You are on page 1of 23

REFERAT ULKUS KORNEA ET CAUSA JAMUR

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata RSAL Mintohardjo

Pembimbing : dr. Sihol Enades, Sp.M

Penyusun : Anindya Dinovita 030.07.021

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 6 MEI 2013 - 8 JUNI 2013

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................. 2 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Masalah........................................................... ........................................................................................................3 2 Tujuan........................................................................................ ........................................................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Anatomi dan Fisiologi Kornea................................................... ........................................................................................................5 2 Definisi Ulkus Kornea............................................................... ........................................................................................................8 3 Epidemiologi.............................................................................. ........................................................................................................9 4 Etiologi...................................................................................... ........................................................................................................10 5 Patofisiologi............................................................................... ........................................................................................................11 6 Gejala dan Tanda....................................................................... ........................................................................................................14 7 Diagnosis................................................................................... ........................................................................................................15 8 Penatalaksanaan......................................................................... ........................................................................................................17 9 Pencegahan................................................................................ ........................................................................................................19 10 Komplikasi............................................................................... ........................................................................................................19

11 Prognosis.................................................................................. ........................................................................................................20 BAB III 21 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22 KESIMPULAN ...........................................................................

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vision 2020 The Right to Sight merupakan sebuah program inisiatif global untuk mengeliminasi kebutaan yang dapat dihindari, yang merupakan program gabungan World Helth Organization (WHO) dan International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB). Data WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa ada 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Hal ini berarti ada 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar tunanetra di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah. 1,2 Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 19931996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat ketiga di
3

dunia, yaitu mencapai 1,5% dari jumlah penduduk. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan di retina (0,13%), serta kelainan di kornea (0,10%).2 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa penyakit pada kornea menempati urutan lima besar penyebab kebutaan di Indonesia. Data WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa ulkus kornea merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dalam pembangunann dunia yang dapat menyebabkan morbiditas berkepanjangan, kehilangan penglihatan, dan dibanyak kasus menyebabkan kehilangan kedua mata.2 Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat mengurangi komplikasi yang ditimbulkan. 1 Prevalensi kebutaan karena ulkus kornea di Indonesia diperkirakan sebesar 0,1 persen, terutama disebabkan oleh infeksi khususnya jamur dan bakteri.2 Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.3 Ulkus biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri, jamur, virus atau protozoa, selain itu dapat disebabkan dari non infeksi seperti reaksi dari bahan kimia, radiasi/suhu, sindrom sjorgen, defisiensi vitamin A atau protein, obat-obatan (kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal, golongan immunosupresif), exposure, neurotropik, kelainan membrane basal karena trauma, dan reaksi hipersensitivitas seperti granulomatosa wagener dan rheumathoid arthritis. Faktor risiko terbentuknya antara lain adalah cedera mata, ada benda asing di mata, dan iritasi akibat lensa kontak. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan perifer. Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral seperti ulkus kornea bakterialis, ulkus kornea fungi, ulkus kornea virus, dan ulkus kornea acanthamoeba. Tapi beberapa terjadi di perifer seperti ulkus marginal, ulkus mooren (ulkus serpinginosa

kronik/ulkus roden), dan ulkus cincin (ring ulcer).4 Meskipun awalnya superfisial, namun ulkus dapat mengenai seluruh kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Ulkus kornea e.c jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, atau karena pemakaian kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel kornea.3 Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, dan penglihatan menurun. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa. 3 1.2. Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, gejala, tanda, diagnosis, dan penatalaksanaan ulkus kornea et causa jamur. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, stroma, membran descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Mata Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:3 - Epitel Tebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih: satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden, ikatan ini merupakan barrier menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menyebabkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan. Ujung saraf kornea berakhir pada epitel sehingga gangguan epitel memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal. - Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan membran tipis yang homogen terdiri atas susunan serat kolagen kuat untuk mempertahankan bentuk kornea.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. - Stroma Lapisan paling tebal dari kornea. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen ini memakan waktu lama kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Bersifat higroskopis yang menarik air.

- Membran Descement Merupakan membran aselular bersifat sangat elastik, kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening, berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m. Pelindung dan barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. - Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.4 Terdiri dari sel yang tidak mengalami regenerasi yang secara aktif memompa ion dan air dari stroma untuk mengontrol hidrasi dan transparansi kornea.

Perbedaan antara kapasitas regenerasi epitel dan endotel penting. Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi, dengan cepat diperbaiki. Endotel yang rusak karena penyakit atau pembedahan misalnya, tidak dapat beregenerasi. Hilangnya fungsi sawar dan pompa menyebabkan hidrasi berlebihan, distorsi bentuk regular serat kolagen, dan keruhnya kornea.

