar 2,28%.

1.3.5 Sektor Bangunan


Grafik 1. 9 Perkembangan Penjualan Semen Provinsi Sumut Grafik 1. 10 Perkembangan Kredit Sektor Bangunan Provinsi Sumut

Pada triwulan I-2012, sektor bangunan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 7,91% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 8,19% (yoy). Melambatnya kinerja sektor bangunan tidak terlepas dari siklus pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang pada umumnya akan mulai berjalan pada awal semester II seiring dengan mulai berjalannya proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Hal ini dikonfirmasi dengan melambatnya pertumbuhan penjualan Semen di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan laporan. Realisasi pengadaan semen pada triwulan I-2012 tercatat tumbuh sebesar 13,84% (yoy) dengan jumlah sebesar 737
BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

18

ribu

ton.

Pertumbuhan

penjualan

semen

tersebut

mengalami

perlambatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 41,98% (yoy) Sementara itu, pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan di Sumatera Utara ke sektor (yoy). bangunan dan konstruksi tercatat tumbuh 20,49% (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 17,69%

1.3.6 Sektor Pengangkutan dan Komunikasi


Pada triwulan laporan, sektor pengangkutan dan komunikasi mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi dengan pertumbuhan sebesar 8,43% (yoy), stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh 8,48%. Perlambatan kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan dipicu oleh perlambatan yang terjadi pada sub sektor pengangkutan seiring dengan adanya tren penurunan ekspor pada triwulan laporan.
Grafik 1.37 Perkembangan Jumlah Penumpang Angkutan Laut dan Udara Provinsi Sumut Grafik 1.38 Perkembangan Kredit Sektor Pengangkutan Provinsi Sumut

Perkembangan prompt indicator sub sektor pengangkutan, terutama kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan Belawan menunjukkan tren menurun pada triwulan I-2012. Namun demikian, indikator sub sektor pengangkutan terutama untuk angkutan transportasi, berdasarkan data perkembangan jumlah penumpang angkutan udara dan angkutan laut masih menunjukkan peningkatan dan menjadi penopang stabilnya kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini diperkirakan karena meningkatnya aktivitas yang terkait dengan hari libur nasional pada triwulan I-2012. Dilihat dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan perbankan terhadap sektor pengangkutan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan

19

Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

laporan masih menunjukkan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Penyaluran kredit pada triwulan ini tercatat tumbuh sebesar 49,13% (yoy) masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 53,75% (yoy).

BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional

20

BOKS 1
g

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR HORTIKULTURA

Kebijakan Pemerintah melakukan pembatasan impor hortikultura melalui Permentan 88, 89, dan 90 Tahun 20111 tentunya tetap membawa dampak terhadap impor hortikultura maupun aktivitas di Pelabuhan Belawan. Permentan tersebut mulai berlaku tanggal 19 Juni 2012, ditunda dari penetapan sebelumnya tanggal 19 Maret 2012. Dengan diterapkannya Permentan tersebut, produk impor hortikultura yang sebelumnya dapat masuk melalui 8 pintu masuk, dibatasi menjadi melalui 4 pintu masuk, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Makassar, Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, dan Pelabuhan Belawan Medan. Pelabuhan Belawan sebagai pintu masuk utama perdagangan dari dan ke luar Sumatera Utara, setiap tahunnya menerima produk impor hortikultura sebanyak 438,57 ribu ton. Impor hortikultura melalui Pelabuhan Belawan ini masih jauh di bawah produksi lokal.

Dalam

menghadapi

pemberlakuan

regulasi

tersebut,

Balai

Besar

Karantina Pertanian (BBKP) Belawan menyatakan kesiapan baik dari segi sarana, prasarana, sumber daya manusia, maupun kapasitas instalasi. Saat ini Balai Karantina memiliki instalasi karantina seluas 7.000 m2. Selain itu, dari 12 laboratorium penelitian barang karantina (BPTPH) yang ada di seluruh Indonesia, Sumatera Utara memiliki 1 laboratorium. Dalam kondisi normal Pelabuhan Belawan menerima 150 s.d 200 kontainer setiap bulannya. Kapasitas maksimum yang dimiliki oleh Belawan International Container Terminal (BICT)

Permentan 88 Tahun 2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan Permentan 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan dan/atau Sayuran Buah Segar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia Permentan 90 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
1

Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Hortikultura | Boks 1

adalah 7.000 kontainer, sedangkan Belawan Logistic Center (BLC) mampu menampung 200 kontainer. Pelaku usaha (khususnya importir hortikultura) menyambut baik kebijakan tersebut. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak akan merusak tatanan produk lokal, dengan catatan daya saing buah lokal harus terus ditingkatkan mengingat barang impor yang umumnya masuk ke wilayah Indonesia cukup kompetitif. Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, tidak dipilih sebagai salah satu pintu masuk karena kondisi pelabuhan saat ini sudah hampir mencapai over capacity. Setiap bulannya Pelabuhan Tanjung Priok menerima 3.000 s.d 5.000 kontainer komoditi holtikultura. Dengan diberlakukannya pembatasan pintu masuk bagi impor komoditi holtikultura, maka diperkirakan pada 4 pintu masuk tersebut masing-masing akan bertambah 1.250 kontainer per bulannya, sebagai dampak dari impor yang selama ini masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Kondisi tersebut tentu saja akan meningkatkan volume barang impor yang masuk melalui pelabuhan Belawan hingga 7 kali lipat bila dibandingkan dengan kondisi normal. Namun BBKP Belawan menyatakan kesiapannya mengingat kapasitas BICT dan BLC yang masih sangat besar. Untuk menghindari terjadinya penumpukan barang impor pada pintu masuk tertentu, diharapkan Kementrian Perdagangan segera menerapkan pengaturan kuota impor pada masing-masing pintu masuk. Sedangkan untuk meningkatkan daya saing produk lokal, diharapkan dinas terkait terus melakukan pembinaan dan pelatihan bagi petani baik dari segi produksi maupun pemasarannya. Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan melakukan pengawasan ketat terhadap kualitas barang impor yang akan sampai di daerahdaerah yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, mengingat penambahan rantai distribusi dapat berdampak pada turunnya kualitas barang dimaksud (bahkan dapat menjadi racun bagi tubuh).

Boks 1 | Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Hortikultura

BOKS 2

TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I 2012

Isu ekonomi dan politik terkait rencana pembatasan subsidi BBM yang berlarut-larut disinyalir merupakan penyebab dari terbentuknya sentimen negatif masyarakat terhadap kondisi ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia Medan periode Maret 2012 yang memperlihatkan terjadinya pelemahan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar -6,62% (yoy) atau sebesar -16,73% (mtm) menuju level pesimis. Sentimen pesimis juga terjadi pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar -19,48% (mtm), meskipun secara year on year meningkat tipis sebesar 0,36%. Rencana pembatasan subsidi BBM tersebut telah menggiring ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga barang dan jasa secara umum, dimana 54,92% menyatakan bahwa akan terjadi sedikit kenaikan harga barang dan jasa pada 3 bulan y.a.d., dan 15,56% lainnya menyatakan akan terjadi peningkatan harga yang signifikan. Sedangkan 29,52% responden meyakini harga barang dan jasa 3 bulan y.a.d akan berada pada kondisi yang relatif stabil.

Perkiraan kenaikan harga pada periode 3 bulan y.a.d diikuti dengan peningkatan perkiraan pengeluaran, dimana 48,89% responden menyatakan pengeluarannya pada 3 bulan y.a.d akan sedikit meningkat, dan 13,02% lainnya menyatakan peningkatan pengeluaran yang signifikan. Sedangkan 38,10% responden menyatakan bahwa pengeluaran pada 3 bulan y.a.d akan berada pada level yang relatif tetap.

Boks 2 | Tendensi Konsumen Triwulan I-2012

23

Peningkatan pengeluaran tersebut diindikasikan akan terjadi pada seluruh kelompok komponen pengeluaran, terutama pengeluaran terhadap bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok & tembakau; serta perumahan, listrik, gas dan bahan bakar.

Berdasarkan hasil survei singkat mengenai respon masyarakat terhadap kenaikan BBM pada bulan Maret 2012 di Kota Medan dan sekitarnya, didapati 70,79% masyarakat mengeluarkan biaya antara Rp100.000,00 Rp500.000,00 setiap bulannya untuk BBM.
Pengeluaran untuk BBM/bulan

24

Tendensi Konsumen Triwulan I-2012 | Boks 2

Dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM yang akan mendorong peningkatan pengeluaran, khususnya BBM, 65,75% masyarakat memilih mengalihkan moda transportasi mobil ke motor. Hal ini sejalan dengan realisasi kredit kendaraan bermotor (KKB) dimana kredit pemilikan motor memiliki porsi 52% dari total KKB, sedangkan porsi kredit pemilikan mobil adalah 48%. Namun realisasi kredit tersebut diperkirakan akan mengalami penurunan, khususnya pada realisasi kredit bulan Juni 2012, sebagai akibat atas penerapan kebijakan Bank Indonesia melalui Surat Edaran No.14/10/DPNP kepada semua bank umum terkait dengan Loan to Value (LTV) pada KPR dan KKB, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010./2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan.
Pilihan Pengalihan Moda Transportasi

Boks 2 | Tendensi Konsumen Triwulan I-2012

25

BAB II Perkembangan Inflasi Daerah

B BA AB B2 2

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Tekanan inflasi Provinsi Sumatera Utara sedikit meningkat dibandingkan triwulan lalu. Inflasi Sumatera Utara tercatat 3,86% (yoy) atau 0,63% (qtq). Kendati demikian level inflasi Sumatera Utara masih di bawah inflasi nasional

2.1. KONDISI UMUM Pada triwulan I-2012, Sumut mengalami inflasi 0,63% (qtq), lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulanan lalu sebesar 0,00%. Sementara itu, inflasi tahunan Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,86%, sedikit di atas inflasi tahunan triwulan IV-2011 sebesar 3,66%. Kendati demikian, inflasi Sumut pada periode ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 3,97% (yoy). Ditinjau dari disagregasi inflasi, pada periode ini inflasi inti (4,91%) kembali mendominasi inflasi Sumatera Utara. Sementara itu, inflasi volatile foods dan administered prices masing-masing sebesar 1,40% (yoy) dan 3,89% (yoy).
Grafik 2.1. Inflasi Bulanan Sumut dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional

2.2. INFLASI TRIWULANAN Inflasi triwulanan Sumut tercatat sebesar 0,63% (qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulanan nasional sebesar 0,88%. Apabila dibandingkan dengan triwulan IV-2011 (0,00%), maka inflasi pada periode ini juga lebih tinggi.

BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

26

Tabel 2.1. Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Triwulan I-2012

Januari 2012 Komoditas Angkutan udara Daging ayam ras Dencis Tongkol Kembung/ Gembung Kacang panjang Wortel
Sumber: BPS

Februari 2012 Andil Inflasi 0,4930 0,4167 0,1799 0,1266 0,1028 0,0569 0,0539 Komoditas Celana panjang jeans Emas perhiasan Bawang merah Gaun Beras Baju kaos/ T-shirt Tongkol Andil Inflasi 0,1211 0,0733 0,0554 0,0374 0,0364 0,0264 0,0250

Maret 2012 Komoditas Baru bata/ batu tela Angkutan udara Gaun Bawang merah Kembung/ Gembung Dencis Daging sapi Andil Inflasi 0,0311 0,0292 0,0228 0,0223 0,0130 0,0124 0,0120

Tabel 2.2. Komoditas yang Memberikan Andil Deflasi Triwulan I-2012

Januari 2012 Komoditas Cabe merah Emas perhiasan Baju kaos/ T-shirt Calana panjang jeans Daging sapi Tempe Teri
Sumber: BPS

Februari 2012 Andil Deflasi Komoditas Cabe merah Angkutan udara Daging ayam ras Kacang panjang Kentang Wortel Dencis Andil Deflasi -0,4533 -0,3076 -0,0902 -0,0889 -0,0545 -0,0412 -0,0371

Maret 2012 Komoditas Daging ayam ras Beras Tongkol Cabe merah Bayam Emas perhiasan Kentang Andil Deflasi -0,1146 -0,0833 -0,0517 -0,0441 -0,0268 -0,0257 -0,0203

-0,1094 -0,0583 -0,0294 -0,0286 -0,0242 -0,0182 -0,0154

2.2.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Berdasarkan kelompok barang dan jasa, seluruh kelompok memiliki level inflasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu kecuali kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan justru mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok sandang (2,14%).

Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

27

Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%)

Sumber: BPS

a. Kelompok Bahan Makanan Sama halnya dengan triwulan IV-2011, pada triwulan I-2012 kelompok bahan makanan mengalami deflasi bahkan dalam level yang lebih rendah. Deflasi kelompok bahan makanan terutama disebabkan oleh subkelompok bumbubumbuan yang mengalami deflasi 23,03%.

Grafik 2.3 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Sumut


10% 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 Sumber : BPS, diolah I II III -1,16 IV I -0,97 II III -3,92 2009 IV I -2,86 2008 2010 0,10 II III 0,38 IV -0,73 I II III -2,76 2011 -0,01 -0,27 IV I 2012 4,74 6,67 6,93 7,91 5,68 8,01 6,03

Penurunan harga bumbu-bumbuan khususnya cabe merah terkonfirmasi dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan di kota Medan. Harga cabe merah besar-segar mengalami penurunan dari Rp35.000 per kg pada akhir triwulan IV-2011 menjadi Rp25.000 per kg pada akhir triwulan I-2012 (turun 28,57%). Cabe merah keriting menurun dari Rp38.000 per kg pada akhir triwulan IV-2011 menjadi Rp13.000 per kg pada akhir triwulan I-2012 (turun 192,31%). Selain komoditas cabe merah, komoditas beras yang memiliki bobot besar dalam perhitungan inflasi juga mengalami penurunan harga karena berlangsungnya musim panen di seluruh sentra produksi padi Sumatera Utara.

BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

28

Grafik 2.4 Perkembangan Harga Cabe Merah di Kota Medan

Sumber: Survei Pemantauan Harga

b. Kelompok Sandang Di tengah penurunan tren harga emas, kelompok sandang masih tetap menjadi kelompok dengan level inflasi tertinggi dibandingkan kelompok lain. Pada triwulan I-2012, kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 2,14%. Pada periode ini, inflasi kelompok sandang lebih banyak disumbang oleh subkelompok sandang laki-laki dewasa, terutama komoditas celana panjang jeans dan baju kaos/ t-shirt.
Grafik 2.5 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut
8 6 4 2 0 -2 I 0,57 II -1,38 III IV I II

%
6,24

7,22 6,45 4,07 2,30 1,13 -0,50 I II III IV 2010 -0,41 I II III IV 2011 0,02 I 2012 2,14

3,64 2,69 0,95 III IV

3,47

Sumber : 2008 BPS, diolah -4

-3,20 2009

c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau meningkat menjadi 0,60% pada triwulan I-2012 dari sebelumnya sebesar 0,00 % pada triwulan IV-2011. Subkelompok yang memberikan andil besar terhadap inflasi kelompok ini adalah subkelompok makanan jadi (0,67%). Sementara itu inflasi Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

29

triwulanan subkelompok minuman yang tidak beralkohol dan subkelompok rokok, tembakau, dan minuman beralkohol masing-masing sebesar 0,55% dan 0,45%.
Grafik 2.6 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau di Sumut

6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I II III IV I 2008


Sumber: BPS, diolah
1,15 2,19 2,46 1,89 1,81 1,22 0,89 0,50 0,00 0,60 2,65 2,37 2,56 2,31 1,43 2,38 4,92

II III IV I 2009

II III IV I 2010

II III IV I 2011 2012

d. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Setelah sempat mengalami deflasi sebesar 0,02% pada triwulan IV-2011, pada triwulan I-2012 kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 1,54% (qtq). Subkelompok transportasi memberikan andil besar (2,04%) terhadap inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, khususnya komoditas angkutan udara yang harganya sangat sensitif terhadap faktor seasonal. Di awal tahun, tarif angkutan udara sempat mengalami kenaikan 54% karena perayaan Tahun Baru Imlek.

Grafik 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan di Sumut

% 4
3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 Sumber : BPS, diolah I 0,39 -0,02 II III IV I II 0,06 III 0,29 IV I -1,61 0,66 0,47 II III IV 0,31 I II -0,02 III IV I 2012 2,84 2,20 1,03 1,54 3,11

2008

2009 -3,17 -3,50

2010

-1,99 2011

BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

30

Selain Tahun Baru Imlek, rencana kenaikan BBM turut mempengaruhi kenaikan tarif angkutan, baik angkutan umum maupun angkutan barang. Berdasarkan informasi kontak liaison1 tarif angkutan umum diperkirakan dapat mengalami kenaikan hingga 33,69% apabila harga premium naik Rp1.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter. Sementara itu, tarif angkutan barang yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antar pelaku ekonomi (tidak ditetapkan oleh pemerintah) bahkan dapat meningkat hingga 90%. e. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan juga mengalami peningkatan inflasi triwulanan menjadi 0,64% (qtq) di triwulan I-2012. Subkelompok obat-obatan (2,22%) mengalami inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya. Sementara itu, inflasi subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika sebesar 0,54%. Subkelompok jasa perawatan jasmani mengalami inflasi sebesar 0,10%. Subkelompok jasa kesehatan mengalami inflasi 0,02%
Grafik 2.8. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Sumut
4% 3 3 2 2 1 1 0 I II III IV 0,40 0,040,09 I II III IV 0,26 I II 0,56 0,23 0,09 III IV I II 0,63 0,64 0,00 III IV I 2012 1,73 1,30 1,73 3,19 2,67 2,39 3,30

2008 Sumber : BPS, diolah

2009

2010

2011

f. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Dibandingkan dengan triwulan lalu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami peningkatan dari 0,01% (qtq) pada triwulan IV2011 menjadi 0,67% (qtq) pada triwulan I-2012. Subkelompok biaya tempat tinggal merupakan yang tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya. Inflasi subkelompok

Gafeksi

Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

31

biaya tempat tinggal sebesar 1,07%. Inflasi subkelompok perlengkapan rumah tangga sebesar 0,49%. Sementara itu, subkelompok penyelenggaraan rumah tangga dan subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,36% dan 0,28%.
Grafik 2.9. Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar di Sumut
4% 3 3 2 2 1 1 0 I II III IV I II 1,16 1,16 0,56 0,64 0,21 I II III IV I II III IV 1,67 1,02 0,88 0,74 0,67 0,01 I 2012 3,12 2,74 2,91 2,642,77

0,06 III IV

2008 Sumber : BPS, diolah

2009

2010

2011

g. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Pada triwulan I-2012, inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga juga sedikit mengalami peningkatan dari 0,01% (qtq) pada triwulan IV-2011 menjadi 0,58% (qtq) pada triwulan I-2012. Subkelompok yang berkontribusi besar terhadap inflasi kelompok ini adalah subkelompok perlengkapan/ peralatan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 2,34% (qtq).
Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut
10 % 8 6 4 2 0 -2 I 0,84 0,01 II III IV 0,190,00-0,05 I II 2,63 1,12 0,97 0,58 0,41 0,24 0,00 -0,18 0,01 -0,68 III IV I II III IV I II III IV I 2010 2011 2012 6,33 8,54

2008 Sumber : BPS, diolah

2009

BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

32

2.2.2. INFLASI MENURUT KOTA Dari 4 kota di Sumatera Utara yang dihitung inflasinya, 2 kota mengalami peningkatan inflasi dan 2 kota mengalami penurunan inflasi triwulanan. Kota Medan mengalami peningkatan inflasi menjadi 0,52% (qtq) dan kota Pematangsiantar mengalami peningkatan inflasi menjadi 1,60% (qtq). Sementara itu, inflasi Kota Padangsidempuan menurun menjadi 0,36% (qtq). Inflasi kota Sibolga juga menurun menjadi 0,82% (qtq) pada triwulan I-2012.
Tabel 2.4. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%)

Sumber: BPS, diolah

2.3. INFLASI TAHUNAN Secara tahunan, inflasi Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,86% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2011 sebesar 3,67% (yoy). 2.3.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Secara tahunan, inflasi kelompok sandang (13,78%) juga merupakan yang tertinggi dibandingkan kelompok lain. Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan (1,60%) merupakan yang terendah dibandingkan kelompok lain. Meskipun mengalami inflasi terendah, namun inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan ini mengalami kenaikan dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 1,14%. Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga mengalami peningkatan. Kelompok sandang meningkat dari 10,95% (yoy) pada triwulan IV2011 menjadi 13,78% (yoy) pada triwulan I-2012.

Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

33

Tabel 2.5. Inflasi Tahunan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%)

Sumber: BPS

a. Kelompok Bahan Makanan Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 1,60% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,14% (yoy). Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok kacang-kacangan (17,7%), ikan diawetkan (11,8%), dan ikan segar (8,6%). Sebaliknya subkelompok bumbubumbuan mengalami deflasi 18,8%. Salah satu penyebab deflasi subkelompok bumbu-bumbuan adalah komoditas cabe yang sempat melambung tinggi pada awal tahun 2011. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) di kota Medan yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan harga cabe merah. Pada triwulan I-2011 harga cabe merah menembus Rp60.000 per kg dan pada triwulan ini harganya telah menurun menjadi Rp30.000 per kg (cabe merah kualitas besar-segar).
Grafik 2.11. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
26 21 16 11 6 1 -4
I II III IV I II

%
22,96 17,91 18,08 11,98 9,69 5,14 0,44
III IV

10,89

14,69 13,73

10,54

3,94 -0,38
I II III

3,14
IV I II

4,65 1,6 1,14


III IV I 2012

2008

2009

2010

2011

Sumber : BPS, diolah

BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

34

b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan I-2012 sebesar 3,84% (yoy) menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 4,70% (yoy). Subkelompok makanan jadi (4,82%) memiliki inflasi yang paling besar dibandingkan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (2,86%) dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol (2,12%).
Grafik 2.12 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
12% 10 8 6 4 2 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2012 4,31

11,11 10,41 10,26 9,7210,27 9,27 8,779,279,17 8,73 7,165,98 5,3 4,7 4,1 3,84

2008 Sumber : BPS, diolah

2009

2010

2011

c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga pada triwulan I-2012 mengalami inflasi sebesar 4,20% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan IV2011 sebesar 4,76% (yoy). Bahkan subkelompok rekreasi mengalami deflasi sebesar 0,87% (yoy). Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah pendidikan, yakni sebesar 6,58% (yoy).
Grafik 2.13 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

% 14
12 10 8 6 4 2 0
I II III IV I II III IV I II III

12,67 11,87 8,85 8,81 8,30 7,86 8,33 7,77 7,45 6,52 4,76 3,83 4,2 2,35 1,62 2,15
I II III IV I

0,7
IV

Sumber : BPS, Sumut

Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

35

d. Kelompok Sandang Kendati secara triwulanan (qtq), inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan triwulan lalu, namun inflasi tahunan (yoy) kelompok sandang meningkat. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 13,78% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 12,87% (yoy). Subkelompok yang memiliki level inflasi tinggi adalah subkelompok sandang lakilaki sebesar 17,26% dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain sebesar 15,57%.
Grafik 2.14 Inflasi Kelompok Sandang
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2

%
16,36 14,61 11,29 10,30 9,22 8,398,807,81 13,78 12,87 10,95 8,43 6,68 6,88 8,32 7,23

-0,16 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2012

2008 Sumber : BPS, Sumut

2009

2010

2011

Harga emas perhiasan 22 karat meningkat dari Rp290.000 per gram pada triwulan I tahun lalu menjadi Rp477.000 per gram pada triwulan ini. Untuk emas perhiasan 24 karat meningkat dari Rp398.000 per gram pada triwulan I tahun lalu menjadi Rp495.000per gram pada triwulan I-2012. e. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan bakar Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,34%, sedikit menurun dibandingkan inflasi triwulan lalu sebesar 3,56%. Inflasi subkelompok biaya tempat tinggal sebesar 4,60% (yoy), kembali menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,30%. Inflasi subkelompok penyelenggaraan rumah tangga juga jauh menurun dari 10,95% (yoy) menjadi sebesar 4,24% (yoy). Senada dengan kedua subkelompok tersebut, inflasi subkelompok perlengkapan rumah tangga juga sedikit menurun dari 1,18% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 1,13% (yoy) pada triwulan ini. Sebaliknya inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air justru meningkat dari 0,48% (yoy) menjadi 0,74% (yoy). BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

36

Grafik 2.15 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
10% 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
I

8,63 8,43 6,69 4,26 7,18 4,70 2,18

7,56 5,46 5,29 3,90

7,46 7,5 6,64 5,51 3,56 3,34

II

III IV

II

III IV

II

III IV

II

III IV

I 2012

2008

2009

2010

2011

Sumber : BPS, Sumut

f. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan inflasi. Pada triwulan I2012, inflasi kelompok kesehatan tercatat sebesar 4,09% (yoy). Subkelompok kesehatan yang level inflasinya tertinggi adalah perawatan jasmani dan kosmetika, sebesar 7,54% (yoy). Sementara itu, subkelompok yang level inflasinya terendah adalah jasa kesehatan, sebesar 0,48% (yoy).
Grafik 2.16 Inflasi Kelompok Kesehatan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
I

7,988,21 6,25 5,36 3,18

6,95 6,84 4,63 4,25 3,403,58 2,74 2,432,65 2,292,14 4,09

II

III

IV

II

III

IV

II

III

IV

II

III

IV

I 2012

2008

2009

2010

2011

Sumber : BPS, Sumut

g. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sedikit meningkat pada triwulan laporan, dari 2,57% di triwulan IV-2011 menjadi 3,83% di triwulan I-2012. Peningkatan inflasi kelompok ini terutama dipicu oleh Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

37

subkelompok transportasi yang meningkat dari 4,87% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi 6,35% (yoy) pada triwulan I-2012. Rencana kebijakan kenaikan harga premium sebesar Rp1.500 per liter berimbas pada kenaikan tarif transportasi. Pengusaha angkutan umum khususnya di kelas non ekonomi yang penentuannya tidak ditetapkan oleh pemerintah telah menaikkan harga sebelum terjadi kenaikan harga BBM.
Grafik 2.17 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan
6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 Sumber : BPS, Sumut I II III IV

%
3,953,81 1,82 2,51 -0,05 I II III IV I 1,72 1,32 2,57 3,83 2,41 1,52 0,98 II III IV I 2012

-0,19 -0,60 II III IV 2010

2008

2009 -4,73 -6,24 -6,53

2011

2.3.2. INFLASI MENURUT KOTA Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, semuanya mengalami peningkatan bila dibandingkan triwulan lalu, kecuali Sibolga. Inflasi Sibolga (3,74%) masih menunjukkan level penurunan, bahkan yang terendah dibandingkan kota lain. Inflasi tertinggi terjadi di kota Pematangsiantar (4,67%). Sementara itu inflasi kota Medan adalah sebesar 3,75% dan Padangsidempuan sebesar 4,12%.
Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy)

Sumber: BPS Di keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, kelompok bahan makanan dan kelompok sandang menjadi kelompok yang memiliki tingkat inflasi BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

38

tinggi di masing-masing kota, kecuali di Kota Pematangsiantar. Di Kota Pematangsiantar, inflasi kelompok kesehatan (9,69%) merupakan yang tertinggi. Di tengah rencana kebijakan kenaikan harga premium sebesar Rp1.500 per liter, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan di Kota Padangsidempuan justru mengalami deflasi 1,35% (yoy).
Tabel 2.7. Inflasi Tahunan di Sumut menurut Kota dan Kelompok Barang & Jasa (%,yoy)

Sumber: BPS

2.4. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFLASI 2.4.1 Faktor Fundamental Ekspektasi Inflasi Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX terjadi peningkatan indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan dan 6 bulan yang akan datang menjadi 170, dibandingkan triwulan lalu indeks ekspektasi harga konsumen 3 bulan yang akan datang dan 6 bulan yang akan datang masing-masing sebesar 156 dan 157. Kendati terjadi peningkatan indeks ekspektasi harga, nampaknya masyarakat Sumut tetap optimistis, tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang tetap terjaga di level 103.

Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

39

Grafik 2.18 Ekspektasi Konsumen terhadap Pergerakan Harga Barang/ Jasa

Sumber: Survei Konsumen dan BPS, diolah

Guna

mengawal

inflasi

Provinsi

Sumatera

Utara

tahun

2012,

Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara merumuskan Lima Langkah Pengendalian Inflasi Daerah, sebagai berikut: 1. Optimalisasi pemantauan harga barang-barang kebutuhan pokok dan penyumbang inflasi terbesar 2. Pemanfaatan riset mengenai inflasi dan harga, terutama terkait dengan produksi, distribusi dan ekspektasi masyarakat terhadap perkembangan harga 3. Peningkatan manajemen ekspektasi masyarakat dan komunikasi publik 4. Pemantauan harga pangan dan menjaga kelancaran pasokan barang-barang kebutuhan pokok 5. Percepatan pembangunan infrastruktur

2.4.2 Faktor Non Fundamental Disagregasi Inflasi Inflasi inti mendominasi inflasi Sumatera Utara pada triwulan I-2012, yakni sebesar 4,91% (yoy), walaupun sedikit menurun dibandingkan triwulan lalu 5,25% (yoy). Inflasi volatile foods justru meningkat dari 0,77% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi 1,40% (yoy) pada triwulan I-2012. Senada dengan hal tersebut, inflasi administered price juga meningkat dari 3,02% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,89% (yoy) pada triwulan I-2012.

BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah

40

Grafik 2.19 Disagregasi Inflasi Sumut

Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2

41

BOKS 3

KETERSEDIAAN BBM BERSUBSIDI DI SUMUT

Rencana penetapan kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga premium sebesar Rp1.500 per liter pada 1 April 2012 yang lalu menuai respon dari masyarakat termasuk aksi penolakan dan penimbunan BBM. Kendati demikian Unit Pemasaran (UPms) I PT Pertamina memastikan bahwa yang ketersediaan BBM di Provinsi Sumatera Utara mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Sumatera Utara. Berdasarkan Focus Group Discussion dilaksanakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX dengan UPms I PT. Pertamina diketahui bahwa premium yang tersedia sebanyak 39.008 kilo liter dan diperkirakan dapat memenuhi konsumsi 9 hari ke depan. Sementara itu, solar yang tersedia sebanyak 36.191 kilo liter atau mencukupi kebutuhan konsumsi 12 hari ke depan. Ketersediaan stok BBM juga didukung oleh jaminan pengadaan BBM untuk wilayah Sumut dalam waktu 24 s/d 36 jam.
Tabel Ketersediaan BBM

Sumber: UPms I PT Pertamina Medan

Ditreskrimsus Polda Provinsi Sumatera Utara juga melakukan Operasi khususnya di daerah potensial penyimpanan BBM seperti Pangkalan Susu, Belawan-Medan, Binjai, Pematangsiantar, Kisaran, Sibolga, dan Gunung Sitoli. Disretkrimsus Polda Sumut juga melakukan pengawasan langsung di sebagian besar SPBU, khususnya SPBU yang tingkat kebutuhannya tinggi seperti Medan, Deli Serdang, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Pematangsiantar, Sibolga, dan Gunung Sitoli.

42

Ketersediaan BBM Bersubsidi di Sumatera Utara | Boks 3

Gambar Daerah Potensial Tempat Penyimpanan dan Tinggi Kebutuhan BBM

Sumber: Disretkrimsus Polda Sumut

Berdasarkan hasil operasi di 308 SPBU dan 31 APMS ditemukan penimbunan premium sebanyak 4.284 liter, solar sebanyak 27.216 liter, dan minyak tanah sebanyak 39.300 liter. Beberapa modus operandi yang digunakan di SPBU adalah menggunakan tangki ganda, tangki tumpah, dan penyalahgunaan angkutan.
Gambar SPBU dan APMS di Provinsi Sumatera Utara

Sumber: Disretkrimsus Polda Sumut

Boks 3 | Ketersediaan BBM Bersubsidi di Sumatera Utara

43

Beberapa upaya untuk meminimalisasi penyimpangan adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan langsung oleh kepolisian di setiap SPBU 2. Kartu kendali BBM untuk pembelian menggunakan jerigen 3. Rencana pemberian insentif kepada pengusaha angkutan umum

44

Ketersediaan BBM Bersubsidi di Sumatera Utara | Boks 3

BAB III Perkembangan Perbankan Daerah dan Sistem Pembayaran

B BA AB B3 3

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Secara umum, kinerja industri perbankan relatif terjaga di triwulan I-2012 di tengah kekhawatiran adanya dampak krisis ekonomi global yang belum berakhir. Demikian pula dengan transaksi sistem pembayaran yang terus menunjukkan peningkatan dari sisi nilai maupun volume.

