You are on page 1of 42

BAB III STATUS ICRC DALAM HUKUM INTERNASIONAL III.1.

Pengertian dan jenis-jenis subyek hukum internasional Subyek hukum secara umum berarti segala sesuatu yang dianggap menjadi pendukung hak dan kewajiban. Pada mulanya, yang dianggap sebagai subyek hukum nasional hanyalah individu. Tetapi karena perkembangan zaman, maka badan hukum juga dapat dianggap sebagai subyek hukum (rechtspersoon), karena ia memiliki hak dan kewajiban tersendiri dalam lalu lintas hukum. Dalam hukum internasional, pengertian subyek hukum dapat ditemukan dalam definisi yang dibuat oleh beberapa pakar hukum internasional, antara lain : Menurut Ian Brownlie, pengertian subyek hukum internasional

merupakan entitas yang menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasional, dan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim-klaim internasional 42. Selanjutnya ia menambahkan bahwa subyek hukum internasional juga mempunyai kemampuan untuk mengajukan klaim-kalim dalam hal terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum internasional, kemampuan untuk membuat perjanjian-perjanjian dan persetujuanpersetujuan yang sah dalam latar internasional, dan dapat menikmati hak-hak

Ian Brownlie, Principles of Public International Law, The English Language Book Society and Oxford University Press, 1977, halaman. 60

42

Universitas Sumatera Utara

istimewa (privileges) dan kekebalan-kekebalan (immunities) dari yurisdiksiyurisdiksi nasional 43. Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian subyek hukum internasional adalah : i. Pemegang (segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Subyek hukum semacam ini disebut subyek hukum internasional penuh, misalnya negara. ii. Mencakup pula keadaan-keadaan dimana yang dimilikinya itu hanya hakhak dan kewajiban-kewajiban terbatas, misalnya kewenangan untuk mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh hukum internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu konvensi, misalnya individu. iii. Subyek hukum internasional memperoleh kedudukan berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah 44

Pada awalnya, bahkan sampai sekarang ini, negara masih diakui sebagai subyek hukum internasional yang paling utama. Negara adalah subyek hukum internasional dalam arti klasik sejak lahirnya hukum internasional dan sampai sekarang masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya adalah hukum antar negara. Hal ini disebabkan negara mempunyai hak dan kewajiban yang utuh yang diakui hukum internasional. Tetapi karena perubahanperubahan yang terjadi dalam masyarakat internasional dari abad keabad, negara saat ini bukanlah satu-satunya subyek hukum internasional 45. Ketentuan hukum internasional terutama berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta kepentingan-kepentingan negara. Biasanya ketentuan hukum internasional merupakan ketentuan yang harus ditaati negara-negara, dan
43

Ibid. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Op.cit, halaman. 88 Ibid., halaman. 89

44

45

Universitas Sumatera Utara

dalam traktat-traktat dapat membedakan kewajiban yang disetujui sendiri untuk dilaksanakan oleh negara penandatanganan. Anggapan bahwa negara adalah satusatunya subyek hukum internasional merupakan anggapan yang wajar sekali dimana hubungan antara negara identik dengan hubungan internasional. Anggapan semacam ini dianut pada awal perkembangan hukum internasional sampai pada awal abad ke-20. Anggapan ini antara lain dibantah oleh Kelsen, sebagaimana dikutip oleh Mochtar Kusumaatmadja, yang mengajukan teori bahwa apa yang dinamakan hak-hak dan kewajiban negara sebenarnya merupakan hak-hak dan kewajiban manusia-manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya dalam negara itu. Teori Kelsen ini intinya adalah bahwa subyek hukum internasional yang sesungguhnya adalah individu 46. Dalam perkembangan hukum internasional selanjutnya, ternyata jenisjenis subyek hukum internasional bertambah sejalan dengan perkembangan hubungan internasional. Jenis-jenis subyek hukum internasional yang telah diakui secara umum sampai saat ini adalah negara, organisasi internasional, insurgency (pemberontakan), belligerency (pihak yang terlibat dalam perang), tempat kedudukan Paus di Vatican (The Holy See), wilayah mandat/ perwalian, wilayah koloni, Gerakan Pembebasan (misalnya PLO), dan individu 47. Dalam perkembangan hubungan internasional dewasa ini, organisasi internasional merupakan subyek hukum yang penting selain negara, mengingat kontribusinya yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
46

Ibid., halaman. 90 Ibid., halaman. 89-105

47

Universitas Sumatera Utara

Organisasi internasional adalah organisasi yang timbul dari hubungan internasional yang menampung kehendak banyak negara. Negara melalui organisasi itu akan berusaha mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama dan kepentingan ini menyangkut bidang kehidupan internasional yang sangat luas sehingga diperlukan peraturan internasional agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin 48. Oppenheim memberi rumusan mengenai defenisi internasional yaitu : an association of states of potentially universal character for the ultimate fulfillment of purposes which, in relation to indivifuals organised in political society, are realized by the state 49. Menurut Bowett, perkembangan organisasi internasional merupakan jawaban atas kebutuhan nyata yang timbul dari pergaulan internasional. Pertumbuhan pergaulan internasional, dalam arti perkembangan hubungan antara rakyat yang beragam merupakan cirri konstan dari peradaban yang matang, kemajuan dalam bidang komunikasi dan perdaganngan menciptakan tingkat hubungan yang akhirnya memerlukan pengaturan melalui cara-cara

kelembagaan 50. Sumaryo Suryokusumo mencatat beberapa jenis organisasi internasional, yaitu comission, union, council, league, association, united nations,

commonwealth, community, dan cooperation 51.

48

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, cet.1, Jakarta,1990,

halaman. 1
49

L. Oppenheim, International Law : a treatise, vol 1, New York, 1955, halaman. 370 D.W.Bowett, The Law of International Institutions, London, 1982, halaman. 1 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit, halaman. 1

50

51

Universitas Sumatera Utara

Pada awalnya, organisasi internasional ini berbentuk suatu perhimpunan atau perserikatan (union), yang bergerak di bidang publik dan perdata (public and private international union). Anggota public international union biasanya adalah negara-negara (yang kemudian berkembang menjadi organisasi internasional), sedangkan private international union dibentuk oleh lembaga non pemerintah, baik individual atau suatu asosiasi, yang memiliki kepentingan yang bersifat internasional. Bowett membuat kriteria private international union ini sebagai berikut 52: 1. The Possesssion of a permanent organ

2. The object must be interest to all or some nations, and not one of profit 3. The membership should be open to individuals or group from different countries 4. Emphazied the need for permanent organization and for periodic, regular meeting 5. Set up a small, permanent secretariat Arti: 1. Kepemilikan sebuah organ yang permanen 2. Obyeknya harus berkepentingan semua bangsa atau beberapa, dan tidak satu keuntungan. 3. Keanggotaan harus terbuka untuk individu atau kelompok dari beberapa negara. 4. Menekankan perlunya bagi organsisasi permanen dan periodik, pertemuan rutin. 5. Mendirikan sekretariat kecil yang permanen.

