You are on page 1of 11

BAB 1 PENDAHULUAN

Seligmann, Wijers, dan Sol (1989) mengajukan satu kerangka kerja bagi pengembangan untuk keperluan pengajaran dan pembelajaran dengan melibatkan cara berfikir, cara pemodelan, cara kerja dan cara pengawasan yang diberikan oleh pengguna. Pengembangan sistem untuk keperluan pengajaran dan pembelajaran berbantuan komputer harus reaktif (Harel 1992) dan lebih menekankan terhadap pengembangan antar muka pengguna (user interface) (Geen 1985). Secara umumnya teori pembelajaran dan teori interaksi antara komputer dan manusia diaplikasikan dalam pembangunan kerangka teoristis.

Desain Instruksional (juga disebut Instruksional Desain Sistem (ISD)) adalah praktek menciptakan "pengalaman instruksional yang membuat perolehan pengetahuan dan keterampilan yang lebih efisien, efektif, dan menarik." [1]

Teori pembelajaran ialah Teori Deskriptif yang menggambarkan bagaimana seorang individu belajar (Smith & Ragan 1999). Salah satu teori instruksional yang secara luas digunakan dalam desain instruksi oleh desainer instruksional di banyak rangkaian, dan pengaruhnya terus di bidang teknologi pendidikan adalah teori instruksional Gagn. Desainer instruksional yang mengikuti teori Gagn yang akan memiliki erat terfokus, instruksi efisien.
[2]

Gambar1. Sekilas teori instruksional Gagn

BAB 2

Untuk membangun pembelajaran berbantuan komputer yang baik, diperlukan suatu model agar bahan ajar yang akan dibuat dapat lebih efisien dan tepat sasaran. Ada beberapa contoh model desain instruksional, diantaranya model ADDIE, Model Pendekatan Sistem Dick dan Carey, Belajar Pengembangan Sistem Instruksional, dan lain-lain. 2.1 Model ADDIE Model yang paling umum digunakan untuk membuat bahan ajar adalah model ADDIE yang didapati sesuai menjadi tulang belakang dari pembangunan yang mengintegrasikan semua konsep dan pendekatan yang diperincikan dalam tahap berikutnya. Model ini terdiri dari 5 tahap, yaitu: Analisis, Desain, Pengembangan, Pelaksanaan, dan Evaluasi. Model ini awalnya dikembangkan oleh Florida State University yang menjelaskan "proses yang terlibat dalam perumusan pengembangan sistem instruksional program pelatihan Interservice militer yang memadai akan melatih individu untuk melakukan pekerjaan tertentu dan yang juga dapat diterapkan untuk setiap kegiatan pengembangan kurikulum Interservice".[3] Model ini awalnya berisi beberapa langkah yang terdiri atas lima fase awal (Analisa, Desain, Pengembangan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Kontrol),
[3]

yang diharapkan selesai

sebelum gerakan ke tahap berikutnya bisa terjadi. Selama bertahun-tahun, langkah-langkah yang direvisi dan akhirnya model itu sendiri menjadi lebih dinamis dan interaktif.

Kelima fase terdaftar dan dijelaskan di bawah ini: [4]

A. Analisa Tahap pertama pengembangan konten dimulai dengan Analisis. Analisis mengacu pada pengumpulan informasi tentang sasaran pengguna, lingkupan secara mendalam, tugas yang harus diselesaikan, dan tujuan keseluruhan proyek. Para desainer instruksional kemudian mengklasifikasikan informasi untuk membuat konten yang lebih aplikatif dan sukses. B. Desain Tahap kedua adalah tahap Desain. Dalam fase ini, desainer instruksional mulai membuat proyek mereka. Informasi yang dikumpulkan dari tahap analisis, dalam hubungannya dengan teori dan model desain pembelajaran, dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana pembelajaran akan diperoleh. Misalnya, tahap desain dimulai dengan menulis tujuan pembelajaran. Tugas tersebut kemudian diidentifikasi dan dipecah menjadi lebih mudah dikelola untuk desainer. Langkah terakhir menentukan jenis kegiatan yang dibutuhkan untuk penonton dalam rangka memenuhi tujuan yang diidentifikasi dalam fase Analisis. Menurut Gagn, pembelajaran terjadi dalam serangkaian peristiwa pembelajaran. Setiap peristiwa belajar harus dilakukan sebelum selanjutnya agar pembelajaran berlangsung. Demikian pula, peristiwa instruksional harus mencerminkan peristiwa pembelajaran:
4

1. Mendapat perhatian: Sebelum peserta didik dapat mulai memproses informasi baru, instruktur harus mendapatkan perhatian dari peserta didik. 2. Menginformasikan peserta didik tentang tujuan pembelajaran :

