You are on page 1of 36

Referat Dementia

Pembimbing : dr. Rudy Hartanto, M.Fils

Disusun oleh : Yuriko Feris 030.07.281 Moh. Shukri 030.07.307

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 6 MEI 2013 8 JUNI 2013 JAKARTA 2013

PENDAHULUAN
1

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnosis untuk delirium. Disamping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnositic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi empat (DSM IV) mengharuskan bahwa gejala menyebakan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.1 Dimensia bukanlah penyakit tertentu. Ini adalah istilah deskriptif untuk kumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh beberapa gangguan yang mempengaruhi otak. Orang dengan Dimensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu secara signifikan yang mengganggu aktivitas normal dan hubungan. Mereka juga kehilangan kemampuan mereka untuk memecahkan masalah dan mempertahankan kontrol emosional, dan mereka mungkin mengalami perubahan kepribadian dan masalah perilaku seperti agitasi, delusi, dan halusinasi. Meskipun kehilangan ingatan adalah gejala umum dari Dimensia, kehilangan memori dengan sendirinya tidak berarti bahwa seseorang telah Dimensia. Dokter mendiagnosa Dimensia hanya jika fungsi otak dua atau lebih seperti memori, kemampuan bahasa, persepsi, atau keterampilan kognitif termasuk penalaran dan pertimbangan terganggu secara signifikan tanpa kehilangan kesadaran. 2 Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi.3 Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun pada kasus yang jarang adalah tidak mungkin untuk menentukan penyebab spesifik. Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia mempunyai
2

penyakit-penyakit yang reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang irreversibel.1 A. DEFINISI Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.3 Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran. Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.3 B. EPIDEMIOLOGI Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia. 4 Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira 5 persen menderita demensia berat, dan 15 persen menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20 persen menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5 persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang berusia 85 atau lebih. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer memenuhi lebih dari 50 persen tempat tidur di rumah perawatan. Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom Down juga secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan demensia tipe Alzheimer.1
3

Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu, demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Tetapi karena DVa merupakan tipe demensia yang terbanyak pada beberapa negara Asia dengan populasi penduduk yang besar maka kemungkinan demensia vaskular ini merupakan tipe demensia yang terbanyak di dunia. demensia vaskular juga merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan perbaikan kualitas hidup usia lanjut. 4 Demensia vaskular berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 dan 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien menderita demensia vaskular dan demensia tipe Alzheimer yang terjadi bersama-sama.1 C. FAKTOR RESIKO Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan untuk mengembangkan satu atau lebih jenis Dimensia. Beberapa faktor-faktor ini dimodifikasi, sementara yang lain tidak.2

D. KLASIFIKASI3 Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). 1. Menurut Umur: o Demensia senilis (>65th) o Demensia prasenilis (<65th) 2. Menurut perjalanan penyakit: o Reversibel o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb) 3. Menurut kerusakan struktur otak o Tipe Alzheimer o Tipe non-Alzheimer o Demensia vaskular o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) o Demensia Lobus frontal-temporal o Demensia terkait dengan HIV-AIDS o Morbus Parkinson o Morbus Huntington o Morbus Pick o Morbus Jakob-Creutzfeldt o Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker o Prion disease o Palsi Supranuklear progresif o Multiple sklerosis o Neurosifilis o Tipe campuran 4. Menurut sifat klinis: o Demensia proprius o Pseudo-demensia Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
5

F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan) F 01 Demensia Vaskular F01.0 Demensia Vaskular Onset akut F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal F01.8 Demensia Vaskular lainnya F01.9 Demensia Vaskular YTT F02 Demensia pada penyakit lain F02.0 Demensia pada penyakit PICK F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob F02.2 Demensia pada penyakit Huntington F02.3 Demensia pada penyakit parkinson F02.4 Demensia pada penyakit HIV F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di- Klasifikasikan ditempat lain) F03 Demensia YTT Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai berikut : 1. .X0 Tanpa gejala tambahan 2. .X1 Gejala lain, terutama waham 3. .X2 Halusinasi 4. .X3 Depresi 5. .X4 Campuran lain

E. Etiologi Demensia mempunyai banyak penyebab (tabel 10.3-1),tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 75 persen dari semua kasus.
6

Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, Penyakit Creutz-feldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, human immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala.1 Gangguan dimensia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Salah satunya pada tabel di bawah ini :2

