You are on page 1of 29

Laporan Kasus

GANGREN DIABETIKUM

Oleh: Amelia Istiqomah S.Ked Wike Nidya S.Ked

Pembimbing: dr. Faisal Saleh, Sp.PD

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Judul Gangren Diabetikum Oleh: Amelia Istiqomah S.Ked Wike Nidya S.Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 17 Januari 14 Maret 2011

Palembang,

Februari 2011

dr. Faisal Saleh, SpPD

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Gangren Diabetikum. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Faisal Saleh, SpPD selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada residen-residen, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang,

Februari 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN Insiden diabetes mellitus (DM) di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang meningkat dengan pesat. Penyebabnya antara lain karena perubahan gaya hidup masyarakat, dari gaya hidup yang tinggi aktivitas ke pola hidup yang rendah aktivitas.dan sudah mulai terjadinya perubahan pola makan masyarakat, dari pola makan tradisional ke pola makan ala barat dengan kadar protein, lemak, gula, dan garam yang tinggi serta mengandung sedikit serat. Pada tahun 1990, jumlah penderita DM di dunia sekitar 80 juta jiwa (Zimmet 91), 110,4 juta jiwa pada tahun 1994 (Zimmet94), diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 2010 meningkat menjadi 239,3 juta jiwa dan pada tahun 2025 menjadi 300 juta jiwa. Indonesia termasuk kategori 10 besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia. Tahun 1995, negara kita ini menempati peringkat ke 7, dengan jumlah penderita DM sebesar 4,5 juta jiwa. Urutan ini diperkirakan akan naik pada posisi ke 5 pada tahun 2025, dengan perkiraan jumlah penderita sebesar 12,4 juta jiwa. Lebih dari 15 juta penduduk Amerika menderita diabetes mellitus tipe 2, dan lebih dari sepertiganya tidak waspada. Saat ini, lebih dari 187.000 orang akan meninggal karena diabetes mellitus tipe 2, yang juga dikenal dengan non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM), yang membuatnya menjadi penyebab lematian tertinggi keenam. Setiap harinya, lebih dari 2.200 orang didiagnosis dengan penyakit ini. Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun kedua-duanya. Ada berbagai patogenesis yang melandasi terjadinya diabetes melitus, mulai dari destruksi sel beta pankreas oleh karena proses autoimun, sampai adanya berbagai macam kelainan yang menyebabkan perifer resisten terhadap kerja insulin. American Diabetes Association (ADA) pada tahun 1997 telah membagi DM berdasarkan etiologinya menjadi empat bagian, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Fisiologis Kelenjar Pankreas Pankreas terdiri dari dua jenis jaringan utama, yaitu; 1. 2. Acini, yang mensekresikan getah pankreas ke dalam duodenum yang berguna di dalam proses pencernaan. Pulau Langerhans, yang mensekresikan insulin dan glukagon langsung ke dalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut.6 Pulau Langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yaitu sel alfa (), beta (), dan delta (). Sel beta berjumlah 60 %, terletak di tengah dari setiap pulau Langerhans dan mensekresikan insulin. Sel alfa berjumlah 25%, berfungsi mensekresikan glukagon dan sel delta dengan jumlah 10% yang berfungsi mensekresikan somatostatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain, yaitu sel yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam pulau Langerhans dan mensekresikan hormon polipeptida pankreas yang fungsinya masih belum diketahui secara pasti.6 Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel yang terdapat di dalam pulau Langerhans dapat dilihat dari adanya interaksi antara satu hormon dengan hormon yang lainnya. Contohnya, insulin menghambat sekresi glukagon, dan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon.6 II.2 Insulin Insulin dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans pankreas. Pembentukan insulin diawali oleh terbentuknya sebuah rantai tunggal 86 asam amino yang disebut sebagai pre-proinsulin. Kemudian terjadi pelepasan rantai amino

terminal dari rangkaian pre-proinsulin yang mengakibatkan terbentuknya proinsulin. Proinsulin berhubungan dengan insuline-like growth factors I and II, yang terikat lemah dengan reseptor insulin. Pemecahan dari sebuah 31-internal residu fragmen proinsulin menyebabkan terbentuknya C-peptid dan kedua rantai insulin (rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B yang terdiri dari 30 asam amino) yang saling dihubungkan oleh rantai disulfida. Insulin dan Cpeptid disimpan dan disekresikan bersama-sama.2 C-peptide sedikit lebih mudah mengalami degradasi di hati dibandingkan dengan insulin, oleh karena itu, dapat dijadikan sebagai petanda (marker) terhadap sekresi insulin. Sekarang ini, insulin manusia diproduksi dengan menggunakan DNA recombinan.2 Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel beta pankreas, walaupun asam amino, keton, peptida gastrointestinal dan neurotransmitter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sekresi insulin.1,2

Gambar 2. Diabetes and abnormalitas in glucose-stimulated insulin secretion (Adapted from Lowe, 1998.)

