You are on page 1of 17

Referat

REHABILITASI MEDIK

Penyaji Raihan Syafiin Syakti, S.Ked 0918011129

Pembimbing dr. Sanjoto S., Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013

REHABILITASI MEDIK

Pendahuluan Seiring dengan perkembangan zaman, penyakit degeneratif semakin berkembang dan terkadang tidak terkontrol sehingga menyebabkan disfungsi organ-organ atau alat gerak, misalnya pada stroke. Stroke jika tidak ditangani maka akan terjadi hal yang lebih buruk atau menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Hal yang lebih buruk bukan saja dengan kondisi kesehatan, akan tetapi juga memperburuk kondisi spiritual, sosial, atau bahkan ekonomi. Pada kenyataannya, penanggulangan penyandang cacat ini masih bukan suatu prioritas kesehatan. Selain prioritas, yang menjadi masalah lain adalah minimnya pengetahuan masyarakat mengenai apa itu rehabilitasi medis dan ruang lingkupnya. Jadi sebagai tindakan promotif dan preventif dalam kesehatan maka masyarakat perlu mengetahui rehabilitasi medis beserta ruang lingkupnya. Dalam kamus kedokteran Dorland edisi 29 menyebutkan bahwa rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas fisik, psikososial, kejuruan dan rekreasi. Jika seseorang mengalami luka, sakit, atau cedera maka tahap yang harus dilewati adalah penyembuhan terlebih dulu. Setelah penyembuhan atau pengobatan dijalani maka masuk ke tahap pemulihan. Tahap pemulihan inilah yang disebut dengan rehabilitasi. Jadi, rehabilitasi medis adalah cabang ilmu kedokteran yang menekankan pada pemulihan fungsional pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali normal. Mengenai sejarah singkat rehabilitasi medis, menurut data yang tersedia di Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Mayo Clinic, Rochester, Amerika Serikat, pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New York. Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs Young Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini untuk menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian, pemulihan fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah titik awal yang mendorong berdirinya rehabilitasi medis. Frank H. Krusen, MD adalah seorang dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan agar rehabilitasi medis dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran pada tahun 1938.

Ruang Lingkup Bagian ini akan menjelaskan tentang ruang lingkup rehabilitasi medis. Rephauge (dalam sidiarto 1980) pada seminar internasional I rehabilitasi medis mengatakan bahwa rehabilitasi medis merupakan dasar dan penunjang bentuk rehabilitasi lainnya, seperti rehabilitasi sosial, karya, dan pendidikan. Jika ruang lingkup rehabilitasi medis dipandang sebagai suatu ilmu, maka banyak yang perlu dipelajari dan berhubungan langsung dengan rehabilitasi medis. Beradasarkan pengertian rehabilitasi yang menekankan kepada fungsional, maka rehabilitasi medis tidak bisa terlepas dari cabang ilmu lain seperti : Neuromuskular, Muskuloskeletal, Psikologi, Anatomi, Kenisiologi, Fisiologi, Etika Profesi, dan lain-lain. Sedangkan, jika ditinjau dari sudut pandang keprofesian, rehabilitasi medis memiliki komponen yang terdiri dari berbagai macam profesi. Dokter spesialis rehabilitasi medis adalah orang yang pada umumnya pertama dikunjungi oleh pasien. Biasanya, dokter akan mengirim pasien ke fisioterapis atau okupasi terapis untuk tindakan pemulihan lebih lanjut.Tugas fisioterapis disini adalah mengukur pergerakan sendi, kekuatan otot, fungsi paru dan jantung, dan mengukur sejauh mana pasien bisa melakukan aktivitas serta pekerjaannya sehari-hari (fremgen dan frucht 2002). Kesemuanya itu dilatih dan dibantu pemulihannya oleh fisioterapis. Sedangkan okupasi terapis bertugas untuk mendampingi pasien untuk mengembangkan, meningkatkan, dan memulihkan kemampuan yang sangat penting untuk menunjang hidupnya. Namun, okupasi terapis lebih menekankan kepada pelatihan pasien untuk hidup mandiri dan produktif dengan tujuan mencapai hidup yang sejahtera. Berbeda dengan fisioterapis dan okupasi terapis, ortosis dan prostesis membantu pasien dengan menyediakan alat-alat penunjang pasien untuk hidup mandiri dan produktif. Ortosis adalah orang yang membuat alat bantu untuk beraktivitas, sedangkan prostesis menyediakan alat yang merupakan suatu pengganti organ, misalnya kaki palsu. Pada kenyataannya, banyak sekali perangkat rehabilitasi medis yang ikut berperan dalam rehabilitasi pasien, misalnya psikolog untuk memotivasi dan melatih pasien retardasi mental, perawat, dan paramedis lainnya. Itu semua tergantung kebutuhan pada masing-masing pasien. Kegunaan Cabang ilmu atau profesi rehabilitasi medis ini memiliki peran penting tidak hanya dalam dunia kesehatan sebagai pelengkap cabang ilmu, akan tetapi seperti yang dikatakan Rephauge (dalam sidiarto 1980) ketika seminar rehabilitasi medis internasional bahwasanya rehab medis merupakan dasar sekaligus penunjang rehabilitasi lain, sehingga dengan kesehatan yang sudah pulih maka diharapkan pasien-pasien bisa kembali

