You are on page 1of 30

Batuk Berdahak dan Sesak

Agrippina Perdiani
102010264 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana agrippinaperdiani@yahoo.com

Pendahuluan
Tahukah Anda, bagaimanakah cara agar oksigen dapat masuk ke dalam tubuh? Bagaimanakah proses pernapasan berlangsung? Organ-organ apakah yang terlibat pada sistem pernapasan? Apakah kegunaan oksigen yang dihirup ketika bernapas? Bagaimana jika kita terlalu banyak menghirup karbondioksida? Misalnya, ketika kita merokok (perokok aktif) atau Anda yang menghirup asap rokok (perokok pasif)? Mungkin, kita akan merasakan sesak napas. Secara sederhana, sistem pernapasan dapat diartikan sebagai sistem yang melaksanakan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada kenyataannya, sistem pernapasan melibatkan suatu proses yang cukup kompleks. Proses yang terjadi pada sistem pernapasan melibatkan sistem-sistem lainnya dalam tubuh. Dan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sistem pernapasan manusia.

Struktur Makro Saluran Pernapasan


Sistem pernapasan pada manusia terdiri atas hidung, faring, laring, bronkus primer, bronkus kecil, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.

Gambar 1. Saluran pernapasan

A. Rongga hidung dan nasal Ketika bernapas, hidung merupakan organ pertama yang dilalui udara. Udara masuk melalui lubang hidung, kemudian menuju rongga hidung. Rongga hidung dilengkapi dengan rambut-rambut halus dan lendir. Rambut-rambut halus dan lendir berfungsi mengatur suhu udara pernapasan dan mencegah debu yang masuk ke saluran pernapasan. Pada atap rongga hidung terdapat lobus olfaktori yang berperan sebagai reseptor bau. Fungsi hidung adalah sebagai saluran udara, saringan udara (partikel debu kasar dan halus), menghangatkan udara pernapasan, melembabkan udara pernapasan, dan alat pembau.1 1. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar. a. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago. b. Naris (nostril) eksternal dibatasi oleh kartilago nasal. 1) Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung. 2) Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril. c. Tulang hidung 1) Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung. 2) Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal. 3) Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan palatinum. 4) Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid. 5) Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka dilapisi membran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah. 6) Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah konka.

Gambar 2. Hidung

d. Empat pasang sinus paranasal (frontal, etmoid. maksilar. dan sfenoid) adalah kantong tertutup pada bagian frontal etmoid, maksilar, dan sfenold. Sinus ini dilapisi membran mukosa. 1) Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara. 2) Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalul duktus kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksl sinus. 3) Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior.

Sinus paranasalis terdiri atas : 1. Sinus sphenoidalis a. Terletak di dalam corpus os sphenoid. b. Bermuara melalui lubang pada dinding anteriornya. c. Ke dalam melalui rongga hidung. 2. Sinus ethmoidalis, terdiri dari : a. Sinus ethmoidalis anterior.

b. Sinus ethmoidalis medius. c. Sinus ethmoidalis posterior. d. Sinus ethmoidalis anterior dan medius bermuara ke dalam meatus nasi superior. e. Sedangkan sinus ethmoidalis posterior bermuara ke dalam meatus nasi medius. 3. Sinus frontalis a. Terletak di tepi superior orbita. b. Bermuara ke dalam perluasan superior hoatus semilunaris 4. Sinus maxillaris a. Terletak dalam os maxilla. b. Bermuara ke dalam meatus nasi inferior.

Gambar 3. Sinus Paranasalis

2. Membran mukosa nasal a. Struktur 1) Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut, keringat, dan kelenjar sebasea, merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di bagian dalam ini mengandung rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara terhisap.

2) Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik membentuk mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya. Lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang terletak pada lapisan jaringan ikat tervaskularlsasl dan terus memanjang untuk melapisi saluran pernapasan sampai ke bronkus. b. Fungsi 1) Penyaringan partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar. 2) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya. 3) Resepsi odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.2

B. Faring (rongga tekak) merupakan pertigaan saluran pencernaan (esofagus), saluran pernapasan (tenggorakan), dan saluran yang menuju ke rongga hidung.1 Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring. 1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal melalui dua naris internal (koana). a. Dua tuba Eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. b. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara. 2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.

a. Uvula ("anggur kecil") adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak. b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior. 3. Laringofaring mengelilingi mulut, esophagus, dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.2

Gambar 4. Bagian Faring

C. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Pada laring, terdapat selaput suara. Selaput ini memiliki serabut-serabut otot sehingga laring merupakan tempat dihasilkannya suara.1 Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago; tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan. 1. Kartilago tidak berpasangan a. Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas. b. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid. c. Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.