Guru mengkomunikasikan hasil yang diinginkan ke grup. 3. Merangsang ingatan sebelum belajar: Guru meminta umpan balik pengetahuan relevan yang ada. 4. Menyajikan stimulus: Guru memberikan penekanan pada fitur khas. 5. Menyediakan bimbingan belajar: Guru membantu siswa dalam memahami (encoding semantik) dengan menyediakan kelompok dan relevansi. 6. Memunculkan kinerja: Guru meminta peserta didik untuk merespon, menunjukkan pembelajaran. 7. Memberikan umpan balik: Guru memberikan umpan balik informatif terhadap kinerja peserta didik. 8. Menilai kinerja: Guru membutuhkan kinerja lebih peserta didik, dan memberikan umpan balik, untuk memperkuat pembelajaran. 9. Meningkatkan retensi dan penyampaian: Guru memberikan latihan bervariasi untuk men-generalisasi kemampuan. C. Pengembangan Tahap ketiga, yaitu pengembangan, berkaitan dengan penciptaan kegiatan yang dilaksanakan. Tahap ini adalah di mana cetak biru dalam tahap desain dirakit. Dalam fase pengembangan, sebelum sistem dibangun, model pengisian dirancang terlebih dahulu. Model pengisian ialah gabungan antara prototipe abstrak dan peta navigasi. Prototipe abstrak adalah satu reka bentuk organisasi keseluruhan dan seni bina aplikasi perisian tanpa melukis komponen atau susun atur perincian (Constantine 2003). Prototipe abstrak menggambarkan antara muka pengguna yang mengandung berbagai konteks di mana pengguna berinteraksi dengan sistem. Peta navigasi ialah peta yang menunjukkan bagaimana pengguna bergerak dari satu konteks ke konteks lain.
5

Fase pengembangan meliputi langkah-langkah penyediaan papan cerita, diagram alir, tata cara, menyediakan grafis, media (suara dan video), dan pengintegrasian sistem. D. Pelaksanaan Setelah konten dikembangkan, kemudian diimplementasikan. Tahap ini

memungkinkan perancang instruksional untuk menguji semua bahan untuk mengidentifikasi apakah bahan tersebut fungsional dan sesuai untuk sasaran pelajar yang dituju. E. Evaluasi Tahap akhir, yaitu evaluasi, memastikan materi mencapai tujuan yang diinginkan. Tahap evaluasi terdiri dari dua bagian: penilaian formatif dan sumatif. Model ini merupakan proses berulang-ulang desain instruksional, yang berarti pada setiap tahap, perancang dapat menilai unsur-unsur proyek dan direvisi jika diperlukan. Proses ini menggabungkan penilaian formatif, sedangkan penilaian sumatif mengandung tes atau evaluasi dibuat untuk konten yang dilaksanakan. Tahap akhir sangat penting bagi tim desain instruksional karena memberikan data yang digunakan untuk mengubah dan meningkatkan desain. Menghubungkan semua tahapan model peluang revisi eksternal dan timbal balik. Selain dari fase evaluasi internal, revisi harus dan dapat dilakukan sepanjang seluruh proses. 2.2 Model Pendekatan Sistem Dick dan Carey Model lain desain terkenal instruksional adalah Model Pendekatan Sistem Dick dan Carey
[5]

Model ini awalnya diterbitkan pada tahun 1978 oleh Walter Dick

dan Lou Carey.

Komponen dari Pendekatan Sistem Model, juga dikenal sebagai Dick dan Carey Model[5], adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi Tujuan Instruksional b. Melakukan Analisis Instruksional c. Peserta didik menganalisis dan Konteks d. Menulis Tujuan Kinerja: Tujuan terdiri dari deskripsi perilaku, kondisi dan kriteria. Komponen dari suatu tujuan yang menjelaskan kriteria yang akan digunakan untuk menilai kinerja peserta didik. e. Mengembangkan Instrumen Penilaian f. Mengembangkan Strategi Instruksional g. Mengembangkan dan Pilih Bahan Ajar h. Desain dan Melakukan Evaluasi Formatif dari Instruksi i. j. Merevisi Instruksi Desain dan Melakukan Evaluasi sumatif Dengan model ini, komponen dijalankan iteratif dan secara paralel daripada linear.[6] 2.3 Pengembangan Sistem Pembelajaran Instruksional Model desain instruksional lain adalah Pengembangan Sistem Pembelajaran Instruksional.[7] Model ini awalnya diterbitkan pada tahun 1970 oleh Peter J. Esseff, PhD dan Mary Sullivan Esseff, PhD dalam buku mereka yang berjudul IDLS-Pro Trainer 1: Bagaimana Desain, Pengembangan, dan Validasi Bahan Ajar. [8] Komponen Model ini adalah: a. Desain Analisis Tugas b. Mengembangkan Tes Kriteria dan Pengukuran Kinerja c. Mengembangkan Bahan Ajar Interaktif d. Memvalidasi Bahan Ajar Interaktif
7

2.4 Model-Model Desain Instruksional Lain Model desain instruksional Lainnya meliputi: Model Smith / Ragan[9], Model Morrison/Ross/Kemp[5] dan Model OAR desain instruksional dalam pendidikan tinggi, [10] serta, teori Wiggins.