berkarya, bersosialisasi dengan masyarakat tanpa adanya gap, hidup produktif dan hidup sejahtera. Sedangkan menurut keilmuan, manfaat ilmu rehabilitasi medis bagi profesi kedokteran adalah melengkapi cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tidak hanya menyembuhkan penyakit pasien saja, tapi juga memberdayakan dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan fisik dan psikososial agar pasien tidak merasa dikucilkan dalam masyarakat dan agar pasien dapat benar-benar beraktivitas seperti normal kembali.

A. Definisi Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah ilmu pengetahuan kedokteran yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, cacat dan atau halangan serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi sosial. Adapun menurut Depkes, rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya (Depkes RI, 1983). Sehingga pelayanan rehabilitasi medik merupakan pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik dan atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal (Menkes RI, 2008).

B. Sejarah Pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New York. Wabah tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur hidup jika tidak cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs Young Foundation pada 1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini untuk menanggulangi akibat buruk yang ditimbulkan. Dengan demikian, pemulihan

fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang dijalani pasien polio itulah titik awal yang mendorong berdirinya rehabilitasi medik. Frank H. Krusen, MD adalah seorang dokter yang telah berusaha keras memperoleh pengakuan agar rehabilitasi medik dimasukkan dalam suatu bidang spesialis kedokteran pada tahun 1938. Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi di Indonesia dikenal sejak tahun 1947, saat Prof. Dr. R. Soeharso mendirikan Pusat Rehabilitasi untuk penderita disabilitas, yaitu penderita buta, tuli dan cacat mental di Surakarta. Karena tuntutan kebutuhan yang meningkat, maka pada tahun 1973, Menteri Kesehatan mendirikan Pelayanan Rehabilitasi di RS. Dr. Kariadi Semarang, yang merupakan suatu pilot project yang disebut Preventive Rehabilitation Unit (PRU). Keberadaan PRU menunjukkan keberhasilan dalam peningkatan pelayanan kesehatan, mempersingkat masa perawatan di RS, dan mengurangi beban kerja Pusat Rehabilitasi di Surakarta. Melalui SK Menteri Kesehatan No.134/Yan.Kes/SK/IV/1978 pada masa PELITA II, diputuskan untuk mendirikan PRU di seluruh RS pemerintah baik tipe A, B dan C. Istilah PRU kemudian berubah menjadi Unit Rehabilitasi Medik (URM). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Menteri Kesehatan menaruh perhatian untuk memajukan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi. Dalam rangka meningkatkan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi, Menteri Kesehatan mulai mengirim Dokter umum dari Indonesia untuk mengikuti pendidikan menjadi Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Department Physical Medicine and Rehabilitation, Universitas Santo Tomas di Manila, Filipina. Ada 12 Dokter Indonesia yang berhasil menjadi spesialis KF & R dari Universitas tersebut. Beberapa lulusan tersebut mulai mendirikan Organisasi Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia yang diberi nama IDARI (Ikatan Dokter Rehabilitasi Medik Indonesia) pada bulan Februari 1982, pada saat seminar untuk mengembangkan sumber daya manusia di bidang Rehabilitasi Medik di Jakarta. Ketua IDARI pertama adalah Dr. A.R. Nasution yang dilantik oleh Dr. I.G. Brataranuh, Dirjen Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan. Setelah itu

mulailah dibicarakan mengenai pelaksanaan penerimaan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