2. Kartilago berpasangan a. Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epltelium skuamosa bertingkat. b. Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid. c. Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak. 3. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring. a. Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara. b. Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adalah glottis. 1) Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan glotis berbentuk triangular. 2) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk celah sempit. 3) Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.2

Gambar 5. Bagian Laring

D. Trakea (batang tenggorokan) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di daerah leher, di atas permukaan anterior esophagus (kerongkongan). Trakea merupakan pipa udara yang terdiri atas gelang-gelang tulang rawan.1 Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima, tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. 1. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk-C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esofagus. 2. Trakea dilapisi epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet.2

E. Percabangan bronkus Bronkus sebelah kanan bercabang tiga, sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang dua. Cabang-cabang tadi bercabang-cabang lagi membentuk pembuluh halus, dinamakan bronkiolus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus, tempat terjadinya pertukaran antara O2 dan CO2 melalui difusi.1 1. Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karna arkus aorta membelokan trakea bawah kekanan. Objek asing yang masuk kedalam trakea kemungkinan di tempatkan dalam bronkus kanan. 2. Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertoier dengan diameter semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit batang atau lempeng kartilago menganti cincin kartilago. 3. Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar. 4. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan brongkial yang selanjutnya bronki, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus; sili tetap ada sampai bronkilus respiratori terkecil.2

Gambar 6. Bronkiolus dan Alveolus

F. Paru-paru 1. Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spon dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks. a. Paru kanan memiliki 3 lobus; paru kiri memiliki 2 lobus. b. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama,. Sebuah permukaan diafragmatik( bagian dasar) terletak diatas diafragma, sebuah permukaan media stinal (medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum , dan permukaan kostal terletak diatas kerangka iga. c. Permukaan media stinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar dan bronchial dari paru. 2. Pleura adalah pembungkus paru-paru. Pleura terdiri dari dua lapisan , lapisan viseralis yang melekat pada paru dan lapisan parietalis yang membatasi aspek terdalam dinding dada, diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum.2

Struktur Mikro Saluran Pernapasan


Stuktur mikroskopis pada organ respirasi dibagi menjadi 2 bagian yakni: A. Bagian konduksi, bagian yang menyalurkan udara / gas. Bagian ini terdiri dari: 1. Rongga hidung (kavum nasi) a. Vestibulum Merupakan Epitel berlapis gepeng, terdapat vibrissae (rambut 2 kasar yang berfungsi menyaring udara pernafasan) terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

b. Fossa nasalis Dari masing-masing dinding lateral fossa nasalis keluar 3 tonjoilan mirip rak yang biasa disebut konka. Antara lain: konka nasalis superior, konka nasalis media, konka nasalis inferior. Hanya konka nasalis inferior dilapisi oleh epitel respirasi.

2. Faring adalah ruangan dibelakang kavum nasi,yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Yang termasuk bagian dari faring : a. Nasofarings 1) Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. 2) Pada lamina propria terdapat kelenjar campur. 3) Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea. 4) Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva. 5) Sekelilingnya banyak kelompok jaringan limfoid disebut tonsila tuba. b. Orofarings 1) Epitel berlapis gepeng. 2) Terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. 3) Orofaring akan dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesophagus. 4) Disini terdapat tonsila palatina ,yang sering meradang disebut tonsillitis. c. Laringofarings 1) Epitel bervariasi,sebagian besar Epitel Berlapis Gepeng Tanpa Lapisan Tanduk. 2) Terletak di belakang laring.

3. Laring a. Menghubungkan faring dan trakea. b. Bentuk tidak beraturan atau irregular. c. Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika vokalis berlapis gepeng.

d. Dinding: 1) Tulang rawan hialin dan tulang rawan elastis. 2) Jaringan ikat. 3) M.Vokalis (otot skelet). 4) Kelenjar campur.

4. Epiglotis Rangka terdiri dari tulang rawan elastis. Epiglotis mempunyai 2 permukaan: a. Permukaan lingual yang menghadap ke lidah 1) Epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. 2) Ada kelenjar campur dan jaringan limfoid. b. Permukaan laringeal yang menghadap ke laring 1) Epitel berlapis gepeng yang tipis dari permukaan lingual menjadi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet,yang akan melanjutkan ke trakea dan bronkus. 2) Lamina propria dibawahnya mempunyai kelenjar campur (lebih banyak daripada permukaan lingual).

5. Trakea Gambaran khas trakea: a. Rangka berbentuk C terdiri atas tulang rawan hialin. b. Jumlah 16 20 buah. c. Cincin - cincin tulang rawan satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan penyambung padat fibroelastis dan retikulin disebut lig.anulare untuk mencegah agar lumen trakea jangan meregang berlebihan. d. Otot polos berperan untuk mendekatkan kedua tulang rawan.

Bagian trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars kartilagenia. Bagian trakea yang mengandung otot disebut pars membranasea. Bagian posterior trakea: a. Terdapat banyak kelenjar sepanjang lapisan muskular.

b. Rangsangan N.laringeus rekuren menyebabkan kelenjar kelenjar mengeluarkan sekretnya.