PERBANKAN 3.1 KONDISI UMUM

Industri perbankan Sumatera Utara menunjukkan pertumbuhan moderat sepanjang triwulan I-2012 . Total aset perbankan Sumut pada triwulan I-2012 mencapai Rp163,67 triliun, tumbuh sebesar 2,26% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 19,04% (yoy) dibandingkan akhir triwulan I-2011. Total aset perbankan tersebut didominasi oleh bank konvensional yaitu sebesar Rp156,74 triliun (95,77%), sedangkan sisanya merupakan aset bank syariah yaitu sebesar Rp6,93 triliun (4,23%). Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun pada triwulan I-2012 tumbuh sebesar 1,14% (qtq) dibanding angka akhir triwulan IV-2011 atau tumbuh 14,43% (yoy) dibandingkan angka akhir triwulan I-2011 hingga mencapai jumlah Rp128,85 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan simpanan giro yang tumbuh 8,34% (qtq) dibandingkan triwulan IV-2011. Penghimpunan dana pihak ketiga untuk jenis simpanan deposito pada periode laporan relatif tetap dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Sementara itu, jenis simpanan tabungan di perbankan tercatat mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan triwulan IV-2011 yaitu sebesar -0,44% (qtq). Peningkatan jumlah DPK ini menunjukkan masih tingginya kepercayaan masyarakat Sumatera Utara terhadap industri perbankan. Secara tahunan, dibandingkan triwulan I-2011 seluruh instrumen dana pihak ketiga mengalami kenaikan dimana kenaikan tertinggi dialami oleh tabungan yaitu sebesar 17,88% (yoy), sedangkan deposito dan giro naik masing-masing sebesar 13,71%(yoy) dan 8,29% (yoy).
Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

45

Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sebesar 2,99% (qtq), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 7,42% (qtq). Namun demikian secara tahunan, kredit perbankan pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar 19,92% (yoy). Dari sisi jenis penggunaan, pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan laporan dialami oleh kredit investasi yaitu sebesar 6,31% (qtq). Hal ini menunjukkan tingginya dukungan pembiayaan perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumut.
Tabel 3. 1 Indikator Utama Perbankan Sumut

Sumber : LBU, diolah

3.2

INTERMEDIASI PERBANKAN Kegiatan intermediasi perbankan selama triwulan I-2012

menunjukkan peningkatan yang tercermin dari tren peningkatan loan to deposit ratio (LDR) dari 83,63% menjadi 85,17%. Tingkat LDR pada periode laporan tercatat sebagai pencapaian LDR tertinggi selama kurun waktu 3 tahun terakhir. Rata-rata pencapaian LDR perbankan selama 3 tahun terakhir tercatat sebesar 80,52%. Stabilnya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga perbankan memberikan peranan besar dalam peningkatan LDR. Sampai dengan triwulan I-2012, spread pertumbuhan kredit dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga perbankan secara tahunan tercatat sebesar 5,49% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

46

3.2.1 Penghimpunan Dana Masyarakat


Grafik 3. 1 Perkembangan DPK Sumut Tabel 3. 2 Struktur DPK Sumut

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Sumut hingga triwulan I2012 mencapai Rp128,85 triliun, tumbuh sebesar 1,14% (qtq), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,63% (qtq). Ditinjau dari strukturnya, DPK Sumut, masih tetap didominasi oleh tabungan dan deposito dengan pangsa masing-masing sebesar 42,02% dan 40,95% dari total DPK dengan nilai nominal tercatat masing-masing sebesar Rp54,14 triliun dan Rp52,76 triliun. Berdasarkan jenisnya, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan ini didorong oleh kinerja giro yang tumbuh sebesar 8,34% (qtq). Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga dalam bentuk deposito pada periode laporan relatif stabil dan tidak menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. menunjukkan konsumsi ini. Di sisi lain tren penurunan suku bunga acuan atau BI Rate pada triwulan I-2012 menjadi 5,75% dari posisi akhir tahun sebelumnya sebesar 6,00% telah direspon oleh perbankan dengan menurunkan tingkat suku bunga penghimpunan dana pihak ketiga. Pada periode triwulan I-2012, Sementara penurunan itu, kinerja tabungan (qtq). menjadi pada triwulan ini sebesar -0,44% Tingginya satu aktivitas penyebab

masyarakat

diperkirakan

salah

melambatnya pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga pada periode

47

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

seluruh instrumen penghimpunan dana pihak ketiga perbankan (tabungan, deposito, dan giro) mengalami penurunan. Dilihat dari rata-rata suku bunga tertimbang, selama triwulan laporan deposito, tabungan, dan giro mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,57%, 0,39%, dan 0,07%. Di tengah tren penurunan suku bunga deposito, penghimpunan giro perbankan di Sumut menjadi penyangga stabilnya pertumbuhan DPK. Disamping itu sifat tabungan yang lebih likuid sehingga mudah ditarik ataupun dilakukan switching apabila diperlukan, serta fitur-fitur dan kemudahan dalam melakukan transaksi, mampu menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk menyimpan dananya dalam bentuk ini. Tren penurunan suku bunga deposito tentunya akan semakin memberikan ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit sehingga mampu menjadi penggerak peningkatan penyaluran kredit khususnya untuk menggerakkan sektor riil yang bersifat produktif.
Tabel 3. 3 Perkembangan Suku Bunga DPK

3.2.2 Penyaluran Kredit Pada triwulan I-2012 kredit perbankan di Sumatera Utara tumbuh 2,99% (qtq) hingga mencapai Rp106,55 triliun. Dengan pertumbuhan yang positif pada triwulan ini maka secara tahunan pertumbuhan kredit menjadi 19,92% (yoy) yang diperkirakan sebagai dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi regional di tahun 2011. Pertumbuhan kredit pada triwulan ini melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

48

tumbuh sebesar 7,42% (qtq). Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan, dipicu oleh peningkatan kredit investasi dan kredit modal kerja yang tercatat masing-masing tumbuh sebesar 6,31% dan 2,28% (qtq). Berdasarkan jenisnya, kredit modal kerja masih mendominasi pangsa penyaluran kredit perbankan Sumut dengan proporsi sebesar 50,27% diikuti oleh kredit konsumsi dan kredit investasi dengan pangsa masing-masing sebesar 27,92% dan 21,81%. Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan menunjukkan adanya peningkatan porsi kredit untuk kegiatan investasi yang merupakan bentuk kredit jangka panjang. Share kredit investasi tercatat tumbuh 0,68% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,13%. Hal ini mencerminkan adanya optimisme para pelaku usaha terhadap perekonomian Sumut dimasa mendatang. Adanya tren peningkatan kredit investasi pada akhirnya akan memberikan multiplier effect lebih besar terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
Grafik 3.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Sumut Grafik 3.5 Kredit Sumut per Jenis Penggunaan (Rp milyar)

49

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

Grafik 3.6 Perkembangan Suku Bunga, BI Rate, dan Penyaluran Kredit Sumut

Tren penurunan BI Rate semenjak bulan Oktober 2011 hingga triwulan I-2012 mulai diikuti dengan penurunan tingkat suku bunga kredit perbankan walaupun dengan lag yang lebih lama dibandingkan dengan tren penurunan suku bunga penghimpunan dana pihak ketiga. Pada triwulan I2012, suku bunga kredit tercatat sebesar 11,49% menurun 0,01% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tren penurunan suku bunga perbankan Sumut, nampaknya mulai direspon oleh para pelaku usaha dimana pada triwulan ini pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja menunjukkan peningkatan yang signifikan. Secara keseluruhan kredit investasi dan modal kerja mencapai Rp 79,10 triliun pada akhir triwulan ini.
Tabel 3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Sumut per Sektor Ekonomi

Berdasarkan sektor usaha, secara umum tidak terjadi perubahan struktural pada komposisi penyaluran kredit pada triwulan I-2012.
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

50

Penyaluran kredit paling besar di wilayah Sumut diserap oleh sektor Perdagangan sebesar 24,54% dan sektor Industri Pengolahan sebesar 19,46%. Sementara itu, baik secara triwulanan maupun secara tahunan pertumbuhan kredit pada hampir semua sektor menunjukkan pertumbuhan positif, kecuali kredit sektor Pertambangan, Industri, dan Konstruksi yang mencatat kontraksi masing-masing sebesar -30,56%, 5,11%, dan -3,92% (qtq). Dari sisi nominal kredit, peningkatan penyaluran kredit pada sektor PHR tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar Rp2,61 triliun (qtq). Cukup tingginya pertumbuhan kredit pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) menjadi salah satu indikator meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat pada triwulan I-2012. 3.2.3 Penyaluran Kredit UMKM
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM Sumut Grafik 3.8 Pangsa Kredit UMKM Sumut

Jumlah kredit UMKM pada triwulan I-2012 mengalami penurunan sebesar 6,01% (qtq) dengan nominal sebesar Rp27,52 triliun. Secara tahunan kredit UMKM tumbuh sebesar 15,81% (yoy) tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 32,42% (yoy). Share kredit UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar 25,08% dari keseluruhan total kredit perbankan Sumut. Berdasarkan pangsa penyaluran kredit UMKM Sumut, pada triwulan I-2012 didominasi oleh kredit menengah (Rp 500 juta Rp 5 miliar) dengan proporsi sebesar 49,71% dari total kredit UMKM atau mencapai Rp 13,68 triliun, disusul dengan kredit skala kecil (Rp

51

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

50 juta Rp 500 juta) senilai Rp 9,24 triliun (33,58%), dan kredit skala mikro (dibawah Rp 50 juta) dengan baki debet sebesar Rp 4,60 triliun. Dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan terutama terkait dengan peningkatan penyaluran kredit UMKM, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) beserta Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I-2012 telah melakukan beberapa upaya dalam memajukan UMKM diantaranya melalui upaya pengembangan klaster pengusaha UMKM seperti klaster tanaman ubi kayu, pengembangan industri kreatif daur ulang kertas, serta fasilitasi percepatan implementasi resi gudang di wilayah provinsi Sumatera Utara. Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatera Utara dan Aceh) juga menyusun KPJU Unggulan Sumut (lihat boks 3).
Grafik 3.9 Perkembangan Penyaluran KUR Sumut Grafik 3.10 Perkembangan Debitur KUR Sumut

Sebagai salah satu daerah yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan salah satu skim kredit bagi UMKM, pada triwulan I2012 Propinsi Sumatera Utara telah menyalurkan KUR dengan total baki debet sebesar Rp 1,70 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 253.091 debitur. Total baki debet penyaluran KUR Sumut mengalami pertumbuhan sebesar 62,08% (yoy) dan 6,81% (qtq), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sedangkan jumlah debitur KUR di Sumut tercatat tumbuh sebesar 41,53% (yoy) dan 7,08% (qtq), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sebagai upaya untuk mempercepat penyaluran KUR, Komite
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

52

Kebijakan Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tanggal 10 Januari 2012, telah memutuskan untuk melakukan penurunan suku bunga KUR Ritel (plafon lebih dari Rp 20 juta s.d. Rp 500 juta) dari semula 14% menjadi 13%. Ketentuan tersebut berlaku untuk KUR Ritel yang perjanjian kreditnya sejak tanggal 2 Februari 2012. Sementara itu, untuk mendorong percepatan penyaluran KUR di wilayah Sumatera Utara ditetapkan melalui Surat Keputusan PT Bank Sumut telah Koordinator Bidang mendapatkan ijin untuk menjadi salah satu bank penyalur KUR yang Menteri Perekonomian Nomor : KEP-08/M.EKON/01/2012 tanggal 31 Januari 2012 tentang Penambahan Bank Pelaksana KUR. 3.3 STABILITAS PERBANKAN

3.3.1 Risiko Kredit


Grafik 3.11 Perkembangan NPL Perbankan Sumut

Risiko periode walaupun terhadap

kredit

perbankan relatif

di

laporan

terjaga sedikit

mengalami total kredit

peningkatan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross. Rasio NPL gross sampai dengan triwulan laporan masih berada di bawah 5%. NPL perbankan Sumut pada akhir triwulan I-2012 sebesar 2,37%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,28%. Walaupun sedikit meningkat namun NPL perbankan Sumut pada periode ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata NPL selama 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar 3,15%. NPL perbankan Sumut yang selalu berada di bawah batas aman sejak tahun 2008 menunjukkan risiko kredit perbankan di Sumut yang relatif stabil meskipun terdapat perlambatan ekonomi regional di paruh pertama 2009 sebagai dampak krisis keuangan global.

