You are on page 1of 17

A.

Judul : Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Blitar.

B.

Latar Belakang Pemerintah merupakan organisasi non profit yang bertujuan meningkatan pelayanan kepada masyarakat umum yang dapat berupa peningkatan keamanan, peningkatan mutu pendidikan atau peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pemerintah pusat memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem

penyelenggaraan pemerintahan negara. Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah dalam rangka memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan hal tersebut peranan pemerintah daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang selalu didambakan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelengaraan pemerintah yang baik (good governance). Ulum (2008:40) mengungkapkan terdapat tiga prinsip dalam setiap penyelenggaraan good governance. Ketiga prinsip dasar tersebut adalah 1. Transparansi mengandung arti keterbukaan. Transparansi pemerintah dalam menjalankan manajemen pemerintahan, manajemen ekonomi, sosial dan politik.

2. Partisipasi dapat dikategorikan dengan kalimat turut ambil bagian. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang bersifat demokratis, pengakuan hak asasi manusia, kebebasan dalam mengemukakan pendapat, kebebasan pers dan mengakomodasi atau menampung aspirasi rakyat. 3. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban. Mempertanggungjawabkan

keberhasilan atau kegagalan kepada yang mendelegasikan kewenangan dan mereka puas terhadap kinerja pelaksanaan kegiatannya. Berkaitan dengan kinerja, tidak jarang keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sering dilihat dari segi pengelolaan keuangannya. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Untuk melihat kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan maka perlu dilakukan sebuah analisis terhadap kinerja keuangan daerah, hal ini merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan menilai keberhasilan Pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya. Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2007) dengan judul Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar) tahun 2004 2006 yang bertujuan mendeskripsikan kinerja keuangan Pemda Kabupaten Blitar. Dilihat dari rasio kemandirian, kinerja pemda kurang baik karena terjadi penurunan. Dari rasio aktivitas, rasio belanja rutin turun dan rasio belanja pembangunan naik artinya prioritas alokasi dananya sudah terfokus pada belanja pembangunan dan itu baik. Ditinjau dari DSCR pemda ini memiliki kemampuan utuk melakukan pinjaman. Dari rasio pertumbuhan, pemda mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dari rasio efektivitas baik dan efisiensi menunjukkan kurang baik, dan ditinjau dari rasio kemandiriannnya artinya kinerjanya kurang baik. Pemerintah daerah Kota Blitar merupakan daerah yang diberi hak otonomi untuk mencari sumber penerimaan yang digunakan dalam membiayai pembangunan. Seiring dengan berjalannya otonomi daerah diharapkan pemerintah Kota Blitar mampu untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerahnya. Otonomi daerah

menjadi harapan baru bagi pemerintah untuk membangun daerah secara lebih optimal, tidak lagi terkonsentrasi di pusat. Untuk melihat apakah Kota Blitar sudah mampu mengelola keuangan perlu dilakukan sebuah analisis terhadap kinerja keuangannya. Karena dengan analisis keuangan dapat memberikan sumber informasi keuangan yang sangat bermanfaat untuk mengetahui semakin efisien atau tidaknya pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah. Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik utuk melakukan penelitian dalam dengan judul Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Blitar Bebasis Anggaran.

C.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dihadapi adalah Bagaimana kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah Kota Blitar ditinjau dari rasio keuangan?.

D.

Tujuan Penelitian Untuk mendeskripsikan bagaimana kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah Kota Blitar ditinjau dari rasio keuangannya.

E.

Manfaat Penelitian Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pendapatan asli daerah, serta dapat menjadi bahan masukan bagi perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan pembangunan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat memberikan bahan acuan dan tambahan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya pada bidang yang sama.

F.

Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis hanya menganalisis berdasarkan aspek finansial saja dengan mengacu pada rasio keuangan dengan menggunakan data APBD. Permasalahan

dalam penelitan ini akan dibatasi pada pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan berbagai rasio keuangan pemerintah daerah seperti : rasio kemandirian, rasio efektifitas dan efesiensi, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, dan rasio kontribusi. Data keuangan yang digunakan adalah dari tahun 2008-2012

G.