Setiap kali insulin disekresikan, 50 % nya dipindahkan dan didegradasi oleh hati. Insulin yang tidak diekskresi masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan berikatan dengan reseptornya pada organ target. Hemostasis glukosa menggambarkan keseimbangan antara produksi glukosa oleh hepar dan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer. 1

Gambar 3. Pengaturan metabolisme glukosa pada keadaan puasa dan hipoglikemik

Pada waktu berpuasa, kadar insulin yang rendah menyebabkan terjadinya glukoneogenesis dan glikogenolisis pada hati untuk mencegah terjadinya hipoglikemik. Kadar insulin yang rendah juga menurunkan sintesis glikogen, mengurangi ambilan glukosa pada jaringan yang sesitif terhadap insulin. Selain itu, kadar insulin yang rendah memberikan umpan balik kepada hormon glukagon untuk merangsang terjadinya glikogenolisis dan glukoneogenesis. Ini merupakan mekanisme yang sangat penting untuk menjamin tersedianya suplai glukosa yang cukup bagi otak.1

Pada waktu sehabis makan, kadar glukosa yang tinggi menyebabkan peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar glukagon.1 II.3 Patofisiologi DM Tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 atau Non-insuline Dependent Diabetic Mellitus (NIDDM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya DM tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.1,2,4 Patofisiologi DM tipe 2 terdiri atas 3 mekanisme, yaitu;1,2,4 1. Resistensi insulin pada jaringan perifer. 2. Defek sekresi insulin. 3. Gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar. II.3.1 Resistensi terhadap insulin Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok pada DM tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan DM tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30 60 % daripada orang normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa

secara non oksidatif (pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak menurun pada DM tipe 2.1,4 Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 ( Insulin Receptor Substrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan keadaan resistensi insulin.1,4 Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemi.1,4

Gambar 4. Insulin signal transduction pathway. (Adapted from Lowe, 1998; Virkamaki et al, 1999)

Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita DM tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel pankreas.1,5

II.3.2 Defek sekresi insulin Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada DM tipe II sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea. 4 Kelainan yang khas pada DM tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada DM tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya

glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.4

Gambar 5. Metabolic changes during the development of type 2 diabetes. A. The mean plasma insulin and insulin-mediated glucose uptake during an oral glucose tolerance test (OGTT). B. The mean plasma glucose during an OGTT. On the x-axis are groups of: control individuals, obese individuals, obese and glucose intolerant individuals, obese individuals with diabetes and high insulin, and obese individuals with diabetes and low insulin. (From RA DeFronzo: Lilly lecture. The triumvirate: Beta-cell, muscle, liver: A collusion responsible for NIDDM. Diabetes 37:667, 1998, with permission.)

II.3.3 Produksi Glukosa Hati Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita DM tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas.1,4 Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita DM tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya glukoneogenesis (lihat gambar 3) akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon. 1,4 II.4 Diagnosis DM Tipe 2 Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, berupa gejala rasa haus yang meningkat (polidipsi), frekuensi BAK meningkta (poliuria), dan nafsu makan yang meningkat (polifagia). Dan gejala sekunder seperti gangguan penglihatan, rasa lemas pada tubuh. Diabetes sering terdeteksi pada pasien yang telah terkena komplikasi dari diabetes seperti serangan jantung, stroke, neuropathy, penyembuhan luka yang lambat atau ulkus, melahirkan bayi makrosomia. Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia persisten, dan secara laboratorik: BNPP (gula darah puasa) > 126 mg/dL (7.0 mmol/l), gula darah sewaktu > 200 mg/dL (11.1 mmol/l), glukosa plasma diatas 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dua jam setelah loading 75 g glukosa oral pada tes toleransi glukosa.