6. Bronkus a. Bronkus ekstrapulmonal (sama dengan trakea ,diameter lebih kecil). b. Bronkus intrapulmonal: 1) Mukosa membentuk lipatan longitudinal. 2) Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. 3) Membrana basalis jelas. 4) Lamina propria: a) jaringan ikat jarang. b) serat elastis dan muskulus polos spiral. c) Noduli limfatisi. d) Kel.Bronkialis merupakan kelenjar campur. e) Bentuk sferis. f) Tulang rawan tidak beraturan. g) Susunan muskulus seperti spiral c. Bronkus kecil memiliki epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. d. Bronkus terkecil memiliki epitel selapis torak bersilia bersel goblet. e. Tulang rawan (kecil). f. Berkelenjar dan tidak berkelenjar.

7. Bronkiolus a. Diameter kira kira 1mm b. Tidak mempunyai tulang rawan c. Epitel selapis torak memiliki silia , ada yang memiliki sel goblet dan ada yang tidak ( bronkiolus besar epitel masih bertingkat torak ) d. Lamina propria: 1) Tipis. 2) Tidak ada kelenjar 3) Tidak ada Noduli limfatisi

4) Otot polos relatif banyak daripada jaringan ikat 5) Serat elastin

8. Bronkiolus terminalis a. Diameter 0,3 mm. b. Epitel selapis torak bersilia, tidak ada sel goblet. Atau epitel selapis torak rendah. c. Diantara deretan sel ini ada sel clara: 1) Ada mikrovili. 2) Granula kasar.

Lamina propria : 1. Sangat tipis (serat elastin) 2. Ada memiliki otot polos dan ada yang tidak 3. Tidak ada kelenjar 4. Tidak ada Nn.II

Lapisan luarnya 1. Serat kolagen. 2. Serat elastin. 3. Pembuluh darah + limf. 4. Saraf.

B. Bagian respirasi, bagian yang berhubungan dengan pertukaran gas Bagian ini terdiri dari: 1. Bronkiolus repiratorius a. Bagian antara bagian konduksi dan bagian respirasi. b. Pendek 1 4 mm ,diameter 0,5 mm. c. Epitel torak rendah / Epitel selapis kubis , ada yang memiliki silia dan ada yang tidak, tidak ada goblet. d. Diantara sel kubis terdapat sel clara. e. Lamina propria : terdiri ata serat kolagen + serat elastin,otot.polos terputus-putus.

2. Duktus alveolaris a. Dinding tipis, sebagian besar terdiri dari alveoli. b. Dikelilingi sakus alveolaris. c. Di mulut alveolus epitel selapis gepeng (sel alveolar tipe 1). d. Jaringan ikat serat elastin, serat kolagen, ada yang memiliki otot polos dan ada yang tidak memiliki otot polos, sebagai titik-titik kecil. e. Terbuka ke atrium : ruang yang menghubungkan beberapa sakus alveolaris.

3. Sakus alveolaris a. Kantong yang dibentuk oleh beberapa alveoli. b. Terdapat serat elastin dan serat retikulin yang melingkari muara sakus alveoli. c. Sudah tak punya otot polos.

4. Alveolus/alveoli a. Kantong-kantong kecil terdiri dari selapis sel seperti sarang tawon. b. Pertukaran gas ( O2 dan CO2) antara udara dan darah. c. Di sekitar alveoli terdapat: 1) Serat elastin: Inspirasi --- melebar Expirasi --- menciut 2) Serat kolagen: mencegah regangan yang berlebihan, sehingga kapiler + septum interalveolaris tidak rusak. d. Jumlah : 300 -500 juta alveoli. e. Epitel selapis gepeng. f. Pada dinding alveolus terdapat lubang-lubang kecil berbentuk bulat atau lonjong disebut poros atau stigma alveolaris.3

Fungsi Saluran Pernapasan


Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O 2 ) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali

ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.2

Mekanisme Pernapasan
Pernapasan atau respirasi mencakup dua proses: 1. Respirasi eksternal: mengacu kepada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Dengan diliputi empat langkah: a. Udara secara bergantian bergerak masuk-keluar paru, sehingga dapat terjadi pertukaran antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh kerja mekanis pernapasan, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur sedemikian rupa, sehingga aliran udara antara atmosfer dan alveolus disesuaikan dengan kebutuhan metabolik tubuh untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2. b. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam kapiler pulmonalis melalui proses difusi. c. Oksigen dan CO2 diangkut oleh darah antara paru dan jaringan. d. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi melintasi kapiler sistemik (jaringan). 2. Respirasi internal: mengacu kepada proses metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama penyerapan energi dari molekul nutrien.4

Berdasarkan mekanisme inspirasi dan ekspirasi, pernapasan manusia dapat dibedakan menjadi dua, yakni pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan. A. Inspirasi Merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar 2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mm Hg.

Jaringan paru semakin teregang. Tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir kedalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses aktif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi. Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mm Hg, menimbulkan pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot-otot ekspirasi yang menurunkan volume intratorakal. Pada pernapasan dada, inpirasi Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. Sedangkan pada pernapasan perut, otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.