Gambar 2. Lapisan Kornea

Gambar 3. Histologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila selsel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi obat melalui kornea yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan

substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. kornea, obat harus larut lemak sekaligus larut air. 1 2.2. Definisi Ulkus Kornea

Jadi agar dapat melalui

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.2 Ulkus kornea e.c jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur, biasanya karena trauma dengan tumbuh-tumbuhan atau karena pemakaian kortikosteroid sembarangan yang menurunkan resistensi epitel kornea.4

Gambar 4. Ulkus Kornea e.c. Jamur 2.3. Epidemiologi Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.3 Jaringan parut kornea merupakan penyebab umum kebutaan pada komunitas berpenghasilan rendah, dan bertanggung jawab terhadap 5-20% dari semua kebutaan. Penyebab penting kebutaan kornea bilateral adalah trachoma, defisiensi vitamin A, oftalmia neonatorum, dan infeksi bakteri dan jamur. Prevalensi kebutaan unilateral yang disebabkan oleh opasitas kornea dalam komunitas berpenghasilan rendah diperkirakan berada di kisaran 5.000 hingga 20.000 orang per 1 juta penduduk.2,5

Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.4 Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.5 Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki.6 Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea. 2.4. Etiologi 1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabangcabang hifa.2 a. Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp, Clodosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp. b. 2. Jamur 3. uniselular Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp. Jamur ragi (yeast) dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.7 Jamur difasik Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada media perbiakan membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma sp, Sporothrix sp.7

10

Di Asia Tenggara penyebab yang terbanyak adalah Aspergillus sp dan Fusarium sp.

Gambar 5. Jamur Berfilamen

Gambar 6. Jamur Ragi

Gambar 7. Jamur Difasik 2.5. Patofisiologi

Gambar 8. Fusarium Fungus Corneal Ulcer

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea jernih sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 1 Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
11

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.5,8 Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1 Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5 Perjalanan ulkus kornea dibagi 4 stadium:7 stadium infiltrasi progresif stadium ulserasi aktif stadium regresif stadium penyembuhan/sikatrisasi

Stadium Infiltrasi Progresif Mikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel mempunyai permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme, dan ditambah dengan adanya refleks mengedip dari kelopak mata. Tetapi dengan adanya penurunan alamiah ini maka kuman dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke dalam stroma melalui epitel yang rusak dan melakukan replikasi.

12

Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi radang yang diawali pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata dan pembuluh darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan cepat. Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam epitel dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruhan yang berwarna putih atau kekuning-kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut tergantung pada virulensi kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika. Mikroorganisme akan difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim enzim yang mencerna bakteri, dan juga merusak jaringan sekitarnya. Stadium Ulserasi Aktif Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu cekungan (defek). Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Pada pemeriksaan klinis terdapat kornea berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul reaksi radang ringan atau sampai terbentuk hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel, atau bahkan sampai perforasi. Stadium Regresi Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain, berkurangnya keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan keluhan lainnya. Secara klinis tampak infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah nekrotik mendangkal, tanda tanda radang berkurang. Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi

13

Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini keluhan semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai diganti dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan membawa fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam macam mulai dari nebula, makula, dan leukoma.

Gambar 9. Kedalaman Ulkus Kornea 2.6. Gejala dan Tanda Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur meliputi
- Sensasi benda asing - Meningkatnya rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada mata - Pandangan mendadak kabur

14

- Mata menjadi merah (kemerahan yang tidak biasa) - Lakrimasi - Fotofobia

Tanda-tanda yang paling sering ditemukan pada pemeriksan slitlamp tidak spesifik dan meliputi: - Injeksi silier - Defek epitel - Adanya infiltrat dengan tepi yang meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih keabu-abuan, plak endotel, dan tampilan cincin putih pada kornea dan lesi satelit pada tepi fokus primer infeksi. - Hipopion/ reaksi bilik mata depan

Gambar 10. Ulkus kornea dengan hipopion Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup berat. 2.7. Diagnosis Diagnosis 1. Anamnesis Dari anamnesis didapatkan adanya faktor risiko yang dimiliki, seperti:2 dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.

15

Trauma (misalnya, lensa kontak, benda asing). Dalam sebuah studi tentang keratitis jamur dari Florida Selatan, trauma dengan terhadap sayuran (tumbuhan) adalah faktor risiko utama pada 44% pasien

Penggunaan kortikostreroid topikal Operasi kornea seperti keratoplasti, operasi katarak clear cornea (tanpa benang), atau laser in situ keratomileusis (LASIK) Keratitis kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis vernal. Laki-laki muda Riwayat trauma sebelumnya (terutama karena tumbuhan) Pekerjaan agricultural Sedangkan faktor risiko untuk keratitis Candida adalah :

- Pasien tua - Riwayat penyakit mata sebelumnya - Exposure keratopathy - Keratitis kronis - Pemakaian steroid jangka panjang - Penyakit immunosupresif 2. Pemeriksaan Oftalmologi Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea, daerah yang kasar menandakan defek pada epitel. Yang dapat dilihat di slit lamp adalah injeksi siliaris, defek epitel, adanya infiltrat dengan tepi yang meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih keabu-abuan, plak endotel, dan tampilan cincin putih pada kornea dan lesi satelit pada tepi fokus primer infeksi dan hipopion.

