You are on page 1of 5

RESUME JURNAL PENELITIAN

Judul :

Penerapan Terapi spesialis Keperawatan Jiwa: Terapi Kognitif Pada Harga Diri Rendah di RW 09, 11 dan 13 Kelurahan Bubulak Bogor oleh M. Fatkhul Mubin Harga diri rendah merupakan bagian dari masalah mental emasional yang secara nasional tingkat prevalensinya 11,6 %. Pada tingkat propinsi Jawa barat, masalah mental emosional menunjukkan angka tertinggi yaitu 20 %, (Riskesda, 2007). Masalah harga diri rendah juga berada di sebagian besar masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa secara serius. Menurut Burn (1989) terapi kognitif merupakan terapi yang cepat untuk mengatasi ansietas dan penilaian diri negatif (harga diri rendah). Tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan penerapan terapi kognitif pada pasien harga diri rendah. Terapi kognitif ini diberikan kepada yang telah melakukan terapi generalis. Pemberian asuhan keperawatan berdasarkan konsep dan diagnosa keperawatan yang bedasarkan data yang didapat saat penkajian, dilanjutkan dengan intervensi, implementasi dan evaluasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimen dengan rancangan Time Series Design pada populasi RW 09, 11 dan 13 dengan total sampel 11 pasien, dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Kegiatan yang dilakukan adalah pemberian terapi kognitif pada 11 pasien harga diri rendah di RW 09, 11 dan 13 kelurahan Bubutak bersamaan dengan terapi lain yaitu, psiko edukasi, toght stoping dan logoterapi. Hasil pemberian terapi kognitif sangat efektif pada 11 pasien harga diri rendah terutama pada harga diri rendah situasional. 11 pasien harga diri rendah yang mendapat terapi kognitif menunjukkan peningkatan dalam rasa percaya dirinya dan hidup produktif, 3 dari pasien tersebut adlah yang mengalami harga diri rendah situasional. Berdasarkan analisis statistik didapat pengaruh signifikan sebelum dan sesudah dilakukan terapi kognitif. Berdasarkan penelitian tersebut, maka terapi kognitif dapat dijadikan standar terapi spesialis keperawatan jiwa dan menyarankan pada seluruh pelayanan kesehatan baik rumah sakit maupun pusat kesehatan masyarakat.

Jurnal Refleksi Diri

Semester 4 merupakan awal pre klinik. Setelah menjalani KDDK II di RSUD arifin Ahmad, dilanjutkan pre klinik di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru. Ketika mendengar rumah sakit jiwa, pertama saya cemas, kemudian berpikir. Bagaimana pasien disana, apa mereka baik-baik, atau menakutkan. Semuanya bercampur menjadi satu. Sebelum terjun ke rumah sakit jiwa, saya dan teman-teman, diberikan perbekalan atau sejenis persiapan sebelum masuk ke rumah sakit. Soalnya, kalau tidak ada persiapan, takutnya, tidak bisa mengkaji pasien. 2 hari di kelas, biasa saja. Tetapi, setelah mendekati hari rabu, 18 april 2012, saya cemas. Saya berpikir, sebentar lagi akanbertemu dengan pasien. Bagaimana pasien saya ? Apakah dia nanti mau berbicara dengan saya ? Atau dia hanya melihat sebentar dn langsung pergi. Doa saya dimalam itu, hanya berharap semuanya akan baik-baik saja. Seperti kata-kata ini : All is well. Hari yang ditunggu-tunggu sudah tiba, saya pergi ke Rumah Sakit Jiwa Tampan dengan tersenyum, walaupun di hati, rasanya takut dan cemas. Saat sudah sampai di rumah sakit jiwa hari rabu, 18 april 2012, saya usahakan tidak memperlihatkan wajah yang ketakutan. Saya pergi ke ruangan yang telah ditentukan dosen pembimbing yaitu ruangan kuantan. Disana saya dan teman-teman bertemu dengan kepala ruangan, dan saat itu juga dibagikan nama pasiennya. Saya mendapatkan pasien kelolaan yang bernama Tn D. Dan pasien resume bernama TN P. Hari pertama saya bertemu dengan Tn D, ia masih belum percaya dengan saya. Ia hanya menyebutkan namanya, kemudian langsung pergi. Tetapi, saya mencoba terus mendekatinya dengan cara memberikan makan siang, memberikan ia minum obat. Perlahan Tn D, mau senyum kepada saya. Saya coba mendekatinya untuk berbicara tentang masalahnya. Tn D belum bisa menceritakan masalah yang ia alami. Ya sudah, tidak apa-apa, yang terpenting adalah Tn D, sudah bisa menerima Dilla. Hari pertama di Rumah Sakit Jiwa belum berlalu, saya selanjutnya bertemu dengan pasien resume yaitu Tn P. Hari pertama kami bertemu, Tn P hanya diam, menunduk, jika ditanya, jawabnya hanya satu-satu. Saya sudah khawatir, bagaimana kalau ia terus begitu, tetapi, saya berpikir lagi. Ini baru hari pertama. Saya tidak bisa berharap banyak, yang terpenting, pasien kenal dengan saya dan bisa mengingat saya, sudah lebih dari cukup. Hari kedua, 19 april 2012, jam 09.00, saya menemui kedua pasien saya. Yang pertama Tn D. Saya bertanya dengan beliau, bapak sudah mandi ? Responnya sangat baik. Beliau