Semua bentuk Dimensia hasil dari kematian sel saraf dan / atau hilangnya komunikasi antar sel-sel. Otak manusia adalah mesin yang sangat kompleks dan rumit dan banyak faktor yang dapat mengganggu fungsi-nya. Para peneliti telah menemukan banyak faktor, tetapi mereka belum dapat masuk ini potongan-potongan teka-teki bersama dalam rangka untuk membentuk gambaran lengkap tentang bagaimana mengembangkan dementias. Banyak jenis Dimensia, termasuk penyakit Alzheimer, Dimensia Lewy body, Dimensia Parkinson, dan penyakit Pick's, dicirikan oleh struktur abnormal disebut inklusi di otak. Karena inklusi, yang mengandung protein abnormal, sangat umum pada orang dengan Dimensia, peneliti menduga bahwa hal itu berperan dalam perkembangan gejala. Namun, peran yang tidak diketahui, dan dalam beberapa kasus, inklusi mungkin hanya merupakan efek samping dari proses penyakit yang mengarah pada Dimensia tersebut. Gen jelas berperan dalam pembangunan beberapa jenis Dimensia. Namun, dalam penyakit Alzheimer dan gangguan lainnya, Dimensia biasanya tidak dapat dikaitkan dengan sebuah gen abnormal tunggal. Sebaliknya, bentukbentuk Dimensia muncul hasil dari interaksi kompleks gen, faktor gaya hidup, dan pengaruh lingkungan lainnya.2
7

Berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia :3

Perbadingan persentase etiologi dari demensia TIPE ALZHEIMER Alois Alzheimer pertama kali menggambarakan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4 tahun. Diagnosis akhir penyakit Alzhaimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.1 Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa penelitian telah meyatakan bahwa sebanyak 40 persen pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi faktor genetik
9

di anggap berperan sebagai dalam perkembangan gangguan dalam sekuranganya beberapa kasus. Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa angka persesuaian untuk kembar monozigotik adalah lebih tinggi dari angka kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah tercatat baik gangguan telah ditransmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal dominan, walaupun transmisi tersebut adalah jarang.1

Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.

Neuropatologi. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercakbercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskeletal, terutama protein tau berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut juga ditemukan pada sindrom down, demensia pugilistik (punch-drunk syndrome), kompleks demensia-parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.1 Plak senilis, juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan sampai derajat tertentu pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, beta/A4 dan astrosit, prosesus neuronal distrofik dan mikroglia. Jumlah dan kepadatan plak senilis yang terdapat pada otak orang yang telah meninggal (postmortem) telah dihubungkan dengan bertanya penyakit pada orang yang terkena tersebut.1
10

Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.

Penyakit Alzheimer adalah ditandai oleh dua kelainan di otak: plak amiloid dan neurofibrillary yang kusut. Plak amiloid, yang ditemukan dalam jaringan antara selsel saraf, adalah bagian yang tidak biasa dari protein yang disebut beta amiloid yang menghancurkan bit neuron dan sel lainnya. Neurofibrillary adalah kumpulan filamen twisted ditemukan dalam neuron. Kumpulan filamen ini terbentuk dari dari protein yang disebut tau. Dalam neuron sehat, protein tau membantu fungs mikrotubulus, yang merupakan bagian dari dukungan struktural sel dan memberikan zat seluruh sel saraf. Namun, dalam penyakit Alzheimer, tau akan berubah dengan cara yang menyebabkannya merubahnya menjadi pasangan filamen heliks yang mengumpulkan menjadi kusut. Ketika ini terjadi, mikrotubulus tidak dapat berfungsi dengan benar dan mereka hancur. Ini runtuhnya sistem transportasi neuron yang dapat mengganggu komunikasi antara sel-sel saraf dan menyebabkan mereka mati. 2

11

Protein prekursoe amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein Beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghacuran protein prekursor amiloid. Pada sindrom Down (trisomi 21) terdapat tiga cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit di mana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein Beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab; tetapi, banyak kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.1 Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik seperti scopolamine dan atropine mengganggu kemampuan kognnitif, sedangkan agonis kolinergik seperti physostigmine dan arecholine telah dilaporkan meningkatkan kemapuan kognitif. Penurunan aktifitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang megandung norepinefrin didalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologi otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer.1 Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih kaku dibandingkan normal. Beberapa penelitian telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular (molekular resonance spectroscopic, MRS) untuk memeriksa hipotesis
12

tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas alumunium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar alumunium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.1 Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam teori etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih sering darpada orang tanpa gen E4.1 Pada tahap awal penyakit Alzheimer, pasien mungkin mengalami gangguan memori, penyimpangan penilaian, dan perubahan halus dalam kepribadian. Selama gangguan berlangsung, memori dan masalah bahasa memburuk dan pasien mulai mengalami kesulitan melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Mereka mungkin menjadi bingung tentang tempat dan waktu, mungkin menderita delusi (seperti gagasan bahwa seseorang mencuri dari mereka atau bahwa pasangan mereka tidak setia), dan dapat menjadi cepat marah dan bermusuhan. Selama tahap akhir penyakit, pasien mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol fungsi motorik seperti menelan, atau kehilangan kontrol usus dan kandung kemih. Mereka akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengenali anggota keluarga dan untuk berbicara. Sebagai penyakit berlangsung itu mulai mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang dan mereka mengembangkan gejala seperti agresi, agitasi, depresi, sulit tidur, atau delusi. 2

Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan terhadap perubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.3

13

DEMENSIA VASKULAR Semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular.4 Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. 1 Saat ini istilah demensia vaskular digunakan untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia atau perdarahan otak.4 Dalam arti kata luas, semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular. Istilah demensia vaskular menggantikan istilah demensia multi infark karena infark multipel bukan satu-satunya penyebab demensia tipe ini. Infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis, infark inkomplit dan perdarahan juga dapat menyebabkan kelainan kognitif. Saat ini istilah demensia vaskular digunakan untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia atau perdarahan di otak.1 Demensia vaskular dapat terjadi dengan mekanisme bermacam-macam seperti infark multipel lakunar, infark tunggal di daerah strategis, sindrom Binswanger, angiopati amiloid serebral, hipoperfusi, dan mekanisme lain termasuk kelainan pembuluh darah inflamasi maupun non inflamasi. Gambaran klinik demensia vaskular menunjukkan kombinasi dari gejala fokal neurologik, gangguan fungsi luhur dan gejala neuropsikiatri. Demensia vaskular merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah.4 Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khusunya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah seebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang meluas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arterosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.1 Demensia vaskular dapat terjadi dengan mekanisme bermacam-macam seperti infark multipel lakunar, infark tunggal di daerah strategis, sindrom Binswanger, angiopati amiloid serebral, hipoperfusi, dan mekanisme lain termasuk kelainan pembuluh darah inflamasi maupun non inflamasi. Gambaran klinik demensia vaskular menunjukkan kombinasi dari gejala fokal neurologik, gangguan fungsi luhur dan gejala neuropsikiatri. Demensia vaskular merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah.4 DSMIV mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifitasnya rendah. ADDTC penggunaannya lebih terbatas pada DVa jenis iskemik sedangkan NINDSAIREN dapat digunakan untuk semua mekanismeDVa (hipoksia, iskemia atau perdarahan). Kriteria
14

ADDTC dan NINDS AIREN mempunyai 3 tingkat kepastian ( probable, possible, definite), memerlukan hubungan waktu antara stroke dan demensia serta bukti morfologi adanya stroke.4

Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus palidus

Gambaran Demensia Vaskular

Penyakit Binswanger. Penyakit Binswanger juga dikenal sebagai enselopati arterioskleortik subkortikal. Penyakit ini ditandai dengan adanya banyak infark-infrak kecil pada substansia alba, jadi menyerang daerah kortikal. Walaupun penyakit Binswanger sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan tehnik pencitraan yang canggih
15

dan kuat seperti pencitraan rensonasi magnetik (MRI) telah menemukan bahwa kondisi tersebut sering terjadi daripada sebelumnya dipikirkan.1

Penyakit Binswanger. Potongan melintang menunjukkan gambaran infark pada bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea.

PENYAKIT PICK Berbeda dengan dsitribusi patologi parietal temporal pada penyakit Alzheimer, penyakit pick ditandain dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Titik daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan pick neuronal yang merupakan masa elemen sitoskeletal. Badan pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakitt pick tidak diketahui. Penyakit pickberjumlah kira-kira 5 persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki khususnya pada mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom kluver-bucy (hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit pick dibandingkan dengan penyakit Alzheimer.1

16

Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas . Gambaran menunjukkan atrofi yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis

Pemeriksaan PET pada penyakit PICK PENYAKIT CREUTZFELDT-JAKOB Penyakit creutzfeldt-jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang yang disebabkan oleh agen yang progresif yang lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak menggandung DNA dan RNA. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan prion adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru (gangguan degeneratif sistem saraf pusat yang fatal pada suku didataran tinggi guinea) dimana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual, dan sindrom gesrtman-straussler (suatu demensia progresif familial dan sangat jarang). Semua gangguan yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi.1 Bukti-bukti menunjukan bahwa pada manusia penyakit itu dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi sebagian besar penyakit tanpaknya sporadif mengenai individual dalam usia 50an, terdapat
17

