You are on page 1of 32

DISFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING ( DUB )

Pembimbing : dr. Yasmin, SpOG Disusun oleh : Sotya Prawatyasiwi 110.2003.260

Menstruasi (Haid) Wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara teratur mengeluarkan darah dari alat kandungannya. Kejadian ini disebut Menstruasi atau Haid. Siklus Menstruasi Kalau kita memperhatikan selaput lendir rahim dari hari ke hari maka ternyata bahwa terjadi perubahan-perubahan yang berulang-ulang.

Selama 1 bulan dapat kita bedakan 4 masa (stadium) : Stadium menstruasi atau desquamasi Pada masa ini endometrium dilepas dari dinding rahim disertai dengan perdarahan; hanya lapisan tipis yang tinggal (stratum basale). Sedangkan pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah(minimum). Stadium ini berlangsung 4 hari. Jadi dengan haid, keluar darah, potongan-potongan endometrium dan lendir dari cervix. Banyaknya perdarahan selama haid normal 50 cc. Stadium post menstruum atau stadium regenerasi Luka yang terjadi karena pelepasan endometrium berangsur-angsur ditutup kembali oleh selaput lendir yang baru dari sel epitel kelenjar endometrium. Tebalnya endometrium 0.5 mm, dan dimulai waktu stadium menstruasi serta berlangsung 4 hari.

Stadium intermenstruum atau stadium proliferasi Endometrium mulai tumbuh kembali (proliferasi) menjadi tebal 3.5 mm. Kelenjar-kelenjar tumbuhya lebih cepat dari jaringan lain hingga berkelok. Stadium ini berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari hari pertama haid. Antara hari ke 12 dan ke 14 dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi.
Stadium praemenstruum atau stadium sekresi Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke 28. Pada masa ini, endometrium tetap tebalnya, tapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku serta mengeluarkan getah. Pada ketika itu, korpus rubrum menjadi korpus lueum yang mengeluarkan progesterone.di bawah pengaruh progesterone, kelenjar endometrium yang tumbuh berkeluk-keluk itu mulai bersekresi dan mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Pada akhir masa ini, stroma endometrium berubah ke arah sel desidua terutama yang berada di sekitar pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi.

Siklus Normal Siklus menstruasi normal terjadi setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat menstruasi, jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah banyak hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir. *Nedra Dodds, MD, 2006* Menstruasi ovulatoar dan anovulatoar Menstruasi yang ovulatoar adalah menstruasi yang didahului oleh ovulasi dan ini adalah menstruasi yang normal Kadang-kadang terjadi menstruasi tanpa didahului oleh ovulasi yang disebut menstruasi anovulatoar.

Oleh salah satu sebab tidak terjadi ovulasi maka tidak terjadi corpus luteum dan pembentukan progesterone. Akibatnya endometrium tetap dalam stadium proliferasi sampai terjadi haid. Menstruasi anovulatoar kadang-kadang terjadi pada masa laktasi, pubertas, dan menjelang menopause.

Definisi
Disfunctional Uterine Bleeding adalah perdarahan pervaginam dari uterus yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamushipofisis-ovarium yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik alat reproduksi. Sebab-sebab organik, antara lain Perdarahan dari uterus, tuba, ovarium yang disebabkan oleh kelainan pada: a. serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri b. korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplet, mola hidatidosa, koriokarsinoma, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri c. tuba fallopi, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba d. ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium Nama lain Metropathia haemorrhagica cystica atau folikel persistens (Schrder).

Perdarahan uterus disfungsional dapat dibagi : perdarahan anovulatoar (yang tersering) perdarahan ovulatoar

Patofisiologi
Schrder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadi hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Akan tetapi, penelitian juga menunjukkan bahwa pendarahan disfungsional dapat ditemukan pada berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, sekretorik, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium jenis sekresi dan non sekresi penting artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar. Pada siklus ovulatoar perdarahan terjadi karena kadar estrogen yang rendah. Siklus anovulatoar dipengaruhi keadaan defisiensi progesteron dan kelebihan estrogen. Folikel persisten sering dijumpai pada perimenopause yang sering menjadi asal keganasan endometrium.