B. Ekspirasi Tahap ekspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berelaksasi. Volume rongga dada dan paru-paru mengecil ketika diafragma bergerak naik dan sangkar tulang rusuk mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru akan naik melebihi tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir keluar dari paru-paru. Pada ekpirasi tenang, proses terjadi secara pasif. Terjadinya relaksasi pada otot inspirasi dan jaringan paru kembali kedudukan semula sesudah teregang (daya recoil). Pada ekspirasi kuat, terjadi kontraksi oto-otot ekspirasi pada otot dinding perut dan otot interkostal internis. Pada pernapasan dada, ekspirasi merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar

daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar. Sedangkan pada pernapasan perut / diagfragma, berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.5

Gambar 7. Pernapasan dada

Gambar 8. Pernapasan perut

A. Prinsip dasar 1. Toraks adalah rongga tertutup kedap udara disekeliling paru-paru yang terbuka ke atmosfer yang hanya melalui jalur sistem pernafasan. 2. Pernafasan adalah proses inspirasi (inhalasi) udara kedalam paru-paru dan ekspirasi (ekshalasi) udara dari paru-paru kelingkungan luar tubuh.

3. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmHg) sama dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut dengan sebagai tekanan intraalveolar (intrapulmonar). 4. Tekanan intrapleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah tekanan subatmosfer, atau kurang dari tekanan dari tekanan intraalveolar. 5. Peningkatan atau penurunan volum rongga toraks mengubah tekanan intrapleura dan intrapleura yang secara mekanik menyebabkan pengembangan atau pengempisan paruparu. 6. Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatkan volumenya. Otot-otot ekspirasi menurun volume rongga toraks. a. Inspirasi membutuhkan kontraksi otot dan energi. 1) Diafragma yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang relaks akan memipih saat berkontraksi dan memperbesar rongga toraks kearah inferior. 2) Otot interkostal eksternal mengangkat iga keatas dan kedepan saat kontraksi sehingga memperbesar rongga toraks kearah anterior dan superior. 3) Dalam pernafasan aktif atau pernafasan dalam, otot-otot sternocleidomastoid, pektoralis mayor, seratus anterior dan otot skalena juga akan memperbesar rongga toraks. b. Ekspirasi pada pernafasan yang tenang dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif. Pada ekspirasi dalam, otot interkostal internal menarik kerangka iga kebawah dan otot abdomen berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.2

B. Faktor-faktor dalam inflasi dan deflasi paru-paru 1. Tekanan intrapleura negatif dalam rongga pleura menahan paru-paru tetap berkontak dengan dindlng toraks karena tekanan ini menghasllkan pengisapan (suction) antara pleura parietal yang melekat pada dinding toraks, dan pleura viseral yang melapisi permukaan paru-paru. 2. Jaringan elastik dalam paru-paru bertanggung Jawab terhadap kecenderungannya untuk menjauh dari dindlng toraks dan mengempis. Organ ini tidak mengempis dalam

tubuh karena pengisapan yang menahan paru-paru tetap pada dinding toraks lebih besar dibandingkan daya elastis dalam paru-paru. 3. Selama inspirasi dan ekspansi toraks, tekanan intrapleura negatif semakin berkurang (semakin negatif). Meningkatnya pengisapan, bersamaan dengan kohesi cairan pleura, menarik permukaan paru-paru keluar ke arah dinding toraks dan membantu ekspansi paru-paru. 4. Saat paru-paru berekspansi, tekanan udara di dalam paru-paru (tekanan intraalveolar) menurun drastis sampai di bawah tekanan atmosfer di luar tubuh. Udara luar diisap melalui saluran pernapasan menuju paru-paru sampai tekanan intraalveolar kembali sama dengan tekanan atmosfer. 5. Saat otot-otot inspirasi relaks, ukuran rongga toraks berkurang, elastisitas paru-paru menariknya ke arah dalam, tekanan intraalveolar meningkat sampai di atas tekanan atmosfer, dan udara dikeluarkan dari paru-paru. 6. Surfaktan adalah sejenis lipoprotein yang disekresi oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru matur. Lapisan surfaktan terletak antara lapisan lembap dan udara dalam alveolus. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli dan memungkinkan alveoli untuk berinflasi dalam tekanan yang lebih rendah. a. Surfaktan lebih banyak mengurangi tegangan permukaan dalam alveoli kecil dibandingkan dalam alveoli besar. b. Karena surfaktan tidak diproduksi sampai masa akhir perkembangan janin, bayi prematur mungkin lahir dengan insufisien surfaktan, pengempisan alveoli, dan kesulitan bernapas. c. Kondisi ini disebut sindrom distres respiratorik (penyakit membran hialin), diatasi dengan penggunaan mesin ventilasi mekanik sampai bayi tersebut cukup umur untuk memproduksi cukup surfaktan. 7. Komplians mengacu pada distensibilitas paru-paru atau kemudahan inflasinya. Komplians didefinisikan sebagai suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam tekanan intraalveolar. Pengukuran ini dinyatakan dalam liter (volume udara) per sentimeter air (tekanan).