C. Tujuan Rehabilitasi o Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait. o Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau dampak penyakitnya yang mungkin membawa kecacatan. o Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan partisipasi pada difabel (sebutan bagi seseorang yang mempunyai keterbatasan fungsional). o Mempertahankan kualitas hidup dan mengupayakan kehidupan yang berkualitas.

D. Filosofi Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung filosofi-filosofi berikut: Rehabilitasi merupakan jembatan yang menjangkau perbedaan antara kondisi tidak berguna-berguna, kehilangan harapan-berpengharapan

(Rehabilitation is a bridge spanning the gap between uselessness-usefulness, hopelessness hopefulness). Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah makna/kualitas dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to life but also add life to years).

E. Gangguan Fungsi

Menurut WHO tingkatan gangguan fungsi dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Impairment, yaitu keadaan kehilangan atau ketidaknormalan dari kondisi psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau fungsi. 2. Disability, yaitu segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan impairment. 3. Handicap, yaitu hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh impairment dan disability yang membatasi pemenuhan peran wajar seseorang sesuai dengan faktor umur, seks, sosial, dan budaya. Bertitik tolak dari kerangka pemikiran upaya rehabilitasi fisik tersebut maka penanganan bersifat komprehensif, sehingga layanan rehabilitasi dapat diartikan sebagai upaya terkoordinasi yang bersifat medik, sosial, edukasi dan kekaryaan untuk melatih sesseorang ke arah tercapainya kemampuan fungsional semaksimal mungkin, dan menjadikan individu sebagai anggota masyarakat yang berswasembada dan berguna. Upaya rehabilitasi fisik merupakan upaya medik untuk mencegah terjadinya impairment, disability, dan handicap dengan memanfaatkan kemampuan yang ada.

F. Pelayanan dalam Rehabilitasi Medik Pelayanan Fisioterapi Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Pelayanan Terapi Wicara Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan kompensasi/adaptasi fungsi

komunikasi, bicara dan menelan dengan melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis). Pelayanan Terapi Okupasi Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas seharti-hari (Activity Day Life), produktifitas dan waktu luang melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi. Pelayanan Ortotis-Prostetis Adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang ditujukan kepada individu untuk merancang, membuat dan mengepas alat bantu guna pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau pengganti anggota gerak.

G. Prinsip Rehabilitasi Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu: a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita untuk pertama kalinya. b. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi. c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita. d. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan. e. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan. f. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang. g. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.

Prinsip - prinsip dasar kegiatan rehabilitasi anak Ada beberapa prinsip dasar kegiatan rehabilitasi anak berkebutuhan khusus, diantaranya: 1. Ditinjau dari tujuan rehabilitasi Tujuan rehabilitasi bagi anak berkebutuhan khusus adalah agar mereka mampu mengikuti pendidikan dengan baik, atau agar mereka mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan rehabilitasi tersebut, prinsip dasar kegiatan rehabilitasi adalah: Prinsip menyeluruh Kegiatan rehabilitasi dilakukan secara menyeluruh atau lengkap, baik pada aspek fisik, psikis, sosial maupun keterampilan (Total Care Concept Rehabilitation). Seorang anak yang mengalami amputasi, sedini mungkin ditangani bidang rehabilitasi medik, tidak terbatasi kepada mempercepat penyembuhan luka, penguatan otot, tetapi juga pembuatan kaki palsu, mempersiapkan mental agar yang bersangkutan menerima alat tersebut, melatih keterampilan sesuai dengan kemampuan yang ada, dan lain sebagainya. Prinsip pelayanan segera atau pelayanan dini Pelayanan rehabilitasi dilakukan mulai sejak usia dini atau segera setelah diketahui kebutuhan rehabilitasi yang diperlukan masing-masing anak. Prinsip prioritas Kondisi kesehatan atau kecacatan yang menimbulkan rasa sakit dapat mengganggu setiap aktivitas anak, maka kegiatan rehabilitasi medik bagi anak yang memerlukan, perlu didahulukan atau mendahului kegiatan