II.5 Komplikasi DM Tipe 2 Secara garis besar, komplikasi DM tipe 2 dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terdiri dari DKA ( Diabetis Keto Acidosis), NKHS (Non Ketotik Hiperosmolar State), dan hipoglikemia. Sedangkan komplikasi kronik bermanifestasi pada multipel organ. Komplikasi kronik terbagi atas dua bagian, yaitu vaskular dan non vaskular. Gangguan vaskular terdiri dari mikro vaskular (retinopati, neuropati, nefropati) dan makro vaskular (coronary artery disease, penyakit pembuluh darah tepi, stroke), komplikasi non vaskular terdiri dari gangguan ereksi, gastroparesis, dan kelainan kulit.1
Akut Keto Asidosis Diabetic Hiper Osmolar Non Ketotik Hipoglikemia

BAB III
Makro Komplikasi DM Kronik Mikro Vaskular

PJK Stoke Penyakit pmbuluh darah tepi Retinopati Nefropati Neuropati

Non vaskular

Gang. Ereksi Gastroparesis Kelainan kulit

Bagan 1. Pembagian komplikasi DM 1

Ketoasidosis Diabetik (KAD) KAD merupakan suatu sindroma yang terdiri dari trias: hiperglikemia, ketosis, dan acidemia.

Ada beberapa faktor pencetus terjadinya KAD, antara lain:1,7 1. 2. 3. 4. 5. 6. DM tipe 1 yang tak terdiagnosa Pemakaian insulin yang tidak adekuat, karena anoreksia, muntah, atau ketakutan akan hipoglikemia. Infeksi Penyakit akut, seperti; trauma, pankreatitis, CVA, miokard infark. Pengobatan, seperti; steroid, peritamidin, dan peritonial dialisis. Gangguan endokrin, seperti; hipertiroid, feocromositoma. Pada dasarnya patofisiologi KAD adalah gangguan keseimbangan hormonal. KAD biasanya terjadi pada DM tipe I. Ada 3 faktor yang berperan sehingga timbul KAD, yaitu;1,7 1. Defisiensi insulin. Pemakaian insulin dalam jumlah yang kurang adekuat atau defisiensi insulin menimbulkan diuresis osmotik, yang selanjutnya akan terjadi dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Defisiensi insulin menimbulkan glukoneogenesis dan glikogeolisis, disamping itu juga terjadi lipolisis dan pembentuka asam lemak bebas (FFA). Defisiensi insulin menyebabkan penurunan pemakaian glukosa perifer, sehingga menambah hiperglikemia, dehidrasi serta penurunan aliran darah. Asam lemak bebas akan menyebabkan ketogenesis ketonemia, selanjutnya ketouria dan gangguan elektrolit. Dekompensasi metabolik ini akan menyebabkan asidosis.7 2. Peningkatan hormon kontra insulin. Telah terbukti bahwa pada KAD didapatkan peningkatan jumlah hormon kontra insulin (counter regulatory hormones) seperti, glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Pemakaian steroid pada kasus-kasus tertentu, termasuk pada perawatan DM gestasi dapat memicu terjadinya KAD.

Patofisiologi KAD

Efek hormon-hormon ini adalah menambah produksi gula, serta menambah katabolisme tubuh (keseimbangan nitrogen negatif). Selain menghambat pengambilan glukosa oleh otot, juga merangsang glukoneogenesis, glikogenolisis dan lipolisis. 3. Dehidrasi. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia akan menimbulkan dehidrasi, kadang-kadang oleh karena gangguan gastrointestinal. Rehidrasi yang adekuat sangat penting pada KAD, selain mengurangi hiperglikemi, juga memperbaiki ketosis. HONK (Hiperosmolar Non Ketotik) HONK biasanya terjadi pada DM tipe 2. Faktor-faktor pencetus terjadinya HONK, antara lain; infeksi, miokard infark, CVA. Gejala klinis yang ditemukan yaitu; hipotensi, takikardi, dan penurunan kesadaran. Patofisiologi HONK. Ada dua faktor yang melatarbelakangi terjadinya HONK, yaitu:1 1. Defisiensi insulin 2. Konsumsi cairan yang kurang Defisiensi insulin menyebabkan terjadinya peningkatan produksi glukosa oleh hati (melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan gangguan pemakaian glukosa di jaringan otot. Hiperglikemi merangsang terjadinya diuresis osmotik yang memicu terjadinya pengosongan cairan intravaskular. Hal ini terjadi karena penggantian cairan tubuh yang inadekuat. Ketidakadaan ketosis pada HONK belum jelas. Mungkin pada HONK, defisiensi insulin hanya bersifat relatif dan sedikit lebih berat daripada KAD. Selain itu, dari beberapa penelitian, pada HONK juga ditemukan juga kadar hormon kontra insulin dan kadar asam lemak bebas (FFA) yang lebih rendah daripada KAD. Kemungkinan yang lain adalah karena hati mampu untuk membentuk sedikit keton atau juga mungkin rasio insulin glukagon yang masih belum cukup untuk memicu ketogenesis.