53

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

Sebagai

upaya

mempertahankan

stabilitas

perbankan

serta

meningkatkan prinsip kehati-hatian perbankan, Bank Indonesia pada triwulan I-2012 telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran Ekstern Nomor 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang berlaku mulai tanggal 15 Maret 2012. Regulasi dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam pemberian KPR dan KKB serta untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB. Rasio Loan to Value (LTV) untuk perbankan yang menyalurkan KPR ditetapkan paling tinggi sebesar 70% untuk kategori tipe bangunan diatas 70m2, sedangkan Down Payment (DP) untuk perbankan yang menyalurkan KKB ditentukan sebesar 25% untuk pembelian kendaraan roda dua, 30% untuk pembelian roda empat yang digunakan untuk keperluan non produktif, serta 20% untuk pembelian kendaraan roda empat atau lebih yang digunakan untuk keperluan produktif (angkutan orang atau barang).

3.3.2 Risiko Likuiditas Risiko likuditas perbankan di Sumut pada triwulan IV-2011 tetap terjaga. Dengan indikator Cash Ratio (CR) yang relatif stabil di atas 3%, perbankan Sumut memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Pada periode ini cash ratio perbankan tercatat sebesar 5.32%. Namun demikian, pada periode laporan perbankan Sumut perlu memperhatikan terjadinya perubahan preferensi masyarakat dalam melakukan penempatan dana di perbankan yang cenderung pada instrumen jangka pendek seperti tabungan dibandingkan dengan instrumen jangka panjang berupa deposito. Sampai dengan triwulan I-2012, pertumbuhan penghimpunan tabungan tercatat tumbuh sebesar 17,88% (yoy) sedangkan pertumbuhan penghimpunan deposito tercatat mengalami pertumbuhan lebih rendah sebesar 13,71% (yoy). Sementara di sisi lain, tren penurunan suku bunga
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

54

kredit pada periode ini mendorong peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit produktif jangka panjang berupa kredit investasi. Kondisi ini, diharapkan diikuti dengan peningkatan kualitas pengelolaan likuiditas bank guna mengantisipasi potensi mismatch likuiditas. 3.4 PERBANKAN SYARIAH
Tabel 3.3 Indikator Utama Perbankan Syariah Sumut

Peningkatan ekspansi usaha perbankan syariah di Sumut pada periode triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan positif yang mengindikasikan perkembangan perbankan syariah semakin diminati oleh masyarakat. Perkembangan penyaluran kredit perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 5,38% (qtq), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,23% (qtq). Sementara itu, kinerja penyaluran penghimpunan dana perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,23% (qtq), lebih rendah dibandingkan pertumbuhannya pada triwulan sebelumnya yang mencapai 20,43% (qtq). Rendahnya pertumbuhan penghimpunan dana perbankan syariah dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan menyebabkan peningkatan Financing to Deposits Ratio (FDR) pada triwulan ini menjadi sebesar 111,14%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 107,81%.

55

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

Grafik 3.12 Financing to Deposits Ratio (FDR) Perbankan Syariah Sumut (%)

Grafik 3.13 Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah Sumut (%)

Kualitas kredit perbankan syariah Sumut yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) gross tetap terjaga dengan baik pada kisaran 4,96%. Dari sisi regulasi terhadap perkembangan perbankan syariah, pada triwulan I-2012 Bank Indonesia menerbitkan kebijakan melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 Perihal Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pesatnya perkembangan produk Qardh beragun emas yang biasa dikenal sebagai gadai emas berpotensi meningkatkan resiko bagi perbankan syariah. 3.5 BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Tabel 3.3 Indikator Utama BPR Sumut

Perkembangan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumut pada triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan yang positif. Aset BPR Sumut pada triwulan laporan sebesar Rp 785 miliar dengan jumlah jaringan kantor sebanyak 59 jaringan kantor atau tumbuh sebesar 2,51% (qtq), walaupun sedikit menurun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

56

tumbuh sebesar 2,99% (qtq). Walaupun demikian, fungsi intermediasi BPR di Sumut masih menunjukkan pertumbuhan yang positif, dimana LDR BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 101,17% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 100,59%. Peningkatan LDR perbankan dipicu oleh pertumbuhan kredit BPR Sumut yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK BPR. Penyaluran kredit BPR pada triwulan laporan senilai Rp 559 miliar atau meningkat sebesar 12,21% (yoy) atau 3,47% (qtq). Sedangkan DPK BPR tercatat sebesar Rp 553 miliar meningkat sebesar 4,88% (yoy) atau 2,89% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Grafik 3.14 Perkembangan NPL BPR Sumut

NPL gross BPR di Sumut pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 8,92%, mengalami penurunan dibandingkan dengan NPL pada posisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,26%. Untuk lebih meningkatkan kinerja BPR, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah yang IX telah memfasilitasi dalam upaya pembentukan APEX BPR berperan

penyatuan/pengumpulan dana (pooling of fund), pemberian bantuan keuangan (financial assistance), dan dukungan teknis (technical services) dari bank umum kepada BPR yang tergabung dalam APEX BPR dengan tujuan akhir peningkatan fungsi intermediasi BPR. B. SISTEM PEMBAYARAN Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian pada awal tahun 2012, perkembangan sistem pembayaran di wilayah Provinsi Sumut pada triwulan I-2012 menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini ditandai oleh peningkatan volume transaksi baik tunai maupun non tunai secara tahunan. 3.6 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

57

3.6.1 Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara


Tabel 3.4 Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara

Transaksi perbankan Sumatera Utara melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement BI-RTGS) pada triwulan I-2012 mengalami penurunan sebesar Rp24,28 triliun atau menurun -12,31% (qtq) menjadi Rp173,06 triliun dari nilai transaksi pada triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar Rp197,34 triliun. Begitu pula dengan volume transaksi RTGS yang tumbuh negatif sebesar -13,87% (qtq) menurun dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 56,17% (qtq). Volume transaksi pada triwulan laporan tercatat sebesar 224.345 transaksi. Namun demikian, secara tahunan nominal dan volume transaksi RTGS masih menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sejalan dengan penurunan transaksi BI-RTGS, besaran rata-rata per hari nilai transaksi pada triwulan I-2012 yang tercatat sebesar Rp2,74 triliun, menurun -10,91% atau Rp 336 miliar bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011. Rata-rata volume transaksi per hari pada triwulan I-2012 menurun -12,50% menjadi 3.561 transaksi.

BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

58

3.6.2 Kegiatan Transaksi Kliring


Tabel 3.5 Transaksi Kliring Perbankan Sumatera Utara

Nilai transaksi kliring pada triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp35,80 triliun. Nilai ini menurun -0,48% atau Rp 173,96 miliar bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang sebesar Rp35,98 triliun. Sementara itu, volume warkat kliring mengalami peningkatan sebesar 0,23% dibandingkan triwulan lalu menjadi 1.124.046 lembar warkat. Hal ini menunjukkan bahwa pada triwulan laporan jumlah transaksi cenderung merupakan transaksi dengan nominal yang lebih kecil Pada transaksi Rp568 jumlah dibandingkan triwulan kliring warkat adalah dengan yang triwulan I-2012, sebesar rata-rata diproses sebelumnya.
Grafik 3.15 Perkembangan Cek/BG Kosong Perbankan Sumut

besaran rata-rata per hari nilai miliar,

sebanyak 17.842 transaksi (warkat) per hari. Sementara itu, jumlah penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong di wilayah Sumut

59

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

pada triwulan I-2012 tercatat sebanyak 15.746 warkat dengan nilai Rp388 miliar. Dengan demikian rata-rata penolakan cek dan bilyet giro per harinya sebanyak 250 warkat dengan nilai Rp 6,15 miliar. Penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong ini mengalami penurunan dibandingkan triwulan lalu dari segi nilai sebesar -5,25% (qtq), tetapi dari segi volumenya justru mengalami peningkatan sebesar 2,02% (qtq). 3.7 SISTEM PEMBAYARAN TUNAI

3.7.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow dan Outflow) Perkembangan aliran uang kartal di Sumatera Utara pada triwulan I2012 mengalami net inflow, artinya jumlah aliran uang masuk lebih besar dibandingkan aliran uang keluar. Kegiatan transaksi aliran uang kartal di Sumatera Utara menunjukkan posisi net inflow sebesar Rp 3,16 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat net outflow sebesar Rp 1,81 triliun. Posisi inflow atau aliran uang kartal yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX di Medan pada periode laporan tercatat sebesar Rp 7,08 triliun atau meningkat sebesar 33,74% (qtq), sedangkan posisi outflow atau aliran uang kartal keluar tercatat sebesar Rp 3,91 triliun atau menurun sebesar 44,89% (qtq).
Tabel 3.16 Perkembangan Aliran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Sumatera Utara

BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

60

Guna meningkatkan kualitas layanan pengedaran uang kepada masyarakat, pada tanggal 8 Februari 2012 telah dilakukan peresmian kegiatan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX. Mekanisme TUKAB adalah kegiatan saling memenuhi persediaan uang kartal layak edar sesama bank. Jika salah satu kantor cabang bank mengalami posisi kas yang kurang, maka kantor cabang bank tersebut bisa meminta uang kartal kepada salah satu kantor cabang bank yang posisi kasnya berlebih. Kegiatan ini dilakukan agar uang kartal yang ada dapat beredar merata di masyarakat dan tidak menumpuk di satu bank atau satu wilayah tertentu saja. Di sisi lain, dengan adanya TUKAB diharapkan kebutuhan

masyarakat akan uang layak edar akan dapat terlayani dengan baik. Mekanisme TUKAB ini juga diharapkan akan mendorong efisiensi bagi perbankan nasional sehingga meningkatkan daya saing industri perbankan nasional terutama dalam menghadapi pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