10

rehabilitasi yang lain. pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan pelayanan segera, perlu memperoleh prioritas dalam rehabilitasi.

Kegiatan berpusat pada anak Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan kesempatan kepada anak/peserta didik lebih banyak memberikan untuk mencoba sendiri,

memecahkan masalahnya sendiri serta melakukan latihan sendiri, sudah tentu setelah mereka memperoleh penjelasan secukupnya dari provider. Prinsip konsisten Setiap kegiatan rehabilitasi didasarkan pada program yang telah disiapkan sebelumnya, dan dievaluasi setiap kemajuan yang dicapai anak/peserta didik secara konsisten. Prinsip efektivitas dan penghargaan Memberikan pujian dan penghargaan atas keberhasilan dan kemajuan kemampuan anak/peserta didik. Prinsip pentahapan Artinya bahwa kegiatan rehabilitasi dimulai dari kegiatan yang minimal (kecil, sederhana, mudah) sampai pada yang maksimal (luas, besar, sukar), baik yang berhubungan dengan bentuk, sifat maupun hasil yang diharapkan. Prinsip kesinambungan, berulang dan terus-menerus Artinya kegiatan terapi agar mencapai hasil maksimal perlu dilakukan berkesinambungan, berulang-ulang, terus-menerus. Jadi, tidak berhenti sebelum terlihat hasilnya yang lebih baik, menjadi bertambah meningkat kemampuannya, menjadi berkurang kesulitan dan hambatannya, dan sebagainya. Prinsip terintegrasi

11

Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tidak selalu terpisah dengan kegiatan proses belajar mengajar dalam suatu bidang studi tertentu, misalnya keterampilan, olahraga, PMP, agama, kesenian, dan sebagainya.

2. Ditinjau dari jenis dan macam kelainan Orientasi pada pengembalian fungsi Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan berorientasi pada pengembalian fungsi. Setiap anak berkelainan memiliki dampak primer tertentu sesuai dengan jenis kecacatannya. Dampak primer tersebut sedapat mungkin dikembalikan fungsinya, dan jika tidak mungkin dialihkan pada fungsi organ tubuh yang lain/keterampilan tertentu yang dapat menggantikan fungsi organ yang berkelainan. Pinsip individualisasi Kegiatan rehabilitasi berorientasi pada ketidakmampuan dan kemampuan setiap anak/peserta didik. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi diperlukan pendekatan individual. Orientasi pada jenis kecacatan dan kasus Ada kegiatan rehabilitasi yang dapat dilakukan secara kelompok berdasarkan atas jenis kecacatan, macam kasus, tingkat kelas, kelompok usia, dan sebagainya. MisaInya: semua anak tunanetra memerlukan latihan orientasi dan mobilitas, semua anak tunarungu memerlukan latihan komunikasi, semua anak tuna grahita dan tunadaksa memerlukan latihan ADL, dan sebagainya.

3. Ditinjau dari kemampuan pelaksana (provider) Prinsip kerja tim Pekerjaan rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim yang masing-masing bekerja sesuai dengan profesi dan kemampuannya. Kerjasama yang baik