Komplikasi kronik Hiperglikemia yang kronik merupakan faktor penyebab yang penting dalam terjadinya berbagai komplikasi pada multipel organ pada penderita DM. Akan tetapi, sampai sekarang mekanisme terjadinya kerusakan sel dan disfungsi dari multipel organ tersebut belum diketahui secara pasti.1 Ada 3 hipotesis yang menjelaskan terjadinya komplikasi kronik pada multipel organ akibat hiperglikemik. Teori teori tersebut, yaitu;1 Hipotesis pertama menerangkan bahwa peningkatan kadar glukosa intravaskuler memicu terbentuknya AGEs (Advanced Glicosylation End Products) melalui reaksi non enzimatik glikosilasi protein sel. Non enzimatik glikosilasi protein sel dihasilkan dari interaksi antara glukosa dan rantai amino pada protein. AGEs memicu terjadinya atherosclerosis, disfungsi glomerular, mengurangi sintesis nitrit oksid, disfungsi endotelial, merubah komposisi dan struktur matrik ektraseluler. Kadar AGEs serum mempunyai korelasi dengan kadar gula darah. AGE s akan semakin terakumulasi seiring dengan penurunan kemampuan rata-rata filtrasi glomerular (GFR). Hipotesis kedua dibuat berdasarkan observasi bahwa hiperglikemia meningkatkan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa intraseluler dimetabolisme dengan cara fosforilasi dan glikolisis subsekuen. Akan tetapi ketika terjadi peningkatan kadar glukosa intrasel, sebagian glukosa diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase. Peningkatan kadar sorbitol mengakibatkan menurunnya kadar mioinositol dan penurunan reaksi redoks. Hal ini dapat memicu terjadinya disfungsi seluler. Walaupun demikian, pegujian teori ini pada manusia dengan menggunakan enzim aldose reduktase belum pernah dicoba untuk memperbaiki retinopati, neuropati dan nefropati diabetes.

Hipotesis yang ketiga menerangkan bahwa hiperglikemia menyebabkan meningkatnya pembentukan diacylgliserol yang mengaktivasi isoform protein kinase C (PKC) yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi pada penderita DM. Contohnya; aktivasi PKC akibat hiperglikemi merubah transkripsi gen untuk fibronektin, kolagen tipe 4, protein kontraktil, dan protein matrik ektraseluler pada sel endotelial dan sel-sel neuron secara invitro. Faktor pertumbuhan (GF) mempunyai peranan yang penting dalam menyenbabkan berbagai komplikasi. Faktor pertumbuhan vaskuler endotelian (VEGF) meningkat secara lokal pada retinopati proliferatif dan menurun setelah terapi laser fotokoagulasi. Transforming Growth Faktor- (TGF-) meningkat pada nefropati diabetik dan merangsang pembentukan membran basal kolagen dan fibronektin oleh sel mesangial. Faktor pertumbuhan lainnya, seperti faktor pertumbuhan epidermal, faktor pertumbuhan insulin I, hormon pertumbuhan (GH), faktor pertumbuhan fibroblas, dan bahkan insulin mempunyai peranan dalam mengakibatkan berbagai komplikasi pada penderita DM. Walaupun telah diketahui bahwa hiperglikemik memicu terjadinya berbagai komplikasi pada penderita DM, tapi masih belum diketahui apakah semuanya mempunyai patofisiologi yang sama ataukah ada proses tertentu yang melatarbelakangi semua komplikasi pada masing-masing organ. Selain teori-teori di atas, stress oksidatif dan radikal bebas yang merupakan konsekuensi dari hiperglikemik mungkin juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada penderita DM.