52

Bowett,. Op. Cit., halaman 4

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sumaryo Suryokusumo, organisasi dalam arti luas meliputi organisasi internasional publik dan organisasi internasional privat, tetapi pada hakikatnya yang disebut organisasi internsional publik, adalah yang anggotanya terdiri dari negara 53. III.2. Status ICRC sebagai subyek hukum internasional Mengenai status ICRC sebagai subyek hukum internasional, ternyata masih terdapat perbedaan pendapat dikalangan pakar hukum internasional, apakah ICRC dapat diklasifikasikan sebagai suatu organisasi internasional atau memiliki status tersendiri. Mochtar Kusumaatmadja dalam pembahasan mengenai subyek hukum internasional memberikan tempat yang terpisah dari organisasi internasional bagi ICRC . Beliau juga menyebutkan bahwa sekarang Palang Merah Internasional (ICRC) secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subyek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang terbatas 54. Sedangkan Bowett tampaknya menolak anggapan bahwa ICRC termasuk organisasi internasional. Hal ini terlihat dari pendapat beliau yang menggolongkan ICRC sebagai private international union, sedangkan yang dianggap awal perkembangan organisasi internasional menurut beliau adalah public international

53

Sumaryo Suryokusumo, Op.Cit., halaman 12 Mochtar Kusumaatmadja, Loc. Cit, halaman. 94

54

Universitas Sumatera Utara

union 55. Dalam Pasal 1 Statuta ICRC disebutkan bahwa ICRC adalah an independent humanitarian organization. Selain itu, Oppenheim, Goodspeed, dan umumnya pendapat para sarjana lain yang secara tegas menyatakan bahwa keanggotaan organisasi internasional adalah negara-negara, tentunya akan menolak untuk menggolongkan ICRC terdiri dari individu, walaupun memang harus diakui bahwa ICRC memenuhi sebagian besar kriteria sebagai suatu organisasi internasional, misalnya : a. Memiliki organisasi yang tetap untuk menjalankan fungsi-fungsinya, berupa organ-organ khusus yang akan menjalankan fungsi ICRC sebagaimana tercantum dalam Statuta ICRC, Statuta Gerakan, dan Konvensi Jenewa. b. Memiliki instrument dasar berupa Statuta ICRC yang diadopsi tanggal 21 Juni 1973, dimana di dalamnya dicantumkan struktur organisasi ICRC (pasal 810), metode operasi berupa Rules of Procedur (pasal 13), baik untuk ICRC sendiri maupun dalam kapasitasnya sebagai bagian dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. c. Memiliki lembaga konsultatif berupa Konferensi Internasional Palang Merah yang diadakan setiap 4 tahun sekali. Pada konferensi ini dihasilkan berbagai resolusi yang akan menjadi pedoman kerja bagi seluruh unsure Gerakan. Konferensi ini dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional, serta negara-negara penandatanganan Konvensi Jenewa. Selain itu ada pula lembaga Council of Delegates yang terdiri dari wakil-wakil ICRC, Federasi,
55

Bowett, Op. Cit., halaman. 4

Universitas Sumatera Utara

dan Perhimpunan Nasional yang bertemu 2 tahun sekali untuk memberikan pendapat atas kebijakan dan masalah umum bagi semua unsur Gerakan. d. Memiliki sekrettariat tetap yang berpusat di Jenewa yang menjalankan fungsifungsi administratif, riset, dan informasi secara terus menerus. Dalam perkembangan dewasa ini, terminologi organisasi internasional memang lebih ditekankan pada organisasi yang didirikan oleh negara-negara dan anggotanya adalah negara-negara pula, dan adanya suatu perjanjian internasional yang menjadi instrument dasar organisasi tersebut. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa ICRC memiliki kedudukan tersendiri dalam hal statusnya sebagai subyek hukum internasional. ICRC adalah produk dari inisiatif pribadi (bukan negara). Pembentukan ICRC tidak berdasarkan inisiatif atau perjanjian internasional antar beberapa negara sebagaimana organisasi internasional umumnya, tetapi adalah atas inisiatif pribadi Henry Dunant dan rekan-rekannya. ICRC pun dibentuk berdasarkan hukum perdata Swiss. Tetapi melalui berbagai tugas yang dibebankan kepadanya oleh Konvensi Jenewa dan protokol tambahannya, ICRC memperoleh status internasionalnya, yang mana status tersebut memberikan hak bagi ICRC untuk melaksanakan misinya di seluruh dunia. Mandat yang diberikan itu juga

memungkinkan ICRC untuk melakukan hubungan dengan negara-negara dengan membuka perwakilan dan menyebarkan delegasinya. Hubungan yang dibuat ICRC dengan pemerintah dalam rangka pengawasan korban perang tidak akan mempengaruhi status kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

Dimensi internasional ICRC dikuatkan dengan headquarter agreement atau seat agreement yang telah dibuat 50 negara dimana ICRC membuka kantor perwakilan (misalnya regional delegation). Dengan adanya perjanjian ini, negara mengakui ICRC sebagai suatu kesatuan hukum dan menjamin hak-hak istimewa serta kekebalannya seperti anggota korps diplomatik. Hal ini termasuk kekebalan dari proses hukum, yang melindungi staf ICRC dari proses administrasi dan yudisial, serta tidak mengganggu arsip dan dokumen ICRC 56. Hak-hak istimewa dan kekebalan bagi ICRC ini perlu diberikan untuk menjamin sifat netral dan kemandirian ICRC. Karena sifat dan keanggotaannya yang non pemerintah, ICRC secara organisasional berada di luar sistem PBB atau organisasi interbasional lainnya 57. Disinilah antara lain letak kemandirian ICRC. Dasar hukum mengenasi status ICRC terdapat dalam pasal 5 (1) Statuta gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang menyebutkan bahwa : The International Committee, founded in Geneva in 1863 and formally recognized in Geneva Conventions and by International Conferences of The Red Cross, is an independent humanitarian organization having a status of its own. It co-opts its members from among Swiss citizens 58. Arti: Komite internasional yang didirikan di Jenewa tahun 1863 dan secara resmi diakui dalam Konvensi Jenewa dan oleh Konferensi Internasional Palang Merah, adalah sebuah organisasi kemanusiaan yang independen yang memiliki status sendiri, ini memilih anggotanya dari kalangan warga negara Swiss.

56

ICRC, ICRC answes to your questions, Geneva, 1996, halaman. 6 Ibid. Pasal 5 (1) Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

57

58

Universitas Sumatera Utara

Dalam Statuta ICRC pasal 1 dan 2 yang disebutkan bahwa : International Committee of The Red Cross (ICRC), founded in Geneva in 1863 and formally recognized in the Geneva Conventions and by International Conferences of The Red Cross, shall be an independent humanitarian organization having status of its own. It shall be a constituent part of the International Red Cross and Red Crescent Movement. As an association governed by article 60 and following of the Swiss Civil Code, the ICRC shall have legal personality 59. Arti : Komite Internasional Palang Merah didirikan di Jenewa tahun 1863 dan secara resmi diakui dalam Konvensi Jenewa dan Konferensi Internasional dari palang merah, akan sebuah organisasi kemanusiaan yang independen memiliki status sendiri. Itu akan menjadi bagian pokok dari gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional. Sebagai asosiasi diatur dalam pasal 60 dan mengikuti dari kode sipil Swiss ICRC harus mempunyai kepribadian hukum.

Jelaslah bahwa ICRC merupakan badan hukum privat yang dibentuk berdasarkan Hukum Perdata Swiss. Hal ini berbeda dengan sebuah organisasi internasional, yang dibentuk berdasarkan sebuah perjanjian internasional antara negara-negara pendirinya. Keanggotaan ICRC juga bukan negara, tetapi individu yang direkrut langsung oleh ICRC dari kalangan warga negara Swiss saja. Walaupun demikian, ICRC dapat merekrut staf dari warga lokal tempat aktivitasnya dijalankan. Komposisi keanggotaan ICRC seluruhnya berasal dari suatu negara yang telah diakui kenetralannya oleh masyarakat internasional dan bersifat individual. Dengan kondisi ini ICRC diharapkan dapat menjalankan tugas yang diembannya