Gambaran Klinik
Perdarahan ovulatoar Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosa perdarahan ovulatoar perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang kurve suhu badan basal dapat menolong. Perdarahan ovulatoar harus dianggap organis, kecuali kalau ada bukti-bukti yang bertentangan.

Etiologi
korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular sheeding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping non sekresi. insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan gangguan LH releasing factor. apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. penyakit akut atau kronis

Perdarahan Anovulatoar
Anovulasi terjadi sekunder karena gagalnya pematangan folikel ovarium hingga mencapai ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Penyebab jelas anovulasi tidak diketahui, namun kemungkinannya diduga karena disfungsi aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Hal ini akan mengakibatkan produksi estrogen yang terusmenerus oleh folikel dan tanpa adanya korpus luteum yang berarti progesteron tidak diproduksi. Perubahan kadar hormonal ini, akan mengakibatkan periode perdarahan anovulatoar yang bergantian dan biasanya sangat berat, serta amenore. Keadaan ini disebabkan oleh perangsangan estrogen dalam derajat yang berbeda-beda terhadap endometrium serta derajat penurunan estrogen.

Frekuensi episode perdarahan periodik bergantung pada jumlah folikel yang berfungsi. Beberapa folikel dapat menjadi aktif dalam waktu yang bersamaan, mengakibatkan produksi estrogen dalam kadar yang tinggi. Pengaruh tingginya kadar estrogen dan tidak adanya produksi progesteron, endometrium akan mengalami proliferasi selama beberapa minggu atau bulan. Terjadinya penurunan estrogen dapat disebabkan oleh degenerasi beberapa folikel, menyebabkan kadarnya semakin turun, atau semakin meningkatnya kebutuhan akan estrogen dengan makin membesarnya jaringan endometrium sehingga produksinya tidak mencukupi. Kedua keadaan ini, mengakibatkan perdarahan karena penurunan estrogen yang berbeda dalam hal saat terjadi, lama dan jumlahnya.

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen di bawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang bersifat siklis, kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional yang aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oleh folikelfolikel baru. Endometrium di bawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.

Etiologi : sentral : psychogen, neurogen, hypofiser perifer : ovarial (tumor atau ovarium yang polykistik) konstitusionil : kelainan gizi, metabolik, penyakit akut atau kronik

Diagnosis
Penting untuk dilakukan anamnesa yang cermat untuk diagnostik dengan menanyakan

Usia menarche, siklus haid setelah menarche Mulainya perdarahan Apakah didahului dengan siklus yang pendek atau oleh oligomenore/amenore Lama dan sifat perdarahan (banyak atau sedikitsedikit, sakit atau tidak) Latar belakang kehidupan keluarga Latar belakang emosional

Pemeriksaan umum Perhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain Pemeriksaan Ginekologik Perlu dilihat ada tidaknya kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu)

Pemeriksaan penunjang Biopsi Endometrium Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Kerokan dilakukan setelah dipastikan dengan benar bahwa tindakan tersebut tidak menganggu kehamilan yang masih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam masa premenopause dilakukan kerokan untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas. Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan hormon reproduksi : FSH, LH, Prolaktin, E2, Progesterone, Prostaglandin F2 USG Radio immuno assay

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengukuran suhu basal atau pemeriksaan FSH dan LH.

Kriteria Diagnosis
Terjadinya perdarahan pervaginam yang tidak normal (lamanya, frekuensi, maupun jumlahnya) yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid Tidak ditemukan adanya kehamilan, kelainan pada organ-organ genitalia (eksterna maupun interna), maupun kelainan hematologi (khususnya faktor pembekuan darah) Usia terjadinya

Perimenars ( usia 8 16 tahun) Masa reproduksi ( usia 16 35 tahun) Perimenopause ( usia 45 65 tahun)

Penatalaksanaan
Tirah baring Transfusi darah Pengobatan hormonal PUD ovulasi :

Perdarahan pertengahan siklus Estrogen (E) 0.625-1.25 mg, hari ke 10-15 siklus Perdarahan bercak pra haid Progesterone (P) 5-10 mg, hari ke 17-26 siklus Perdarahan pasca haid Estrogen 0.625-1.25 mg, hari ke 2-7 siklus Polimenore Progesterone 10 mg, hari ke 18-25 siklus

PUD anovulasi Menghentikan perdarahan segera : Kuret Medisinalis :