3.7.2 Temuan Uang Palsu


Tabel 3.17 Data Temuan Uang Palsu di Kantor Bank Indonesia Medan

Temuan uang palsu di KBI Medan menunjukkan kecenderungan yang menurun baik dari segi nominal maupun jumlah lembar uang palsunya. Pada triwulan IV- 2011 ditemukan sebanyak 373 uang palsu dengan total nilai sebesar Rp22.422.000. Sebagaimana periode triwulan-triwulan sebelumnya, denominasi Rp50.000 paling banyak dipalsukan dibandingkan pecahan lainnya, atau sebanyak 64,87% dibandingkan total temuan uang palsu. Sementara itu jumlah temuan uang palsu Rp100.000 sebanyak 98

61

Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran | BAB 3

lembar. Selebihnya, temuan uang palsu denominasi Rp20.000 (22 lembar), denominasi Rp10.000 (9 lembar), denominasi Rp5.000 (2 lembar) dan denominasi Rp2.000 sebanyak 1 lembar. 3.7.3 Penyediaan Uang Layak Edar
Tabel 3.17 Perkembangan Jumlah PTTB di Sumatera Utara

Salah satu tugas pokok Bank Indonesia dalam pengedaran uang diantaranya adalah melakukan pemusnahan atau kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar (lusuh/rusak) sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat (clean money policy) secara berkesinambungan. Pada triwulan I-2012 jumlah uang kartal yang telah dikenai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) atau dimusnahkan tercatat sebesar Rp1,86 triliun atau sebesar 26,29% dari jumlah inflow. Jumlah uang kartal yang dicatat sebagai PTTB tersebut menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp3,44 triliun.

BAB 3 | Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

62

BOKS 4

DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITI/PRODUK/JASA USAHA (KPJU) UNGGULAN UMKM DI PROVINSI SUMATERA UTARA - TAHUN 2011

Dalam upaya menunjang pembangunan ekonomi diperlukan data serta informasi yang lengkap dan akurat serta dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan strategis. Untuk memperoleh data dan informasi yang handal diperlukan suatu kajian dan penelitian secara ilmiah yang menggunakan metodologi yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan serta bermanfaat untuk menjadi salah satu referensi dalam pertimbangan suatu kebijakan ekonomi. Sehubungan dengan itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumut dan Aceh) bekerjasama dengan SEM Institut Jakarta telah melaksanakan penelitian mengenai Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM di 10 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yaitu Serdang Bedagai, Binjai, Tanah Karo, Tebing Tinggi, Asahan, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Mandailing Natal. Penelitian ini menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dimodifikasi atau modified AHP. Disebut demikian karena penelitian ini juga menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Borda dan Metode Bayes. Penelitian diawali dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tingkat Provinsi, dilanjutkan dengan survei di seluruh Kecamatan di daerah yang menjadi obyek penelitian serta melaksanakan FGD tingkat Kabupaten/Kota yang diteliti guna mendapatkan data serta informasi yang akurat. Sebagaimana diketahui, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja, dan ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari total PDB (BPS, 2004). Melihat peran strategis UMKM dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, Bank Indonesia telah melakukan Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011.
Boks 4 | Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011

63

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengenal dan memahami profil daerah, meliputi: kondisi geografis, demografi, perekonomian, dan potensi sumberdaya; profil UMKM di Provinsi Sumatera Utara termasuk faktor pendorong dan penghambat dalam pengembangan UMKM; Kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Daerah Tingkat I dan II) yang terkait dengan pengembangan UMKM; dan Peranan Perbankan dalam pengembangan UMKM; 2. Memberikan informasi tentang KPJU unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di Provinsi Sumatera Utara, kabupaten/kota dan kecamatan; 3. Memberikan informasi dan permasalahan yang timbul dari masing-masing KPJU unggulan lintas sektoral di masing-masing kabupaten/kota, misal mengenai bahan baku, tenaga kerja, teknologi yang digunakan, produksi, kondisi permintaan, harga dan lokasi (kecamatan); 4. Memberikan informasi tentang KPJU potensial; 5. Memberikan rekomendasi KPJU unggulan yang perlu/dapat dikembangkan di masing-masing KPJU kabupaten/kota; unggulan; dan Peranan rekomendasi Perbankan Kebijakan dalam kepada pengembangan

Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), yang dikaitkan pula dengan kebijakan Pemerintah Pusat, dalam rangka pengembangan KPJU unggulan UMKM. KPJU unggulan UMKM di Provinsi Sumatera Utara dalam penelitian ini didefinisikan secara operasional oleh multi stakeholder sebagai KPJU UMKM yang secara eksisting (saat ini) telah unggul dalam sejumlah kriteria tertentu dalam mencapai tujuan penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing, dan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Tujuan penetapan KPJU unggulan yang paling dominan adalah penciptaan lapangan kerja (0,410), kemudian selanjutnya berturut-turut adalah peningkatan daya saing (0,296) dan pertumbuhan ekonomi (0,294).

Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011 | Boks 4

Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari yang paling penting berturut-turut adalah: (1) Penyerapan Tenaga Kerja (0,170); (2) Ketersediaan Pasar (0,144); (3) Sumbangan terhadap Perekonomian (0,143); (4) Harga (0,099); (5) Tenaga Kerja Terampil (0,089); (6) Manajemen Usaha (0,089); (7) Sarana Produksi/Usaha (0,069); (8) Modal (0,065); (9) Teknologi (0,063); (10) Ketersediaan Bahan Baku (0,046); dan (11) Sosial Budaya (0,023). KPJU Unggulan Kabupaten/Kota dan Pendekatan Penanganannya Di setiap kabupaten/kota yang diteliti, melalui konfirmasi dan analisis lanjutan dengan pendekatan metode MPE, AHP, Borda dan Bayes diperoleh 5 KPJU unggulan lintas sektoral (dan 5 KPJU Potensial lintas sektoral). Unggulan lintas sektoral tersebut adalah sebagai berikut :
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kabupaten Labuhan Batu Tebing Tinggi Tapanuli Utara Karo Maindailing Natal Binjai Tapanuli Selatan Asahan Simalungun Serdang Bedagai 1 Padi Restoran Tenun Ulos Jagung Padi Kedai Sampah Padi Sawah Pabrik Kelapa Sawit Padi Sawah Padi Sawah 2 Kelapa Sawit Ubi Kayu Padi Cabai Karet Angkutan Umum Karet Kelapa Sawit Cabai Merah Mie Iris KPJu Unggulan 3 Ayam Angkutan Umum jagung Padi Cabai Voucher Pulsa Cabai Karet jagung Karet 4 Jagung Padi Kopi Ateng Hotel Karet/Latex Rumah Sakit Salak Pengolahan Minyak Curah Kelapa Sawit Pasar Harian 5 Bebek Ikan Lele Cabai Merah Kol Kelapa Sawit Minimarket Kelapa Sawit Showroom Sepeda Motor Kakao Ubi Kayu

Lima KPJU

Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di 10 Kabupaten/Kota yang diteliti perlu menggunakan titik kekuatan (yang selanjutnya dikembangkan menjadi competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik kritisnya (kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia. Peluang yang dimaksud secara umum adalah positioning eksisting Provinsi Sumatera Utara yang memiliki keunikan tersendiri dalam kerangka perekonomian nasional, yakni sebagai pengembangan perkebunan dan daerah agraris yang menjadi pusat dan salah satu pusat hortikultura

perkembangan industri dan pintu gerbang pariwisata di Indonesia. Ini terjadi karena potensi sumberdaya alam dan karakteristik ekosistem yang memang sangat kondusif bagi pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pada beberapa daerah, peluang tersebut dituangkan dalam visi/misi dan kebijakan daerah.

Boks 4 | Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011

65

Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih umumnya memang KPJU yang unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja dan kontribusinya bagi perekonomian daerah. Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada persoalan biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum optimal dan teknologi pengembangan yang belum ada/minim. Rekomendasi 1. Rekomendasi Penetapan KPJU Unggulan dan Potensial Direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang diteliti untuk menetapkan 5 KPJU Unggulan (dan Potensial hasil penelitian ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya) sebagai KPJU Unggulan (dan Potensial) daerah. 2. Rekomendasi Peran Strategis Direkomendasikan pembagian peran strategis yang dapat dilakukan antara pemerintah, pelaku/asosiasi pengusaha UMKM, perbankan, dan stakeholder lain dalam pengembangan UMKM dan KPJU unggulannya sebagai berikut: a. Pemerintah. yang Peran pemerintah pada upaya kini dan masa mendatang dalam pembangunan UMKM adalah sebagai regulator, fasilitator, dan stimulator, menekankan kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat melalui penguatan UMKM berbasis KPJU Unggulan. b. Pelaku/Asosiasi Pengusaha UMKM. (1) Identifikasi akar masalah atas berbagai kendala dan hambatan yang dihadapi dapat di dalam pengembangan penyedia usaha mereka, serta mengkomunikasikan hal tersebut kepada pihak-pihak yang dinilai membantu, seperti: BDS (Business Development Service), asosiasi UMKM, instansi pemerintah terkait dan pihak-pihak strategis lain. (2) Meningkatkan kapasitas dan kompetensinya melalui upaya pengembangan jiwa kewirausahaan, pengembangan etos kerja, disiplin kerja serta peningkatan komitmen moral yang tinggi.

Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011 | Boks 4

(3) Melaksanakan secara seksama, konsisten dan berkesinambungan program pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah dan lembaga lainnya untuk pengembangan usahanya. (4) Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing produk barang dan jasa yang dihasilkan. (5) Aktif dalam berbagai forum pengembangan usaha sebagai wahana untuk pengembangan penyampaian aspirasi dan kebutuhannya untuk pengembangan usaha serta memperluas jaringan usaha. (6) Mengaktifkan KADIN sebagai forum strategis bagi penyaluran aspirasi, fasilitasi, forum informasi dan komunikasi dan sinergisitas antar UMKM dan dengan organisasi bisnis lainnya di dalam dan luar negeri dalam pengembangan usahanya. c. Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan LSM (1) Melakukan identifikasi atas berbagai permasalahan dan kebutuhan UMKM dalam pengembangan usahanya, serta merumuskan dan menyampaikan program pemberdayaannya kepada pemerintah dan lembaga lain yang relevan. (2) Mengembangkan teknologi tepat guna dan paket teknologi dalam rangka peningkatan efisiensi, produktivitas, serta daya saing UMKM. (3) Mengembangkan pemanfaatan mengembangkan program teknologi, pendampingan, informasi SDM bimbingan, konsultasi, untuk dapat serta UMKM, pelatihan sehingga

kompetensi

mengembangkan usahanya secara berkesinambungan. (4) Mengembangkan penelitian dan pengkajian yang berkaitan dengan pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, pengembangan teknologi, pengembangan SDM UMKM, serta model-model pengembangan alternatif untuk UMKM. (5) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemberdayaan UMKM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah lainnya, Dekopinda, Asosiasi UKM/KADIN.

