You are on page 1of 11

BAB. EMPAT DIMANAKAH SUMBER PENGETAHUAN TENTANG NORMA-NORMA SUSILA ?

1. Dapatkah norma-norma susila itu diambil dari adat-istiadat? Kata adat berasal dari kata arab : ada artinya kebiasaan, cara yang lazim, kelakuan yang telah biasa, aturan-aturan yang lazim. Adat istiadat ialah kumpulan peraturan dan normanorma hidup yang berlaku di dalam persekutuaan suku tetentu. Latar belakang kepercayaan pada adat-istiadat itu terletak pada perasaan hidup naturalistis-panteistis. Dapatkah adat-istiadat menjadi sumber pengetahuan? Dipandang dari sudut iman Kristen maka jawab pertanyaan itu ialah : tidak! Sebabnya : Pertama, karena di dalam kompleks adat-istiadat kuno itu tidak tampak batas-batas antara Tuhan dengan kosmos. Dikenal dan dimuliaakan Bapa suku, kepala-kepala suku, tradisi suku, roh orang-orang yang mendirikan kampong itu dan sebagainya. Kedua adat istiadat itu penuh takhyul dan guna-guna. Penyembahan kepada dewa dan berhala senantiasa disertai guna-guna, ilmu nujum dan takhyul. Adat istiadat adalah suatu sumber yang keruh. Pertama, haruslah kita akui dengan bersyukur, bahwa di dalam adat istiadat bangsa-bangsa itu terdapat unsur-unsur yang mengingatkan kita akan kehendak Tuhan yang suci. Di dalam adat istiadat ada banyak bangsa. Ternyata bahwa Tuhan di dalam hati segala bangsa, juga walaupun bangsa-bangsa itu belum mengenal Yesus Kristus dan Firman Tuhan, pengaruh isi Hukum Taurat dapat ditunjukan di dalam adat istiadat mereka. Kedua, hendaklah kita perhatikan bahwa ada beberapa persekutuan tampak jelas sekali. Norma-norma Hukum Taurat dan injil telah mengadakan banyak perubahan di dalam adat istiadat kuno itu, adat-istiadat itu diperbaharuinya sebagian dihapuskan dan sebagian diganti. Ketiga, bahwa pengaruh adat-istiadat di dalam persekutuan suku yang kuno itu makin lama makin berkurang. Hubungan dengan peradaban dunia makin berlipat ganda. Makin banyak terjadi percampuran bentuk-bentuk kebudayaan. Persekutuan persekutuan yang kecil makin terhisab didalam the great society yakni persekutuanpersekutuan dunia yang besar. 2. Mungkinkah sumber pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu terletak dalam semacam hokum kodrat dan hokum susila kodrati(Lex naturalis et Ethiica naturalis)? Di benua Timur beribu-ribu orang berusaha mencari sumber pengetahuan tentang apa yang baik dan yang jahat di dalam adat istiadat. Di benua Barat pun orang sering berusaha mencari sumber tersebut di dalam kosmos sendiri untuk mendapat pengetahuan tentang 1