Estrogen selama 20 hari diikuti progesterone selama 5 hari Pil KB kombinasi : 2 x 1 tablet selama 2- 3 hari diteruskan 1 x 1 tablet selama 21 hari Progesterone : 10 -20 mg selama 7 10 hari

Setelah darah berhenti, lakukan pengaturan siklus dengan :


E + P selama 3 siklus Pengobatan sesuai kelainan :


Anovulasi : stimulasi dengan Klomifen sitrat Hiperprolaktin : Bromokriptin Ovarium polikistik : kortikosteroid, lanjutkan stimulasi dengan Klomifen sitrat

Perdarahan banyak, anemia (PUD berat) Estrogen konjugasi 25 mg intravena diulang tiap 3-4 jam sampai maksimal 3 kali Progesterone 100 mg (etinodiol asetat, DMPA)
Setelah darah berhenti, dilakukan pengaturan haid dengan : Kombinasi estrogen selama 20 hari dan diikuti progesterone selama 5 hari, untuk 3 siklus Setelah 3 bulan, pengobatan disesuaikan dengan kelainan hormon yang ada Inhibitor prostaglandin dapat dipakai atau dicoba dikombinasikan dengan terapi hormon tersebut.

Pengobatan Operatif Merupakan pilihan terakhir, artinya tindakan dilatasi dan kuret dilakukan apabila dengan pengobatan hormon tidak berhasil. Bila perlu dapat dicoba dilakukan ablasi endomtrium. Sebagai tindakan terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

Perawatan Rumah Sakit Perlu pada kasus yang dilakukan dilatasi dan kuretase. Juga pada PUD berat yang disertai anemia atau perdarahan banyak, dimana kemungkinan perlu dilakukan transfusi (sebelum transfusi sebaiknya dilakukan pemeriksaan haematologik yang lengkap). Lama perawatan Pasca dilatasi dan kuretase atau suntikan E, dirawat 2-3 hari dan masa pemulihan sekitar 1 minggu
Penyulit/ Komplikasi Perforasi (ketika dilakukan dilatasi dan kuretase) Anemia berat sampai dengan syok

Prognosa
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi) Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %. Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik

Kesimpulan
Disfunctional uterine bleeding atau perdarahan uterus disfungsi adalah perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus yang abnormal (lama, frekuensi, maupun jumlahnya) yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid yang disebabkan kelainan pada poros hipotalamus-hipofisis-ovarium tanpa disertai dengan kelainan organik dan hematologik. Umumnya terjadi pada usia perimenars (8-16 tahun), usia reproduksi (16-36 tahun), dan perimenpause ( 46-65 tahun). Tetapi lebih sering pada masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Gejalanya adalah perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.

Perdarahan uterus disfungsi dibagi menjadi perdarahan anovulatoar (yang tersering) dan perdarahan ovulatoar. Perdarahan anovulatoar adalah perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa premenopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh.

Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan. Perdarahan ovulatoar diketahui dengan melakukan kerokan pada masa mendekati haid dan dipastikan sebelumnya bahwa perdarahan yang berasal dari endometrium tipe sekresi ini tanpa adanya sebab organik. Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk.

Diagnosa ditegakkan dengan melakukan anamnesa yang cermat dan penting serta pemeriksaan umum dan ginekologik yang teliti untu menyingkirkan diagnosa kelainan-kelainan organik ( polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Biopsi endometrium dilakukan pada wanita pramenopause, untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas. Pada wanita masa pubertas, kemungkinan keganasan kecil dan ada harapan untuk menjadi normal. Terapinya ada yang bersifat Hormonal dan Operatif . Terapi operatif merupakan pilihan terakhir jika pengobatan hormonal tidak berhasil

Saran
Jika ditemukan perdarahan pervaginam yang berasal dari rahim, harus dipastikan dengan cermat apa yang menjadi penyebab perdarahan tersebut, dari kelainan organik atau non organik. Setelah diketahui penyebabnya agar dilakukan terapi yang sesuai. Perempuan harus dapat menghormati organ reproduksinya dengan baik. Artinya, dia mampu memelihara organ-organ reproduksinya. Setiap ada kelainan sedikit saja, dia sadar dan tahu, lalu mencari pertolongan dokter yang dapat menyelesaikan masalahnya agar tidak berkelanjutan.

You might also like