You are on page 1of 5

Tuberkulosis milier Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7 % dari seluruh

kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai angka 25 % pada bayi). TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M. Tuberculosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal. TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia di bawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan paru-nya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman yang dorman. Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu kuman M. Tuberculosis (jumlah dan virulensi), status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes melitus, konsumsi alkohol dan obat bius, gagal ginjal, keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara,serta faktor sosial ekonomi) akan meningkatkan resiko terinfeksi.

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari TB milier dapat bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti anoreksia dan berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan tidak napas. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Soetomo Surabaya, mulai dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003, didapatkan 43 pasien TB milier, 56 % dibawa ke RS dengan keluhan utama batuk dan sesak napas, 19 % kejang, dan 16 % menderita demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas. Tuberkulosis milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, limfadenopati superfisial dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi suhunya dan berlangsung terus-menerus/kontinu. Demam tersebut terjadi tanpa disertai gejala saluran napas atau disertai gejala minimal, dan rontgen paru biasanya masih tampak normal. Beberapa minggu kemudian, pada hampir di semua organ, terbentuk tuberkel difus yang multiple, terutama di paru, limpa, hati, dan sumsum tulang. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronki atau mengi. Pada kelainan paru yang telah lanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga dapat dijumpai gejala distres pernapasan,

hipoksia, pneumotoraks, dan pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan multiorgan, serta syok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah kelainan kulit berupa tuberkoloid, gejala nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koloid ditemukan pada 13-87 % pasien, dan jika ditemukan dini dapat merupakan tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis Tuberkulosis milier. Meningitis TB dan peritonitis TB dapat ditemukan pada 20-40 % pasien yang penyakitnya udah berat. Sakit kepala kronik atau berulang biasanya merupakan gejala telah terjadinya meningitis dan merupakan indikasi untuk melakukan pungsi lumbal. Peritonitis TB ditandai oleh keluhan nyeri atau pembengkakan abdomen. Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, berupa tuberkel halus yang tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm). Lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang0kadang membentuk infiltrat yang halus. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju dapat dilihat pada rontgen paru.

Diagnosis Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran radiologis yang khas, gambaran klinis, serta uji tuberkulin yang positif. Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis TB yang penting pada anak. Uji tuberkulin negatif pada lebih dari 40 % TB diseminata. Pemeriksaan sputum atau bilasan lambung dan kultur M. Tuberculosis tetap penting dilakukan. Pemeriksaan BTA akan menunjukkan hasil positif pada 30-50 % pasien. Namun, untuk diagnosis dini, pemeriksaan sputum atau bilasan lambung kurang sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan bakteriologik dan histologik dari biopsi hepar atau sumsum tulang. Untuk menentukan diagnosis meningitis TB, pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pada setiap[ pasien Tuberkulosis milier walaupun belum tombul kejang atau penurunan kesadaran.

Nutrisi yang buruk yang terjadi pada pasien yang mengalami gastrectomy memiliki faktor resiko untuk terjadinya reaktivasi dari tuberkulosis. Ada beberapa studi lain yang mengindikasikan bahwa insidensi dari tuberkulosis itu tidak selalu memiliki resiko tinggi pada orang-orang malnutrisi. Sekarang ini sangat penting untuk memikirkan bagaimana malnutrisi dapat meningkatkan resiko TB. Mekanisme perlindungan sistem imun dari host terhadap infeksi dari M. Tuberculosis bergantung pada interaksi dan kerja sama antara monositmakrofag dan limfosit T dan sitokinnya. Percobaan pembuktian substansial menyatakan bahwa malnutrisi dapat memicu imunodefisiensi sekunder yang dapat meningkatkan resiko infeksi pada host. Peningkatan resiko dari TB dapat disebabkan oleh perubahan pada fungsi protektif individu masing-masing, atau interaksi antara limfosit T dan makrofag karena nutrisi yang jelek.