12

antar anggota tim rehabilitasi akan sangat menentukan keberhasilan program rehabilitasi. Prinsip kerja atas dasar profesi Tidak semua anggota tim rehabilitasi memiliki profesi yang sama, itulah sebabnya bekerja atas dasar profesi akan lebih mampu mengurangi resiko kesalahan, di samping itu juga akan memperbesar efektivitas kerja. Sebelum kegiatan rehabilitasi dimulai, terlebih dahulu dipahami batasbatas kewenangan masing-masing dan disusun pembagian tugas secara tertulis atas dasar kesepakatan pihak-pihak yang tergabung dalam tim rehabilitasi yang ada di sekolah masing-masing. Tindakan konsultatif dan penyelenggaraan pertemuan tim rehabilitasi secara periodik perlu ditempuh di setiap sekolah, demi kelancaran kegiatan rehabilitasi dan menghindari kesalahan dalam memberikan pelayanan rehabilitasi yang dapat menimbulkan parahnya permasalahan atau kecacatan yang disandang oleh anak/peserta didik yang memperoleh pelayanan. Seluruh program rehabilitasi berada di bawah tanggung jawab ketua tim yang dibantu oleh tiga ahli di bidang medik, sosial psikologis dan keterampilan. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh beberapa pelaksana rehabilitasi sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Tindakan rujukan ke ahlinya perlu dilakukan oleh para guru dan petugas rehabilitasi lainnya, agar anak segera terpecahkan permasalahannya. Dalam hal ini perlu disertai administrasi seperlunya (buku rujukan). 4. Ditinjau dari tempat, waktu dan sarana rehabilitasi Prinsip integritas Kegiatan rehabilitasi pada dasarnya dapat dilakukan secara bersamasama, kecuali rehabilitasi keterampilan sebaiknya dilakukan setelah anak/peserta didik selesai mengikuti rehabilitasi medik dan sosial.

13

Misalnya anak tunanetra untuk mengikuti latihan keterampilan massage, sebaiknya setelah menguasai orientasi mobilitas, tidak sakit, dan setelah memiliki motivasi untuk bekerja bidang keahlian massage. Pinsip ini juga menggariskan bahwa pelaksanaan rehabilitasi juga dapat dilakukan bersama-sama saat penyampaian materi bidang studi tertentu di sekolah. Prinsip keluwesan tempat dan waktu Tempat pelaksanaan rehabilitasi dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, terkecuali pada kasus-kasus tertentu. Misalnya operasi ortopedi harus dilakukan di rumah sakit. Prinsip kesederhanaan Sarana rehabilitasi diutamakan yang sederhana, mudah didapat, murah harganya dan disesuaikan dengan kemampuan lembaga/sekolah, kecuali pada kasus-kasus tertentu, seperti alat bantu untuk mendengar, alat bantu untuk melihat, prothese, dan sebagainya. Prinsip keterlibatan orangtua dan masyarakat Artinya kegiatan rehabilitasi perlu menyertakan orangtua atau pembina asrama atau masyarakat, baik dalam melakukan pelatihan, pengawasan dan pembinaan anak, mengingat jumlah waktu anak kesehariannya lebih banyak di rumah atau di asrama.

H. Ruang Lingkup Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Bagian ini akan menjelaskan tentang ruang lingkup rehabilitasi medik. Rephauge (dalam sidiarto 1980) pada seminar internasional I rehabilitasi medik mengatakan bahwa rehabilitasi medik merupakan dasar dan penunjang bentuk rehabilitasi lainnya, seperti rehabilitasi sosial, karya, dan pendidikan. Jika ruang lingkup rehabilitasi medik dipandang sebagai suatu ilmu, maka banyak yang perlu dipelajari dan berhubungan langsung dengan rehabilitasi medik. Beradasarkan pengertian rehabilitasi yang menekankan kepada fungsional, maka