a. Penurunan komplians paru membutuhkan pembentukan perbedaan tekanan yang lebih besar daripada tekanan normal saat inspirasi untuk menginflasi paru-paru. Setiap keadaan yang menghambat ekspansi dan kontraksi paru akan menurunkan komplians sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih untuk menginflasi paru-paru. b. Komplians dapat berkurang akibat penyakit pulmonar yang menyebabkan perubahan elastisitas paru, kongesti pulmonar atau edema di paru, gangguan tegangan permukaan alveoli, atau obstruksi jalan udara. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh deformitas kerangka toraks. 8. Pneumotoraks dan atalektasis. Secara normal, tidak ada udara masuk ke rongga pleura. Jika udara dibiarkan masuk dalam ruang intrapleura (karena luka tusuk atau tulang iga patah), kondisi ini disebut pneumotoraks ("udara dalam dada"). Akibat menghilangnya tekanan negatif dalam rongga intrapleura adalah pengempisan paru-paru, disebut atalektasis.2

Transportasi Gas
A. Transpor oksigen. Sekitar 97% oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin (Hb), 3% oksigen sisanya larut dalam plasma. 1. Setiap molekul dalam keempat molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan satu molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (HbO2) berwarna merah tua. Ikatan ini tidak kuat dan reversibel. Hemoglobin tereduksi (HHb) berwarna merah kebiruan. 2. Kapasitas oksigen adalah volume maksimum oksigen yang dapat berikatan dengan sejumlah hemoglobin dalam darah. a. Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Setiap gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen. b. 100 ml darah rata-rata mengandung 15 gram hemoglobin untuk maksimum 20 ml O2 per 100 ml darah (15 x 1,34). Konsentrasi hemoglobin ini biasanya dinyatakan sebagai persentase volume dan merupakan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. 3. Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume oksigen aktual yang terikat pada hemoglobin dan kapasitas oksigen:

Kejenuhan oksigen = kandungan oksigen x 100 kapasitas oksigen a. Kejenuhan oksigen dibatasi oleh jumlah hemoglobin atau PO2. 4. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin. Grafik memperlihatkan persentase kejenuhan hemoglobin pada garis vertikal dan tekanan parslal oksigen pada garis horisontal. a. Kurva berbentuk S (sigmoid) karena kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin (afinitas pengikatan oksigen) bertambah jika kejenuhan bertambah. Demikian pula, jika pelepasan oksigennya (pelepasan oksigen terikat) meningkat, kejenuhan oksigen darah pun meningkat. Hemoglobin dikatakan 97% jenuh pada PO2 100 mmHg, seperti yang terjadi pada udara alveolar. b. Lereng kurva disosiasi ini menjadi tajam di antara tekanan 10 sampai 50 mmHg dan mendatar di antara 70 sampai 100 mmHg. Dengan demikian, pada tingkat PO2 yang tinggi, muatan yang besar hanya sedikit memengaruhi kejenuhan hemoglobin, seperti penurunan PO2 sampai 50 mmHg. c. Jika PO2 turun sampai di bawah 50 mmHg, seperti yang terjadi dalam jaringan tubuh, perubahan PO2 ini walaupun sangat sedikit dapat mengakibatkan perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan volume oksigen yang dilepas. d. Darah arteri secara normal membawa 97% oksigen dari kapasitasnya untuk melakukan hal tersebut. 1) Oleh karena itu, pernapasan dalam atau menghirup oksigen murni tidak dapat memberi peningkatan yang berarti pada kejenuhan hemoglobin dengan oksigen. 2) Menghirup oksigen murni dapat meningkatkan penghantaran oksigen ke dalam jaringan karena volume oksigen terlarut dalam plasma darah meningkat. e. Dalam darah vena, PO2 mencapai 40 mmHg dan hemoglobin masih 75% jenuh, ini menunjukkan bahwa darah hanya melepas sekitar seperempat muatan oksigennya saat melewati jaringan. Hal ini memberikan rentang keamanan yang tinggi jika sewaktuwaktu pernapasan terganggu atau kebutuhan oksigen jaringan meningkat. 5. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan kurva disosiasi oksigenhemoglobin dipengaruhi oleh pH, tempcratur, dan konsentrasi 2.3-difosfogliserat (2,3-DPG).