59

Pasal 1 dan 2 Statuta ICRC

Universitas Sumatera Utara

dengan baik berdasrkan prinsip netralitas dan kemandirian dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik negara 60. ICRC memperoleh mandat untuk melaksanakan fungsinya sebagai penegah yang netral dalam konflik bersenjata, dapat menawarkan jasa baiknya dalam situasi yang bukan merupakan bidang hukum humaniter internasional, misalnya gangguan intern. ICRC bertanggung jawab menyebarluaskan hukum dan prinsip-prinsip humaniter dan mengamati perkembangan serta pelaksanaanya di dalam dan di luar tubuh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dengan demikian, ICRC memiliki kewenangan yang terbatas, yaitu dalam bidang hukum humaniter, khususnya perlindungan korban perang 61. Sifat internasional ICRC sebagi sebuah organisasi bukan dilihat dari keanggotaannya, tetapi dari misi dan wilayah kerjanya yang berada hamper di seluruh dunia. Hilaire Mc. Coubrey memberikan penegasan bahwa ICRC is being international in function rather than in membership or corporate identity 62. Selain itu, sifat internasional ICRC juga dibuktikan dari pemberian mandate masyarakat internasional melelui Konvensi Jenewa 1949. Untuk dapat menjalankan tugasnya, ICRC juga memiliki dasar hukum yang terdiri dari dua jenis, yaitu :

60

ICRC,What it is, What it does, Geneva, 1993, halaman. 6 Ibid., halaman. 4

61

Hilaire Mc. Coubrey, International Humanitarian Law : The Regulation of Armed Conflicts, 1994, halaman. 32

62

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian Internasional (Konvensi Jenewa 1949 dan protokolnya) Selama konflik bersenjata internasional, kegiatan ICRC diatur dalam Konvensi Jenewa dan Protokol I, yang mengakui hak ICRC untuk melakukan kegiatan tertentu, antara lain membantu korban yang luka, sakit, dan karam, mengunjungi tawanan perang, dan menolong penduduk sipil. Selama konflik intern, ICRC bekerja berdasarkan pasal 3 Bagian Umum Konvensi Jenewa dan Protokol II, dimana ICRC diakui haknya untuk menawarkan operasi bantuan dan kunjungan kepada tahanan kepada para pihak. Statuta Gerakan Palang Merah Internasional Dalam situasi kekacauan lainnya yang bukan berupa konflik bersenjata, misalnya gangguan keamanan dalam negeri, ICRC mendasarkan kegiatannya pada Statuta Gerakan yang member hak inisiatif bagi ICRC untuk bertindak dalam masalah-masalah kemanusiaan sebagai lembaga penengah yang netral dan mandiri 63. Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ICRC dapat melakukan kerjanya dalam empat jenis keadaan, yaitu : a. International armed conflict (konflik bersenjata antar negara) b. Non-international armed conflict (konflik bersenjata yang terjadi antara dua pihak atau lebih dalam satu negara)

63

Ibid., halaman. 18

Universitas Sumatera Utara

c. Internal disturbances (adanya gangguan keamanan di dalam suatu negara, dimana negara menggunakan angkatan bersenjatanya untuk memulihkan ketertiban umum) d. Internal tension (adanya suatu ketegangan di dalam suatu negara karena alas an politik, agama, rasial, social, ekonomi, dan sebagainya), dimana negara merasa perlu menggunakan angkatan bersenjatanya sebagai sarana untuk mempertahankan hukum dan ketertiban umum) Sedangkan para korban yang menjadi tanggung jawab ICRC adalah prajurit yang luka, sakit, dan tenggelam, tawanan perang, tahanan sipil, penduduk sipil dalam wilayah pihak yang terlibat perang atau wilayah yang dikuasai salah satu pihak dalam perang, pengungsi, dan thanan politik (dalam kasus tertentu dapat pula tahanan pidana). Mereka inilah yang dalam Konvensi Jenewa 1949 disebut protected persons. Lebih daripada itu, sejatinya ICRC yang merupakan komponen dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional berstatus Badan Hukum, mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sendiri serta terikat oleh Undang-undang Negara Swiss. Selain dari pada itu, ICRC juga mendapat pengakuan dan kepercayaan oleh Konferensi Jenewa 1949 sebagaimana termuat di dalam Konvensi I, II, III, dan IV 64.

64

H.Umar Muin, Op.cit., halaman. 42

Universitas Sumatera Utara

III.2. Pengakuan atas status ICRC sebagai subyek hukum internasional. Status ICRC sebagi subyek hukum internasional telah diakui oleh masyarakat internasional sejak lama, dan terus berkembang selama perjalanan sejarah ICRC. Pengakuan ini diberikan oleh berbagai pihak secara integral, yang meliputi status, fungsi dan peranan, tujuan, prinsip-prinsip, dan cara kerja ICRC. Pada awalnya pengakuan terhadap status ICRC didapat dari masyarakat internasional yang telah memahami benar bahwa tujuan dan fungsi yang diemban ICRC sangat penting dalam upaya memperlancar proses perdamaian dunia. Pengakuan masyarakat internasional ini dibuktikan melalui lahirnya Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya sebagai hasil konferensi internasional. Pengakuan negara terhadap status ICRC dikuatkan dalam Headquarter Agreement atau Seat Agreement antara ICTRC dengan negara dimana ia memiliki perwakilan. Dengan adanya perjanjian ini, maka negara tersebut mengakui dan menghormati kerja ICRC di seluruh wilayah negaranya dan tidak mencampuri prinsip-prinsio ICRC dalam menjalankan tugasnya. Headquarter Agreement ini contohnya yang dibuat antara ICRC dengan Swiss, tempat dimana ICRC menempatkan markas berkasnya (di Jenewa). Perjanjian ini ditandatangani tanggal 1993 dimana Swiss mengakui status ICRC sebagai subyek hukum internasional dan menegaskan kembali bahwa ICRC dalam menjalankan tugasnya bersifat independen dan terlepas dari pemerintah Swiss. Pengakuan negara juga dibuktikan dengan keikutsertaan negara-negara

penandatanganan Konvensi Jenewa dalam Konferensi Internasional Palang Merah

Universitas Sumatera Utara

yang secara aktif dipersiapkan dan diikuti oleh ICRC, sejak Konferensi I di Paris tahun 1867 sampai Konferensi XXVI di Jenewa tahun 1995. Selain itu, negaranegara di hampir seluruh dunia mengizinkan ICRC melakukan aktivitas di dalam wilayahnya yang memerlukan bantuan kemanusiaan. Pengakuan dari organisasi internasional, misalnya PBB, juga tidak kalah berartinya bagi eksistensi ICRC dalam hubungan antar bangsa. PBB sejak tanggal 16 Oktober 1990 berdasarkan Resolusi Majelis Umum No. 45/.6 dibawah judul Observer status for the International Committee of The Red Cross, in consideration of the special role and mandates conferred by the Geneva Conventions of 12 August 1949 memberikan status peninjau bagi ICRC dalam sidang-sidang majelis Umum. Resolusi ini dibuat berdasarkan kesepakatan 138 negara anggota-anggota PBB. Dengan status ini, ICRC berkewajiban untuk hadir pada pertemuan-pertemuan dan konferensi-konferensi berkala organ-organ utama PBB (antara lain Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial). Dengan status sebagai peninjau ini, walaupun tidak memiliki hak suara, tetapi ICRC memiliki hak-hak istimewa, misalnya untuk memberikan pendapat atas inisiatif sendiri (tanpa diminta oleh organ-organ PBB) 65. Organisasi internasional lainnya, baik di tingkat regional maupun internasional, juga membuktikan pengakuannya dengan berbagai cara, antara lain melalui kerjasama dalam bidang kemanusiaan, atau mengundang ICRC menjadi peninjau atau tamu dalam pertemuan berkala mereka.

ICRC, Offprints International Review of the Red Cross No. 279-280, Nov-Dec 1990 & Jan-Feb 1991, Geneva, 1991, halaman. 38

65

Universitas Sumatera Utara

BAB IV FUNGSI DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC DALAM PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL IV.1. Fungsi dan peran ICRC berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 Dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949 dan Protokol-protokol

Tambahannya 1977, ICRC selain melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional untuk melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata, juga berperan sebagai pelaksana dan pelindung prinsip-prinsip hukum humaniter internasional 66. Fungsi ICRC sebagai lembaga humaniter yang tidak berpihak dan berhak menawarkan bantuan kemanusiaannya ditegaskan dalam pasal 3 (2) keempat Konvensi Jenewa yang berbunyi : Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan humaniter tak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Pihakpihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk melaksanakan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan lainnya dari konvensi ini, Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian 67.