Tinjauan Penelitian Terdahulu Iskak (2005) yang mengkaji tentang analisis kinerja keuangan pemerintah

daerah Kabupaten Banjarnegara periode 2000 sampai 2003. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara pada periode 2000 sampai 2003. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara, yaitu menggunakan analisa rasio keuangan daerah yang terdiri dari rasio pertumbuhan, kemandirian, rasio efektivitas dan efisiensi dan rasio debt service coverage ratio pertahunnya. Hasil perhitungan analisis rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara periode 2000 sampai 2003 yang diukur dengan rasio keuangan berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah adalah baik, sehingga yang menyatakan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara periode 2000 sampai 2003 adalah baik Hasil penelitian Triasanti (2007) pada Kabupaten Trenggalek, rasio

kemandirian yang cenderung turun mengindikasikan kemandirian rendah. Rasio efektivitas menunujukkan efektif karena mayoritas >100%, tapi turun pada tahun 2006. Dari rasio efisiensi, dikatakan efisien karena mayoritas < 100%. Mayoritas dana yang dimiliki pemda masih teralokasi pada belanja rutin. DSCR nya tidak dapat dihitung. Pertumbuhan rata-ratanya 51%. Laju pertumbuhan belanja lebih cepat dibanding laju pertumbuhan rata-rata pendapatan. Furqon (2008) menganalisis rasio sebagai salah satu alat untuk menilai kinerja

keuangan pemerintah daerah kabupaten jombang. Penelitian tersebut untuk menilai kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten jombang selama tahun 2001-2005. Metode penelitian yang digunakan adalah rasio kemandirian, rasio efesiensi, rasio aktivitas, rasio keserasian, dan rasio pertumbuhan. Hasilnya rasio kemandirian dari tahun 2001-2005 kemandiriannya cenderung tinggi atau baik. Dari perhitungan rasio efesiensi, rasionya cenderung naik,jadi kinerja pemerintah dalam

mengeluarkan biaya untuk memperoleh PAD kurang efisien karena terjadi kenaikan. Ditinjau dari rasio aktivitas/keserasian pemda ini masih mempreoritaskan anggaran dana belanja untuk belanja rutin dari pada belanja pembangunan yang mempunyai multiple effect dan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan daerah. Dan dilihat dari rasio pertumbuhan, untuk pendapatan PAD belum maksimal karena terjadi penurunan pada dua tahun terakhir penelitian begitu juga untuk untuk mempertahankan total pendapatan karena tiap tahunnya turun begitupun pertumbuhan belanja rutin, belanja pembangunan fluktuatif kecuali tahun 2004 dan 2005 negatif. Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, penulis ingin mereplikasi dan mengembangkan penelitian-penelitian tersebut. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan,yaitu daerah penelitian. Penelitian ini mengambil daerah penelitian di Pemerintah Kota Blitar, sedangkan peneliti terdahulu mengambil daerah penelitian yang berbeda. Sedangkan persamaan dari ketiga penelitian yang relevan tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah: 1. 2. Membahas tentang otonomi daerah Menggunakan APBD sebagai pembanding dasar.

H.

Tinjauan Pustaka 1. Akuntansi Sektor Publik a. Pengertian Akuntansi Sektor Publik Halim (2007) mendefinisikan akuntansi sektor publik adalah suatu kegiatan jasa dalam rangka penyediaan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan. Pemerintah yang dimaksud dapat mencakup pemerintah pusat, propinsi dan Kabupaten atau Kota. Bastian (2006) mendefinisi akuntansi sektor publik sebagai akuntansi dana. Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang ditetapkan pada pengelolaan dana masyarakat. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi sektor publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka penyedia informasi kuantitatif

terutama yang bersifat finansial keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan. b. Prinsip-Prinsip Anggaran Sektor Publik

Prinsip Penyusunan anggaran (APBD/APBN) di Indonesia pada umumnya berlaku sama, yakni : 1. Prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis APBD haruslah mencerminkan keseimbangan antara