14

rehabilitasi medik tidak bisa terlepas dari cabang ilmu lain seperti: Neuromuskular, Muskuloskeletal, Psikologi, Anatomi, Fisiologi, Etika Profesi, dan lain-lain. Sedangkan, jika ditinjau dari sudut pandang keprofesian, rehabilitasi medik memiliki komponen yang terdiri dari berbagai macam profesi. Dokter spesialis rehabilitasi medik adalah orang yang pada umumnya pertama dikunjungi oleh pasien. Biasanya, dokter akan mengirim pasien ke fisioterapis atau okupasi terapis untuk tindakan pemulihan lebih lanjut. Tugas fisioterapis disini adalah mengukur pergerakan sendi, kekuatan otot, fungsi paru dan jantung, dan mengukur sejauh mana pasien bisa melakukan aktivitas serta pekerjaannya sehari-hari (fremgen dan frucht 2002). Kesemuanya itu dilatih dan dibantu pemulihannya oleh fisioterapis. Sedangkan okupasi terapis bertugas untuk mendampingi pasien untuk mengembangkan, meningkatkan, dan memulihkan kemampuan yang sangat penting untuk menunjang hidupnya. Namun, okupasi terapis lebih menekankan kepada pelatihan pasien untuk hidup mandiri dan produktif dengan tujuan mencapai hidup yang sejahtera. Berbeda dengan fisioterapis dan okupasi terapis, ortosis dan prostesis membantu pasien dengan menyediakan alat-alat penunjang pasien untuk hidup mandiri dan produktif. Ortosis adalah orang yang membuat alat bantu untuk beraktivitas, sedangkan prostesis menyediakan alat yang merupakan suatu pengganti organ, misalnya kaki palsu. Pada kenyataannya, banyak sekali perangkat rehabilitasi medik yang ikut berperan dalam rehabilitasi pasien, misalnya psikolog untuk memotivasi dan melatih pasien retardasi mental, perawat, dan paramedis lainnya. Itu semua tergantung kebutuhan pada masing-masing pasien. Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit meliputi seluruh upaya kesehatan pada umumnya, yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

15

o Upaya Promotif Penyuluhan, informasi dan edukasi tentang hidup sehat dan aktivitas yang tepat untuk mencegah kondisi sakit. o Upaya preventif Edukasi dan penanganan yang tepat pada kondisi sakit/penyakit untuk mencegah dan atau meminimalkan gangguan fungsi atau risiko kecacatan. o Upaya kuratif Penanganan melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, dan upaya rehabilitatif untuk mengatasi penyakit/kondisi sakit untuk mengembalikan dan mempertahankan kemampuan fungsi. o Upaya rehabilitatif Penanganan melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, keteknisan medik dan upaya rehabilitatif lainnya melalui pendekatan psiko-sosioedukasi-okupasi-vokasional untuk mengatasi penyakit/kondisi sakit yang bertujuan mengembalikan dan mempertahankan kemampuan fungsi,

meningkatkan aktivitas dan peran serta/partisipasi di masyarakat.

I.

Bentuk Pelayanan Beberapa bentuk Pelayanan Rehabilitasi Medik, antara lain: 1. Mengembalikan fungsi pasien pasca stroke 2. Mencegah kontraktur dan mengembalikan fungsi pasien pasca operasi dan patah tulang 3. Senam nafas sehat, senam hamil 4. Memberikan alat bantu jalan, ortesa, protesa, splint, korset, dan lain-lain 5. Melatih bicara dan gerak motorik anak dengan CP, autism, keterlambatan perkembangan 6. Mengurangi nyeri, kaku di berbagai bagian tubuh

J.

Tim Rehabilitasi Medik

16

Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya: Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program rehabilitasi. Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk mencegah komplikasi serta memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air besar/kecil, aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama fisioterapis dan terapi okupasi dilakukan di bangsal. Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien. Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun program yang berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) misalnya cara makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri sendiri, dan lain-lain. Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat serta sumber daya yang dipunyainya. Speech therapist (terapi wicara) yaitu mengevaluasi masalah-masalah komunikasi. Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk keluarganya. Ortotik-prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah disesuaikan guna memperbaiki aktivitas. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang memadai mengenai penyakit dan defisit neurologis adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya. Rohaniawan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Menkes RI. 2008. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit. www.google.com. Diakses 12 Maret 2013 pukul 16.15 WIB. Husnul, M.. 2008. Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik. www.google.com. Diakses 12 Maret 2013 pukul 16.35 WIB. Ridwan, dr.. 2011. Rehabilitasi Medis. www.google.com. Diakses 12 Maret 2013 pukul 17.00 WIB.

You might also like