Hukum humaniter (hukum perikemanusiaan) adalah sekelompok aturan yang berusaha menjamin adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam suatu konflik bersenjata. Hukum Humaniter memiliki prinsip-prinsip antara lain : non diskriminasi, hak untuk hidup, perlindungan terhadap unsur-unsur penunjang kehidupan, larangan penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, larangan terhadap perbudakan, jaminan proses hukum, perlindungan terhadap kehidupan anak-anak dan keluarga, dan penghormatan terhadap agama. ICRC., International Humanitarian Law (Geneva, 1996), halaman. 7
67

66

Pasal 3 (2) Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949

Universitas Sumatera Utara

Dasar hukum dari segala kegiatan ICRFC diatur dalam pasal 9 Konvensi Jenewa I-III dan pasal 10 Konvensi IV yang menyatakan bahwa : Ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak merupakan penghalang bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan, yang mungkin diusahakan oleh Komite Palang Merah Internasional atau tiap-tiap organisasi humaniter lainnya yang tidak berpihak, untuk melindungi dan menolong yang luka dan sakit, petugas dinas kesehatan dan rohaniawan, selama kegiatankegiatan itu mendapat persetujuan Pihak-pihak dalam sengketa bersangkutan 68. Ada sejumlah fungsi yang dilakukan ICRC sebagai pelakasana dan pengawal Hukum Humaniter Internasional, baik dalam situasi sengketa bersenjata internasional, noninternasional, maupun pada masa damai, antara lain 69: 1. Monitoring yaitu fungsi untuk secara terus menerus melakukan penilaian terhadap ketentuan-ketentuan hukum humaniter yang berlaku apakah masih sesuai atau relevan dengan kenyataan-kenyataan dan fenomena konflik bersenjata yang terjadi dewasa ini serta menyiapkan upaya penyesuaian atau adaptasi serta pengembangan terhadap ketentuan-ketentuan tersebut apabila dipandang perlu. Penyempurnaan Konvensi tentang Tawanan Perang tahun 1939 menjadi Konvensi Jenewa III tahun 1949 merupakan salah satu contoh dari hal ini. Begitu pula halnya dengan penyusunan protolol I dan II tahun 1977 juga merupakan contoh bagaimana ketentuan-ketetentuan Hukum Humaniter perlu

68

Pasal 9 Konvensi Jenewa I-III dan pasal 10 Konvensi Jenewa IV tahun 1949

Arlina Permanasari, Perlindungan Korban Konflik dan Proses menuju Perdamaian di Aceh Perspektif Konvensi Jenewa 1949, Pusat Studi Hukum Humaniter & HAM, Fakultas Hukum Universitas TRISAKTI, Jakarta, 2003, halaman. 14

69

Universitas Sumatera Utara

diselaraskan dengan perkembangan-perkembangan konflik uang sesuai dengan jamannya. 2. Katalisator (Catalist) yaitu menstimulus diskusi-diskusi yang berkaitan dengan permasalahanpermasalahan hukum humaniter dan mencari kemungkinan pemecahannya, khususnya dalam hal ini dengan kelompok ahli dari pemerintah. Diskusidiskusi semacam ini dapat mengarah kepada suatu rekomendasi atas perubahan-perubahan terhadap hukum yang berlaku ataupun tidak. Fungsi ini berkaitan dengan fungsi pertama sebagaimana diuraikan diatas. Dalam hal ini, manakala suatu ketentuan misalnya dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kenyataan yang ada, maka tidak cukup jika hanya mengatakan bahwa ketentuan tersebut perlu dirubah atau disesuaikan. Serangkaian tindakan perlu diambil termasuk untuk mendapatkan masukan dari ahli-ahli yang relevan dan berkaitan dengan permasalahan secara yang bersangkutan serta dan kemudian

mendiskusikannya

mendalam

mencoba

merumuskan

kemungkinan pemecahannya. 70 3. Promosi (Promotion) yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman setiap orang akan ketentuan-ketentuan hukum humaniter sehingga harapan akan penerapannya pun akan menjadi lebih baik lagi. Tidak dapat dibayangkan bagaimana aka nada tindakan pelaksanaan apabila pemahaman atas isi dan maksud dari
70

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Konvensi Jenewa atau ketentuan hukum humaniter lainnya masih rendah. Karena itu disini dipilih kata promosi dan bukan hanya sekedar disseminasi atau penyebarluasan saja. Karena sasarannya tidak hanya agar ketentuan-ketentuannya diketahui dan dipahami, tetapi juga dilaksanakan serangkaian tindakan lanjutan, misalnya menerbitkan peraturan nasional sebagai pelaksanaan dari ketentuan hukum humaniter yang dimaksud. 4. Melindungi (Guardian Angel) yaitu suatu fungsi untuk melindungi hukum humaniter dari perkembanganperkembangan hukum yang mengabaikan atau dapat melemahkan hukum humaniter itu sendiri 71. Hal ini bias terjadi disebabkan ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman perjanjian internasional lain selain hukum humaniter. Contoh mengenai hal ini adalah intervensi yang dilakukan oleh ICRC dan beberapa negara pada waktu penyusunan Pasal mengenai perlindungan anak pada waktu perang dalam Konvensi tentang Hak-hak Anak. Pada waktu itu ICRC dan beberapa negara tersebut melihat bahwa Pasal yang diusulkan tidak sesuai dengan apa yang tedapat didalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya 1977. 5. Melakukan tindakan nyata yakni melakukan tindakan konkrit dan memberikan kontribusi praktis bagi penerapan hukum dalam situasi konflik bersenjata. Fungsi ini adalah fungsi yang terpenting bagi ICRC, yakni melakukan tindakan-tindakan nyata dan
71

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

konkrit bagi korban-korban sengketa bersenjata. Misalnya diatur bahwa pihakpihak yang bersengketa harus memperhatikan hak-hak dari mereka yang terluka, sakit, meninggal atau ditawan karena terjadinya sengketa bersenjata. Dalam hal ini ICRC pertama-tama meningkatkan para pihak yang bersengketa tentang kewajiban ini dan yang kedua memberikan bantuan secara langsung kepada korban-korban sengketa bersenjata tersebut. 6. Pengawasan atau anjing penjaga (Watchdog) yakni berfungsi mengingatkan negara-negara dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam suatu sengketa bersenjata dan juga kepada masyarakat internasional secarakeseluruhan manakala terjadi pelanggaran-pelanggaran serius terhadap hukum humaniter. Fungsi ini digambarkan seperti

membunyikan alarm manakala terjadi pelanggaran-pelanggaran serius. Namun dalam melakukannya fungsi ICRC lebih mengutamakan kepada dialog secara langsungdan konfidensial dengan pihak-pihak yang berkompetenn dimana pelanggaran serius tersebut terjadi. Hanya dalam situasi-situasi yang sangat spesifik dimana terlihat sama sekali adanya kehendak pihak yang bersengketa untuk menerapkan hukum humaniter maka kemudian ICRC meminta perhatian masyarakat internasional. Contoh mengenai hal ini adalah kasus pembersihan etnis yang terjadi di bekas negara Yugoslavia. Dari semua fungsi yang dijelaskan tersebut tidak dapat diartikan bahwa ICRC sebagai guardian kemudian juga berfungsi sebagai penjamin atau guarantor dilaksanakannya ketentuan-ketentuan hukum humaniter oleh negara

