You are on page 1of 8

KLASIFIKASI ETIOLOGI DAN ASPEK LABORATORIK PADA ANEMI HEMATOLIK Dr.

ADI KOESOEMA AMAN, SpPK (KH) Divisi Hematologi Bagian patologi klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Secara definisi anemi hemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi . Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemi hemolitik tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoisis ineffektip seperti pada anemi megaloblastik dan thalassemia. Hormon eritropoitin akan merangsang terjadinya hiperplasi eritroid (eritropoitin-induced eritroid hyperplasia) dan ini akali diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal. Anemi terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut diatas sehingga tidak terjadi anemi, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensated. Pada tulisan ini akan dikemukakan secara singkat mengenai klasifikasi, etiologi dan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu menegakan diagnose anemi hemolitik dan faktor penyebabnya. Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemi hemolitik yaitu: 1. FAKTOR INSTRINSIK (Intra Korpuskuler). Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis. 2. KELAINAN FAKTOR EKSTRINSIK (Ekstra Korpuskuler) Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat ,sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler di transfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan secara normal.

2003 Digitized by USU digital library

Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemi hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemi dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam anemi hemolitik, diantaranya yaitu : a. leukemia, b. limfoma malignum, c. gagal ginjal kronik, d. penyakit liver kronik, e. rheumatoid artheritis, f. anemi megaloblastik. KLASIFIKASI ETIOLOGI DAN PATOGENESIS HEMOLITIK ANEMI I. Inherited Hemolytik Disorders. A. Kelainan pada Membrane Bel eritrosit . 1. Hereditary Spherositosis . 2. Hereditary Ellipstositosis . 3. Abetalipoproteinemia ( Acanthositosis ). 4. Hereditary Stomacytosis 5. Lecithin-cholesterol acyl Transferase (LCAT) Deffisiensi 6. Hereditary piropoikilositosis . 7. High Phosphatydil choline Hemolitik Anemi 8. Rh nul Diseases . 9. McLeod Phenotype. B. Deffisiensi Enzym Glikolitik Eritrosit 1. Pyruvate Kinase. C. 2. Hexokinase. 3. Glucose-phosphat Isomerase. 4. Phosphofruktokinase 5. Triosephosphate isomerase 6. Phosphoglyserate kinase C. Kelainan Metabolisme Nukleotide Eritrosit . 1. Pyrimidine 5 nukleotidase Deffisiensi 2. Adenosine deaminase excess. 3. Deffisiensi Adenosine Triphosphatase. 4. Deffisiensi Adenylate kinase D. Defisiensi dari Enzym yang terlibat dalam metabolisme pentose phosphate pathway dan Glutatione . 1. Glucose 6 Phosphate Dehyrogenase (G6PD) . 2. Glutamyl-cystein synthetase. 3. Glutathione synthetase. 4. Glutathione Reduktase . E. Kelaianan Synthese dan Struktur Hemoglobin. 1. Unstable Hemoglobin Disease. 2. Sickle Sel Anemi . 3. Hemoglobinopathies Homozygote (CC; DD, EE). 4. Thalassemia Mayor. 5. Hemoglobin-H Diseases. 6. Doubly Heterozygous Disorders ( SC-Dis.,Sickle-Thalass.) II. Aquaired Hemolytik Anemia. A. Immunohemolyt ic Anemia. 1. Incompatible Blood Transfusion. 2. Hemolytic Disease of the Newborn.