norma kesusilaan. Usaha ini lazim di sebut ajaran tentang hokum kodrat dan hukum susila kodrati. Ajaran ini terdapat dalam berbagai bentuk. Hanya bentuk-bentuk yang terpenting sajalah akan kami terangkan dengan singkat. a. Ajaran tentang hukum kodrat bentuk Yunani Di negeri Barat paham hukum kodrat (jus natural) dan hukum susila kodrati (ethica naturalis) mula-mula terdapat di dalam filsafat Yunani, khususnya dalam apa yang disebut filsafat Stoa. Tokoh-tokoh terpenting di dalam filsafat ini ialah Seneca, E[oletis dam Marcus Aurelius yang hidup pada permulaan tahun Masehi. Mereka hidup pada zaman kekaisaran Romawi. Pada zaman itu, mulailah orang keperluan akan norma hidup yang dapat di terima oleh setiap orang dan dapat dilaksanakan atau di kenakan kepada persekutuan kosmopolistis. System atau susunan ini sangat luas pengaruhnya. Usaha kaum Stoa untuk menyusun norma-norma bagi yang baik dan yang jahat dari bahan-bahan di dalam alam dan budi manusia, diulangi lagi kemudian dengan berbagai cara, baik di dalam agama Kristen(Katolik Roma dan Protestan) maupun aliran-aliran secular (duniawi) dan humanistis sejak abad ke 17. b. Hukum kodrat dan hukum susila kodrati pada Thomas Aquino dan di dalam Neo Thomisme. Thomas Aquino (1224-1274) seorang ahli piker dan ahli teologi yang terkenal pada zaman Abad Pertengahan yang menyajikan suatu fisafat kepada Gereja Katolik Roma dengan pertolongan pengertian-pengertian Aristoteles. Yang disebut Neo-Thomisme pada abad ke 19 dan 20 memanglah telah mengubah filsafat Thomas itu pada berbagai segi serta menguraikannya dan mengenakannya kepada keadaan yang baru namun pengertian inti filsafat ini masih tetap seperti semula. Filsafat Thomas Aguino ini membedakan di dalam manusia suatu kodrat(alam) dan kodrat atas(alam atas). Kodrat manusia memanglah sudah rusak dan bercacat namun tidaklah rusak secara paradikal oleh sebab dosa. Thomisme dan Neo- Thomisme telah menyusun suatu ajaran tentang : I. Hukum kodrat di dalam arti yang sempit. II. Hukum kodrat di dalam arti yang lebih luas. III. Hukum positif. Hukum kodrat di dalam arti yang lebih luas meliputi segala peraturan yang menurut ajaran Thomisme, dibebankan kepada manusia oleh hukum susila kodrati. Sama dengan hukum susila kodrati dana di dalam Thomisme hukum itu tidak hanya mengatur hubungan-hubungan antara manusia dan manusia tetapi juga hubungan antara manusia dan Tuhan dan antara manusia dengan dirinya sendiri. Hukum positif itu menurut Thomisme dapat diambil dari hukum kodrat dan dicantumkan di dalam suatu perundang-undangan. Hukum ini memberikan suatu keterangan tentang hukum kodrat 2

dan tak boelh ia membebankan sesuatu yang bertentangan dengan hukum itu. Dari kodrat manusia yang berdosa itu tak mungkin orang mengambil norma-norma tentang yang baik dan yang jahat. c. Hukum kodrat dengan bentuk-bentuknya yang secular dan humanistis Di bawah pengaruh renaisans dan humanisme, orang telah berusaha menyusun suatu hukum kodrat dengan dasar sekuler(duniawi) artinya tanpa hubungan sedikit pun dengan penyataan Allah. Cukuplah kiranya kami sebutkan beberapa bentuk hukum kodrat semacama itu. Dibedakan olehnya jus natural(hukum kodrat) dan jus civile(hukum perdata). Jus natural itu, menurut keterangannya, berlaku bagi semua orang, kapan dan dimanapun juga di dunia ini. Jus natural timbul dari kodrat social manusia. Jus civile itu harus menjadi pengenaan(penerapan) jus natural di dalam situasi konkret Negara-negara dan bangsa-bangsa. Thomas Hobbes misalnya(15881679) mencari sumber kebaikan dan kejahatan itu di dalam kekuasaan Negara. David Hume(1711-1766) mencari sumber Etika itu didalam manfaat social. Yang disebut baik ialah segala yang bermanfaat. Rousseau (1712-1778) mencari sumber kebaikan dan kejahatan di dalam perasaan psikologis-kolektif. Pada zaman generasi kita ini telah kita lihat di dalam nasional sosialisme dan fasisme, bagaimana orang berusaha mendasarkan norma-norma itu pada kepentingan bangsa dan bahwa itu berarti bahwa segala perintah Tuhan telah diinjak-injak dengan kaki. Barangsiapa mencari sumber pengetahuan tentang norma-norma di luar penyataan Allah, yaitu di dalam alam, akal budi, sesuatu hal, manfaat kepentingan bangsa dan lain-lain, maka bolehlah dikatakan bahwa ia menggali kolam bagi dirinya sendiri yakni kolam yang bocor. Dan air di dalam kolam itu akan mengalir habis. 3. Mungkinkah pengetahuan tentang norma-norma itu diambil dari suatu ajaran tentang tata tertib alam kejadian(Schopfungsordnungen)? Perbedaan antara ilmu hukum kodrat dengan ilmu tata tertib dunia ciptaan. Ilmu hukum kodrat berpangkal pada tabiat manusia. Ilmu tata tertib dunia ciptaan, segala yang diciptakan oleh Tuhan. Di jerman, orang berusaha menyusun etikanya atas dasar tata tertib dunia ciptaan ialah Friedrich Gogarten. Diterangkannya, bahwa perintah Tuhan itu datang kepada kita di dalam kenyataan keluarga, perkawinan, kehidupan bangsa, pekerjaan dan lain-lain dan bahwa isi perintah Tuhan itu ditentukan oleh kenyataan tadi. Emil Brunner menyususn suatu ilmu tata tertib dunia ciptaan. Diakuinya kerusakan di dalam ciptaan oleh karena dosa. Tetapi dibicarakannya juga tentang tata tertib(peraturanperaturan) yang dipelihara itu, diperlukan suatu keadilan insane yang relative. Dalam tulisan Dr. A. Kuyper, menurutnya yang dimaksudkan dengan tata tertib dunia ciptaan 3