a. Hemoglobin dan pH. Peningkatan PCO2 darah atau peningkatan asiditas darah (penurunan pH darah dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen) melemahkan ikatan antara oksigen dan hemoglobin, sehingga kurva bergerak ke kanan. Terhadap tingkat PO2 manapun, peningkatan asiditas darah menyebabkan hemoglobin melepaskan lebih banyak oksigen ke jaringan. 1) Sel-sel yang bermetabolis aktif, seperti saat berolah raga, melepas lebih banyak CO2 dan ion hidrogen. 2) Efek peningkatan CO2 dan penurunan pH darah disebut efek Bohr. Efek ini semakin besar pada tingkat PO2 yang rendah, seperti yang terjadi dalam jaringan, dan meningkatkan pelepasan oksigen dari hemoglobin untuk penggunaannya. b. Hemoglobin dan temperature. Peningkatan temperatur yang terjadi dalam visinitas sel-sel yang bermetabolis aktif juga akan menggerakkan kurva ke kanan dan meningkatkan penghantaran oksigen ke otot yang bergerak. c. Hemoglobin dan DPG. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG, suatu metabolit glikolisis yang ditemukan dalam sel darah merah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan menggerakkan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan. 1) Konsentrasi 2,3-DPG perlahan meningkat saat kadar oksigen secara kronik menurun, seperti pada anemia atau insufisiensi jantung. Metabolit ini bereaksi dengan hemoglobin dan rnengurangi afinitasnya terhadap oksigen sehingga semakin banyak oksigen yang tersedia untuk jaringan. 2) Konsentrasi 2,3-DPG juga pentlng dalam transfer oksigen dari darah maternal ke darah janin. Hemoglobin janin (hemoglobin F) memiliki afinitas lebih besar terhadap oksigen dibandingkan hemoglobin dewasa (hemoglobin A), inilah perubahan akibat kerja 2.3-DPG terhadap hemoglobin F. 6. P50 adalah indeks yang tepat untuk pemindahan kurva disosiasi oksigenhemoglobin. Sebenarnya, PO2-lah yang menunjukkan hemoglobin 50% jenuh dengan oksigen. Semakin tinggi P50, semakin rendah afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

Gambar 9. Kurva Sigmoid

B. Transpor karbon dioksida. Karbondioksida yang berdifusi ke dalam darah dari jaringan dibawa ke paru-paru melalui cara berikut ini: 1. Sejumlah kecil karbondioksida (7% sampai 8%) tetap terlarut dalam plasma. 2. Karbon dioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah, di mana 25%-nya bergabung dalam bentuk reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian globin pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin. 3. Sebagian besar karbondioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam plasma. a. Karbondioksida dalam sel darah merah berikatan dengan air untuk membentuk asam karbonat dalam reaksi bolak-balik yang dikatalis oleh anhidrase karbonik. CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Anhidrase karbonik b. Reaksi di atas berlaku dua arah, bergantung konsentrasi senyawa. Jika konsentrasi CO2 tinggi, seperti dalam jaringan, reaksi berlangsung ke kanan sehingga lebih banyak terbentuk ion hidrogen dan blkarbonat. Dalam paru yang konsentrasi CO2-nya lebih rendah, reaksi berlangsung ke kiri dan melepaskan karbon dioksida. 4. Pergeseran klorida. Ion bikarbonat bermuatan negatif yang terbentuk dalam sel darah merah berdifusi ke dalam plasma dan hanya menyisakan ion bermuatan positif berlebihan.

a. Untuk mempertahankan netralitas elektrokimla, ion bermuatan negatif lain yang sebagian besar ion klorida, bergerak ke dalam sel darah merah untuk memulihkan ekuilibrium Ion. lnilah yang disebut sebagai pergeseran klorida. b. Kandungan klorida dalam sel darah merah di vena yang memiliki konsentrasi karbondioksida lebih tinggi akan lebih besar dibandingkan dalam darah arteri. 5. Ion hidrogen bermuatan positif yang terlepas akibat disosiasi asam karbonat, berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah untuk meminimisasi perubahan pH.2

Pertukaran Gas
Pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida terjadi melalui proses difusi. Proses tersebut terjadi di alveolus dan disel jaringan tubuh. Proses difusi berlangsung sederhana, yaitu hanya dengan gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membran sel dari konsentrasi tinggi ke rendah. Oksigen masuk kedalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus. Dialveolus oksigen mengalami difusi kekapiler arteri pori-pori. Masuknya oksigen dari luar (lingkungan) menyebabkan tekanan parsial oksigen (PO2) di alveolus lebih tinggi dibandingkan dengan PO2 dikapiler arteri paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi didaerah yang bertekanan parsial tinggi ke daerah yang rendah oksigen akan bergerak dari alveolus menuju kapiler arteri paru-paru. Oksigen dikapiler arteri diikat oleh eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai menjadi jenuh. Makin tinggi tekanan parsial oksigen dialveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh hemoglobin didalam darah. Hemoglobin terdiri dari empat sub unit. Setiap sub unit terdiri dari bagian yang disebut heme. Disetiap pusat heme terdapat unsur besi yang dapat berikatan dengan oksigen sehingga setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen yang disebut oksihemoglobin. Reaksi antara hemoglobin dan oksigen berlangsung secara reversibel(bolak-balik) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, pH, konsentrasi oksigen dan karbondioksida serta tekanan parsial. Hemoglobin akan mengangkut oksigen kejaringan tubuh yang kemudian akan berdifusi masuk kesel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi. Proses difusi ini terjadi karena tekanan parsial oksigen pada kapiler sama dengan tekanan parsial oksigen disel tubuh. didalam sel tubuh dan jaringan oksigen digunakan untuk proses respirasi didalam mitokondria sel. Semakin banyak oksigen yang digunakan oleh sel tubuh, semakin banyak karbondioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut menyebabkan tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dalam sel-sel tubuh lebih tinggi

