You are on page 1of 44

Obyek Pajak

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yg diterima /


diperoleh WP. Baik yg berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia Yg dpt dipakai utk konsumsi atau utk menambah kekayaan WP yg bersangkutan. dgn nama & dlm bentuk apapun, termasuk:

a. Laba Usaha b. Keuntungan karena penjualan / pengalihan c.


d.
harta. Penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibebankan sbg biaya. Bunga termasuk premium, diskonto, & imbalan krn jaminan pengembalian utang. Deviden, dg nama & dlm bentuk apapun termasuk deviden dr prshn asuransi pd pemegang polis, & pembagian hasil usaha koperasi. Royalti. Sewa & penghasilan lain sehub.dg penggunaan harta.

e.

f. g.

i.
j. k. l. m.

n.
o. p. q.

Keuntungan krn pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu yg ditetapkan dg PP. Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing. Selisih lebih krn penilaian kembali aktiva. Premi asuransi. Iuran yg diterima/diperoleh perkumpulan dr anggotanya yg terdiri dr WP yg menjlnkan usaha/pekerjaan bebas. Tambahan kekayaan neto yg berasal dr penghasilan yg belum dikenakan pajak. penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia.

Dikenakan FINAL

NON OBYEK
(dikecualikan)

Penghasilan Yang Dikenakan Pajak Bersifat Final

Konsekuensi dr Pengenaan Pajak yg Bersifat Final


Penghasilan yg diterima/diperoleh tdk
dihitung kembali pajaknya pd saat penghitungan pajak akhir tahun. Pajak yg tlh dibayar/dipotong pd saat perolehan penghasilan/saat transaksi tdk dpt dikreditkan dg pajak terutang yg dihitung pd saat penghitungan pajak akhir thn. Biaya-biaya yg dikeluarkan sehub dg perolehan penghasilan yg dikenakan pajak bersifat final tdk dpt dikurangkan dr penghasilan sbg dasar penghitungan pajak terutang.

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL


Jenis Penghasilan Bunga Deposito Penjualan saham bursa Dasar Hukum PP 131 Th 2000 PP 41 Th 1994 stdtd PP 14 Th 1997 PP 6 Th 2002 20% 0,1% dari nilai transaksi 0,5% dari nilai saham saat penawaran perdana 15% bagi WPDN 20% bagi WPLN Tarif

Bunga dan Diskonto Obligasi

Diskonto SPN

PP 27 Tahun 2008

20% dari diskonto


2,5% (dua koma lima persen) dari margin awal 5% dari jumlah bruto. 1% utk RS/RSS oleh perush. Real estat 10% dari jumlah bruto

Transaksi Derivatif PP 17 Tahun 2009 berupa kontrak berjangka Pengalihan hak atas tanah dan bangunan Sewa Tanah dan Bangunan PP 71 Thn 2008

PP 29 Th 1996 stdtd PP 5 Th 2002

lanjutan
Jenis Penghasilan Pengh. Jasa Konstruksi Dasar Hukum PP 51 Th 2008 jo. PP 40 Th. 2009 PP 19 Tahun 2009 PP 68 Th 2009 Tarif Pelaksanaan : 2% , 3%, 4% Perencanaan: 4%, 6% Pengawasan : 4%, 6% 10% Pesangon : 0-50 jt : 0% 50-100 jt :5% 100-500 :15% >500 :25% 240 rb : 0% >240 rb : 10% 25% dari hadiah 10% dari sisa lebih (NP NB) 1,2% dari jumlah bruto Pensiun 0-50 : 0% >50 : 5%

Dividen yang diterima oleh WPOP Uang Pesangon dan Tebusan Pensiun

Bunga Simpanan Anggota Koperasi Hadiah Undian Revaluasi aktiva tetap Jasa Pelayaran dalam Negeri

PP 15 Tahun 2009 PP 132 Th. 2000 PMK 132/PMK/03/2000 KMK 416/KMK.04/1994

Penghasilan yang Tidak Termasuk Obyek Pajak

Penghasilan Bukan Objek PPh Psl 4 (3)


a. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

PMK 245/PMK.03/2008 bahwa: Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh: a. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat; b. badan keagamaan; c. badan pendidikan; d. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau e. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan. Ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari objek Pajak Penghasilan berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan, atau sumbangan tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan dengan penerima hibah, bantuan, atau sumbangan.