BAB III LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis kelamin Alamat Status Pekerjaan Agama MRS : Ny. Ha : 60 tahun : Perempuan : Luar Kota : Menikah : Ibu Rumah Tangga : Islam : 31 Januari 2011

ANAMNESIS Keluhan utama Os mengeluh luka yang semakin melebar di kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu, yg disertai nanah dan rasa nyeri. Riwayat perjalanan penyakit 1 bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan berisi cairan ukuran 2x5 cm setelah terkena uap panas knalpot motor, 4 hari kemudian benjolan tersebut pecah dan bernanah. Demam (-), nafsu makan menurun, mudah merasa haus, BAB biasa, BAK sering warna biasa. 1 minggu SMRS, luka semakin melebar, nyeri (+), nanah (+), Demam (-), nafsu makan menurun(+), BAK malam hari sering.(+)

Riwayat penyakit dahulu: Sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-6 kali/ semalam, sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat sakit kencing manis, sejak 4 tahun yang lalu, Kontrol saat ada keluhan (seminggu sekali disuntik).

Riwayat penyakit keluarga Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Gizi Dehidrasi Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Keadaan spesifik Kulit Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-), keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki(-), pertumbuhan rambut normal. KGB Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta tidak ada nyeri penekanan. Kepala Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-). Mata : tampak sakit ringan : compos mentis : Cukup : (-) : 110/70 mmHg : 86x/menit, reguler, isi cukup : 20x/menit, thoracoabdominal, reguler : 36,6 o C

Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Hidung Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung(-). Telinga Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-),pendengaran baik. Mulut Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhageden (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan. Leher Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 2 0, kaku kuduk (-). Dada Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-) Paru-paru I : Statis,dinamis simetris kanan = kiri, P : Stemfremitus kanan = kiri P : Sonor pada kedua lapangan paru A: Vesikuler (+) Normal kanan = kiri, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung I : ictus cordis tidak terlihat P : ictus codis tidak teraba, thrill (-) P : batas jantung dalam batas normal A: HR = 86x/menit, murmur (-) , gallop (-) Perut I : Datar dan tidak ada pembesaran, venektasi(-) P : Lemas ,nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba, turgor kulit normal. P : timpani

A: BU(+) normal Alat kelamin : tidak diperiksa Extremitas atas : Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-). Extremitas bawah Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial (-/-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), turgor kembali cepat. Tampak gangren pada digiti I pedis dextra, dan ulkus pada lateralis digiti I pedis dextra ukuran 3 x 7 cm, nyeri(+), pus(+) PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Klinik (31/1/2011) Hb Hemtokrit Leukosit Trombosit Hitung jenis Basofil : 0% (0-1 %) (1-3 %) (2-6 %) (50-70%) (20-40%) (2-8%) : 9,8 g/dl : 29 vol% : 11200/mm : 381.000/mm (12-14 g/dl) (37-43%) (5000-10000/ul) (150000-40000/ul)

Eosinofil : 0% Batang Segmen : 3% : 79%

Limposit : 15% Monosit : 3%

Kimia klinik (31/1/2011)

BSS I.

: 527 mg/dl Diagnosis kerja Gangren Diabetikum digiti I pedis Dextra ec Diabetes Mellitus type II

II.

Penatalaksanaan IVFD : RL : Dextrosa 10% = 1:1 Diet rendah gula Injeksi insulin 3x 12 iu Aspilet 1x1 Ciprofloxasim Neurodex 1x1

III. Rencana Pemeriksaan Urinalisa Rontgen Pedis Dextra EKG IV. Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : Bonam : Dubia et Bonam

ANALISIS KASUS

Diabetes

adalah

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun kedua-duanya. ADA pada tahun 1997 telah membagi DM berdasarkan etiologinya menjadi empat bagian, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain-lain (misalnya; MODY,DM yang disebabkan karena obat, infeksi, dll), dan DM gestasional. DM tipe 2 merupakan DM yang disebabkan karena adanya defek pada sekresi insulin, resistensi insulin di jaringan perifer, dan gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, berupa gejala rasa haus yang meningkat (polidipsi), frekuensi BAK meningkta (poliuria), dan nafsu makan yang meningkat (polifagia). Dan gejala sekunder seperti gangguan penglihatan, rasa lemas pada tubuh. Diabetes sering terdeteksi pada pasien yang telah terkena komplikasi dari diabetes seperti serangan jantung, stroke, neuropathy, penyembuhan luka yang lambat atau ulkus, melahirkan bayi makrosomia. Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia persisten, dan secara laboratorik: BNPP (gula darah puasa) > 126 mg/dL (7.0 mmol/l), gula darah sewaktu > 200 mg/dL (11.1 mmol/l), glukosa plasma diatas 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dua jam setelah loading 75 g glukosa oral pada tes toleransi glukosa.
Seorang wanita 60 tahun datang dengan keluhan utama luka yang semakin