ialah struktur-struktur dasar yang terdapat di dalam pergaulan hidup manusia dimanapun juga misalnya : perkawinan, pekerjaan, pemerintahan, dll. Untuk mengetahui apa yang dimaksudkan olehNya dengan dunia ciptaan itu, maka perlulah kita mendengarkan Dia, yang tinggal diantara kita. Etika tidak dapat dibangun atas dasar ilmu tata tertib dunia ciptaan. Untuk itu memerlukan Firman yang telah menjadi daging itu. 4. Satu-satunya sumber pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat terletak dalam penyataan Allah. a. Mencari yang baik berarti mencari Tuhan Hanya Tuhanlah yang baik. Dan hanya Tuhanlah yang tau apa yang baik itu. Pertanyaan apakah yang baik itu hanya dapat dijawab oleh Tuhan sendiri. Dan jawabannya adalah hanya dapat diterima oleh manusia apabila ia mendengarkan Firman Tuhan. b. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui kehendak Tuhan di dalam keadaan semula, ketika ia ditempatkan oleh Tuhan di dalam Firdaus ? Telah diakui di dalam sejarah dogma bahwa dulu ada suatu Lustitia originalis suatu keadilan asali yakni hidup didalam keselarasan jiwa dan raga di hadapan Tuhan di taman Firdaus. Manusia tidak mempunyai kesadaran tentang norma-norma. Manusia sebagai gambar Allah. Sungguh mempunyai kesadaran yang murni tentang normanorma Tuhan. Rahasia pengetahuan terletak pada pergaulannya dengan Tuhan yang menciptakan manusia menurut gambarNya . ketika manusia hanya mau menjadi gambara Allah saja dan tidak mau menjadi sama seperti Allah maka terdapatlah diantara Tuhan dan manusia suatu hubungan kasih. Ketika hati manusia itu masih penuh kasih maka tahulah ia akan kehendak kekasihnya, kehendak peserta di dalam perjanjian tadi. c. Adakah sisa-sisa pengetahuan tentang kehendak Tuhan didalam hati manusia yang telah jatuh kedalam dosa itu ? Paulus berkata, bahwa Tuhan tetap menyatakan diri sebagai Pencipta kepada segala bangsa pada segala zaman, juga kepada mereka yang tidak kenal Hukum Taurat dan nabi-nabi. Dan Tuhan tetap bekerja terus di dalam hati manusia serta menulis pekerjaan Taurat didalam hatinya. Bagaimanapun pengetahuan tetang hukum Taurat itu disesakkan ditindas dan digelapkan, namun Tuhan selalu menjaga, supaya keinsafan batin atau suara hati senantiasa bersuara. Tuhan tidak tinggal pada penyataan yang am ini saja. Ia menyatakan diri pula sebagai pendamai dan pembebas. Penyataan Tuhan tentang janji-janji dan tuntutan-tuntutanNya itu dapat kita jumpai di dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Tuhan memaklumkan kehendakNya, maka itu tidak dihubungkanNya kepada hukum kodrat tetapi Ia menyatakan diri kepada satu 4