Telah dilaporkan bahwa malnutrisi kalori dari protein secara nyata meningkatkan pertumbuhan bakteri dan penyebaran pada tikus menyebabkan infeksi tuberkulosis cepat dan fatal dan secara nyata meningkatkan jumlah bakteri pada paru-paru tikus dengan defisiensi protein. Metode studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa kekurangan protein merusak interaksi protektif antara makrofag dan T-limfosit dan / atau akuisisi mycobactericidal dan aktivitas mycobacteriostatic oleh makrofag di hadapan sinyal aktivasi yang memadai. Kekurangan protein mencegah kelinci percobaan menghasilkan populasi antigen-spesifik-imun limfosit dan/atau merusak kapasitas proliferasidari sel ini. Sitokin memainkan peran yang penting pada imunitas mediating antimicobacterial. Interleukin-2 dibutuhkan untuk menginisiasi dan memperkuat respon imun. Produksi IL-2 menekan defisiensi protein yang kronis dari vaksinasi kelinci percobaan dengan Mbovis BCG. Hasil dari studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa kekurangan protein potensial M.tuberculosis H37Rv menginfeksi makrofag-monosit untuk menghasilkan TGF-Beta yang lebih tinggi yang merupakan mediator imunosupresion dan imunopatogenesis di TB. Singkatnya, bisa dikatakan bahwa efek malnutrisi pada banyak aspek dapat merusak respon imun dari host melawan infeksi mycobacterial. Pertama, defisiensi makanan menyebabkan atrofi thymus dan merusak regenerasi dan pematangan limfosit-T hewan coba yang mengalami tuberculosis, menghasilkan penurunan jumlah immunocompetent sel-T pada kelenjar limfoid termasuk pada peredaran darah. Yang

kedua adalah defisiensi protein dan nutrisi lain merusak fungsi sel-T, termasuk penurunan produksi Th1CK IL-2 dan IFN-y dan menekan reaksi tuberculin dan PPD menginduksi lymphoproliferation pada kelinci percobaan dan tikus yang terinfeksi virus M. Tuberculosis. Ketiga, malnutrisi protein merusak sekuestrasi atau trapping dari reaktifasi dari limfosit T dan kehilangan resistensi Tuberkulosis setelah vaksinasi BCG. Pada akhirnya, kekurangan protein potensial M.tuberculosis H37Rv menginfeksi makrofag-monosit untuk menghasilkan TGF-Beta yang lebih tinggi yang merupakan mediator imunosupresion dan imunopatogenesis di TB.

TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia di bawah 2 tahun, karenaimunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan paru-nya belumberkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruhtubuh.Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M. tuberkulosis (jumlah dan virulensi),status imnologis penderita (nonspesifik dan spesifik) dan faktor lingkungan (kurangnya paparansinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat biusserta sosio ekonomi). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkantimbulnya TB milier.(1) GAMBARAN KLINIS Manifestasi klinis TB milier dapat bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan konik yang tidak khas yaitu;Demam lama (lebih dari 2 minggu) dengan penyebab tidak jelas.Nafsu makan tidak ada (anoreksia).Berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa demam).Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sesak napas.TB milier dapat juga diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilangtimbul (remittent). Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejalarespiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronkhi atau mengi.(1) DIAGNOSIS Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan ;Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif).Gambaran radiologis yang khas.Gambaran klinis.Uji tuberkulin yang positif.Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis TB yang penting pada anak. Uji tuberkulinnegatif belum tentu tidak ada infeksi atau penyakit TB atau sebaliknya.(2)Pemeriksaan sputum atau bilasan lambung dan kultur M. tuberkulosis tetap penting dilakukan. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk membantu mendiagnosis penyakit TB milier dapat dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain ;1. Uji tuberkulin.Disebut juga Mantoux Test, dilakukan dengan cara

menyuntikkan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikandan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Indurasi 0-4 mm negatif, indurasi 5-9mm masih meragukan, diameter lebih dari 10 mm jelas positif.2. Pemeriksaan radiologis.Gambaran radiologis TB milier sangat khas, berupa tuberkel halus (millii) yabg tersebar merta(difus) di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).(1)3. Pemeriksaan bakteriologis.Penemuan kuman TB memastikan diagnosis TB, tetapi tidak ditemukannya kuman TB bukanberarti tidak menderita TB. Pemeriksaan bakteriologis terdiri dari 2 cara, yaitu pemeriksaanmikroskop hapusan langsung untuk menemukan kuman TB dan pemeriksaan biakan kuman.4. Pemeriksaan patologi anatomi.Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. PROGNOSIS(2) Prognosis dipengaruhi banyak faktor, yaitu ;Umur anak.Berapa lama telah mendapatkan infeksi.Luasnya infeksi. Keadaan gizi.Sosio ekonomi.Diagnosis dini.Pengobatan adekuat.Adanya infeksi lain.

DAFTAR REFERENSI (1) Pedoman Nasional TB Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter AnakIndonesia, 2005. (2) Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II, FKUI. (3) Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Prof. dr. Hood Alsagaff, Airlangga University Press, 2002. (4) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, FKU

You might also like