Universitas Sumatera Utara

dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam suatu sengketa bersenjata. Karena yang dapat menjamin hal ini adalah negara-negara serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam sengketa bersenjata itu sendiri. Fungsi sebagai guardian dapat dilihat sebagai upaya untuk memobilisir perjatian secara terus menerus tentang nilai-nilai kemanusiaan dari hukum humaniter yang harus ditegakkan baik pada masa damai maupun pada masa perang 72. ICRC juga berhak untuk melakukan pengawasan terhadap tawanan perang dan penduduk sipil, dengan cara mendatangi tempat-tempat mereka ditahan atau dipekerjakan, berkomunikasi dengan mereka secara langsung atau menggunakan jasa penerjemah, dengan jangka waktu dan frekuensi yang tidak terbatas. Kunjungan seperti ini tidak boleh dilarang, kecuali bila ada kepentingan militer yang mendesak. ICRC berhak memilih sendiri tempat-tempat yang akan mereka kunjungi. Hal ini diatur dalam pasal 126 Konvensi III dan pasal 143 Konvensi IV. Hubungan antara ICRC dengan protected persons diatur dalam pasal 30 Konvensi IV yang berbunyi : Orang-orang yang dilindungi harus memperoleh setiap fasilitas untuk berhubungan secara tertulis dengan Negara Pelindung, dengan Komite Palang Merah Internasional, Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional (Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah) dari negaranegara tempat mereka berada, demikian pula dengan setiap organisasi ynag dapat memberikan bantuan kepada mereka 73.

72

Ibid, halaman. 16 Pasal 30 Konvensi IV Jenewa tahun 1949

73

Universitas Sumatera Utara

Hubungan ICRC dengan para tawanan perang secara khusus diatur dalam pasal 125 Konvensi III, yang menyebutkan bahwa kedudukan istimewa dari Komite Palang Merah Internasional dalam bidang ini selalu harus diakui dan dihormati. Pasal ini dibuat untuk menghargai ICRC yang telah memainkan suatu peran penting dalam membuat para tawanan perang selama dua Perang Dunia, sehingga Konvensi memberikan kedudukan yang khusus bagi ICRC, dan mendukung setiap aktivitasnya. Negara yang memiliki tawanan perang harus menjamin pelaksanaan tugas delegasi ICRC, memberikan fasilitas yang diperlukan untuk mengunjungi para tawanan perang, membagikan suplai bantuan untuk keperluan keagamaan, pendidikan, atau sekedar hiburan bagi mereka, dan membantu mereka mengorganisir kegiatan sehari-hari didalam kamp. Prinsip umum mengenai tawanan perang yang harus dilaksanakan oleh semua pihak diatur dalam pasal 13 Konvensi III yang menegaskan bahwa Tawanan perang harus diperlakukan dengan perikemanusiaan 74. Peranan ICRC dalam memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan kepada protected persons antara lain diatur dalam pasal 75 Konvensi III yang menyebutkan bahwa Komite Palang Merah Internasional atau tiap organisasi lainnya yang telah disetujui oleh Pihak-pihak dalam sengketa, dapat bertindak untuk menjamin pengangkutan kiriman tersebut dengan alat-alat yang

74

Pasal 13 Konvensi Jenewa III tahun 1949

Universitas Sumatera Utara

memadai 75 untuk keperluan ini . . Semua bahan bantuan ini dibebaskan dari biaya imor, cukai, dan pembayaran lain. Dalam hal pemberian bantuan kemanusiaan, pengalaman ICRC dalam dua Perang Dunia telah diakui dunia. Selain itu, dalam Konvensi IV pasal 61 diatur tentang distribusi bantuan kemanusiaan yang melibatkan ICRC dimana disebutkan bahwa : Pembagian kiriman-kiriman sumbangan yang tecantum dalam pasal-pasal di atas, harus diselenggarakan dengan kerja sama dan dibawah pengawasan Negara Pelindung. Kewajiban ini, dengan persetujuan dari Kekuasaan Pendudukan dan Negara pelindung, dapat juga diserahkan kepada suatu Negara, kepada Komite Palang Merah Internasional atau kepada setiap badan kemanusiaan lain yang tidak memihak 76.

Dalam hal ini, negara yang bersangkutan harus mengizinkan operasi pemberian bantuan kemanusiaan yang dianggap perlu untuk membantu masyarakat dan memperlancar pelaksanaan operasi tersebut dengan berbagai alat dan cara yang mungkin, apalagi bila pemberian bantuan tersebut dilaksanakan oleh ICRC. Mengenai salah satu organ ICRC, yaitu Central Tracing Agency (CTA), bekerja memulihkan hubungan keluarga dalam semua situasi konflik bersenjata atau kekerasan dalam negeri. Setiap tahun dibuka ratusan ribu kasus baru mengenai orang yang dicari oleh keluarganya, baik itu pengungsi internal, pengungsi eksternal, tahanan maupun orang hilang. Konvensi Jenewa dan Protokolnya memberikan pengaturan tersendiri untuk menjamin pelaksanaan

75

Dalam pasal ini yang dimaksud adalah pengangkutan bahan bantuan Pasal 61 Konvensi Jenewa IV tahun 1949

76

Universitas Sumatera Utara

tugas CTA di lapangan. Pengaturan ini antara lain tedapat dalam pasal 33 (3) Protokol I. Dalam hubungannya dengan tawanan perang, ICRC dapat pula mengusulkan dibentuknya suatu lembaga yang disebut Central Prisoners of War Information Agency atau Biro Pusat Penerangan Tawanan Perang yang berkedudukan di sebuah negara netral. Fungsi dari lembaga ini, sebagaimana disebutkan dalam pasal 123 Konvensi III adalah Fungsi Biro Pusat Penerangan tawanan perang adalah mengumpulkan semua informasi yang dapat diperoleh melalui saluran-saluran informasi-informasi itu secepat mungkin ke negara asal tawanan perang atau kepada Negara yang mereka taati. Biro Pusat Penerangan itu mendapat fasilitas dari Pihak-pihak dalam sengketa untuk melakukan pengirimanpengiriman tersebut. Dalam melaksanakan tugas pelacakan terhadap korban perang yang terpisah dari keluarganya ini, ICRC selalu memperhatikan prinsip ynag dinyatakan dalam pasal 32 Protokol I. IV. 2. Pelaksanaan fungsi dan perkembangan peran ICRC dewasa ini Dewasa ini, fungsi dan peran ICRC berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat internasional terhadap sumbangsih ICRC dalam bidang humaniter. ICRC berusaha untuk mengelompokkan kegiatan-kegiatan agar dapat terorganisir baik dan menjangkau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya dengan efektif dan efisien di berbagai belahan dunia.

Universitas Sumatera Utara

Dengan berkembangnya kegiatan ICRC pada saat ini, maka fungsi lembaga ini dapat digolongkan ke dalam beberapa hal yaitu 77: 1. Sebagai agen dalam penerapan Konvensi Jenewa 2. Sebagai bagian dan lembaga pendiri Gerakan Palang Merah Internasional 3. Sebagai pelindung Hukum Humaniter Internasional dan prinsip-prinsip dasar Palang Merah 4. Sebagai penyebar luas Hukum Humaniter Internasional 5. Sebagai pelaksana dalam kegiatan kemaniusiaan internasional atas prakarsa sendiri 6. Sebagai penggerak kegiatan kemanusiaan baik diminta atau tidak oleh masyarakat internasional ICRC juga melakukan kunjungan kepada tahanan-tahanan yang berkaitan dengan konflik bersenjata atau tindak kekerasan dalam rangka memastikan penghormatan terhadap hukum humaniter. Selain itu, ICRC juga memberikan bantuan program pelatihan kepada TNI dan Polri serta program kegiatan di Universitas-universitas mengenai hukum humaniter. Kegiatan ICRC yang bersifat preventif dirancang untuk membatasi efek buruk dari konflik dan meminimalkan efek-efek semacam itu, oleh karena itu, ICRC berusaha untuk menyebarluaskan seluruh rangkaian prinip kemanusiaan dalam rangka mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi akses-akses