BAB 3 KESIMPULAN

Untuk menyelesaikan masalah pendidikan dapat dibangun suatu sistem pembelajaran berbantuan komputer berdasarkan beberapa teori pembelajaran dan teori interaktif antara komputer dan manusia.

Pengembangan sistem untuk keperluan pengajaran dan pembelajaran berbantuan komputer harus reaktif (Harel 1992) dan lebih menekankan terhadap pengembangan antar muka pengguna (user interface) (Geen 1985). Untuk membangun pembelajaran berbantuan komputer yang baik, diperlukan suatu model agar bahan ajar yang akan dibuat dapat lebih efisien dan tepat sasaran. Ada beberapa contoh model desain instruksional, diantaranya model ADDIE, Model Pendekatan Sistem Dick dan Carey, Belajar Pengembangan Sistem Instruksional, dan lain-lain. Pada dasarnya, model instruksional yang ada bertujuan untuk dapat membangun suatu pembelajaran berbantuan komputer yang dapat menyampaikan bahan ajar berupa pengetahuan dan keterampilan yang lebih fleksibel, efisien, efektif, menarik dan dapat diterima oleh peserta didik. Desainer instruksional yang baik tidak cepat puas dengan apa yang telah dirancangnya, melainkan harus terus melakukan revisi atas rancangannya dengan menerima umpan balik dan terus melakukan evaluasi agar pembelajaran tepat sasaran.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Merrill, M. D., Drake, L., Lacy, M. J., Pratt, J., & ID2_Research_Group. (1996). Reclaiming instructional design. Educational Technology, 36(5), 5-7. http://mdavidmerrill.com/Papers/Reclaiming.PDF

[2]

Perry,

J.

D.

(2001).

Learning

and

cognition.

[On-Line].

http://education.indiana.edu/ ~p540/webcourse/gagne.html

[3] Branson, R. K., Rayner, G. T., Cox, J. L., Furman, J. P., King, F. J., Hannum, W. H. (1975). Interservice procedures for instructional systems development. (5vols.) (TRADOC Pam 350-30 NAVEDTRA 106A). Ft. Monroe, VA: U.S. Army Training and Doctrine Command, Agustus 1975. (NTIS No. ADA 019 486 through ADA 019 490).

[4] Reiser, R. A., & Dempsey, J. V. (2012). Trends and issues in instructional design and technology. Boston: Pearson.

[5] Morrison, G. R., Ross, S. M., & Kemp, J. E. (2001). Designing effective instruction, 3rd edition. New York: John Wiley.

[6] Dick, Walter, Lou Carey, and James O. Carey (2005) [1978]. The Systematic Design of Instruction (6th ed.). Allyn & Bacon. pp. 112. ISBN 0-205-41274-2.

[7] Esseff, Peter J. and Esseff, Mary Sullivan (1998) [1970]. Instructional Development Learning System (IDLS) (8th ed.). ESF Press. pp. 112. ISBN 158283-037-1. [8] ESF, Inc. Train-the-Trainer ESF ProTrainer Materials 813.814.1192 . Esf- protrainer.com (2007-11-06). Retrieved on 2011-10-07.
10

[9] Smith, P. L. & Ragan, T. J. (2004). Instructional design (3rd Ed.). Danvers, MA: John Wiley & Sons.

[10] Joeckel, G., Jeon, T., Gardner, J. (2010). Instructional Challenges In Higher Education: Online Courses Delivered Through A Learning Management System By Subject Matter Experts. In Song, H. (Ed.) Distance Learning Technology, Current Instruction, and the Future of Education: Applications of Today, Practices of Tomorrow.

http:www.ukm.my/jurfpend/journal/vol 34_2 2009pdfBab9.pdf Diakses tanggal 12 April 2013

http:file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/PRODI._ILMU_KOMPUTER/19660325200 1121-MUNIR/Analisis_Perancangan_Sistem/Analis04_StudiKasus.pdf Diakses tanggal 12 April 2013

11

You might also like