You are on page 1of 26

BAB 1.

PENDAHULUAN

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom. (9) Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan fraktur linear yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada arteri meningea media yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi. (9)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.(2) Epidural emergency dan hematom biasanya sebagai keadaan neurologis dengan yang bersifat linear yang

berhubungan

fraktur

memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada arteri meningea media yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi. (4) Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak.

Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.(4)

Gambar 1. Epidural hematoma

Sumber: www.studentradiology.com

2.2 INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI Perdarahan epidural terjadi pada 1-3% kasus trauma kapitis. Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional

frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. (3) 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. (9) Tipe- tipe : (6) 1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri 2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

2.3 ETIOLOGI Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
(9)

berhubungan

dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

2.4 ANATOMI OTAK 2.4.1 Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.(7)

Gambar 2. SCALP Sumber : www.medterms.com)

2.4.2 Tulang Tengkorak Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat

kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.(1) Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak. (1) Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea anterior, media, dan posterior.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan tekoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera. Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan

oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.(7)

Gambar 3. Calvaria Sumber: www.med-college.com

2.4.3. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : 1. Duramater Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat

mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Falx serebri merupakan lipatan duramater yang berbentuk sabit, terletak dalam garis tengah antara dua hemispherium serebri. Ujung anteriornya melekat ke Krista frontalis interna dan Krista galli. Bagian posterior yang lebar bercampur di garis tengah dengan permukaan atas tentorium serebelli. Sinus sagitalis superior berjalan dalam tepi bagian atas yang terfiksasi; sinus sagitalis inferior berjalan pada tepi bagian bawah yang konkaf, dan sinus rektus berjalan disepanjang perlekatannya dengan tentorium serebelli. Tentorium serebelli merupakan lipatan duramater berbentuk sabit yang membentuk atap diatas fossa kranialis posterior, menutupi permukaan atas serebellum dan menokong lobus occipitalis hemisperium serebri. Berdekatan dengan apex pars petrosus os temporale, lapisan bagian bawah tentorium membentuk kantong kearah depan dibawah sinus petrosus superior, membentuk suatu resessus untuk n. trigeminus dan ganglion trigeminal. Falx serebri dan falx serebelli masing masing melekat ke permukaan atas dan bawah tentorium. Sinus rektus berjalan di sepanjang perlekatan ke falx serebri; sinus petrosus superior, bersama perlekatannya ke os petrosa; dan sinus transverses, disepanjang perlekatannya ke os occipitalis. Falx serebelli merupakan suatu lipatan duramater berbentuk sabit, kecil melekat ke krista occipitalis interna, berproyeksi kedepan diantara diantara dua hemispherium serebelli. Diaphragma Sella merupakan suatu lipatan duramater sirkuler, membentuk atap untuk sella tursika.(7)

2.4.3.1 Persarafan Duramater Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. resptor reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan leher. (4)

2.4.3.2 Pendarahan Duramater Banyak arteri mensuplai duramater, yaitu; arteri karotis interna, arteri maxillaries, arteri paringeal asenden, arteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari segi klinis, yang paling penting adalah arteri meningea media, yang umumnya mengalami kerusakan pada cedera kepala. Arteri meningea media berasal dari arteri maxillaries dalam fossa temporalis, memasuki rongga kranialis melalui foramen spinosum dan kemudian terletak antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian terletak antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian berjalan ke depan dank e lateral dalam suatu sulkus pada permukaan atas squamosa bagian os temporale. Cabang anterior (frontal) secara mendalam berada dalam sulkus atau saluran angulus antero inferior os parietale, perjalanannya secara kasar berhubungan dengan garis gyrus presentralis otak di bawahnya. Cabang posterior melengkung kearah belakang dan mensuplai bagian posterior duramater. Vena vena meningea terletak dalam lapisan endosteal duramater. Vena meningea media mengikuti cabang cabang arteri meningea media dan mengalir kedalam pleksus venosus pterygoideus atau sinus sphenoparietalis. Vena terletak di lateral arteri. (4)