Christophe Swinarski, Competences and functions of the ICRC as an instrument of humanitarian action, Hongkong, 1992, halaman. 8

77

Universitas Sumatera Utara

terburuk dari peperangan. Ada sejumlah tindakan preventif yang dilakukan oleh ICRC antara lain sebagai berikut
78

1. Mencegah melalui komunikasi yaitu target ICRC secara khusus ialah orang-orang dan kelompok-kelompok yang berada dalam posisi untuk menentukan nasib para korban konflik bersenjata atau yang dapat mengahalangi atau memfasilitasi kegiatan ICRC. Kelompok-kelompok tersebut antara lain angkatan bersenjata, kepolisian, pasukan keamanan, dan pihak-pihak bersenjata lainnya, para pengambnil keputusan, dan para tokoh masyarakat di tingkat lokal maupun internasional, para remaja, mahasiswa dan para pengajar. Strategi dibalik kegiatan-kegiatan tersebut terdiri dari tiga tingkatan 79 : Membangun kesadaran Mempromosikan hukum humaniter pengajaran dan pelatihan Mengintegrasikan hukum humaniter internasional ke dalam kurikulum resmi dibidang hukum, pendidikan, dan operasi Tujuan akhir dari program-program ini adalah memengaruhi sikap dan perilaku orang-orang dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap oranginternasional melalui kegiatan

Ambarwati dkk, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, halaman. 147
79

78

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

orang sipil dan korban-korban lain pada masa konflik bersenjata, memfasilitasi akses terhadapkorban, dan meningkatkan keamanan bagi kegiatan kemanusiaan. 2. Menghormati dan menjamin penghormatan Yaitu negara berkewajiban menjamin bahwa angkatan bersenjatanya menguasai hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Untuk itu, ICRC mempromosikan pengintegrasian hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan ini ke dalam doktrin, pendidikan, dan pelatihan militer serta membantu negara-negara

melaksanakan proses tersebut. ICRC juga berupaya agar pihak kepolisian dan keamanan menerima pelatihan hukum humaniter internasional, hukum, HAM, dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Kepada kelompok bersenjata yang belum pernah mendapatkan pelatihan, ICRC berusaha menjalin kontak dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk memperkenalkan kegiatan dan cara kerja ICRC, Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, supaya akses untuk membantu korban menjadi lebih mudah dan keamanan pekerja kemanusiaan lebih terjamin. 3. Mengubah Keadaan Yaitu guna menghindari tumpang tindih kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh berbagai kalangan, ICRC berupaya agar para pengambil keputusan, tokoh masyarakat, anggota LSM, wartawan, dan orang-orang yang berpengaruh lainnya mengenal kegiatan-kegiatan ICRC sehingga akan memperoleh

Universitas Sumatera Utara

dukungan dalam menjamin implementasi hukum humaniter internasional 80. Untuk itulah, ICRC melakukan diplomasi kemanusiaan yang antara lain berupaya menjalin serta memelihara jaringan kontak dengan berbagai pelaku kemanusiaan dan mengoordinasikan kegiatan dengan pelaku-pelaku lain dilapangan. 4. Mengamankan masa depan Yaitu untuk menjangkau calon pembuat keputusan dan tokoh masyarakat, ICRC memprioritaskan dunia akademis, terutama Fakultas Hukum, Ilmu Politik, dan Jurnalistik sebagai sasaran diseminasinya untuk mendorong dimasukkannya hukum humaniter ke dalam berbagai program pelajaran yang diselenggarakan. IV. 3. Keberadaan dan kegiatan ICRC di Indonesia IV.3.1 Sejarah keberadaan ICRC di Indonesia Pada tahun 1950-1952, waktu konflik Maluku Selatan, ICRC dapat mengunjungi ratusan tahanan militer dan sipil setelah bentrokan akibat penolakan kepulauan tersebut masuk Republik Indonesia. Sebelumnya, ICRC sudah pernah bekerja diwilayah ini, pada tahun 1940, ICRC untuk pertama kalinya dapat melaksanakan tugasnya disini, yaitu pada waktu pendudukan Jepang 81.

80

Ibid.

ICRC, Keberadaan dan Kegiatan Komite Internasional Palang Merah di Indonesia, Jakarta, 1998, halaman. 3

81

Universitas Sumatera Utara

Akibat agresi yang diajukan Belanda setelah Indonesia menyatakan diri sebagai negara merdeka, banyak orang menjadi tawanan, termasuk juga presiden pertama Indonesia Soekarno 82. Pada saat itu, ICRC dapat mengunjungi presiden Soekarno waktu beliau masih di dalam tahanan. Setelah upaya kudeta komunis gagal tahun 1965, ribuan orang mendekam dlam tahanan. Tiga tahun kemudian, ICRC menawarkan dukungannya untuk ikut membantu meningkatkan kondisi penahanan. Penawaran ini baru desetujui pada tahun 1969 dan ICRC mulai mengunjungi para tahanan tersebut pada tahun 1970. Antara tahun 1974 dan 1978, ICRC melakukan kunjungan di seratus tempat penahanan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan tujuan meningkatkan kondisi penahanan dari kurang lebih 40.000 orang yang ditahan sehubungan dengan upaya kudeta tahun 1965. Pada tahun 1975, konflik internal meletus di timor-timur segera sesudah portugis menarik mundur dari wilayah tersebut. Sebelum keterlibatan Indonesia, kedua pihak yang bertikai yaitu UDT dan Fretilin, menerima kedatangan ICRC yang dapat memberikan bantuan kepada korban akibat konflik tersebut. Sejak September hingga Desember 1975, utusan ICRC dapat mengunjungi tahanan dari kedua belah pihak, melakukan pertukaran berita antara anggota keluarga yang terpisah dan mengusahakan pencarian orang-orang yang dilaoporkan hilang. Namun mulai akhir tahun 1975, ICRC terpaksa menghentikan kegiatannya di

82

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Timor-timur selama hampir empat tahun. Pada tahun 1979, ICRC diperbolehkan lagi untuk melakukan program bantuan di daerah tersebut 83. Pada tahun 1982, sebuah kantor delegasi ICRC dibuka di Jakarta. Berdasarkan persetujuan antara pemerintah Indonesia dan organisasi ICRC yang ditandatangani tanggal 19 Oktober 1987, kantor delegasi ICRC ini berubah menjadi kantor perwakilan regional, dan wilayah yang tercakup sekarang adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Myanmar 84. IV. 3. 2. Kegiatan ICRC di Indonesia Sebagai negara yang telah menjadi peserta Konvensi Jenewa 1949 maka kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan ICRC dan antara ICRC dengan Palang Merah Indonesia sangat diperlukan. Di Indonesia, ketegangan sosial dan politik telah berubah menjadi konflik dengan kekerasan yang memakan korban penduduk sipil misalnya di Aceh, Kalimantan, Ambon, Timor-timur dan lain-lain. Salah satu pemicu ketegangan antar kelompok masyarakat yang berubah menjadi konflik dengan kekerasan dan tingginya korban di kalangan penduduk sipil yang jatuh sebagai akibat konflik bersenjata (baik internasional maupun internal) tersebut adalah lemahnya pengendalian dan pengawasan terhadap produksi dan perdagangan senjata (ringan), sehingga orang begitu mudah untuk memperoleh dan menggunakannya untuk membunuh orang lain.