dibandingkan PCO2 dalam kapiler sel tubuh. Oleh karenanya, karbondioksida dapat berdifusi dari sel tubuh ke kapiler vena sel tubuh yang kemudia akan dibawa oleh eritrosit menuju paruparu. Di paru-paru terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju alveolus. Proses terebut terjadi karena tekanan CO2 pada kapiler vena lebih tinggi daripada tekanan CO2 dalam alveolus. Karbondioksida dalam eritrosit akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Akibatnya terbentuk asam karbonat, pH darah menjadi asam. Darah yang bersifat asam dapat melepas banyak oksigen kedalam sel tubuh atau jaringan yang memerlukannya.6

Pertukaran gas pulmonar


1. Membran respirasi, tempat berlangsungnya pertukaran gas, terdiri dari lapisan sulfaktan, epltelium skuamosa Simpel pada dinding alveolar, membran dasar pada dinding alveolar, ruang interstisial yang mengandung serabut jaringan ikat dan cairan jaringan, membran dasar kapilar, dan endotelium kapilar. Molekul gas harus melewati keenam lapisan ini melalui proses difusi. 2. O2 dan CO2 menurunkan gradien tekanan parsialnya saat melewati membran respiratorik. a. Molekul gas berdifusi dari area bertekanan parsial tinggi ke area bertekanan lebih rendah terlepas dari konsentrasi gas lain dalam larutan; dengan demikian, kecepatan difusi gas menembus membrane ditentukan oleh tekanan parsialnya. b. PO2 dalam udara alveolar adalah 100 mmHg, sementara PO2 pada darah terdeoksigenasi dalam kapilar pulmoner di sekitar alveoli adalah 40 mmHg. Dengan demikian, O2 berdifusi dari udara alveolar menembus membran respiratorik menuju kapilar paru. c. PCO2 dalam udara alveolar adalah 40 mmHg dan PCO2 dalam kapila di sekitarnya adalah 45 mmHg. Dengan demikian, CO2 berdifusi dari kapilar ke alveoli. 3. Faktor yang memengaruhi difusi gas selain gradien tekanan parsialnya, antara lain: a. Ketebalan membran respirasi. Penyebab apapun yang dapat meningkatkan ketebalan membran, seperti edema dalam ruang interstisial atau infiltrasi fibrosa paru-paru akibat penyakit pulmonar dapat mengurangi difusi.

b. Area permukaan membran respirasi. Pada penyakit seperti emfisema, sebagian besar permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang dan pertukaran gas mengalami gangguan berat. c. Solubilitas gas dalam membran respirasi. Solubilitas CO2 20 kali lebih besar dari O2. Dengan demikian, CO2 berdifusi melalui membran 20 kali lebih cepat dari O2.2

Difusi Gas
Secara umum, difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan molekul dari suatu daerah yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Peristiwa difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Peristiwa difusi yang terjadi di dalam paru adalah perpindahan molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membran kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan hemoglobin. Membran kapiler alveolus sangat tipis yaitu 0,1 mikrometer atau sepertujuh puluh dari tebal butir darah merah sehingga molekul oksigen tidak mengalami kesulitan untuk menembusnya. Peristiwa difusi yang lain di dalam paru adalah perpindahan molekul karbondioksida dari darah ke udara alveolus. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi. Berarti molekul kedua gas tadi bergerak tanpa menggunakan tenaga aktif. Berikut adalah urut-urutan proses difusi, yaitu :

1. Difusi pada fase gas Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang cepat. Ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai terhenti. Udara atau gas yang baru masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah ada di dalam alveoli. Kecepatan gas berdifusi disini berbanding terbalik dengan berat molekulnya. Gas oksigen mempunyai berat molekul 32 sedangkan karbondioksida 44. Gerak molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan dengan gerak molekul gas karbondioksida sehingga kecepatan difusi oksigen juga lebih cepat. Percampuran antara gas yang baru saja masuk ke dalam paru dengan gas yang lebih dahulu masuk akan komplit dalam hitungan perpuluhan detik. Hal semacam ini terjadi pada alveoli yang normal, sedangkan pada alveoli yang tidak normal, seperti pada

emfisema, percampuran gas yang baru masuk dengan gas yang telah berada di alveoli lebih lambat. 2. Difusi menembus membran pembatas Proses difusi yang melewati membran pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh darah meliputi proses difusi fase gas dan proses difusi fase cairan. Dalam hal ini, pembataspembatasnya adalah dinding alveoli, dinding kapiler pembuluh darah (endotel), lapisan plasma pada kapiler, dan dinding butir darah merah (eritrosit). Kecepatan difusi melewati fase cairan tergantung kepada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan karbondioksida lebih besar dibandingkan dengan kelarutan oksigen sehingga kecepatan difusi karbondioksida di dalam fase cairan 20 kali lipat kecepatan difusi oksigen. Semakin tebal membran pembatas, halangan bagi proses difusi semakin besar.6