melebar di kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu, yg disertai nanah dan rasa nyeri. 1 bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan berisi cairan ukuran 2x5 cm setelah terkena uap panas knalpot motor, 4 hari kemudian benjolan tersebut pecah dan bernanah. Demam (-), nafsu makan menurun, mudah merasa haus, BAB biasa, BAK sering warna biasa. 1 minggu SMRS, luka semakin melebar, nyeri (+), nanah (+), Demam (-), nafsu makan menurun(+), BAK malam hari sering (+) 5-6 kali/ semalam, sejak 1 tahun yang lalu . Riwayat sakit

kencing manis, sejak 4 tahun yang lalu, Kontrol saat ada keluhan (seminggu sekali disuntik).

Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum Kesadaran Gizi Dehidrasi Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Keadaan spesifik: Tidak terdapat kelainan yang signifikan pada pemeriksaan khusus. JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-). Pemeriksaan cor dan pulmo dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba. Pada digiti I pedis dextra didapatkan gangren ukuran 3 x 7 cm, pus (+), nyeri(+). Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 31/1/2011, didapatkan hemoglobin 9,8 g/dl, hematokrit 29 vol%, dan leukosit 11.200/mm3,
Diagnosa:

: tampak sakit ringan : compos mentis : Cukup : (-) : 110/70 mmHg : 86x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup : 20x/menit, thoracoabdominal, reguler : 36,6 o C

Gangren Diabetikum digiti I pedis Dextra ec Diabetes Mellitus type II :

Penatalaksanaan

IVFD : RL : Dextrosa 10% = 1:1 Diet rendah gula Injeksi insulin 3x 12 iu Aspilet 1x1 Ciprofloxasin 1x1 250 mg

Neurodex 1x1 Rencana Pemeriksaan Urinalisa Rontgen Pedis Dextra EKG


Prognosa:

Quo ad vitam Quo ad functionam

: Bonam : Dubia et Bonam

Follow Up: Tanggal S O: Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernapasan Temperatur Keadaan spesifik Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-) Sclera ikterik (-) Leher Thorax: Paru I : statis-dinamis simetris kanan = kiri P : stemfremitus kanan = kiri P : sonor dikedua lapangan paru A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-) Jantung I : ictus cordis tidak terlihat P : ictus cordis tidak teraba P : batas atas ICS 2, batas kanan LSD dextra, batas kiri LMC sinistra A : HR 84 x/ menit murmur (-), gallop (-) Abdomen I : datar P : lemas, hepar-lien tidak teraba P : thympani JVP (5-2) cm H2O Pembesaran KGB (-) 1 Februari 2011 Tidak Ada Compos mentis 110/60 mmHg 84 x/menit 22 x/ menit 36,6 0C

A : bising usus (+) normal Genitalia Ekstremitas Tak ada kelainan Tampak gangren ukuran 4x8 cm pada digiti I pedis dextra, pus (+), nyeri (+)

DAFTAR PUSTAKA

1. Power AC. Diabetes Mellitus. Harrisons Prinsiples of Internal Medicine, 15 th. New York: Mc. Graw Hill Companies Inc.; 2001 2. American Diabetes Association: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care; 2004 3. Price,A. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 1995. 4. Wiyono P, dkk. Glimepiride; Generasi Baru Sulsonilurea. Dexa Medica. Vol 17, Sub bagian Endokrenologi dan Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM; 2004. 5. Arisman. Penyakit Akibat Gangguan Metabolisme. Palembang. Bagian Ilmu Gizi FK Unsri; 2004. 6. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. 7. Zemmer, J. Diabetes Mellitus Type 2. Drugs use review newsletter. Division of Medical Services. Jefferson city; 2002. 8. Abrahamson, M. Best Practise of Medicine: DM in Adults. New York city. December; 2003

You might also like