83

Ibid., halaman. 3 Ibid., halaman. 2

84

Universitas Sumatera Utara

Ruang lingkup kerja ICRC di Indonesia antara lain a. Operasi bantuan

85

Bersama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), ICRC membantu memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi dan masyarakat yang menderita akibat konflik. Operasi bantuan dapat berupa pangan dan non pangan, program air bersih dan sanitasi, penyuluhan pertanian, dan bantuan kesehatan. Operasi bersama PMI-ICRC, sebagai contoh, dilakukan pada kerusuhan di Pontianak (Kalimantan Barat), Ambon (Maluku), dan penanganan pengungsi TimorTimur di Nusa Tenggara Timur (NTT). b. Pertolongan Medis ICRC dapat memberikan obat-obatan atau bantuan medis bagi korban kekerasan yang membutuhkan perawatan khusus. Misalnya di Aceh, ICRC pernah memberikan bantuan kaki palsu kepada orang Aceh yang dipulangkan dari Malaysia. Pada kerusuhan di Jakarta bulan Mei dan November 1998. ICRC juga mendukung program ambulans PMI untuk mengevakuasi korban luka-luka. c. Kunjungan kepada Tahanan ICRC mengunjungi orang-orang yang ditahan sehubungan dengan situasi konflik atau peristiwa konflik. Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk melihat kondisi tahanan selama ditahan bukan mempertanyakan alasan

85

ICRC, Sekilas tentang ICRC, Jakarta, 2000

Universitas Sumatera Utara

mereka ditahan. ICRC juga membantu agar hubungan si tahanan dengan keluarga tidak terputus. Laporan hasil kunjungan ICRC di tahanan hanya disampaikan kepada instansi yang berwenang sebagai masukan dalam upaya untuk memperbaiki kondisi yang ada. d. Penyebarluasan nilai-nilai kemanusiaan Untuk meningkatkan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, ICRC menyebarluaskan Hukum Humaniter Internasional dan prinsip dasar Hak Asasi Manusia (HAM) di lingkungan militer dan polisi, instansi pemerintah, universitas dan masyarakat pada umumnya. e. Badan Pusat Pencarian Konflik bersenjata membawa akibat tercerai berainya keluarga, teman dan orang yang dikasihi. Mereka mungkin telah meninggal, ditahan, atau hilang. Dalam situasi seperti ini, Badan Pusat Pencarian (Central Tracing Agency) yang berada dibawah naungan ICRC, hadir untuk berusaha menjalin kembali hubungan keluarga yang terputus, menyatukan kembali pihak keluarga yang terpisah, memastikan nasib dari tawanan atau orang yang hilang, dan mengeluarkan dokumen ICRC untuk perjalanan internasional bagi orang yang tidak mempunyai kartu identitas.

Penanggulangan bencana konflik suatu konflik vertikal telah berlangsung di Aceh sejak Januari 2000, konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah pada 23 Mei 2000 dan kerusuhan hebat di Maluku Utara pada 17 Mei 2001. Di Aceh PMI

Universitas Sumatera Utara

bekerjasama dengan ICRC secara intensif melakukan kegiatan evakuasi korban luka dan mayat, membagikan bantuan pangan, pelayanan kesehatan darurat serta penyampaian berita keluarga. Sedang untuk konflik yang terjadi di Maluku Utara, kembali PMI bekerjasama dengan ICRC menyalurkan 5.655 paket bantuan keluarga kepada korban disamping pelayanan kesehatan di Tobelo dan Galela. Bantuan tambahan sebanyak 4500 paket dan 2000 unit peralatan sekolah dan seragam dari Kedutaan Besar Jepang. Di samping itu bantuan satu unit kendaraan juga telah dikirim ke Ternate dari Jakarta untuk membantu operasional teknis lapangan.

Peran ICRC di Indonesia semakin meningkat dalam kaitan dengan konflik di Aceh serta memberikan bantuan yang signifikan pada penanganan korban Tsunami Aceh dan Nias. Akhir tahun 2004 tsunami menimpa wilayah Aceh. Dengan bantuan ICRC di Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun tangan membersihkan jalan-jalan dan fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo Sulawesi Tengah yang mengakibatkan wilayah tersebut terutama di Kecamatan Ranoyapo terisolir banjir. Banjir Lumpur dikuti longsor juga melanda wilayah Jawa Barat selama beberapa hari pada bulan Februari. Banjir bandang terjadi pula di NTB 1000 paket bantuan PMI dan 610 petromaks disumbangkan oleh Federasi Internasional melalui PMI 86.

http://ksrpmiunhas.or.id/2008080919/the-organization/sejarah-pmi/menu-id-61.html diakses pada tanggal 01 November 2010 pada pukul 11.00 WIB, halaman 1

86

Universitas Sumatera Utara

IV. 3. 3. Manfaat dari kegiatan ICRC

Disamping manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh para tahanan yang dikunjungi, hasil pengamatan ICRC dan kerjasamanya dengan pemerintah Indonesia dalam upaya memperbaiki kondisi para tahanan pada

umumnya,sekaligus akan memberikan citra yang positif bagi pemerintah Indonesia. Operasi ICRC ke daerah-daerah yang masih rawan atau yang diwarnai konflik, seperti yang pernah terjadi di Aceh, Irian Jaya dan TimorTimur, dapat membantu proses penyembuhan dari luka-luka yang timbul akibat konflik tersebut 87.

Upaya semacam ini terlihat menonjol di Irian Jaya, misalnya terutama dalam rangka pembinaan kembali dan menyatukan kembali para pelintas batas. Sedangkan di Aceh, hal ini terlihat dalam upaya menemukan kembali orang-orang yang selama ini dianggap hilang.

Di Timor-Timur, kegiatan ICRC dapat membangun rasa percaya bagi masyarakat setempat, mengingat sensitifnya konteks tersebut. Peningkatan rasa saling percaya antara semua pihak akan membantu menciptakan suasana yang memungkinkan adanya dialog, karena dialog yang melibatkan semua pihak mutlak dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah secara damai.

Menurut Dr. N. Hassan Wirajuda menilai bahwa kunjungan ICRC ke tempat penahan ikut memberikan kontribusi dalam menciptakan rasa aman bagi
ICRC, Keberadaan dan Kegiatan Komite Internasional Palang Merah di Indonesia, Op. Cit, halaman. 11
87

Universitas Sumatera Utara

para tahanan dalam rangka peningkatan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), yang kini menjadi topic hangat di dunia, khususnya dalam kaitan perkembangan di Timor-Timur 88.

Bagi Indonesia, kerjasama ICRC sangat penting, karena salah satu prinsip yang ingin ditonjolkan dan dikembangkan dalam rangka penghormatan Hak Asasi Manusia adalah dalam bentuk kemitraan dan bukannnya konfrontasi.

Berikut adalah garis besar program kemanusiaan kepalangmerahan yang terakomodasi antara lain dalam kesepakatan Federasi Internasional ( Strategi 2010), Komitmen Regional anggota Perhimpunan ( Deklarasi Hanoi ) dan kesepakatan Konferensi Internasional ( Plan of Action )89.

1. STRATEGI 2010

Strategi 2010 (S-2010) adalah seperangkat strategi Federasi Internasional dalam menghadapi tantangan kemanusiaan pada dekade menantang. Dokumen yang diadopsi Sidang Umum pada tahun 1999 ini menjabarkan misi Federasi yaitu: "memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan dengan memobilisasi kekuatan kemanusiaan".

88

Ibid., halaman 11

http://materikepalangmerahan.blogspot.com/2009/03/sejarah-singkat-gerakan-palangmerah.html diakses pada tanggal 01 November 2010 pada pukul 10.00 WIB, halaman. 1

89

Universitas Sumatera Utara

Tiga tujuan utama yang strategis adalah 90:

1. Memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan. Strategi ini terfokus melalui empat bidang inti, yaitu:

a. Promosi Prinsip-Prinsip dasar Gerakan dan nilai-nilai kemanusiaan b. Penanggulangan Bencana c. Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan d. Kesehatan dan perawatan di masyarakat.

Keempat bidang ini adalah suatu paket yang integral dan saling terkait satu sama lain, yang memiliki dua dimensi yaitu pelayanan dan advokasi.