Penyusunan

penerimaan dan pengeluaran. 2. Prinsip disiplin anggaran

Setiap Instansi/Dinas/Lembaga/Satuan/Unit Kerja hendaknya menggunakan secara efisien, tepat guna serta tepat waktu dalam

mempertanggungjawabkannya. 3. Prinsip kemandirian

Mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi ketergantungan kepada organisasi lain. 4. Prinsip prioritas

Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu kepada prioritas utama pembangunan di daerah. 5. Prinsip efisiensi dan efektivitas

Menyediakan pembiayaan dan penghematan yang mengarah kepada skala prioritas. c. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010, SAP adalah prinsipprinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP diperlukan dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan. Menurut SAP Tahun 2010, komponen-komponen yang terdapat dalam satu pelaporan keuangan pokok adalah : a. b. c. d. Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas Neraca Laporan Arus Kas Catatan Atas Laporan Keuangan

2.

Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah

Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:25) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa masyarakat. b. Daerah Otonomi sendiri berdasarkan aspirasi

Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur masyarakat dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.

3.

Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000, menyebutkan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang temasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan dikeluarkannya undang-undang tentang Otonomi Daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang akan menimbulkan perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam hal kemampuan keuangan daerah, antara lain: a. b. Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah. Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah.

c. d.

Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah dan Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah

a. Pengelolaan Penerimaan Daerah Menurut UU No. 32 tahun 2004 pasal 157 dan UU No. 33 tahun 2004 pasal 6, serta PP No. 105 tahun 2000 dan PP No 64 tahun 2000, sumbersumber penerimaan dapat diperinci sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset negara dan jasa giro. 2. Dana Perimbangan b. Pengelolaan Pengeluaran Daerah Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Adapun pos-pos dana perimbangan tersebut terdiri: Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus.

4.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) adalah rencana pekerjaan keuangan yanng dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu dimana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan membiayaan untuk kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran.(Halim, 2007) 1. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. 2. Klasifikasi Pendapatan Dalam APBD Pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang (kombinasi keduanya) dari berbagai sumber selama suatu periode.

3. Klasifikasi Belanja Dalam APBD Belanja administrasi umum Belanja operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik Belanja modal Belanja transfer Belanja tak tersangka

4. Penyusunan APBD Penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma-norma dan prinsip anggaran sebagai berikut : a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran b. Disiplin Anggaran c. Keadilan Anggaran d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran e. Format Anggaraan

5.

Analisis rasio keuangan berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Menurut Halim (2007:231) analisis kinerja keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu : 1. Rasio Kemandirian Rasio kemandirian keuangan daerah atau yang sering disebut sebagai otonomi fiskal menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Menurut Halim (2007) rasio kemandirian diukur dengan : Rasio Kemandirian = Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah Kemampuan Daerah Kemandirian (%) Pola Hubungan Rendah sekali 0 - 25 Instruktif Rendah 25 - 50 Konsultif Sedang 50 - 75 Partisipatif Tinggi 75 - 100 Delegatif

2. Rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan asli daerah Efektivitas adalah berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang beberapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Halim (2007) rasio efektivitas diukur dengan : Rasio Efektivitas =
Realisasi Penerimaan PAD Target Penerimaan PAD

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Kriteria efektivitas kinerja keuangan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan Persentase Kinerja Keuangan (%) Lebih dari 100 Sama dengan 100 Kurang dari 100 Rasio Efesiensi Pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau pengguna input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi Kriteria Efektif Efektif Berimbang Tidak efektif

merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standart kinerja atau target yang telah ditetapkan. Menurut Halim (2007) rasio efisiensi belanja Daerah dapat diukur dengan :

Tabel Kriteria Penilaian Kinerja Efisiensi Persentase Kinerja Keuangan (%) 100 ke atas 90 100 80 90 60 80 Dibawah 60 Kriteria Tidak efisien Kurang efisien Cukup efisien Efisien Sangat efisien

3. Rasio Aktivitas Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Menurut Halim (2007) secara sederhana, rasio keserasian itu dapat di formulasikan sebagai berikut:
Total Belanja Rutin Total APBD

1. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =

2. Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD=

Total Belanja Pembanguna n Total APBD

4. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami peningkatan. Rasio Pertumbuhan =

RpXn Xn 1 x100% RpXn 1

Rp Xn-Xn-1 = Realisasi PAD yang dikurangi PAD tahun sebelumnya. Rp Xn-1 = Realisasi penerimaan pendapatan asli daerah tahun sebelumnya.