menjawab dengan lambat dan nada suaranya lemah. Sudah, katanya. Setelah itu, kami lanjutkan berbincang-bincang. Senang rasanya, Tn D masih ingat dengan saya. Ketika ia menceritakan masalahnya, saya berkesimpulan bahwa ia mengalami harga diri rendah. Ia merasa malu dengan teman-temannya, merasa sendiri, kemudian keluarganya tidak memperdulikannya lagi. Hari itu, saya mendapat pelajaran, tidak semua orang bisa hidupnya selalu senang, aman dan tentram. Saya berkata kepada Tn D. Besok kita akan berbicara lagi, apa saja yang bapak sukai. Ternyata, beliau mau. Wah, sangat menggembirakan. Siangnya, saya bertemu dengan Tn P. Hari kedua, ia mulai kooperatif dengan saya, mengingat nama saya. Saya bertanya kepadanya, ia masih menawab satusatu. Dia terlihat selalu memikirkan sesuatu. Tetapi, ia belum maumenceritakan kepada saya. Hari ketiga, 20 april 2012, saya akan berbincang-bincang dengan Tn D mengenai yang ia sukai. Ternyata, Tn D suka menggambar. Ia pernah mendapat juara 1 saat menggambar. Dan terbukti gambarnya bagus sekali. Beliau mengatakan senang bisa menggambar. Saya juga senang melihat bapak D senang. Tetapi, tiba-tiba bapak D dipindahkan ke ruang sebayang. Saya harus mengikutinya. Karena saya berjanji didalam hti akan membantunya. Hari senin, selasa, rabu, kamis, semuanya saya lewati dengan senyuman. Dan ada hal yang membuat saya bahagia, hari rabu, 23 april 2012, Tn P pasien saya mulai tersenyum kepada saya. Wah, satu kemajuan yang berarti bagi saya. Biasanya ekspresi wajah Tn P hanya datar dan sekarang sudah bisa tersenyum bahkan mau untuk berbicara. Tapi, sayang, karena saya hanya 8 hari di RSJ, saya belum mengetahui masalahnya apa yang terjdai pada Tn P. Coba saja, ditambah harinya lagi, saya akan membantu Tn P sesuai dengan pemecahan masalah yang baik. Hari terakhir di RSJ terasa janggal. Saya merasa sedih untuk meninggalkan RSJ. Di RSJ saya menemukan sesuatu yang berbeda. mereka yang mengalami masalah gangguan jiwa, ternyata masih memiliki setia kawan. Hal itu saya temui pada psien saya. Ia membantu temannya. Hari terakhir juga, membuat saya kaget, ternyata pak D melarikan diri dari rumah sakit, tetapi, tidak berhasil. Ketika saya menemuinya, saya bertanya, apa yang menyebabkan ia lari, ia hanya bilang, saya ingin coba. Mendengar jawabannya itu, saya berpikir, mungkin bapak D bosan berada didalam ruangan. Ia menginginkan kebebasan. Selain itu, beliau pernah mengatakan, saya rindu dengan keluarga saya. Sedih rasaya ketika mendengar perkataannya itu. Tetapi, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya bisa menyemangati.

Ternyata, di Rumah Sakit Jiwa tidak sperti yag dibayangkan. Tidak menakutkan, tetapi, bisa diambil pelajaran. Mereka yang mengalami gangguan jiwa saja masih bisa meghargai temannya, apalgi kita. Ada apa dengan kita ? Yang tidak bisa menghargai orang lain. Tetapi, kembali pada diri masing-masing. Hari semakin siang, dan tiba waktu saya untuk pamitan dengan pasien saya. Ada raut wajah yang sedih dari pasien saya, tetapi, semuanya harus dilewati. Begitu juga dengan saya. Rasanya ingin lagi bercerita dengan mereka. Pesan saya dengan mereka, semangat ya pak. Hanya itu yang bisa saya ungkapkan. Dan sekarang, saya akan menjalani hari seperti bisa lagi. Untuk menimba ilmu dan perbekalan kembali di kampus. Sekian. Terima kasih.

Pekanbaru, 27 Apr. 12

Penulis

You might also like