2.4.3.3 Sinus Venosus Duramater Sinus sinus venosus dalam rongga kranialis terletak diantara lapisanlapisan duramater. Fungsi utamanya adalah menerima darah dari otak melalui

vena vena serebralis dan cairan serebrospinal dari ruang ruang subarachnoidea melalui villi arachnoidalis. Darah dalam sinus sinus duramatr akhirnya mengalir kedalam vena vena jugularis interna dileher. Vena emissaria menghubungkan sinus venosus duramater dengan vena vena diploika kranium dan vena vena kulit kepala. Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri yang terfiksasi, mulai di anterior pada foramen caecum, berjalan ke posterior dalam sulkus di bawah lengkungan kranium, dan pada protuberantia occipitalis interna berbelok dan berlanjut dengan sinus transverses. Dalam perjalanannya sinus sagitallis superior menerima vena serebralis superior. Pada protuberantia occipitalis interna, sinus sagitallis berdilatasi membentuk sinus konfluens. Dari sini biasanya berlanjut dengan sinus transverses kanan, berhubungan dengan sinus transverses yang berlawanan dan menerima sinus occipitalis.

Sinus sagitalis inferior menduduki tepi bawah yang bebas dari falx serebri, berjalan kebelakang dan bersatu dengan vena serebri magna pada tepi bebas tentorium cerebelli membentuk sinus rektus. Sinus rekrus menempati garis persambungan falx serebri dengan tentorium serebelli, terbentuk dari persatuan sinus sagitalis inferior dengan vena serebri magna, berakhir membelok kekiri membentuk sinus transfersus. Sinus transverses merupakan struktur berpasangan dan mereka mulai pada protuberantia occipitalis interna. Sinus kanan biasanya berlanjut dengan sinus sagitalis superior, dan bagian kiri berlanjut dengan sinus rektus. Setiap sinus menempati tepi yang melekat pada tentorium serebelli, membentuk sulkus pada os occipitalis dan angulus posterior os parietale. Mereka menerima sinus petrosus superior, vena vena serebralis inferior, vena vena serebellaris dan vena vena diploika. Mereka berakhir dengan membelok ke bawah sebagai sinus sigmoideus. Sinus sigmoideus merupakan lanjutan langsung dari sinus tranversus yang akan melanjutkan diri ke bulbus superior vena jugularis interna. Sinus occipitalis merupakan suatu sinus kecil yang menempati tepi falx serebelli yang melekat, ia berhubungan dengan vena vena vertebralis dan bermuara kedalam sinus konfluens. Sinus kavernosus terletak dalam fossa kranialis media pada setiap

10

sisi corpus os sphenoidalis. Arteri karotis interna, dikelilingi oleh pleksus saraf simpatis, berjalan kedepan melalui sinus. Nervus abdusen juga melintasi sinus dan dipisahkan dari darah oleh suatu pembungkus endothelial. Sinus petrosus superior dan inferior merupakan sinus sinus kecil pada batas batas superior dan inferior pars petrosus os temporale pada setiap sisi kranium. Setiap sinus kavernosus kedalam sinus transverses dan setiap sinus inferior mendrainase sinus cavernosus kedalam vena jugularis interna. (4)

2. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. (7)

3. Pia mater Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater. (7)

11

Gambar 4. Meningen Sumber : www.amuntaha.blogspot.com

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

12

Gambar 5. Sclap, meningen dan falx cerebri Sumber : medscape.com

2.4.5 Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari. (7)

13

Gambar 6. Cairan cerebrospinalis Sumber : bioonline.mdl2.com

2.4.6 Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).(7)

2.5 PATOFISIOLOGI Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang konsentrik. Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater, membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea mater, dan membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat dengan permukaan otak dan medulla spinalis serta dikenal sebagai piamater. (2) Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum tulang tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta saraf saraf cranial dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf kranial. Sinus venosus terletak dalam duramater yang mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis interna dileher.

14

Pemisah duramater berbentuk sabit yang disebut falx serebri, yang terletak vertical antara hemispherium serebri dan lembaran horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang berproyeksi kedepan diantara serebrum dan serebellum, yang berfungsi untuk membatasi gerakan berlebihan otak dalam kranium.(1) Arachnoidea mater merupakan membran yang lebih tipis dari duramater dan membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater menjembatani sulkus sulkus dan masuk kedalam yang dalam antara hemispherium serebri. Ruang antara arachnoidea dengan pia mater diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal merupakan bahan pengapung otak serta melindungi jaringan saraf dari benturan mekanis yang mengenai kepala. Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong otak dengan erat. Suatu sarung pia mater menyertai cabang cabang arteri arteri serebralis pada saat mereka memasuki substansia otak. Secara klinis, duramater disebut pachymeninx dan arachnoidea serta pia mater disebut sebagai leptomeninges.(1) Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8) Arteri meningea media masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8) Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologic.