bukti bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat. (1-2 tahun ) atau relatif lama (8-16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6-12 tahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak mengungkapkan kelainan, koma, dan pemeriksaan tomografi komputer dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit di tandai olah adanya elektroencefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan teganggan tinggi.1 PENYAKIT HUNTINGTON Penyakit huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kalainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia penyakit huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh, pada stadium awal dan menengah dari penyakit.Tetapi saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap, dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe alzheimer adalah tinggi insiden depresi dan psikosis disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.1 PENYAKIT PARKINSON Seperti penyakit huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresif. Diperkirakan 20-30% pasien dengan penyakit parkinson menderita penyakit demensia dan tambahan 30-40% mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur.pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakit parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat yang pada beberapa pasien terkena, suatu cici yang disebut oleh bebebrapa dokter sebagi bradifenia (bradiphenia).1 DEMENSIA BERHUBUNGAN DENGAN HIV Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) sering kali menyebabkan demensia dan gejala psikiatri lainnya.pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75% pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat
18

autopsi.perkembangan demensia pada pasien tang terinfeksi HIV sering sering HIV sering kali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.1 DEMENSIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN TRAUMA KEPALA Demensia dapat merupakan suatu sekual dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.1 F. Diagnosis DSM-IV telah menghilangkan sindrom umum demensia yang dimasukkan di dalam DSM III-R. Diagnosis demensia dalam DSM-IV adalah demensia tipe alzeimer (DAT; dementia of the Alzheimers type), demensia vaskular, demensia karena kondisi medis lainnya, demensia menetap akibat zat, demensia karena penyebab multipel, dan demensia yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified).1 Demensia tipe alzheimer. Kriteria diagnostik DSM_IV untuk demensia tipe alzheimer menekankan adanya gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurangkurangnya satu gejala lain dari penurunan kognitif (afasia,apraksia,agnosia, atau fungsi eksekutif yang abnormal). Kriteria diagnostik juga memerlukan suatu penurunan yang terusmenerus dan bertahap pada fungsi, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan, dan menyingkirkan penyebab demensia lainnya.DSM-IV menyatakan bahwa usia dari onset dapat digolongkan sebagai awal (pada usia 65 tahun atau kurang) atau lambat (setelah usia 65 tahun) dan gejala perilaku yang predominan dapat diberi kode dengan diagnosis, jika sesuai.

19

20

Demensia vaskular. Gejala umum dari demensia vaskular adalah sama dengan gejala untuk demensia tipe alzheimer, tetapi diagnosis demensia vaskular memerlukan adanya bukti klinis maupun laboratoris yang mendukung penyebab vaskular dari demensia.1 Gangguan dulu disebut sebagai demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke tiga yang direvisi (DSM-III-R). Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses vaskular yang mendasari. Terdapat beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis demensia vaskular, yaitu: (i) diagnostic and statictical manual of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV), (ii) pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III, (iii) international clasification of diseases (ICD-10), (iv) the state of California Alzheimers disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan (v) national institute ofneurological disorders and stroke and theassociation internationale pour la recherche et lenseignement en neurosciences (NINDSAIREN). Dianostik DSM IV menggunakan kriteria:4 a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori dan satu atau lebih dari gangguan kognitif berikut ini: (i) afasia (gangguan berbahasa) (ii) apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik, sementara fungsi motorik normal) (iii) agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda walaupaun fungsi sensoriknya normal) (iv) gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi, membuat urutan). b) Defisit kognitif pada kriteria (a) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas. c) Tanda dan gejala neurologik fokal (refleks fisiologik meningkat, refleks patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan adanya gangguan peredaran darah otak (GPDO), misal infark multipleks yang melibatkan korteks dan subkorteks, yang dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan. d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium. Demensia karena kondisi medis lainnya. DSM-IV menuliskan enam penyebab spesifik demensia yang dapat diberi kode secara langsung:penyakit HIV, trauma kepala,
21

penyakit parkinson, penyakit huntington, penyakit pick, dan penyakit creutzfeldt-jakob.suatu kategori ketujuh memungkinkan dokter menspesifikasi kondisi medis nonpsikiatrik lainnya yang berhungungan dengan demensia.1

Demensia menetap akibat zat .alasan utama bahwa kategori DSM-IV ini dituliskan dengan demensia dan gangguan yang berhubungan dengan zat adalah mempermudah dokter berpikir tentang diagnosis banding. Zat spesifik yang merupakan referensi silang DSM-IV adalah alkohol; ihalan; sedatif, hipnotik, atau ansiolitik;dan zat lain atau yang tidak diketahui.1