Lanjutan..
Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil
adalah orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

b. c.

warisan; harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;

d.

e.

pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

lanjutan
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
Kepemilika n
< 25% 25% < 25% 25%

Pemegang saham
PT/BUMN/BUMD PT/BUMN/BUMD Perorangan DN Perorangan DN

status dividen
Objek PPh Bukan Objek Objek PPh Final Objek PPh Final

Witholding Tax
PPh 23 15% PPh Final 10% PPh Final 10%

Koperasi - DN
Koperasi - DN CV, Yayasan, Firma CV, Yayasan, Firma

< 25%
25% < 25% 25%

Bukan Objek
Bukan Objek Objek PPh Objek PPh

PPh 23 15% PPh 23 15%

g.

iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 5 1 Iuran pensiun DANA PENSIU N 2 4

h.

pesert a

SASARAN INVESTASI

RETUR N

Saham di bursa Indonesia Obligasi di bursa Indonesia Deposito di Indonesia NON OBYEK PAJAK Properti Lembaga Keuangan Agrobisnis Usaha lainnya

NON OBYEK PAJAK

OBYEK PAJAK

i.

bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; CV AB - bagianlaba - Gaji/imbalan dihapus; penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Penghasilan 100.000 Biaya 60.000 Laba Bersih 40.000 PPh 25% 10.000 Laba Setelah PPh 30.000
Jika ada gaji kepada pemilik, tdk boleh dikurangkan krn bagi Pemilik tidak dikenakan PPh

A j. k.

Non Obyek Pajak jika dibagikan Kepada Pemiliknya

2) l.

beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

lanjutan

m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Penerimaan 10 milyar Pengeluaran 8 milyar Surplus 2 milyar

Non Obyek Pajak, jika dalam 4 tahun dapat dialokasikan dalam sarana/prasarana

n.

bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, 15 yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Deductible Expenses
Pasal 6 UU PPh:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

Deductible Expenses
Pasal 6 UU PPh:
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2.
3.

Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

4.

i.

sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
18

Deductible Expenses
Pasal 6 UU PPh:
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

19

BIAYA-BIAYA LAINNYA
Pasal 6 dan 9 UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak


dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

Biaya Promosi
PERMENKEU NO.104/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009:

Biaya Promosi adalah biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak


dalam rangka memperkenalkan, mempromosikan, dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan. Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memenuhi kriteria berikut : a. untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan; b. dikeluarkan secara wajar; c. menurut adat kebiasaan pedagang yang baik; d. dapat berupa barang, uang, jasa, dan fasilitas; dan e. diterima oleh pihak lain. Industri rokok dan industri farmasi wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan yang dikeluarkan kepada pihak lain. Wajib Pajak Perbankan tidak wajib membuat daftar nominatif.

DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI


Nama NPWP Alamat Tahun Pajak : : : : PT ARTHA 01.345.678.8-541.000 JL. ASEM 20, YOGYAKARTA ..2010..
Pemotongan PPh Jml. Rp. 10 jt Ket. -Jml PPh 200 rb No. Bukpot 8/I/10

DATA PENERIMA No 1. Nama CV A NPWP Alamat 02. Jl. ABC Tgl 2/1/10 Bentuk & Jenis Biaya Iklan media

2.
3.

PT C
.dst

01.

Jl. XYZ

3/2/10

Cetakan

12 jt

--

--

--

Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar nominatif tersebut dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT. Tahunan PPh Badan. Dalam hal ketentuan ini tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

22

Biaya Perjamuan/Entertainment
SE-Dirjen Pajak No.27/PJ.22/1986 tanggal 13 Juni 1986

Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk


mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil). Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif seperti terlampir yang berisi : Nomor urut., Tanggal "entertainment, Nama tempat , Alamat, Jenis "entertainment, Jumlah (Rp); Relasi usaha yang diberikan "entertainment(- Nama, Posisi, Nama perusahaan, Jenis usaha)

Biaya dalam bentuk Natura/Kenikmatan


Permenkeu No.83/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009:

Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari


penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah : a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. - pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau - pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makan ditempat kerja, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.

Biaya dalam bentuk Natura/Kenikmatan


Lanjutan .

b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut. - sarana tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya; - sarana pelayanan kesehatan; - sarana pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya; - sarana peribadatan; - sarana pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya; - sarana olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.

Biaya dalam bentuk Natura/Kenikmatan


Lanjutan .

Daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya. Meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.

Non Deductible Expenses


Pasal 9 UU PPh:
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

b. c.

d.

premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
27

Non Deductible Expenses


Pasal 9 UU PPh:
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

f.

jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; Pajak Penghasilan;

g.

h.

Non Deductible Expenses


Pasal 9 UU PPh:
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j.
k.

gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A UU PPh. (Pasal 9 ayat (2) UU PPh)

Non Deductible Expenses


Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 138/2000:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak; memelihara

b.
c.

biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh; Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak; dan kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

d.

e.