dunia yang penuh ketidakadilan. Tidak dihubungkanNya kepada hukum susila kodrati tetapi kepada kodrat kita yang tidak susila. Buakan suara alam yang berkata disitu, bukan pula suara akal budi, bukan suara perasaan, bukan suara bangsa kita, bukan pula suara golongan kita. Yang bersuara disitu ialah Dia yang hanya baik semata-mata : Allah. 5. Mungkinkah suatu Etika umum ? Jika memang benar bahwa firman Allah adalah satu-satunya sumber yang dapat dan boleh dipergunakan oleh Etika Kristen maka timbullah segera pertanyaan : mungkinkah menyusun suatu Etika umum yang dapat di terima oleh setiap orang dimanapun juga ?. Keinginan kepada suatu Etika umum, kini terasa lebih kuat daripada waktu yang sudah lampau. Hubungan antara bangsa-bangsa, Negara-negara, kebudayaan-kebudayaan dan benua-benua semakin bertambah dengan adanya teknik komunikasi modern. Karena itu dunia makin menjadi satu makin besarlah keinginan akan norma-norma susila yang dapat diterima oleh umum. Gereja Kristen hendaknya mengingat panggilah yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNYa yaitu supaya mereka menjadi garam dunia, menjadi garam seluruh dunia, dan supaya mereka menjadi terang yang bercahaya yang menerangi semua orang yang berada di dalam rumah umat manusia. Bertalian dengan itu, gereja Kristen dipanggil untuk menyusun suatu Etika Kristen yang oikuments. Gereja-gereja dari segala bangsa adalah saling memerlukan untuk menyadari beresama-sama betapa tinggi dan dalam, panjang dan lebar kasih Kristus itu mengatasi pengetahuan segala bangsa. Kita tidak hanya perlu sadar secara oikumenis akan faith dan order(iman dan tata tertib) gereja, tetapi perlu juga sadar akan perlunya Etika yang oikumenis. Gereja-gereja akan mempunyai pengaruh yang terbesar atas norma-norma Etika umum, apabila mereka berjuang untuk Etika oikumenis dengan mempelajari Alkitab. Apabila gereja-gereja bekerja bersama-sama untuk menyusun Etika oikumenis, maka buah hasilnya akan merupakan suatu sumbangan bagi pembentukan ukuran dan norma kesusilaan di seluruh dunia.

BAB. LIMA KEDUDUKAN DAN FUNGSI HUKUM TAURAT DI DALAM PENYATAAN ALLAH
1. Penyataan Allah terdiri dari Hukum Taurat dan Injil Perjanjian lama dan baru, harus dibagi dalam Hukum Taurat dan Injil. Di dalam Alkitab tidak pernah Injil diberitakan tanpa hukum Taurat. Di dalam Alkitab pun tidak pernah Hukum Taurat diberitakan tanpa Injil. Injil adalah berita tentang Anugerah Allah. hukum Taurat adalah pemberian suruahan-suruhan(perintah-perintah, titah-titah) Allah. Injil adalah pemberitaan tentang janji-janji Allah dan juga kenyataan janji-janji Allah di dalam Kristus. Hukum Taurat adalah pengumuman tuntutan-tuntutan Allah. Injil mengatakan kepada kita, siapa Allah itu bagi kita. Hukum Taurat mengatakan kepada kita, apa yang dikehendaki Allah dari kita. Di dalam Injil, Allah bertindak terhadap kita sebagai Allah yang member. Di dalam Hukum Taurat Allah bertindak terhadap kita sebagai Allah yang memerintah. Dalam perjanjian lama dan baru, Tuhan selalu berfirman dengan dua perkataan yakni Hukum Taurat dan Injil, Injil dan Hukum Taurat, anugerah dan perintah, keselamatan dan suruhan, memberi dan menugaskan. 2. Hubungan antara Hukum Taurat dan Injil a. Di dalam sejarah gereja, pada abad-abad yang pertama, nisbah antara Hukum Taurat dan Injil kerapkali disamakan dengan nisbah antara perjanjian lama dan baru. Lalu perjanjian lama itu dipandang sebagai kitab Hukum Taurat dan perjanjian baru sebagai kitab Injil. Dalam zaman baru pun Allah dalam perjanjian lama digambarkan sebagai Allah yang menuntut, mengancam dan murka. Allah dalam perjanjian baru sebagai Allah yang mengasihi dan member. Hukum Taurat dalam perjanjian lama pun berdasarkan Injil. Dalam perjanjian lama, Hukum Taurat juga bertujuan untuk menyatakan, bahwa kita tidak dapat dibenarkan oleh Hukum Taurat dan justru dengan demikian Hukum Taurat menyiapkan kita kepada pemenuhan janji dan mengatakan bahwa perlu sekali ada suatu kebenaran yaitu kebenaran Allah di dalam Kristus karena iman. Perjanjian baru Hukum Taurat itu ada. Disitu pun dua-duanya dipakai untuk membimbing kita dengan rendah hati kepada Kristus dan di situ pun dua-duanya tercantum sebagai norma kehidupan bagi mereka yang hidup dari anugerah. Jadi, tidaklah benar, bila dikatakan bahwa hubungan antara Hukum Taurat dan Injil adalah sebagai hubungan antara perjanjian lama dan baru. b. Sejarah gerja dan teologi, hubungan antara Hukum taurat dan Injil kerapkali digambarakan sebagai anti-tesis yang mutlak. Hukum Taurat hanya dilihat di dalam fungsi menuntut, menuduh, menghukum. Di dalam pandangan ini, kerapkali dikatakan bahwa