22

23

DIAGNOSIS KLINIS Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan status mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-teman, dan perusahaan. Keluhan perubahan kepribadian pada seorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa suatu diagnosis demensia harus dipertimbangkan dengan cermat.1 Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan, demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan sosial, atau kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik.ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau sarkasme dapat terjadi.penampilan dan perilaku pasien harus diperhatikan.labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan , gurauan yang bodoh, apatik, atau kosong menyatakan adanya demensia, terutama jika disertai dengan gangguan ingatan.1 Dokter menggunakan beberapa strategi untuk mendiagnosa Dimensia. Adalah penting bahwa mereka melihat dari kondisi yang masih bisa diobati, seperti depresi, tekanan normal hidrosefalus, atau kekurangan vitamin B12, yang dapat menyebabkan gejala yang sama. Sekarang, diagnosis akurat dari Dimensia adalah penting bagi pasien dan keluarga mereka karena memungkinkan pengobatan gejala awal. Untuk orang dengan penyakit Alzheimer atau dimensia progresif lain, diagnosis dini dapat memungkinkan mereka untuk merencanakan masa depan sementara mereka masih bisa membantu untuk membuat keputusan. Orang-orang ini juga dapat memperoleh manfaat dari terapi obat. Dokter telah merancang beberapa teknik untuk membantu mengidentifikasi Dimensia dengan tingkat akurasi yang memadai seperti menanyakan pertanyaan tentang sejarah pasien, pemeriksaan fisik, evaluasi neurologis (keseimbangan, fungsi sensorik, refleks, dll), tes dan neuropsikologi kognitif (memori, keterampilan bahasa, keterampilan matematika, pemecahan masalah, dll), scan otak (dihitung tomografi (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), dll), tes laboratorium (tes
24

darah, urine, layar toksikologi, tes tiroid, dll), psikiatri evaluasi, dan pengujian presymptomatic (tes genetik).2 G. Manifestasi klinis Pada stadium awal demensia, pasien menunjukan kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatique, dan kecenderungan untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan masalah. Ketidakmampuan melakukan tugas menjadi semakin berat dan dan menyebar ke tugas-tugas harian, seperti berbelanja, saat demensia berkembang. Akhirnya, pasien demensia mungkin memerlukan pengawasan dan bantuan yang terus menerus untuk melakukan bahkan tugas yang paling dasar dalam kehidupan sehari-hari. Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut. Perubahan afektif dan perilaku, seperti kontrol impulsyang defektif dan labilitas emosional, sering ditemukan, seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid.1 1. Gangguan daya ingat1 Gangguan ingatan merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi, seperti melupakan nomor telepon, percakapan, dan peristiwa hari tersebut.saat perjalanan demensia berkembang, gangguan emosional menjadi parah, dan hanya informasi yang dipelajaripaling baik (sebagai contoh, tempat kelahiran) dipertahankan. 2. Orientasi1 Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukan gangguan pada tingkat kesadaran. 3. Bahasa1 Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe alzheimer dan demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien.pada kenyataan nya, DSM-IV memasukan afasia sebagai salah satu kriteria diagnostik. Kesulitan berbahasa
25

mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik, tidak tepat, atau berputarputar. Pasien mungkin juga memiliki kesulitan dalam menyebutkan nama suatu benda. 4. Perubahan Kepribadian1 Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadapan anggota keluarga dan pengasuhannya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak. 5. Psikosis1 Diperkirakan 20 sampai 30% pasien demensia, terutama pasien dengan demensia tipe alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% pasien memiliki waham , terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik, walaupun waham yang kompleks, menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya adalah sering pada pasien demensia yang mempunyai gejala psikotik. GANGGUAN LAIN1 Psikiatrik. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan adalah gejala utamapada kira-kira 40 sampai 50 % pasien demensia, walaupun sindrom gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % pasien demensia.Pasien dengan demensia juga menunjukan tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang terlihat. Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia , apraksia dan agnosis adalah sering , dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSMIV.Tanda neurologi lain yang dapat berhungunan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada kira-kira 10% pasien dengan demensia vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindrom lobus parietalis nondominan. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, moncong, menghisap, katatonik, dan palmomental, mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan pada 5 sampai 10% pasien.
26

juga

Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis tambahan sepertinyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur , mungkin menunjukan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartia, dan disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain. Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan untuk menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal, dalam membentuk konsep, dan dalam mengambil perbedaan dan persamaan diantara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara logis dan untuk membuat pertimbangan yang sehat adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yaitu ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektual dibawah keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain. Tidak adanya pertimbangan atau kontrol implus yang buruk sering ditemukan, khususnya pada demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan hiegene pribadi, dan mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial. Sindrom sundowner. Sindrom sundowner ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom juga terjadi pada pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti cahaya dan isyarat yang menyatakan interpesonal, adalah menghilang. H. Diagnosis Banding1 Pemeriksaan laboratorium ulang lengkap harus dilakukan jika memeriksa pasien dengan demensia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversibel dari demensia dan untuk memberikan pasien dan keluarga suatu diagnosis definitif. Perbaikan yang terus-menerus dalam tehnik pencitraan otak, khususnya MRI, telah membuat pembedaan antara demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus. Suatu bidang penelitian yang sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi komputer emisi foton tunggal (single photon
27