Pengurang Penghasilan Bruto


Biaya Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud/ Tidak Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan

Garis Lurus Bukan Bangunan dan Harta Tidak Berwujud Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Bangunan Permanen Tidak Permanen

Saldo Menurun

4 thn 8 thn 16 thn 20 thn 20 thn 10 thn

25 % 12,5 % 6,25 % 5% 5% 10 %

50 % 25 % 12,5 % 10 % Tidak ada Tidak ada

PENYUSUTAN FISKAL
Akuntansi: Fiskal

Metode: Boleh pilih


Fixed Asset: All Depr. n bulan: Dibulatkan ke atas atau ke bawah Masa Manfaat: justifikasi Materialitas Residual Value: minimal Rp 1

Metode: GL/SM
Fixed Asset: 3M n bulan: Dibulatkan ke atas Masa Manfaat: ditetapkan Materialitas: Tdk Kenal Residual Value: Tdk ada Taat Azas SM method, NSB akhir tahun disusutkan sekaligus Kelompok: KMK 520/2000 jo KMK 138/2002

Pengurang Penghasilan Bruto Cadangan Piutang Tidak Tertagih

Secara umum cadangan tidak diperkenankan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, kecuali untuk: Bank, Sewa guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan, anjak piutang, Asuransi, termasuk LPJS, Pertambangan (biaya reklamasi) Penjaminan (LPS), Pembuangan limbah industri, Penanaman kembali kehutanan.

BIAYA CADANGAN KERUGIAN PIUTANG (PPAP)


Permenkeu No. 81/PMK.03/2009 Tanggal 22 April 2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan rakyat ditetapkan sebagai berikut : a. 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas LANCAR tidak termasuk Sertifikat Bank ; b. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas KURANG LANCAR setelah dikurangi dengan nilai agunan; c. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas DIRAGUKAN setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan d. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas MACET setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah : - 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan - 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.

PPAPlanjutan
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk
membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat. Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian piutang yang nyata-nyata tak dapat ditagih, cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian piutang namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Permenkeu No. 105/PMK.03/2009 Tanggal 10 Juni 2009 PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah


piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud di atas tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

Piutang yang nyata-nyata, tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan :

Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata


tidak dapat ditagih tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Persyaratan diatas tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.

DEBITUR KECIL
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian: Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra); Kredit Usaha Tanu (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), Kredit Usaha Kecil (KUK); Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

DEBITUR KECIL LAINNYA


piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Besarnya Cadangan Piutang Tak Tertagih Perpajakan PMK 81/PMK.03/2009


Bank Umum Lancar Perhatian Khusus Kurang Lancar Diragukan Macet 1% 5% 15% 50% 100% 0,5% 10% 50% 100% BPR Dasar Piutang Piutang - Agunan Piutang - Agunan Piutang - Agunan Piutang - Agunan

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah: 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.

KOMPENSASI KERUGIAN
Kompensasi 5 Tahun Contoh: PT ABC dalam tahun 2005 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal PT ABC sebagai berikut: 2006 : laba fiskal Rp 200.000.000,00 2007 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00) 2008 : laba fiskal Rp N I H I L 2009 : laba fiskal Rp 100.000.000,00 2010 : laba fiskal Rp 800.000.000,00

Pasal 6 (2) UU PPh

Tahun
2006

Laba Kena Pajak


Laba Rugi 05 PKP Rugi Laba Laba Rugi 05 PKP Laba Rugi 05 PKP 200 jt 200 jt nihil 300 jt Nihil 100 jt 100 jt nihil 800 jt 800 jt nihil

Sisa Kompensasi Th depan


Sisa Rugi 2005 1.000 jt

2007 2008 2009

Sisa Rugi 2005 Rugi 2007 Sisa Rugi 2005 Rugi 2007 Sisa Rugi 2005 Rugi 2007 Rugi 2007

1.000 jt 300 jt 1.000 jt 300 jt 900 jt 300 jt 300 jt

2010

Tarif PPh Badan


Ketentuan Pasal 17 UU 36/2008:

Tarif umum PPh Pasal 17 UU PPh untuk Wajib Pajak Badan tahun pajak 2009 adalah 28% dan mulai tahun 2010 adalah 25%. Psl 17 ayat (2b): Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dalam PP No. 81/PMK.03/2007 : ditambahkan syarat kepemilikan saham publik adalah minimal 300 pihak.

FASILITAS PASAL 31E Bagi WP Badan dengan Peredaran Bruto 50 Milyar

pengurangan tarif sebesar 50% dengan syarat: WP badan DN; Omzet tidak lebih dari 50 Miliar Diberikan hanya atas batasan PKP sampai dengan Rp 4.8 Miliar

Note:

PKP = Penghasilan Kena Pajak

Contoh 1: Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 dgn PKP sebesar Rp500.000.000,00

Penghitungan PPh yang terutang: Seluruh PKP yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00. Pajak Penghasilan yang terutang: (50% x 28%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00

Contoh 2: Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan PKP sebesar Rp3.000.000.000,00. Penghitungan PPh yang terutang: 1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp3.000.000.000,00 - Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00 PPh yang terutang: - (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 - 28% x Rp2.520.000.000,00 Jumlah PPh yang terutang Rp772.800.000,00

= =

Rp 67.200.000,00 Rp705.600.000,00 =

Note: Tarif PPh Badan Tahun 2010 dst. sebesar 25%

You might also like