Hukum Taurat hanya diperlukan karena adanya dosa. Dibicarakan pula misalnya oleh Luther dan ia berkata bahwa Hukum Taurat menimbulkan ketakutan yakni rasa putus asa angustia, yakni takut, damnation, yakni kutuk) dan bahwa Hukum Taurat adalah medium atau perantara murka Allah. Kita hidup dari anugerah Allah, maka kita tidak dapat terlepas dari Hukum Taurat. Jadi Hukum Taurat memang tidak merupakan syarat lagi untuk keselamatan kita, namun menjadi norma untuk kehidupan syukur kita. Telah dilupakan bahwa Hukum Taurat tidaklah hanya mengancam saja, tetapi Hukum Taurat pun adalah suatu hadiah yang dikaruniakan oleh Allah, suatu penghiburan, suatu sumber nasihat dan pertolongan di dalam hidup orang yang dikaruniai. c. Di dalam teologi Karl Barth. Hukum Taurat dan Injil itu bukanlah sebagai suatu anti-tesis, sebagaimana halnya didalam teologi Lutheran yang lama, tetapi ia memandang Hukum Taurat sebagai bentuk Injil, yang berisikan anugerah. Bagi Barth, fungsi Hukum Taurat hanyalah untuk menyuruh kita hidup dari anugerah. Oleh karena itu, Barth membalikan nisbah Hukum Taurat dan Injil. Ia lebih suka mengatakan : Injil dan Hukum Taurat. Barth terutam ingin menekankan, bahwa Hukum Taurat Allah adalah suatu pemberian anugerah dan Titah Allah adalah suatu perintah, supaya kita beriman dan bertobat. Tidak tepat untuk menyatukan sama sekali Injil dan Hukum Taurat, tuntutan Hukum Taurat tetap berlaku, walaupun orang menolak Injil juga. Dan ancaman Hukum Taurat tetap berlaku, walaupun orang tidak mau hidup dari iman. d. Dr. H. Berkhof , mengatakan bahwa apa yang dikatakan tentang hubungan antara Hukum Taurat dan Injil dapat dirumuskan dengan rumus yang dipakai oleh konsili(sinode besar, sinode oikumenis)chalcedon untuk kedua kodrat atau tabiat Kristus yaitu : tidak tercampur, tidak berubah, tidak terpisah. Injil menyatakan anugerah Allah. Hukum Taurat menyatakan tuntutan Allah. Hukum Taurat dan Injil tidak boleh dipisahkan. Tetapi Hukum Taurat dan Injil juga tidak boleh disatukan menurut bentuk dan isinya. Hukum Taurat tidak pernah berubah menjadi Injil. Injil tidak pernah berubah menjadi Hukum Taurat. Fungsi Injil janganlah dicampurkan dengan fungsi Hukum Taurat. Prof. Dr. H. Bavinck menulis dalam Dogmatikanya : adanya Injil itu adalah untuk Hukum Taurat. Di dalam Hukum Taurat itu Allah menyatakan tuntutanNya yang kudus. Sekalipun manusia tidak mau dan tidak sanggup memenuhi tuntutan-tuntutanNYa, sebab di dalam kasih itu ada hidup yang kekal. Tetapi sekarang Allah, di dalam kemurahanNya yang besar telah menemukan suatu jalan keluar. Ia mengutus Kristus, AnakNya untuk memenuhi tuntutan Hukum Taurat. Allah sendiri memenuhi tuntutan Hukum Taurat itu didalam Kristus, sebagai pengganti kita, untuk kepentingan kita. Itulah Injil. Karena itu Alkitab berfirman, bahwa Kristus adalah tujuan (telos) Hukum Taurat dan Hukum Allah digenapi didalam Kristus. Apa yang tidak dapat dilakukan oleh Hukum Taurat itu dilakukan oleh Injil. Injil 7