emission computed tomography, SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia. DEMENSIA TIPE ALZHEIMER DIBANDINGKAN DENGAN DEMENSIA VASKULAR 1 Biasanya, demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer dengan perburuan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama suatu periode waktu. Walaupun perburukan yang jelas dan berharap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular. Membedakan kedua jenis demensia ini tidak selalu mudah. Looi et al. mendapatkan bahwa pasien demensia vaskular relatif memiliki memori verbal jangka panjang yang lebih baik tetapi fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk dibandingkan pasien dengan demensia Alzheimer. Dapat pula digunakan sistem skor misalnya skor iskemik Hachinski dan skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo. Diakui bahwa sistem skor ini belum memadai, masih mungkin terjadi kesalahan dan cara ini tidak dapat menentukan adanya demensia campuran (vaskular dan Alzheimer).4

Penderita dengan demensia vaskular atau demensia multi infark mempunyai skor lebih dari 7, sedang yang skornya kurang dari 4 mungkin menderita Alzheimer.4

28

Bila skornya 0-2 kemungkinan ialah penyakit Alzheimer, bila skornya 5-10 demensia vaskular.4 DEMENSIA VASKULAR DIBANDINGKAN DENGAN TRANSIENT ISCHEMIC ATTACKS1 Transient ischemic attacks adalah episode singkat disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya 5 sampai 15 menit). Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mungkin bertanggung jawab, episode sering kali disebabkan oleh mikroemboli dari suatu lesi intrakranial proksimal yang menyebabkan iskemia otak transient, dan episode biasanya menghilang tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringan parenkim. Kira-kira sepertiga pasien dengan serangan iskemik transient yang tidak diobati selanjutnya mengalami suatu infark otak; dengan demikian, pengenalan serangan iskemia transient adalah suatu strategi klinis yang penting untuk mencegah infrak otak. Dokter harus membedakan episode yang mengenai sistem vetebrobasilar dari yang mengenai sistem arteri karotis. Pada umumnya, gejala penyakitvetebrobasiler mencerminkan suatu gangguan fungsional transient pada batang otak atau lobus osipital; gejala distribusi karotis mencerminkan kelainan retina atau hemisferik unilateral. Terapi antikoagulan, obat anti-aglutinasi trombosit seperti acetylsalicylic acid (aspirin), dan pembedahan rekonstruktif pembuluh darah ekstrakranial dan intrakranial telah dilaporkan efektif dalam menurunkan risiko infrak pada pasien dengan serangan iskemik transien. DELIRIUM1 Perbedaan antara delirium dan demensia mungkin lebih sulit dibandingkan yang dinyatakan oleh DSM-IV. Tetapi, pada umumnya, delirium dibedakan oleh adanya onset yang cepat, durasi singkat, fluktuasi gangguan kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas pada siklus bangun-tidur dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.
29

DEPRESI1 Beberapa pasien dengan depresi mempunyai gejala gangguan kognitif yang sulit dibedakan dari gejala demensia. Gambaran klinis ini sering disebut sebagai pseudodemensia, walaupun istilah disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi adalah istilah yang lebih sukai da lebih deskriptif. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol, mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia, dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu. GANGGUAN BUATAN (FACTITIOUS DISORDER)1 Orang yang berusaha menstimulasi kehilangan ingatan, seperti pada gangguan buatan, melakukan hal tersebut dalam cara yang aneh dan tidak konsisten. Pada demensia yang sesungguhnya, ingatan akan tempat dan waktu hilang sebelum ingatan terhadap orang, dan ingatan yang belum lama hilang sebelum ingatan yang lama. SKIZOFRENIA1 Walaupun skizofren mungkin disertai dengan suatu derajat gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. PENUAAN NORMAL1 Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang bermakna, tetapi suatu derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai bagian dari proses penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai kelainan akibat penuaan yang ringan (benign senescent forgetfulness) atau gangguan daya ingat yang berhubungan dengan penuaan (age-associated memory impairment). Keadaan tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh keparahannya yang ringan dan oleh kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu secara bermakna pada kehidupan sosial atau pekerjaan. I. Perjalanan penyakit dan Prognosis1 Perjalanan klasik dari demensia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50-an dan 60-an, dengan perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya menyebakan kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah bervariasi di antara tipe
30