Boks 4 | Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011

67

(6) Melaksanakan menumbuhkan

advokasi iklim

kebijakan yang

pemerintah kondusif,

dalam dan

rangka

berusaha

pemberian

dukungan perkuatan bagi UMKM. d. Perbankan (1) Melakukan identifikasi atas berbagai permasalahan dan kebutuhan pembiayaan UMKM dalam pengembangan usahanya, serta merumuskan dan menyampaikan program pemberdayaannya kepada pemerintah dan lembaga lain yang relevan. (2) Mengembangkan paket pembiayaan dan permodalan untuk mengembangkan usaha UMKM, termasuk pengembangan pola dan model pembiayaan alternatif berbasis syariah. Pembiayaan basis syariah sangat relevan dengan visi dan misi pembangunan di banyak kabupaten/kota tersebut. (3) Mengembangkan program pendampingan, bimbingan, konsultasi dan pelatihan pemanfaatan pembiayaan dan permodalan untuk pengembangan usahanya secara berkesinambungan (4) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi perkembangan pembiayaan UMKM dengan pihak Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah lainnya, asosiasi Pengusaha UMKM dan lembaga swadaya masyarakat. 3. Rekomendasi Khusus Pengembangan KPJU Unggulan Dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan serta titik kekuatan dan titik kritis setiap KPJU unggulan, telah direkomendasikan dalam FGD dan Indepth Interview sejumlah rencana aksi, baik strategis (jangka panjang dan menengah) maupun taktis (jangka pendek), kepada pelaku UMKM, Instansi Pemerintah Terkait, dan Perbankan

Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jasa Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Sumatera Utara - Tahun 2011 | Boks 4

BOKS 5

PERKEMBANGAN SERTIFIKASI LAHAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Salah satu kendala dalam perkembangan investasi di wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah adanya keterbatasan lahan serta sengketa lahan. Selain itu, faktor sulitnya pembebasan lahan juga menyebabkan pengembangan proyekproyek infrastruktur di Provinsi Sumatera Utara mengalami kendala dan menyebabkan lamanya proses pembangunan suatu proyek infrastruktur seperti proyek Bandara Kuala Namu yang hingga saat ini masih belum dapat merealisasikan akses jalan tol menuju bandara. Upaya legalisasi tanah juga memberikan permasalahan tersendiri bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dimana upaya legalisasi tanah dapat memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM dalam mengajukan kredit pembiayaan kepada perbankan. Oleh sebab itu, kejelasan status tanah dapat meminimalisir adanya sengketa lahan yang pada akhirnya akan memberikan kepastian dalam kegiatan berinvestasi. Di sisi lain, kejelasan status tanah juga bertujuan meningkatkan akses pelaku UMKM terhadap sektor perbankan.
Grafik % Sertifikat Tanah Di Propinsi Sumatera Utara Grafik Status Tanah Di Propinsi Sumatera Utara

Terdaftar 24%

Belum Terdaftar 76%

Sampai dengan tahun 2010, tercatat sebesar 23,61% luas tanah yang telah memiliki sertifikat, sedangkan sisanya sebesar 76,39% belum terdaftar atau belum memiliki sertifikat. Jumlah total luas tanah di Propinsi Sumatera Utara tercatat sebesar 7,31 juta Ha. Berdasarkan jenis sertifikatnya, jumlah tanah terdaftar di Propinsi Sumatera Utara didominasi oleh SHM sebesar Boks 5 | Perkembangan Sertifikasi Lahan Di Provinsi Sumatera Utara

69

80,60%, sedangkan sebesar 13,67% memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan. Secara total, jumlah tanah yang telah terdaftar di Propinsi Sumatera Utara sebesar 1,72 juta Ha. Berdasarkan daerahnya, jumlah presentase tanah tidak terdaftar di Propinsi Sumatera Utara yang terbesar berada di daerah Tapanuli Selatan sebesar 19,41% dengan jumlah luas tanah tidak terdaftar sebesar 10,81 juta Ha diikuti oleh daerah Mandailing Natal sebesar 11,57% dengan jumlah luas tanah tidak terdaftar sebesar 6,44 juta Ha.
Grafik % Tanah Belum Terdaftar per Kota/Kab di Propinsi Sumatera Utara Tabel Luas Tanah Belum Terdaftar per Kota/Kab di Propinsi Sumatera Utara

Sementara itu, presentase tanah belum terdaftar terhadap luas tanah di beberapa daerah, masih berada pada level yang cukup tinggi dengan presentase rata-rata sebesar 78,56%. Tapanuli Selatan merupakan daerah dengan luas tanah belum terdaftar yang terbesar di wilayah Sumatera Utara yaitu sebesar 1,08 juta Ha atau sebesar 84,66% dari total jumlah tanah di wilayah tersebut.
Tabel Program Sertifikasi Tanah Propinsi Sumatera Utara

PRONA 6.620 29.600

UKM PERTANIAN 1.000 800 300 1.000

REDIST 17.500

IP4T 15.000 300

JUMLAH 40.920 35.000

Perkembangan Sertifikasi Lahan di Provinsi Sumatera Utara | Boks 5

Sebagai upaya percepatan sertifikasi tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara telah melakukan berbagai program yang dibiayai oleh APBN, yaitu Program Operasi Nasional Pertanahan Agraria (PRONA), program sertifikasi tanah untuk pelaku UMKM/pertanian/nelayan, program sertifikasi tanah land reform, dan Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita). Pada tahun 2010, luas bidang tanah yang belum disertifikasi tercatat sebanyak 2.857.166 bidang tanah. Tahun 2010 BPN Sumatera Utara berhasil melakukan sertifikasi terhadap 40.920 bidang tanah, dilanjutkan pada tahun 2011 sebanyak 35.000 bidang tanah (lebih rendah 14,47%). Untuk tahun 2012, BPN mentargetkan dapat melakukan sertifikasi terhadap 33.000 bidang tanah. Dalam proses sertifikasi tanah, biaya yang harus dikeluarkan adalah biaya pengurusan sertifikat hak milik dari BPN untuk proses pengukuran, pemeriksaan, dan pendaftaran tanah. Selain itu, pihak yang mengajukan sertifikasi juga harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang relatif mahal. Biaya inilah umumnya yang menjadi kendala masyarakat dalam melakukan pengurusan sertifikasi tanah, sehingga kerap masyarakat tidak menebus sertifikat yang telah diproses oleh BPN. Dapat diinformasikan bahwa BPHTB adalah salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh sebab itu penentuan biaya BPHTB sepenuhnya diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk mengatasi kendala terkait biaya BPTHB dimaksud, perlu dilakukan kolaborasi antara perbankan (dalam hal ini Bank Indonesia), BPN, dan stakeholders lainnya. Untuk itu, direkomendasikan dapat dibuat MoU antara Bank Indonesia dengan BPN di level pusat (antara GBI dengan Kepala BPN).

Boks 5 | Perkembangan Sertifikasi Lahan Di Provinsi Sumatera Utara

71

BAB IV Perkembangan Keuangan Daerah

B BA AB B4 4

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

4.1. PENERIMAAN PAJAK Penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara melalui Kanwil Ditjen Pajak Sumut 1 Medan dan Kanwil Sumut 2 Pematangsiantar ditargetkan mencapai Rp10,8 triliun. Target tersebut telah mengalami revisi dari sebelumnya sebesar Rp11,5 triliun. Pemangkasan target pajak sebesar Rp700 miliar atau 6,08% tersebut sejalan dengan revisi target pajak APBN yakni dari Rp911,1 triliun menjadi Rp885 triliun. Realisasi penghimpunan pajak hingga 30 April 2012 mencapai 29% dari target sebelum revisi (Rp11,5 triliun), atau telah terealisasi sekitar Rp3,34 triliun. Dengan memperhatikan angka revisi target, maka realisasi pajak hingga 30 April 2012 telah mencapai 32%. 4.2. REALISASI APBD Realisasi anggaran atau tingkat serapan APBD Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I-2012 sebesar 9,22% dari Rp7,33 triliun. Tingkat realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan realisasi APBD triwulan I-2011 sebesar 11,08% dari Rp5,35 triliun. Realisasi APBD sebesar 9,22% tersebut digunakan untuk belanja langsung (Rp109 miliar) dan belanja pegawai atau pembayaran gaji (Rp725 miliar). 4.3. KENAIKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) Dengan disahkannya Perda No. 1 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota (Perwal) No. 24 tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Perda No. 3 Tahun 2011 dan Perwal No. 73 tentang PBB Kota Medan, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2012, pengelolaan BPTHB dan PBB Kota Medan berada di tangan Pemda Kota Medan. Hal ini merupakan amanah dari UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang boleh ditagih di daerah, di dalamnya termasuk PBB dan BPHTB. Sebab, PBB dan BPHTB sudah menjadi pajak daerah. Dengan perhitungan berlakunya Perda No. 3 Tahun pengenaan tarif PBB yang 2011, terdapat perubahan signifikan perbedaannya

cukup

BAB 4 | Perkembangan Keuangan Daerah

72

dibandingkan dengan perhitungan PBB tahun 2011. Hal ini mengakibatkan kenaikan PBB yang cukup besar, hingga 100%. Di dalam Perda No.3 Tahun 2011 terdapat dua tarif pengenaan PBB, yakni untuk NJOP di atas Rp1 miliar tarif pajaknya 0,3% dan untuk NJOP di bawah Rp1 miliar tarif pajaknya 0,2%. Sistem perhitungan yang ada saat ini tidak lagi menggunakan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) melainkan berdasarkan hasil perkalian NJOP dengan tarif. Perbandingan cara perhitungan PBB 2011 dengan 2012 selengkapnya adalah sebagai berikut: PBB 2011 = (NJOP-NJOPTKP) X 20% (atau 40%) x 0,5%. PBB 2012 = (NJOP- Rp. 15.000.000,-) x 0,2% (atau 0,3%) Terhadap kenaikan yang sangat signifikan tersebut, terdapat resistensi dari masyarakat untuk membayarnya, yang dapat berdampak pada tercapainya target penerimaan daerah.
Tabel 4.1. NJOP dan Tariff

NJOP >Rp1 miliar Rp1 miliar

Tariff 0,3% 0,2%

4.3. ALOKASI APBD UNTUK PENDIDIKAN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menghimbau Pemerintah Kabupaten / Kota di Sumatera Utara agar mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total APBD masing-masing. Alokasi 20% ini ditujukan untuk perbaikan saranan dan prasarana gedung sekolah, bantuan kepada seluruh guru di Sumatera Utara. Total anggaran pendidikan di Sumatera Utara tahun 2012 sekitar Rp150 miliar.