Tes Fungsi Paru


Volume dan kapasitas paru. Volume udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur melalui spirometer. Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru-paru dan saluran pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru. Selain itu, spirometri digunakan untuk menghitung dan mengetahui volume tidal (T.V), volume cadangan inspirasi (I.R.V), volume cadangan ekspirasi (E.R.V), kapasitas inspirasi (I.C) dan kapasitas vital (V.C). Pasien yang dianjurkan untuk melalukan pemeriksaan ini antara lain : pasien yang mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, pederita PPOK, penyandang asma, dan perokok. Spirometer dapat digunakan bersama dengan pengatur kecepatan pencatatan. Hal ini dilakukan untuk mengukur volume ekspirasi paksa (forced expiratory volume) yang bersifat sekuat-kuatnya dan secepatcepatnya. Nilai volume paru memperlihatkan suhu tubuh standar dan tekanan ambien serta diukur dalam milillter udara. A. Volume 1. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi normal biasa. VT pada dewasa muda sehat berkisar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.

2. Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ekstra yang masuk ke paru-paru dengan inspirasi maksimum di atas inspirasi tidal. CDI berkisar 3.100 ml pada laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan. 3. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat dengan kuat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal. VCE biasanya berkisar 1.200 ml pada lakilaki dan 800 ml pada perempuan. 4. Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat. Volume residual penting untuk kelangsungan aerasi dalam darah saat jeda pernapasan. Rata-rata volume ini pada laki-laki sekltar 1.200 ml dan pada perempuan 1.000 ml. 2. Kapasitas 1. Kapasitas residual fungsional (KRF) adalah penambahan volume residual dan volume cadangan ekspirasi (KRF = VR + VCE). Kapasitas ini merupakan jumlah udara sisa dalam sistem respiratorik setelah ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya adalah 2.200 ml. 2. Kapasitas inspirasi (KI) adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan inspirasi (KI = VT + VCI). Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml.2

Gambar 10. Grafik Volume Paru.

Hubungan Rokok dengan Batuk Berdahak dan Sesak


Zat-zat berbahaya pada rokok dapat menyebabkan seorang perokok atau seorang yang berlama-lama berada di tempat yang dipenuhi asap rokok dapat merasakan beberapa gejala seperti sesak napas, batuk-batuk, pusing, iritasi pada mata dan lain-lain. Ketika seseorang merokok, pasti ia menggunakan mulutnya, atau ketika sesorang menghirup asap rokok, pasti menggunakan hidungnya. Mulut/hidung adalah pintu masuk awal udara luar ke dalam paru-paru. Sedangkan, merokok itu sendiri menghasilkan asap. Asap merupakan hasil pembakaran dari suatu benda, dengan sifat ringan dan mudah terbawa angin. Oleh sebab itu, asap rokok dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan orang tersebut. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Dengan demikian, maka zat-zat berbahaya tersebut dapat masuk dan mengganggu sistem pernapasan dan membuatnya menjadi sesak napas. Jika tidak ditangani, bisa saja berkembang menjadi emfisema, dimana bahan beracun dalam tembakau merangsang dihasilkannya enzim pencerna protein oleh sel-sel tertentu. Enzim ini merusak kelenturan dinding alveoli. Hilangnya kelenturan paru-paru menyebabkan pertukaran udara di dalam paru-paru terhambat. Penderita emfisema harus berjuang hanya untuk bernapas dan menjadi sangat bergantung pada respirator untuk membantu pernapasannya.7

Kesimpulan
Sistem pernapasan pada manusia terdiri atas hidung, faring, laring, bronkus primer, bronkus kecil, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus. Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambll oksigen (O 2 ) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sistem pernafasan adalah sistem dalam tubuh yang harus dijaga dan dipelihara, karena jika salah satu organ pernafasan rusak akan mengganggu

organ sistem pernafasan yang lain. Sistem pernapasan dapat terganggu oleh beberapa hal. Salah satunya adalah akibat asap rokok. Bukan saja yang merokok (aktif) tetapi juga yang menghirup asapnya (pasif).

Daftar Pustaka
1. Karmana O. Cerdas belajar biologi. Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008.h.197-201 2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC, 2003.h.266-77 3. Bloom, Fawcett. Buku ajar histology. Edisi ke-12. Jakarta: EGC, 2002.h.629-49 4. Sherwood L. Fisiologi manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC, 2001.h.115-40 5. Gaytton AC. Buku ajar fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2007 6. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC, 2009.h.25-7 7. Suryo J. Herbal penyembuh gangguan sistem pernapasan. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2010.h.7-13

You might also like