membangkitkan apa yang tidak dapat dibangkitkan oleh Hukum Taurat, yakni kepatuhan yang bebas kepada perintah Allah, karena berterima kasih dan sebagai kasih balasan hingga kebenaran Hukum itu diakui. Hukum Taurat berkata , Terkutuklah setiap orang yang tiada tekun melakukan segala sesuatu yang tersurat di dalam Kitab Taurat. Injil berkata, Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis : Terkutuklah oran yang digantung pada kayu salib. Oleh sebab itu berseruhlah Injil : janganlah menolak Yesus Kristus apabila kita menolak Dia, maka kembalilah kutuk itu kepada kita. Allah Hukum Taurat dan Injil serta Injil dan Hukum Taurat adalah apai yang menghanguskan. Hukum Taurat maupun Injil, keduakeduanya akan merupakan dua sisi yang berdampingan, yaitu sisi-sisi firman Tuhan yang hanya satu itu tidak tercampur, tidak berubah, tidak terpisah. Lalu akan mengertilah kita, bahwa kesatuan keduanya terletak pada zat Allah, didalam keadaanNya bagi kita dan didalam tuntutanNya kepada kita. 3. Tiga macam cara mempergunakan Hukum Taurat Para reformator, Luther dan Calvin sungguh-sungguh memperhatikan fungsi-fungsi Hukum Taurat itu dan mereka berbicara tetang Triplex usus legis, artinya : tiga cara mempergunakan Hukum Taurat. Ketiga fungsi Hukum Taurat itu diterangkan dengan istilahistilah yang berikut : 1. Usus elenchtiucus(fungsi menginsafkan akan kesalahan) 2. Usus normativus atau usus didacticus(Hukum Taurat itu mempunyai fungsi sebagai norma untuk hidup baru atau sebagai norma bersyukur. 3. Usus politicus atau usus civilis (fungsi Hukum Taurat sebagai cermin yang mencerminkan keadilan Tuhan di dalam masyarakat dan Negara). Urutannya didalam Teologi Lutheran, usus politicus disebutkan sebagai yang pertama, lalu usus elenchitcus, kemudian usus normativus. Di dalam teologi Calvinis Usus elenchiticus yang disebutkan pertama kemudian usus normativus dan akhirnya usus politicus. a. Usus elenchiticus atau usus paedagogicus (fungsi Hukum Taurat yang menginsafkan kita akan kesalahan kita) Kata elenchticus berasal dari kata yunani : elenchein yang berarti menginsafkan yakni menginsafkan akan kesalahan dan dosa. Paedagogicus berasal dari kata yunani : paedagogos artinya pengawal atau penuntun. Kedua istilah ini dijelaskan kepada kita, bahwa Tuhan mempergunakan Hukum Taurat menurut suatu cara tertentu. Ia berbuat sesuatu terhadap kita didalam suatu situasi tertentu dengan Hukum Taurat. Fungsi Hukum Taurat yang dipergunakan oleh Roh Kudus supaya segala mulut tertutup dan seluruh dunia layak untuk di hukum dihadapan Allah. Bertalian dengan penggunaan Hukum Taurat secara demikian, orang berbicara juga tentang Hukum Taurat sebagai penghibur. 8