5. Rasio Kontribusi Rasio kontribusi ini untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan komponen dalam PAD terhadap pendapatan asli daerah setiap tahunnya dalam persentase, dapat dihitung dari realisasi jumlah pajak dan retribusi daerah dibandingkan dengan penerimaan PAD pada tahun anggaran yang sama. Rasio kontribusi =

H. Metode Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Blitar 2. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana peneliti melakukan pengamatan yang mendalam terhadap objek penelitian yang akan dipilih kemudian dianalisis dan disimpulkan serta bertujuan untuk memberikan gambaran secara luas tentang APBD dari suatu pemerintahan 3. Data dan sumber data Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah laporan perhitungan APBD pemerintah daerah kota Blitar. Sedangkan sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melainkan sudah dikumpulkan oleh pihak lain yang sudah diolah yang diiperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Blitar periode 2008-2012. 4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui dokumen-dokumen atau arsip-arsip dari lembaga yang di teliti, yaitu dokumen atau data-data yang relevan pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Blitar periode 2008-2012. 5. Teknik analisis data 1. Teknik analisis data yang akan di lakukan mencakup beberapa tahap yaitu dengan pengujian rasio keuangan daerah yang meliputi : a. Rasio Kemandirian

Rasio Kemandirian = Kemampuan Daerah Rendah sekali Rendah Sedang Tinggi Kemandirian (%) 0 - 25 25 - 50 50 - 75 75 - 100 Pola Hubungan Instruktif Konsultif Partisipatif Delegatif

b. Rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan asli daerah Rasio Efektivitas =


Realisasi Penerimaan PAD Target Penerimaan PAD

Persentase Kinerja Keuangan (%) Lebih dari 100 Sama dengan 100 Kurang dari 100

Kriteria Efektif Efektif Berimbang Tidak efektif

Persentase Kinerja Keuangan (%) 100 ke atas Kriteria Tidak efisien

90 100 80 90 60 80 Dibawah 60

Kurang efisien Cukup efisien Efisien Sangat efisien

c. Rasio Aktivitas Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =


Total Belanja Rutin Total APBD

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD=

Total Belanja Pembanguna n Total APBD

d. Rasio Pertumbuhan Rasio Pertumbuhan =

RpXn Xn 1 x100% RpXn 1

Rp Xn-Xn-1 = Realisasi PAD yang dikurangi PAD tahun sebelumnya Rp Xn-1 = Realisasi penerimaan pendapatan asli daerah tahun sebelumnya Membandingkan realisasi PAD dari tahun ke tahun dengan menjabarkan pospos PAD yang diantaranya : Pajak daerah Retribusi daerah Laba BUMD dan pendapatan lain-lain

e. Rasio Kontribusi Rasio kontribusi =

2.

Memaparkan hasil analisis rasio keuangan dan kemudian dapat diketahui kinerja pengelolalaan keuangan Pemerintah Daerah Kota Blitar.

Daftar Pustaka

Agustin, Fitriyah. 2007. Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga Furqon, Khoirul. 2008. Analisis Rasio sebagai Salah Satu Alat untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang, Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Halim, Abdul, 2007. Akuntansi Sektor Publik. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3, Jakarta : Salemba Empat Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi I, Jogjakarta: Andi Offset. MD, Ulum, Ihyaul. 2008. Akuntansi Sektor Publik. UMM. PRESS. Malang Triasanti, Mergy. 2007. Analisis Kinerja Keuangan APBD Pada Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Widodo. 2001. Analisis Rasio Keuangan pada APBD Kabupaten Boyolali. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang.

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BLITAR

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh: Moch. Dedy Akbar NIM: 09.620.281

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013

You might also like