demensia yang berbeda dan dalam katagori diagnostik individual. Sebagai contoh, rata-rata bertahan hidup untuk pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah kira-kira 8 tahun, dengan rentang 1 sampai 10 tahun. Data menyatakan bahwa pasien dengan onset demensia yang dini kemungkinan memiliki perjalanan penyakit cepat. Jika demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap, karena 10 sampai 15 persen dari semua pasien dengan demensia mempunyai kondisi yang kemungkinan reversibel jika pengobatan dimulai sebelum terjadi kerusakan otak yang permanen. Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang samarsamar yang pada awalnya, mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang paling dekat dengan pasien. Onset gejala yang bertahap adalah paling sering berhubungan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskular, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolis. Sebaliknya, onset demensia yang disebabkan oleh trauma kepala, henti jantung dengan hipoksia serebral, atau enselopati mungkin terjadi secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal demensia samar-samar, gejala menjadi jelas saat demensia berkembang, dan anggota keluarga selanjutnya membawa pasien untuk meminta pertolongan dokter. Pasien demensia mungkin peka terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, yang dapat mencetuskan perilaku yang teragitasi, agresif, atau psikotik. Didalam stadium terminal demensia, pasien ibarat menjadi kulit kosong dari diri mereka sebelumnya sangat terdisorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinen urine dan feses. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. Regresi gejala tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yang reversibel (sebagai contoh demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap (sering ditemukan pada demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan demensia yang bertambah ( sering terlihat pada demensia vaskular) sampai suatu demensia yang suatu demensia yang stabil ( seperti yang dapatterlihat pada demensia yang berhubungan dengan trauma kepala) Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun
31

gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self healing), gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).3 FAKTOR PSIKOSOSIAL1 Keparahan dan perjalanan demensia dapat dipengaruhi oleh faktor psikososial. Sebagai contoh, semakin tinggi inteligensia dan pendidikan premorbid pasien, semakin baik kemampuan pasien untuk mengkompensasi defisit intelektual. Pasien yng mempunyai onset demensia yang cepat menggunakan lebih sedikit pertahanan dibandingkan dengan pasien yang mengalami onset yang bertahap. Kecemasan dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengekuh gangguan daya ingat, tetapi kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika depresif diobati, defek kognitif menghilang. J. Pengobatan1 Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak dapat disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
32

Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan ynag tepat terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan auditoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus harus diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang meghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama. Saat perawatan untuk mengembalikan atau menghentikan perkembangan penyakit tidak tersedia untuk sebagian besar Dimensia, pasien masih dapat menjalani dari pengobatan dengan obat yang tersedia dan tindakan lain, seperti pelatihan kognitif. Obat untuk secara khusus mengobati penyakit Alzheimer dan beberapa dimensia progresif lain yang sekarang tersedia dan diresepkan untuk banyak pasien. Meskipun obat ini tidak menghentikan penyakit ini atau memperbaiki kerusakan otak yang ada, namun dapat memperbaiki gejala dan memperlambat perkembangan penyakit. Hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, meringankan beban pengasuh, dan / atau pengakuan penundaan ke panti jompo. Banyak peneliti juga menguji apakah obat ini mungkin berguna untuk mengobati Dimensia jenis lain. Banyak orang dengan Dimensia, terutama yang pada tahap awal, mungkin manfaat dari berlatih tugas dirancang untuk meningkatkan kinerja dalam aspek-aspek khusus dari fungsi kognitif. Misalnya, orang kadang-kadang dapat diajarkan menggunakan alat bantu memori, seperti ilmu tentang cara menghafal, mengingat perangkat komputer, atau pencatatan. Modifikasi Perilaku - perilaku yang tepat atau positif bermanfaat dan mengabaikan perilaku yang tidak pantas - juga dapat membantu mengendalikan tidak dapat diterima atau perilaku berbahaya.2 PENGOBATAN FARMAKOLOGIS Terapi untuk demensia vaskular ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan
33