73

Perkembangan Keuangan Daerah | BAB 4

BAB V Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

B BA AB B5 5

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Perkembangan ketenagakerjaan yang baik terindikasi dari peningkatan partisipasi angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka

5.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 5.1.1. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Angka Pengangguran Pada Februari 2012, jumlah angkatan kerja Provinsi Sumatera Utara tercatat sebanyak 6,56 juta orang, meningkat sebesar 3,86% dibandingkan bulan Agustus 2011 yang tercatat sebesar yang 6,31 juta orang. membaik. Seiring Secara dengan Jumlah keseluruhan, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara ditandai perubahan beberapa yang indikator dan ketenagakerjaan menganggur juga peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas bekerja mengalami peningkatan. penduduk yang bekerja sebanyak 6,14 juta orang dan yang menganggur sebanyak 413,6 ribu orang. Dengan demikian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2012 tercatat sebesar 74,55% (meningkat dari sebelumnya 72,09%) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,31% (menurun dari sebelumnya 6,37%)
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber : BPS

5.1.2. Lapangan Pekerjaan Utama Penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara masih bertumpu pada sektor pertanian. Lebih dari setengah angkatan kerja di Sumut bekerja di sektor pertanian, tepatnya 51,13%. Persentase tersebut mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun lalu (50,90%). Senada dengan sektor pertanian, tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri juga meningkat

74

Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan| BAB 5

dari 10,14% (Februari 2011) menjadi 11,16% (Februari 2012). Sebaliknya tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor jasa justru menurun dari 38,96% menjadi 37,71%.
Tabel 5.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (%)

Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian (Agricultural) Industri (Manufacturing) Jasa (Services) Jumlah
Sumber : BPS

Februari 2011 (Persen) 50,90% 10,14% 38,96% 100,00%

Februari 2012 (Persen) 51,13% 11,16% 37,71% 100,00%

5.1.3. Status Pekerjaan Utama Status pekerjaan utama pada dasarnya terbagi 2, yaitu formal dan informal. Lebih rinci lagi dapat dibagi menjadi 6 status pekerjaan utama: berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/ buruh tidak dibayar, berusaha dibantu buruh tetap, dan buruh/ karyawan/ pegawai tergolong formal. Sementara itu, yang tergolong bekerja di sektor informal adalah pekerja bebas dan pekerja keluarga/ tidak dibayar. Jika dilihat dari status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, pada bulan Februari 2012 hampir 80% tenaga kerja di Sumatera Utara bekerja pada kegiatan formal. Secara umum, pekerja di Provinsi Sumatera Utara bekerja sebagai buruh/karyawan/ pegawai. Dari total 6,14 juta orang yang bekerja di Provinsi Sumatera Utara, yang tercatat sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 30,67%, meningkat pangsanya dibandingkan Februari 2011 sebesar 29,30%. Porsi terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap/ buruh dibayar sebesar 3,34%.
Tabel 5.3. Angkatan Kerja Sumut Menurut Status Pekerjaan Utama (%)

Status Pekerjaan Utama 1 2 3 4 5 6 Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap / buruh tidak dibayar Berusaha dibantu buruh tetap / buruh dibayar Buruh/ Karyawan/Pegawai Pekerja Bebas Pekerja Keluarga Jumlah
Sumber : BPS

2011 Februari 14,96% 21,57% 3,61% 29,30% 5,79% 24,77% 100,00%

2012 Februari 15,81% 19,98% 3,34% 30,67% 6,13% 24,06% 100,0%

BAB 5 | Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

75

5.1.4. Jumlah Jam Kerja Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2012, jumlah jam kerja di atas 35 jam seminggu mengalami penurunan dari 66,70% pada Februari 2011 menjadi 64,45% pada Februari 2012. Sebaliknya jumlah jam kerja hingga 34 jam dalam seminggu meningkat dari 33,30% (Februari 2011) menjadi 35,55% (Februari 2012). Sementara itu, pekerja dengan jumlah jam kerja 1 hingga 7 jam dalam seminggu relatif kecil pangsanya, hanya 1,12%.
Tabel 5.4. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu di Provinsi Sumatera Utara

Jumlah Jam Kerja Seminggu (jam) 1-7 8 - 14 15 - 24 25 -34 1 - 34 35+ *) Jumlah


Sumber : BPS

Februari 2011 (Persen) 0,86 4,05 12,87 15,51 33,30 66,70 100,00

Februari 2012 (Persen) 1,12 4,28 12,97 17,17 35,55 64,45 100,00

5.1.5. Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Secara umum terjadi peningkatan penduduk yang bekerja dengan pendidikan tertinggi di atas pendidikan dasar. Penduduk bekerja dengan jenjang pendidikan terakhir SMP meningkat dari 23,41% menjadi 23,52%. Penduduk yang bekerja dengan jenjang pendidikan terakhir SMA meningkat dari 19,03% menjadi 19,50%. Penduduk yang bekerja dengan jenjang pendidikan terakhir SMK meningkat dari 9,18% menjadi 9,39%. Senada dengan jenjang pendidikan lainnya, penduduk yang bekerja dengan jenjang pendidikan terakhir sarjana/ universitas juga meningkat dari 4,89% menjadi 5,21%.
Tabel 5.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi Sumatera Utara

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Kebawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas

Februari 2011 (Persen) 40,67 23,41 19,03

Februari 2012 (Persen 39,73 23,52 19,50

76

Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan| BAB 5

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Jumlah

Februari 2011 (Persen) 9,18 2,81 4,89 100,0

Februari 2012 (Persen 9,39 2,66 5,21 100,0

5.2. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN 5.2.1. Tingkat Penghasilan Masyarakat Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX, indeks penghasilan saat ini masih berada dalam tren yang menurun. Pada akhir triwulan I-2012 Indeks Penghasilan Saat Ini tercatat sebesar 101,79, menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 103,13. Senada dengan penghasilan saat ini, masyarakat juga memperkirakan akan terjadi penurunan penghasilan 6 bulan yang akan datang. Nilai Indeks Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang pada akhir triwulan I-2012 sebesar 122.
Grafik 5.1. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan
180,00 160,00 140,00 120,00 100,00

80,00
60,00 40,00 20,00 0,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2009 2010 2011 2012

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yl

Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad

5.2.2. Nilai Tukar Petani (NTP) Dari sisi petani, daya beli petani yang tercermin dari NTP juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011. NTP mencerminkan daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam menghasilkan produk pertanian. Pada triwulan I-2012, NTP tercatat sebesar 101,79. Kendati NTP tersebut di atas 100, namun pada masa panen awal BAB 5 | Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

77

tahun di sejumlah sentra padi di Sumatera Utara, seharusnya terjadi peningkatan daya beli petani. Hal tersebut sekaligus mengkonfirmasi bahwa selama ini, peningkatan ataupun penurunan harga komoditas pertanian lebih banyak ditentukan dan dinikmati oleh pedagang besar dalam struktur pasarnya.
Grafik 5.2. Nilai Tukar Petani

Untuk periode Maret 2012, NTP Sumut per sub sektor masing-masing tercatat sebesar 100,17 untuk subsektor padi & palawija (NTPP); 110,59 untuk subsektor hortikultura (NTPH); 107,57 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR); 102,99 untuk subsektor peternakan (NTPT); dan 96,65 untuk subsektor perikanan (NTN). Ironisnya, di tengah melambungnya harga beras di awal Januari 2011, indeks NTPP hanya 99,94. Indikasi ini mencerminkan peningkatan harga yang tinggi tersebut tidak dinikmati oleh petani, melainkan oleh pedagang atau distributor.

78

Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan| BAB 5

BAB VI Prospek Perekonomian Daerah

BAB 6

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

6.1.

Perkiraan Ekonomi Setelah tumbuh melambat pada laju 6,32% (yoy) di triwulan I-2012,

pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan II-2012 diperkirakan berada pada kisaran sebesar 6,40%-6,60% (yoy)1 dengan kecenderungan pada batas bawah. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX hingga April 2012, ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian yang akan datang, termasuk kondisi ekonomi, ketersediaan lapangan kerja, dan ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang menunjukkan peningkatan optimisme ke depan.
Grafik 6. 1 Indeks Ekspektasi Konsumen

Sumber: Survei Konsumen, KBI Medan

Pertumbuhan triwulan mendatang masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan mulai berjalannya konsumsi pemerintah. Sementara itu, investasi di Sumatera Utara diperkirakan belum banyak dimulai pada triwulan II-2012 mendatang. Diperkirakan berbagai proyek pembangunan infrastruktur belum banyak yang dimulai karena masih berada dalam tahap pengadaan. Selain konsumsi, aktivitas ekspor diperkirakan juga meningkat pada triwulan mendatang. Kenaikan harga komoditas CPO yang diperkirakan terus berlanjut pada triwulan II-2012 turut mendukung
1

Angka Proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX

BAB 6 | Prospek Perekonomian Daerah

79

peningkatan nilai ekspor Provinsi Sumatera Utara, khususnya nilai ekspor CPO sebagai komoditas utama ekspor. 6.2. Perkiraan Inflasi Daerah Laju inflasi tahunan pada triwulan II-2012 diperkirakan berada pada kisaran 5,00%1%. Hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX menunjukkan adanya tendensi peningkatan harga pada 3 bulan dan 6 bulan yang akan datang.
Grafik 6. 2 Ekspektasi Konsumen dan Inflasi

Sumber : Survei Konsumen, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX

Kendati demikian, beberapa potensi risiko inflasi tetap perlu dicermati di antaranya adalah keputusan Rapat Paripurna DPR yang menetapkan harga jual eceran BBM tidak mengalami kenaikan, namun pemerintah diperbolehkan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan (6 bulan terakhir) mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN P 2012. Penundaan kenaikan harga BBM pada awal April 2012 tersebut disinyalir sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga mendorong keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke level yang optimis menjadi BS 102.75 (IKK secara month to month). Namun demikian, terdapatnya opsi untuk menyesuaikan harga BBM oleh pemerintah tanpa melalui persetujuan DPR turut menciptakan ketidakpastian. Hal ini tercermin BAB 6 | Prospek Perekonomian Daerah

80

dari kenaikan nilai IEK menjadi BS 98.2 namun tetap berada pada level yang pesimis. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara dan Kota Medan berupaya mengendalikan inflasi baik dari sisi demand maupun supply. Beberapa rencana kerja yang telah diagendakan TPID Provinsi Sumatera Utara dan TPID Kota Medan dalam waktu dekat adalah: a. Memberikan informasi harga-harga kepada masyarakat melalui wartawan berupa Press Release (dan atau Talkshow). Dalam press release tersebut antara lain ditekankan informasi yang positif berkenaan dengan perkembangan harga. b. Mengundang distributor/ asosiasi gula pasir, minyak goreng, beras, dan daging unggas (Forum Komunikasi Pedagang Unggas-FORGAS) untuk menanamkan kesadaran sekaligus memperkuat hubungan antara TPID dengan distributor/ asosiasi. c. Mengundang Otorita Belawan, DPD Organda dan didampingi Divisi Khusus Pelabuhan Belawan, Badan Otoritas Wilayah II Bandara Polonia, Balai Besar Jalan Nasional Wilayah II pada rapat mendatang. Hal ini dimaksudkan untuk mengawal inflasi dari sisi supply, khususnya memastikan hasil produksi dapat terdistribusi dengan baik dan efisien. d. Meningkatkan koordinasi antar instansi, terutama Bulog dan Dishub terkait penyaluran raskin.

BAB 6 | Prospek Perekonomian Daerah

81

Lampiran

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

You might also like