You are on page 1of 11

Dani Yang Sombong

Tuan Arifin adalah seorang pengusaha besar yang


sukses. Ia memiliki sebuah swalayan yang amat ramai
dikunjungi orang. Suatu hari ia membutuhkan seorang
pegawai baru. Oleh karena itu, Tuan Arifin memasang iklan
lowongan pekerjaan di berbagai surat kabar.
Beberapa hari setelah pemasangan iklan itu, para
pelamar datang berbondong-bondong. Mereka antri
memanjang di depan swalayan Tuan Arifin sejak pagi-pagi
sekali. Dalam antrian itu, tampak dua orang pemuda
berdiri berdekatan. Mereka berdua tampak terpelajar dan
berpendidikan. Seorang pemuda memakai jas yang mahal
dengan rapi dan yang seorang lagi hanya memakai
kemeja biru dengan rapi.
“Huh, panas sekali disini! Apa tidak ada AC seperti di
rumahku?” keluh pemuda berjas itu.
Ia bermaksud mengelap keringat di dahinya. Namun,
ia tidak membawa tisu. Pemuda yang satunya mengetahui
hal ini. Ia pun meminjamkan sapu tangannya.
“Oh, tidak perlu, terima kasih. Saya tidak terbiasa
memakai sapu tangan. Di sini panas sekali, ya?” kata
pemuda berjas sambil mengernyitkan dahi.
“O, ya, nama saya Mumuh. Mumuh Sukiman,” kata
pemuda kedua sambil tersenyum ramah.
“Nama saya Dani. Dani Hermawan Cokrodiningrat,”
jawab pemuda berjas menyambut jabat tangan Mumuh.
“Saudara lulusan darimana?” tanya Dani.
“Saya lulusan Fakultas Sastra. Baru lulus tiga bulan
yang lalu. Anda sendiri darimana?” balas Mumuh dengan
sopan.
Dani berdehem sambil merapikan jasnya. “Saya
Sarjana Ekonomi. Dani Hermawan Cokrodiningrat, S.E.
Sebenarnya saya sudah bekerja di sebuah perusahaan
besar selama dua tahun. Akan tetapi, saya tidak betah dan
minta keluar. Pekerjaan saya di sana tidak menantang.
Membosankan!” jawab Dani tersenyum.
“O, ya, Anda seorang Sarjana Sastra. Mengapa
melamar pekerjaan di swalayan ini? Padahal, kebanyakan
pelamar di sini minimal Sarjana Ekonomi atau
Administrasi. Lagipula, apakah anda mempunyai
pengalaman di bidang ini?” tanya Dani.
“Anda benar. Saya memang belum punya pengalaman.
Akan tetapi, bagaimana ya, saya harus meringankan
beban keluarga,” jawab Mumuh terus terang.
Dani manggut-manggut. Sinar matahari kian panas.
Namun antrian tak kunjung putus. Dani berkali-kali
mengeluh.
“Saya tak sabar lagi kalau begini. Bung Mumuh, saya
permisi!” ujarnya bergegas. Mumuh heran.
“Anda mau kemana? Sekarang belum giliran kita!”
Dani hanya tersenyum. Ia mendesak maju dan
menyerobot tempat orang lain. Para pelamar yang lain
memaki dan mengumpat. Dasar Dani bermuka tembok. Ia
tetap maju. Beberapa saat kemudian, ia sudah berdiri
paling depan.
“Hey, curang!” kata seorang pelamar.
“Dasar tak tahu malu!” kata pelamar yang lain.
Percuma saja semua makian itu. Dani melangkah
memasuki ruang wawancara dengan penuh kemenangan.
Setiap pelamar harus diwawancarai terlebih dahulu oleh
Tuan Arifin. Dani melangkah masuk walaupun belum
dipersilakan masuk ke ruang wawancara. Ia membiarkan
pintu tak tertutup. Dani tampak percaya diri. Ia sengaja
membiarkan pintu terbuka agar para pelamar yang lain
tahu kehebatan dirinya saat diwawancarai.
Tuan Arifin mengernyitkan dahi. Ia melirik pintu yang
tak tertutup. Sekilas tampak olehnya sepatu Dani yang
kotor. Olala, rupanya Dani tidak membersihkan sepatunya
di keset di depan pintu. Tuan Arifin menghela nafas. Ia
sudah tidak berminat untuk mewawancarai Dani.
“Bagaimana, Pak? Apakah saya diterima?” tanya Dani
dengan mantap.
“Sebaiknya Saudara tunggu saja pengumumannya,”
jawab Tuan Arifin sambil memberi isyarat supaya Dani
keluar.
Akhirnya, tibalah giliran Mumuh. Sebelum masuk ke
ruang wawancara, Mumuh berdoa terlebih dahulu. Dengan
tenang ia mengetuk pintu. Setelah dipersilakan, barulah ia
masuk.
“Selamat siang, Pak!” sapa Mumuh dengan sopan.
Tuan Arifin tersenyum dan mempersilakan Mumuh duduk.
“Maaf Pak, perkenankan saya memperkenalkan diri
saya. Nama saya Mumuh Sukiman. Pendidikan terakhir
Sarjana Sastra. Saya tidak mempunyai pengalaman kerja.
Namun, saya bersedia bekerja keras di bawah pimpinan
Bapak.”
Tuan Arifin tersenyum. Ia terkesan dengan sopan
santun Mumuh. Tuan Arifin yakin, inilah orang yang
dibutuhkannya. Beberapa hari kemudian, Tuan Arifin
mengumumkan pelamar yang diterima. Mumuhlah yang
diterima bekerja di swalayan milik Tuan Arifin. Sebaliknya,
Dani yang mendambakan pekerjaan itu malah tidak
diterima. Ia tidak puas dan mendatangi Tuan Arifin.
“Ini jelas tidak adil, Pak! Bapak sebagai pimpinan
seharusnya mencari pegawai yang berpengalaman dan
berkualitas seperti saya. Mengapa saya yang sarjana
ekonomi dan berpengalaman kerja tidak diterima?
Mengapa Mumuh yang Bapak terima? Apa sih
kelebihannya?” protes Dani di depan Tuan Arifin.
“Saudara Dani, saya adalah pengusaha yang
berpengalaman. Saya tahu persis calon pegawai yang
saya butuhkan. Nah, Saudara Mumuh mempunyai kriteria
itu. Sejak pertama kali ia masuk, saya sudah terkesan. Ia
mengetuk dan menutup pintu dengan hati-hati. Ia
membersihkan sepatu di keset dan memberi salam
dengan hormat. Selain itu, Mumuh menjawab semua
pertanyaan dari saya dengan terperinci, namun tidak
berlebihan. Dari situlah saya mengetahui bahwa ia adalah
orang yang sopan, rapi, dan cermat dalam bekerja. Lalu
sekarang Anda bertanya, mengapa Anda tidak diterima
bekerja di swalayan saya? Tentu Anda sudah tahu
jawabnya,” Tuan Arifin mengutarakan alasannya.
Dani hanya termenung, ia telah menyesali
kesombongannya selama ini. Ia menganggap dirinya yang
paling hebat diantara pelamar lainnya, sehingga ia sangat
yakin akan diterima untuk bekerja di swalayan Tuan Arifin.