15

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengenai formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.(1) Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1) Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. Sumber perdarahan : (8)

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

16

Gambar 7. Hematom epidural. Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4) (8)

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti. Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) kedalam medulla

17

spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap terjadinya perdarahan di sekeliling otak.
(1)

2.6 GAMBARAN KLINIS Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. (3) Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang sering tampak : (3,8)

Penurunan kesadaran, bisa sampai koma Bingung Penglihatan kabur Susah bicara Nyeri kepala yang hebat Keluar cairan darah dari hidung atau telinga Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala. Mual Pusing Berkeringat Pucat Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar. Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai

hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil

18

akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.(11) Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. (8) Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian meninggal. Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :
o o o

Hipertensi Bradikardi bradipneu Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang

menetap, yaitu:
o o o

Coma Fixasi dan dilatasi pupil Deserebrasi Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya epidural hematom

2.7 DIAGNOSIS Adanya gejala neurologis merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon otot harus dievaluasi disertai dengan

19

ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar) tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil sangat penting dilakukan.(12) Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang akan segera mempengarungi nervus kranialis ketiga yang mengandung beberapa serabut saraf yang

mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma intrakranial atau tidak.(12) Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom dapat dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang dokter ahli bedah dapat menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu sisi otak yang akan mengakibatkan terjadinya pergeseran garis tengah atau mid line shif dari otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5 mm, maka tindakan kraniotomi darurat mesti dilakukan. Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul dengan segera, yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi perdarahan yang terjadi. Batuk atau gerakan -gerakan lainnya yang dapat meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra dapat memperberat rasa nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal (leher) dari pada daerah toraks. Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom, seorang dokter harus memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut disebabkan oleh hematom atau tumor. CT- Scan atau MRI sangat baik untuk membedakan antara kompresi pada medulla spinalis yang disebabkan oleh tumor atau suatu hematom. Epidural hematoma adalah salah satu akibat yang dapat ditimbulkan dari sebuah trauma kepala. Epidural hematoma kebanyakan berasal dari fraktur tulang tengkorak bagian lateral yang melukai pembuluh darah arteri

20

meningea media atau pembuluh darah vena. Pasien mungkin mengalami kesadaran menurun secara mendadak ataupun tidak, tetapi dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, kondisi lucid interval dapat terjadi, diikuti dengan perkembangan klinis yang cukup cepat dalam beberapa jam, seperti sakit kepala, hemiparesis, dan pada akhirnya dilatasi pupil yang ipsilateral. Kematian dapat terjadi apabila penanganan tidak segera dilakukan.4 Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang lebih buruk.3

Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia.3

Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.(12)

2.7.1 Foto Polos Kepala Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. (10)

21

Gambar 8. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal (12)

2.7.2 Computed Tomography (CT-Scan) Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. (12)

Gambar 9. CT-Scan Hematoma Epidural di Lobus Fronal kanan (12)

22

2.7.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.(12)

Gambar 10. MRI Hematoma Epidural (12)

2.8 DIAGNOSIS BANDING 1. Hematoma subdural Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (10) 2. Hematoma Subarachnoid Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya.

23

2.9 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan3,5,11 Penatalaksanaan pada epidural hematoman adalah harus dengan segera melakukan kraniotomi untuk mengevakuasi bekuan darah. Pasien yang secara klinis dicurigai mengalami epidural hematoma harus segera dilakukan CT-scan. Dalam beberapa kasus dimana pasien mengalami penurunan tingkat neurologis yang begitu cepat sehingga tidak ada waktu untuk melakukan CT-scan dan pasien harus segara di di bawa k ruang operasi. Infus manitol 20 % 1g/kgbb atau furosemid 20 mg intravena mungkin dapat mengurangi sementara mengurangi tekanan intrakranial selama proses transfer ke ruang operasi. Jika pasien tidak sadar selama proses transfer ke ruang operasi pasien juga harus di intubasi dan hiperventilasikan. Tidak menunda evakuasi hematoma menjadi penting karena epidual hematoma adalah kasus gawat darurat dibidang bedah saraf yang akan menimbulkan kematian bila tindakan bedah evakuasi hematom tidak segera dilakukan. 2.7.1 Operasi Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada keadaan di mana pasien sedang berobat. Jika CT scan telah dilakukan dan posisi hematoma diketahui, flap kulit akan dilakukan dangan mengangkat langsung di atas hematoma. Jika status neurologis pasien stabil atau hanya menunjukkan penurunan yang lambat dan jika ahli bedah tersebut terlatih dalam operasi bedah saraf, kraniotomi dapat dilakukan diatas lokasi hematoma. Craniectomy seharusnya dilakukan daripada karniotomi: (A) jika ahli bedah tidak berpengalaman (B) jika instrumen kraniotomi tidak tersedia (C) jika deterioration atau laju kerusakan neurologis telah begitu cepat terjadi sebelum CT scan dilakukan.