2.

Memobilisasi Kekuatan Kemanusiaan

Pengerahan kapasitas organisasi untuk pelayanan ini akan terjadi bila perhimpunan nasional berfungsi dengan baik. Artinya ada mekanisme organisasi, pengembangan kapasitas, memobilisi sumber keuangan dengan mengembangkan kemitraan dan mengoptimalkan komunikasi dalam

Perhimpunan Nasional.

3. Bekerjasama Secara Efektif

Adanya perhimpunan nasional yang kuat akan membentuk sebuah Federasi yang kuat, efektif dan efisien yaitu dengan mengembangkan kerjasama

90

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

subregional dan mengimplementasikan strategi gerakan, kemitraan dengan organisasi internasional lain, memobilisasi publik dan advokasi penentu kebijakan serta mengkomunikasikan pesan-pesan dan misi Federasi Internasional.

2. DEKLARASI HANOI "United for Action"

Dokumen ini disahkan melalui Konferensi Regional V di Hanoi, Vietnam pada tahun 1998, yang disepakati oleh 37 perhimpunan nasional se Asia Pasifik dan Timur Tengah yang bertekad , walau beragam budaya, geografis dan latar belakang lain, untuk bersatu demi suatu aksi kemanusiaan.

Kecenderungan bencana alam serta krisis moneter secara global telah melanda wilayah regional dan berdampak pada permasalahan imigrasi penduduk karena menghendaki perbaikan hidup, krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran yang semakin meningkat serta berjangkitnya wabah penyakit. Hal ini menjadi tantangan bagi Palang Merah untuk membantu meringankan penderitaan umat manusia.

Deklarasi Hanoi memfokuskan penanganan program pada isu-isu berikut 91:

a. Penanggulangan bencana b. Penanganan wabah penyakit

91

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

c. Remaja dan Manula d. Kemitraan dengan pemerintah e. Organisasi dan Manajemen kapasitas sumber daya f. Hubungan masyarakat dan promosi

3.

PLAN OF ACTION 2000 2003

Plan of Action 2000 - 2003 merupakan keputusan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa pada tahun 1999 . Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrarnya di bidang kemanusiaan. Komitmen Pemerintah Indonesia antara lain 92:

Memenuhi komitmen untuk meratifikasi Protokol Tambahan I dan II dari Konvensi-Konvensi Jenewa 1949

Memperkuat Legislasi yang berkaitan dengan penggunaan Lambang Palang Merah

Memperkuat aspek-aspek kelembagaan dalam perencanaan kesiapsiagaan penanggulangan bencana

Mengintensifkan

pendidikan

dan

diseminasi

Hukum

Humaniter

Internasional dan karya-karya organisasi kemanusiaan kepada masyarakat sipil dan militer

92

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Memperkuat

kemitraan

dengan

lembaga-lembaga

nasional

untuk

membantu masyarakat rentan Komitmen Palang Merah Indonesia 93:

Program diseminasi nilai-nilai kemanusiaan kepada anggota dan kelompok sasaran tertentu serta mendorong pemerintah untuk menyusun peraturan nasional mengenai lambang dan perjanjian terkait.

Mengintensifkan program kesiapsiagaan penanggulangan bencana di daerah-daerah yang rawan bencana melalui program "community based" dan meningkatkan kemampuan manajemen bencana dan pelatihan sukarelawan serta penyediaan peralatan standar operasional.

Melaksanakan program sosial dan kesehatan dalam hal pelayanan darah, pendidikan remaja sebaya sebagai upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS atau kegiatan-kegiatan yang berorientasikan pada pelayanan P3K yang berbasis masyarakat, masalah air dan sanitasi, kesejahteraan kelompok masyarakat rentan di daerah tertinggal dan memperbaiki pelayanan ambulan dan pos P3K.

93

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP V. I. Kesimpulan Pada uraian penulis dari Bab I sampai dengan Bab IV, Penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Subyek hukum internasional terbagi menjadi dua macam, yaitu subyek hukum internasional penuh dan subyek hukum internasional terbatas. Yang dimaksud dengan subjek hukum internasional penuh adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Negara adalah subyek hukum internasional dalam arti ini. Sedangkan yang dimaksud dengan subyek hukum internasional terbatas adalah subyek hukum

internasional yang hanya memiliki hak dan kewajiban yang terbatas (tertentu) saja. Salah satu subyek hukum internasional yang mengalami perkembangan pesat akibat tuntutan kebutuhan masyarakat internasional adalah organisasi internasional. Oleh karena ICRC mengemban hak dan kewajiban dalam hukum internasional, dan karenanya dapat disebut sebagai subyek hukum internasional terbatas yang memiliki kedudukan sejajar dengan subyek hukum internasional lainnya. Status sebagai subyek hukum internasional ICRC diperoleh melalui perjalanan sejarah yang kemudian diperkuat oleh perjanjian-perjanjian internasional dan Konvensi-konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahannya 1977.

Universitas Sumatera Utara

2. Fungsi dan perkembangan peran ICRC sebagai subyek hukum internasional dalam perjalanan sejarahnya adalah sebagai subyek hukum internasional yang bergerak di bidang humaniter. ICRC memiliki kelengkapan berupa berbagai divisi dan departemen yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan kegiatan ICRC. Divisi dan departemen tersebut antara lain divisi medis, divisi bantuan, divisikemanusiaan, dan departemen komunikasi dan sumber daya. Peran ICRC lainnya yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 Statuta ICRC yaitu ICRC berperan sebagai lembaga penengah netral. ICRC harus dapat berperan sebagai penengah atau penghubung anatara korban perang dan pemerintah negara dimana korban perang itu berasal. ICRC ini juga membuktikan adanya pengakuan masyarakat internasional terhadap peran penting ICRC sebagai organisasi yang dapat menjadi penengah antara pihakpihak yang bersengketa, sebagai pelindung dan pelaksana Konvensi-konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-protokol Tambahannya tahun 1977, konvensi dan protokol mana turut pula disponsori secara aktif perumusannya oleh ICRC. Sebagai konsekuensinya, ICRC bertanggung jawab atas pengembangan penyebarluasan hukum humaniter pada umumnya dan Konvensi Jenewa 1949 serta protocol tambahannya 1977 pada khususnya. 3. Keberadaan dan kegiatan ICRC di Indonesia ini yaitu pada waktu terjadinya konflik di Aceh, Kalimantan, Ambon, Timor-timur dan lain-lain ICRC membantu memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi dan masyarakat yang menderita akibat konflik. Bersama dengan Palang Merah Indonesia (PMI),

Universitas Sumatera Utara

ICRC membantu memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi dan masyarakat yang menderita akibat konflik. V. II. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas penulis mengemukakan saran-saran berikut: 1. ICRC dalam melaksanakan tugasnya hendaklah mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian. Seharusnya organisasi sosial dan kemanusiaan yang bersifat netral yang bertujuan untuk membantu dan melindungi korban perang, ICRC harus diberikan kebebasan bergerak setiap waktu tanpa menunggu persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan sepanjang kegiatan-kegiatan ICRC tidak menyimpang dari prinsip dasar atau asas Palang Merah Internasional. 2. Kegiatan ICRC ini perlu ditambahkan lagi atau ditumbuh kembangkan, karena apabila dilihat sejarahnya di Indonesia, banyak sekali Indonesia menerima bantuan dari ICRC tersebut sehingga para korban konflik dapat menerima bantuan dengan cepat dan tanggap dari ICRC. 3. Hendaknya pendidikan mengenai Hukum Humaniter harus ditingkatkan di semua perguruan tinggi di kalangan nasional maupun internasional dan melakukan penyebarluasan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam

Konvensi-konvensi Jenewa 1949 kepada warga negaranya, guna menghindari dan mencegah terjadinya perang.

Universitas Sumatera Utara

You might also like