Written by : ARRUM CHYNTIA YULIYANTI


Pangeran Alde
Di waktu yang lampau terdapat seorang anak muda yang
gagah, tampan, cerdas, dan suka menolong. Ia adalah putra
dari pangeran kodok yang bernama pangeran Alde.
Pangeran Alde ditinggal oleh Ibunya tepat saat ia dapat
melihat indahnya dunia, sejak saat itu ia hidup bersama
ayahnya. Setelah ayahanda wafat, pangeran Alde
meneruskan kerajaan Tank Gilling di pesisir pantai Kabayan.
Pangeran Alde memimpin kerajaan dengan arif,
bijaksana, adil, dan sabar, sehingga seluruh rakyat
menyukainya. Semenjak pangeran Alde memimpin kerajaan
Tank Gilling, wilayah kekuasaannya semakin meluas, sampai-
sampai kantor Gubernur pun digusur.
Pada suatu hari, seperti biasa pangeran Alde berburu ke
hutan Jungle Forest untuk menangkap flamenggo. Entah
kenapa sebelum berburu ia merasakan hal yang lain dari
biasanya dan akhirnya ia memutuskan untuk tetap berburu
ke hutan. Setelah di hutan Jungle Forest, tetapi entah kenapa
anak panahnya terus melesat tanpa mengenai sasaran.
Akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat sejenak dibawah
pohon yang rindang. Setelah badannya terasa segar dan
enjoy, ia berniat untuk kembali pulang. Tetapi, ditengah
perjalanan ia menemukan seorang kakek-kakek yang sedang
menebang pohon. Pangeran Alde merasa kasihan dan
berniat untuk membantunya untuk menebang pohon itu.
Kakek itu pun memberikan kapaknya kepada pangeran Alde.
Sewaktu menebang Pohon, tiba-tiba ada sinar ungu violet
yang terpencar sangat terang dari pohon itu, dan setelah
sinar itu meredup, di tengah tebangan pohon itu terdapat
seekor kodok emas. Pangeran Alde pun bingung dan hendak
bertanya kepada kakek tua itu, tiba-tiba ia semakin
kebingungan karena kakek itu menghilang dengan misterius.
Puncak kekagetannya saat mendengar bahwa kodok emas
itu dapat berbicara. Kodok itu berkata, “Saya akan
mewujudkan satu permintaan tuan”.
Lalu pangeran Alde pun meminta dengan penuh harap
kepada kodok emas itu, “Aku ingin mencari gadis untuk ku
jadikan permaisyuri”. “Baiklah, tetapi sebelumnya jodoh itu
di tangan Tuhan, dan semua permintaan itu harus di nanti
dengan sabar, tidak akan langsung terwujud.”, kata kodok
emas itu. “Jika ingin mendapat jodoh, pangeran harus pergi
mencari sebuah rumah di pantai yang di halamannya
terdapat pohon kelapa gading. Pohon itu biasanya menjadi
tempat bermain burung kuau dari planet khayangan”,
tambahnya. Selanjutnya, kodok emas itu berpesan agar
pangeran Alde menangkap burung tersebut.