b. Usus normativus atau usus didacticus Hukum Taurat(fungsi normative atau fungsi Hukum Taurat sebagai pengajar. Fungsi normative Hukum Taurat menurut para reformator ialah bahwa Tuhan memberikan lagi Hukum Taurat kepada kita sebagai anugerah kasih setia Nya di jalan kita mengikuti Tuhan Yesus, apabila Yesus Kristus kita kenal sebagai Pembebas dan Pendamai kita. Kini, Taurat bertindak sebagai penasihat ilahi didalam keputusan-keputusan kita. Sekarang ia berfungsi sebagai nasihat dan terguran Yesus, saudara kita yang menjadi anak Sulung dari antara orang mati. Hukum Taurat mengatakan kepada kita, dengan cara bagaimana anugerah yang telah kita terima itu boleh menjelma didalam praktik hidup kita seharihari. Tuhan memberikan kepada kita Hukum Taurat didalam usus normativusnya. Barangsiapa memberitakan anugerah tanpa berkata-kata tentang fungsi Hukum Taurat, berdosa terhadap anugerah itu. Paulus menggabungkan Injil itu dengan usus didacticus Hukum Taurat. Ingat saja pada 1 korintus 6 : 20 , Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar(itulah injil). Karena itu, saudara-saudara demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah ; itulah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah : apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. c. Usus civilis atau usus politicus Hukum Taurat Usus civilis Hukum Taurat ialah : perjuangan untuk memancarkan sedikit dari terang Hukum Taurat ke dalam kesusilaan umum, ke dalam kehidupan social dan ekonomi, ke dalam pemberian undang-undang dan segala perbuatan pemerintah. Usus politicus Hukum Taurat pada asasnya janganlah sekali-kali dipisahkan dari usus elenchticus dan normativus. Jika orang berbuat demikian, maka itu berarti bahwa ia berusaha memajukan Kerajaan Allah dengan alat-alat yang bertentangan dengan sifat Kerajaan Allah yang akan datang itu. 4. Sifat Hukum Taurat Yang dianggap sifat-sifat Hukum Taurat ialah : bonitas(kebaikan), perfectio(kesempurnaan), immutabilitas(tak dapat berubah) dan spiritualitas(kerohanian). Sifat-sifat ini bukanlah hasil pikiran otak manusia belaka. Alkitab pun menyebutkan sifat itu. Oleh sebab itu kami kutip juga disini. Kebaikan Hukum Taurat yang dipuja-puja didalam mazmur-mazmur dan yang dipercaya pula oleh Paulus adalah baik, tidak putus-putusnya kebaikanNya. Kesempurnaan Hukum Taurat ialah bahwa Hukum Taurat mencerminkan tuntutan Tuhan yang penuh kasih dan hak-hakNya dengan berbagai bentuk tidak perlu ditambah lagi dengan peraturan9

peraturan aturan gereja ; misalnya concilia(nasihat-nasihat) Injil tersendiri yang terdapat dalam Gereja Katolik Roma. Hukum Taurat pun tak dapat diganti atau dibatalkan. Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa ; peraturan Tuhan itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Hukum Taurat tidak dapat berubah. Itu berarti bahwa Hukum Taurat pada hakikatnya tetap tidak berubah, walaupun bentuk atau penjelmaanya didalam sejarah selalu berubah. Hukum Taurat ialah Undang-undang Dasar Kerajaan Allah yang kekal dan yang akan datang. Kerohanian Hukum Taurat ialah bahwa maksud Hukum Taurat barulah dapat dimengerti dengan sesungguhnya, apabila karena kasih setia Tuhan. Hukum Taurat itu telah kita taati dengan hati, roh dan segenap kekuatan kita. Di dalam Hukum Taurat itu Roh Allah mencari persekutuan dengan roh kita. Dari hati ke hati. 5. Bentuk Hukum Taurat : perintah ataukah janji atau kedua-duanya ? Banyak ahli teologi yang mempersamakan Hukum Taurat dan Injil mengatakan bahwa Hukum Taurat itu tidak dimaksudkan sebagai perintah, sebagai imperatives tetapi sebagai janji sebagai futurum. Bentuk perintah Hukum Taurat ini oleh beberapa ahli teologi diterjemahkan dalam bahasa Jerman dengan Du wirst, tidak dengan Du sollst. Dalam Hukum Taurat terdapat Imperativa(ragam-ragam perintah), dan tidak terdapat future(bentuk-bentuk untuk menyatakan sesuatu yang akan berlaku pada waktu yang akan datang. Bahwa Hukum Taurat itu bersifat perintah, itu telah termaksud hakikat Hukum Taurat. Bahkan Injil pun sering berbentuk perintah yang diambilnya dari Hukum Taurat yang berbentuk perintah itu. Apabila kita mendengarkan perintah Tuhan pada latarbelakang pekerjaan penyelamatan oleh Bapa, Anak dan Roh Kudus maka dapatlah dan bolehlah kita berkata : Perintah-perintah Tuhan adalah janji-janji juga.

10

LAPORAN BACA ETIKA KRISTEN BAB IV & V

O L E H

NAMA : ACHMAD S BAHRI NIM : 12410105 FAKULTAS : EKONOMI/ MANAJEMEN SEMESTER : II (PARALEL)

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG 2013


11

You might also like