24

Eksplorasi burr hole harus dimasukan yang pertama kali didaerah temporal dan lalu dilakukan di daerah frontal dan parietal. Jika hematoma sudah diidentifikasi insisi dengan burr hole diperluas dan tulang di sekitar hematoma secara cepat diambil. Jika hematoma tidak ditemukan pada tempat eksplorasi yang pertama dilakukan cara yang sama dilakukan disisi yang lain. Berikut ini adalah panduan untuk posisi hematoma jika CT scan belum dilakukan: Berada dibawah fraktur yang mungkin terlihat di skull foto Berada dibawah pembengkakan pada tengkorak Berada pada sisi yang ipsilateral dengan pupil yang dilatasi pertama kali. 85% kasus berada pada kontalateral sisi yang hemiparesis.

Setelah pengangkatan tulang dengan kraniotomi atau craniektomi evakuasi hematoma mudah dilakukan. Sumber utama dari hematoma, biasanya berasal dari artery mengia media pada temporal hematoma, itu di kontrol dengan diatermi atau dengan hemostatik klip. Hematoma akan dipisahkan dengan dura dari bagian dalam kubah cranial. Dura harus dibuka, jika CT scan tidak pernah atau belum dilakukan, untuk menyingkirkan koeksistensi dari hematoma subdural.kemudian harus ditutup secara kedap air. Hal ini biasanya dianjurkan untuk menyisipkan sistem tertutup, low presure ektradural darain untuk mengevakuasi darah yang mungkin terus mengalir. Perawatan pasca operatif mirip dengan setiap prosedur intrakranial lainnya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Pemberian antibiotika dan anti konvulsan masih diperdebatkan. Jika status neurologik gagal membaik setelah dilakukan evakuasi hematoma atau jika ada kerusakan lebih lanjut, CT scan lain harus dilakukan untuk menghindari terjadinya pembentukan hematoma yang berulang.

25

Gambar 11. Operasi epidural hematoma (9) 2.7.2 Konservatif 3,9 Pasien dengan edh yang sadar memiliki prognosis baik. manajemen Non operatif dari edh didokumentasikan dengan baik. Pemilihan pasien sangat penting dalam pengelolaan konservatif edh. mempengaruhi strategi manajemen. Volume: Dubey etal dan Bezircioglu dkk merekomendasikan volume edh kurang dari 30ml untuk manajemen konservatif, Bullock emenemukan 1238mL, sedangkan Giordano telah berhasil pasien dengan volume 55m, tanpa operasi. Berbagai faktor telah ditemukan untuk

26

Lokasi:

Kebanyakan

penelitian

telah

diambil

hanya

hematoma

supratentoria. Wong et al melaporkan edh kurang dari 10 ml dikelola konservatif. EDH temporal tidak mungkin dikelola conservatif

dibandingkan frontal atau parietal. GCS: GCS rendah telah dikaitkan dengan hasil buruk di kebanyakan studi Faktor lain seperti ketebalan 15mm> dan 5mm pergeseran garis tengah> juga telah ditemukan menimbulkan prognosis yang tidak baik. Pertimbangan penting lainnya adalah waktu scan. Sullivan et al telah menunjukkan bahwa pembesaran edh terjadi dalam waktu 36 jam dan CT scan ulangan berguna pada saat pembesaran edh terjadi 23% dari pasien dan berarti waktu untuk pembesaran adalah 8 jam dari cedera.

2.10

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada : (8) Lokasinya ( infratentorial lebih jelek ) Besarnya Kesadaran saat masuk kamar operasi. Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.

You might also like