Tiba-tiba suara kodok emas itu hilang seketika. Pangeran


Alde yang pada saat itu membelakangi kodok itu pun
bingung, ternyata kodok emas itu sudah dimangsa oleh
seekor ular yang kebetulan pada saat itu lewat, karena ia
melihat ada seekor ular pergi. Apa daya, itu sudah hukum
alam, bahwa kodok harus dimangsa oleh ular, kata pangeran
Alde.
Setelah mendapat nasihat, pangeran Alde itu pergi ke
tempat yang ditunjukkan oleh kodok emas tersebut. Tak
lama kemudian datanglah tujuh ekor burung kuau dari
planet khayangan. Burung-burung kuau itu kakak beradik.
Sang adik bungsu turun dan bermain-main di atas pasir.
Melihat itu, burung kuau tertua mengingatkan adiknya agar
berhati-hati. Tetapi, sang adik tetap bermain dengan
gembira hingga tidak sadar di bawah pasir terdapat
pangeran. Dengan cepat pangeran Alde menangkap burung
kuau itu dengan tempurung kelapa yang digunakan sebagai
penutup mukanya dan memasukkannya kedalam sangkar.
Burung-burung kuau yang lain terkejut melihat kejadian itu.
Dengan segera mereka terbang kembali ke planet
khayangan. Tak sia-sia siasat pangeran Alde bersembunyi di
bawah pasir pantai. Dengan perasaan gembira, pangeran
Alde kembali ke istana dan meletakkan sangkar yang berisi
burung kuau di sebelah kamarnya.
Malamnya menjelang matahari terbit, sang burung
menjelma menjadi seorang putri cantik. Ia keluar dari
sangkarnya, pergi ke dapur istana untuk memasak makanan
yang lezat. Setelah selesai sang putri kembali ke wujudnya
semula menjadi burung kuau, Pagi harinya ketika pangeran
Alde bersantap, ia sangat heran dengan kelezatan masakan
yang ia makan. Di tanyakannya kepada juru masak istana
siapa yang telah memasak makanan itu, tetapi juru masak
mengatakan tidak tahu. Hal itu terjadi berulang-ulang,
sampai akhirnya suatu malam pangeran Alde sengaja tidak
tidur untuk mengetahui siapa yang selalu menyediakan
makanan tersebut.
Menjelang dini hari, pangeran Alde mendengar suara
langkah dari sebelah kamarnya menuju dapur istana.
Alangkah terkejutnya ia karena sangkar burungnya telah
kosong berganti sosok seorang putri nan cantik. Ketika putri
itu selesai memasak, cepat-cepat pangeran Alde
menyembunyikan sangkar tersebut, sehingga sang putri
tidak bisa kembali menjadi burung kuau. Karena sudah
ketahuan, sang putri menceritakan dirinya yang
sesungguhnya.
Betapa bahagianya pangeran Alde mendapat jodoh
seorang gadis yang cantik dan berbudi luhur. Mereka
menikah dan hidup berbahagia. Setahun setelah pernikahan,
mereka dikaruniai seorang putra yang tampan.
Pada suatu sore, pangeran Alde bersama istrinya
berjalan-jalan di taman bunga istana. Di sekitar mereka
terdapat bunga-bunga yang indak dan harum. Pangeran
meminta istrinya agar menyanyi untuknya. Tetapi, istrinya
menolak dan menasihati pangeran Alde agar tidak
memintanya menyanyi. Jika ia menyanyi, maka hatinya akan
sedih dan nanti akan menimbulkan rasa penyesalan bagi
sang pangeran. Pangeran Alde tidak putus asa. Dibujuknya
sang istri agar mau bernyanyi untuknya. Akhirnya, istrinya
tidak dapat menolak. Dengan terpaksa ia menyanyi.
Suaranya merdu, menyanyikan nyanyian burung kuau.
Seiring itu tubuh sang putri bergetar dengan hebat, air
matanya bercucuran. Perlahan-lahan tubuhnya berubah
menjadi burung kuau.
Sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Terbanglah ia
meninggalkan suaminya tercinta, kembali ke planet
khayangan. Pangeran Alde serta merta terbangun,
mendapatkan istrinya telah pergi. Sungguh menyesal ia
menyuruh istrinya menyanyi. Tetapi apa daya, nasi telah
menjadi bubur ayam Manado. Hanya anaknya seorang yang
menjadi pelipur lara kesedihannya.
Dikarang-karang oleh :

ARRUM CHYNTIA YULIYANTI

You might also like