kognitif dan gejala perilakunya. Banyak obat sudah diteliti untuk mengobati demensia vaskular, tetapi belum banyak yang berhasil dan tidak satupun obat dapat direkomendasikan secara positif. Vasodilator seperti hidergine mempunyai efek yang positif dan pemberian secara oral active haemorheological agent seperti pentoxiylline mampu memperbaik fungsi kognitif penderita. Pemberian acetylcholineesretarse inhibito seperti donepezil, rivastigmine and galantiamin mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita.4 Pengobatan yang tersedia sekarang ini. Dokter dapat meresepkan benzodiazepin untuk insomia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi; tetapi, dokter harus menyadari kemungkinan efek idiosinkratik dari obat pada usia lanjut (seperti perangsangan yang paradoksikal, konfusi, dan peningkatan sedasi). Pada umumnya, obat dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi harus dihindari, walaupun beberapa data meyatakan bahwa thioridazine (Mellaril), yang mempunyai aktifitas antikolonergik yang tinggi, mungkin merupakan obat yang efektif dalam mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Bensodiazepin kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Disamping itu, zolpidem (Ambien) dapat juga digunakan untuk tujuan sedatif. 1 Tetrahydroaminoacridine (Tacrine) telah dianjurkan oleh the Food and Drug Administration (FDA) sebagai suatu pengobatan untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang, dan percobaan yang terkontrol baik telah menunjukkan suatu perbaikan yang bermakna secara klinis pada 20 sampai 25 persen pasien yang menggunakan obat tersebut. Karena aktivitas kolinometik dari obat,beberapa pasien tidak mampu untuk mentoleransi obat karena efek sampingnya. Beberapa pasien juga telah menghentikan obat karena peninggian kadar enzim hati. 1 K. Pencegahan 2 Penelitian telah mengungkapkan sejumlah faktor yang mungkin dapat mencegah atau menunda timbulnya Dimensia pada beberapa orang. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang mempertahankan kontrol yang ketat terhadap kadar glukosa mereka cenderung memiliki skor lebih baik pada tes fungsi kognitif dibandingkan dengan orang yang diabetesnya tidak terkontrol. Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam kegiatan merangsang intelektual, seperti interaksi sosial, catur, teka-teki silang, dan memainkan alat musik, secara signifikan lebih rendah resiko mereka terserang penyakit Alzheimer dan bentuk lain dari Dimensia. tindakan preventif
34

lainnya yg termasuk adalah menurunkan homocysteine (asam amino), menurunkan kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah, olahraga, pendidikan, mengendalikan peradangan, dan penggunaan jangka panjang obat anti-inflammatory (NSAIDs) seperti ibuprofen, naproxen, dan obat-obatan serupa. PERAWATAN DEMENSIA2 Orang dgn Dimensia sedang dan parah biasanya membutuhkan perawatan siangmalam dan pengawasan untuk mencegah mereka dari melukai dirinya sendiri atau orang lain. Mereka juga mungkin perlu bantuan dengan kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, dan berpakaian. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu membutuhkan kesabaran, pemahaman, dan pemikiran yang mendalam untuk pengasuh orang tersebut. Sebuah lingkungan rumah biasa dapat menghadirkan banyak bahaya dan hambatan untuk orang dengan Dimensia seperti pisau tajam, bahan kimia berbahaya, peralatan, dan bahaya lain yang harus dihapus atau dikunci. langkah-langkah Keselamatan meliputi instalasi tempat tidur dan kamar mandi rel keselamatan, menyingkirkan kuncian dari kamar tidur dan pintu kamar mandi, dan menurunkan suhu air panas sampai 120 F (48,9 C) atau kurang untuk mengurangi risiko terkena air panas. Orang dengan Dimensia sering mengalami masalah perilaku karena frustrasi dengan situasi tertentu. Memahami danmemodifikasi atau mencegah situasi yang memicu perilaku ini dapat membantu untuk membuat hidup lebih menyenangkan bagi orang dengan Dimensia serta pengasuh-nya. Misalnya, orang tersebut bisa jadi bingung atau frustrasi dengan tingkat kegiatan atau kebisingan di lingkungan sekitarnya. Mengurangi kegiatan yang tidak perlu dan kebisingan (seperti membatasi jumlah pengunjung dan mematikan televisi saat itu tidak digunakan) mungkin akan memudahkan bagi orang untuk mengerti permintaan dan melakukan tugas-tugas sederhana. Kebingungan juga dapat dikurangi dengan menyederhanakan dekorasi rumah, menghapus kekacauan, menjaga benda asing di dekatnya, dan mengikuti rutinitas diprediksi sepanjang hari. Kalender dan jam juga dapat membantu pasien mengorientasikan diri mereka sendiri. kegiatan di waktu luang Normal selama mereka aman dan tidak menyebabkan frustrasi seperti kerajinan, permainan, musik dan olahraga, dan lain intelektual merangsang kegiatan dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif pada beberapa orang.

35

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan, Harold. Sinopsis psikiatri Kaplan-Sadock (jilid satu). Binarupa Aksara. Jakarta : 2010 2. Indiyarti, Riani . Diagnosis dan pengobatan terkini demensia vaskular. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta : 2004 3. Julianti, Riri. Demensia. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru : 2008 4. http://www.medicinenet.com/dementia_pictures_slideshow/article.htm

36

You might also like