2003 Digitized by USU digital library

3. Anemi Hemolitik flutoimmune yang disebabkan Antibodi reaksi hangat (Warm-antibodi) 3.1. Idiopathic. 3.2. Sekunder . 3.2.1. Infeksi Virus dan Mykoplasma . 3.2.2. Lyn1phosarcome .CLL . 3.2.3. Immurle Defisiency State. 3.2.4. SLE dan Penyaki t Autoimmune yang lain. 3.2.5. Penyakit Keganasan yang lainnya . 3.3. Drug-induced. 4. Anemi Hemolitik Autoimmune yang disebabkan antibodi reaksi dingan (Cold-antibodi ) . 4.1. Cold Hemagglutinin Disease. -Idiopathic. -Sekunder . 4.2. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria. B. Anemi Hemolitik Hikroan~giopatik dan Traumatik . 1. Prosthetic Valve dan Kelainan jantung yang lain. 2. Hemolitik -Uremia Syndrome. 3. Trombotik Trombositopenia Purpura. 4. DIC . 5. Hubungannya dengan phenomena Immunologic (Graft-rejection, immune complex disease) . C. Infektious . 1. Protozoa: malaria, toxoplasma, leismaniasis, trypanosomiasis. 2. Bacteria: Bartonellosis, Infeksi Clostridial, Kolera, Typhoid fever dan lainlain. D. Zat Kimia , Obat dan Racun Bisa . 1. Zat Kimia dan Obat-obat Oksidant . 1.1. Napththalene . 1.2. Nitrofurantoin. 1.3. Sulfonamide. 1.4. Sulfones . 1.5. Para-aminosalicylate. 1.6. Phenacetin. 1.7. Phenylsemicarbazide. 1.8. Resorcin. 1.9. Phenylhydrazine. 1.10. Aniline. 1.11. Hydroxilamine 1.12. Nitrobenzene. 1.13. Phenolderivate 1.14. Chlorates 1.15. Molekuler Oxygen 2. Zat Kimia Non-Oksidant. 2.1. Arsine 2.2. Copper. 2.3. Water.

2003 Digitized by USU digital library

3. Hubungannya dengan Dialisis dan Uremia. 4. Venoms. E. Physical Agent. 1. Thermal Injuri . 2. Ionizing Irradiation. F. Hypophosphatemia. G. Spur-cell Anemi pada Penyakit Hati . H. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria ( PNH ) . I. Defisienai Vit.E pad a Newborn. MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIUM. Untuk membantu menegakan diagnostik anemi hemolitik pemeriksaan laborutorium memegang peranan yang sangat penting sekali, selain pemeriksaan klinis dan fisis diagnostik, diagnostik hanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan fisis diagnostik dan pemeriksaan laboratorium. Kelainan fisis diagnostik yang umumnya didapat adalah berupa adanya: a) anemi, b) ictherus c) dan mungkin pembesaran limpa (splenomegali) akan memberikan kesan kemungkinan adanya anemi hemolitik. Secara garis besar kemungkinan anemi hemolitik dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya beberapa kelainan seperti tersebut dibawah ini yaitu: 1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan. 2. Kelaianan laboratorium yang acta hubungannya dengan meningkatnya kompensasi dalam proses eritropoisis. 3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnostik banding dari anemi hemolitik. Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa: 1. Berkurangnya umur sel eritrosit Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemi hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat dari tingkat anemi, ictherus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itulah pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk menegakan diagnostik anemi hemolitik. 2. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya: a. Meningkatnya kadar billirubin indirek darah. b. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen c. Meningkatnya kadar billirubin darah (hyperbillirubinemi). d. Meningkatnya exkresi urobillinogen dalam urine. 3. Meningkatnya kadar enzym Lactat dehydrogenase (LDH) serum. - Enzym LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml. - Isoenzym LDH-2 lebih dominan pada anemi hemolitik sedang isoenzym LDH-1 akan meninggi pada anemi megaloblastik. 4. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu: a. Hemoglobinemi (meningkatnya kadar Hb.plasma) b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah.

2003 Digitized by USU digital library

c. Hemoglobinuri (meningkatnya Hb.urine). d. Hemosiderinuri (meningkatnya hemosiderin urine). e. Methemoglobinemi 6. Berkurangnya kadar hemopexin serum. Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses eritroposis dalam sumsum tulang diantaranya yaitu: 1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya : 1.1. Retikulosi tosis ( polikromatopilik, stipling ) - Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung ribosome, pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan pengecatan Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara 0,82,5 % pada pria dan 0,84,1 % pada wanita, jumlah retikulosit ini harus dikoreksi dengan ratio hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit absolute dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit. - Perlu juga dihitung Retikulosit Production llidex ( RPI ) yaitu: Ret. (%) Ht. Pasien. RPI = ---------------------- x -------------------Ret. Maturation Time 0,45 - Sebagai contoh hila nilai RPI : 5 ,ini menunjukkan adanya peningkatan pembentukan eritrosit 5 kali dari normal. 1.2. Makrositosis - Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl. 1.3.Eritroblastosis . 1.4. Lekositosis dan trombositosis 2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia 3. Ferrokinetik : 3.1. Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT ). 3.2. Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT ). 4. Biokimiawi darah : 4.1. Meningkatnya kreatin eritrosit . 4.2.Meningkatnya aktivitas dari enzym eritrosit yaitu:urophorphyrin syntese,hexokinase,SGOT.

tertentu

diantaranya

Tanda-tanda laboratrium lain yang digunakan untuk membuat diagnostik banding diantaranya yaitu : 1. Kelainan bentuk sel eritrosit pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang sering kita lihat adalah bentuk : 1.1. Sel spherosit : biasanya pada hereditary spherositosis immunohemolitik anemi didapat, thermalinjury ,hypophosphatemia ,lreracunan zat kimia tertentu . 1.2. Sel Achantocyte, kelainan pada komposisi zat lemak sel eritrosit yaitu pada abetalipoproteinemia . 1.3. Spur sel biasanya ditemui pada keadaan sirosis hati.