16

Cara lain untuk melihat ulkus adalah dengan tes fluoresein. Pada tes fluoresein defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijau. 3.

Gambar 11. Uji Fluoresein positif pada defek epitel 8

Gambar 12. Infiltrat Satelit Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosis kausa dan juga penting untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan. a. Melakukan Pemeriksaan Kerokan Kornea Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula kimura yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram untuk megidentifikasi ragi, Giemsa untuk mendeteksi elemen jamur atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. b. Biopsi Jaringan kornea Bisa dilakukan bila hasil kultur negatif dalam waktu 48-72 jam pada pasien yang diduga kuat memiliki infeksi jamur dan tidak juga membaik dengan terapi antibakterial. Biopsi dilakukan utnuk menegakkan diagnosis pasti. Caranya diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver. 2.8. Penatalaksanaan Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari jamur. 9 a. Anti Jamur
17

1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya Berikan topikal amphotericin B 0,25 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg / ml, golongan imidazole. 2. Jamur berfilamen topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin, imidazole. 3. Ragi (yeast) Amphotericin B, Natamycin, imidazole 4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati Golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik. b. Siklopegik sebagai salap atau larutan Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine : Sedatif, menghilangkan rasa sakit. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru Pemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha terakhir. Steroid topikal adalah kontraindikasi, terutama pada saat terapi awal. Terapi bedah dilakukan bila tidak ada respon dengan pengobatan topikal dan anti jamur yaitu : a. Debridement kornea b. Flap konjungtiva, partial atau total Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali. c. Keratoplasti

18

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu : Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
Kelainan

kornea

yang

tidak

disertai

ambliopia.

Gambar 13. Keratoplasti 2.9. Pencegahan Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.10 mata Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam

19

Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa tersebut.

2.10. Komplikasi Pengobatan ulkus yang tidak adekuat dan terlambat dapat menimbulkan komplikasi yaitu :6 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Terbentuk jaringan parut kornea sehingga dapat menurunan visus mata Perforasi kornea Iritis dan iridosiklitis Descematokel Glaukoma sekunder Endoftalmitis atau panoftalmitis Katarak

2.11. Prognosis Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. 4 Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode yaitu migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu

20

adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

BAB III KESIMPULAN Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini adalah salah satu penyebab kebutaan. Penyakit ini makin banyak dijumpai pada pekerja pertanian dan kini makin banyak dijumpai pada penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Kebanyakan ulkus kornea karena jamur disebabkan oleh organisme oportunis seperti candida fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan ulkus jamur ini. Dengan penanganan sedini mungkin, keratitis pada kornea dapat sembuh, tanpa harus terjadi ulkus. Bila ulkus kornea tidak diterapi, dapat merusak kornea secara permanen. Dan juga dapat mengakibatkan perforasi kornea, sehingga menimbulkan penyebaran infeksi dan meningkatkan resiko kehilangan penglihatan yang permanen. Semakin terlambat pengobatan ulkus kornea, akan menimbulkan kerusakan yang banyak dan timbul jaringan parut yang luas.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4. 5.

Vaughan DG, et al. 2007. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. Suhardjo. 2008. Kekeruhan Kornea. Accessed on May 18th, 2013. Available at http://ugm.ac.id. Singh, Daljit. 2011. Fungal Keratitis. Accessed on May 18th, 2013. Available at http://emedicine.medscape.com. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran . Edisi II. Jakarta: Penerbit Sagung Seto.

6.

American Academy of Ophthalmology. 2006. External Disease and Cornea Section 11. San Fransisco: MD Association.

22

7. 8. 9. 10. 11.

James, Bruce, Chew, Chris, Bron Anthony. 2006. Lecture Notes Oftamologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lange Gerhard K. 2000. Ophtalmology. New York: Thieme. Kansky, Jack J. 2007. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach . Edisi 6. Philadelphia : Elsevier Butterworth-Heinemann. Mills TJ. 2011. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. Accessed on May 18th, 2013. Available at http://emedicine.medscape.com. Sunita A., Athiya G., David J. 2008. Textbook of Ophthalmology. USA: Appleton & Lange.

23

You might also like