2003 Digitized by USU digital library

1.4. Sel stomatocyte, ada hubungannya dengan kation eritrosit jarang pada keadaan penyakit hemolitik yang di turunkan biasa terjadi pada keracunan alkohol . 1.5. Target sel, spesifik untuk :penyakit thalassemia, LCAT defisiensi, obstruktive yaundice dan postsplenektomi . 1.6. Elliptocyte bentuk eritrositnya oval. 1.7. Sickle sel . 1.8. Schistocyte, helmet Bel dan fragmentosit sel, biasanya ada hubungannya dengan trauma pada sel eritrosit. 2. Eritrophagositosis, merupakan kelainan yang jarang yaitu adanya phagositik sel yang mengandung eritrosit hal ini memberi kesan adanya kerusakan pada permukaan sel ritrosit terutama oleh adanya induced komplement fixing antibodi ,protozoa, infeksi bakteri dan keracunan zat kimia tertentu . 3. Autoagglutination, hal ini merupakan karakteristik utama dari adanya penyakit cold agglutinin immunohemolitik, autoagglunation harus dibedakah dengah rouleaux formation yang sering kita jumpai pada multiple mieloma dan hal ini sering diikuti dengan peningkatan laju endap darah ( LED ) . 4. Osmotik fragiliti test ,yaitu mengukur ketahanan sel eritrosit untuk menjadi lisis oleh proses osmotik dengan menggunakan larutan saline hypotonik dengan konsentrasi berbeda-beda. Pada keadaan normal lisis mulai terjadi pada konsentrasi saline 0745-0,50 gr/l dan lisis sempurna terjadi pada konsentrasi 0730-0,33 gr/l .Median corpuscular fragiliti (MCF) yang meninggi akan menyebabkan terjadinya pergeseran kurve kekiri hal ini ada hubungannya dengan spherositosis ,sebaliknya nilai MCF yang menurun (fragilitas menurun atau osmotik resisten yang meningkat) maka kurve akan bergeser kekanan,hal ini sering kita temui pada thalassemia ,sickle sel anemi ,leptositosis ,target sel ,dengan perkataan lain osmotik fragiliti sitosis penting dalam menentukan adanya kelainan morfologi eritrosit DIAGNOSTIK. Untuk menegakkan diagnostik anemi hemolitik dan penyebabnya maka kita harus berpatokan pada dua keadaan yang berbeda yaitu : 1. Menentukan ada tidaknya anemi hemolitik, yaitu : 1.1 Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit yang berlebihan pada waktu yang sama 1.2 Terjadi anemi yang persisten yang diikuti dengan hiperaktivitas dari sistem eritropoisis . 1.3 Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa bisa diimbangi dengan eritropoisis normal 1.4 Adanya tanda-tanda hemoglobinuri atau penghancuran eritrosit intravaskular . 2. Menentukan penyebab spesifik dari anemi hemolitik, yaitu :dengan mendapatkan informasi dari anamnese yang tepat dan cermat terhadap pasien serta dari basil pemeriksaan sediaan apus darah tepi clan antiglobulin test (Coombs test) ,dari data ini dapat kita bedakan lima group pasien yaitu : 2.1 Anemi hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap infeksi , zat kimia dan kontak fisik . 2.2 Hasil pemeriksaan Coombs test positip menunjukan anemi hemolitik autoimune ( AlHA ) . 2.3 Hasil pemeriksaan Coomb-s test negatip kemungkinan adanya anemi hemolitik spherositik yaitu pada hereditari spherositosis. 2.4 Kelainan morfologi sel eritrosit yang spesifik : elliptositosis dan sickle sel anemi .

2003 Digitized by USU digital library

Golongan pasien dengan Coombs test negatip dan tidak adanya kelainan morfologi eritrosit yang spesifik ,hal ini perlu pemeriksaan tambahan yaitu Hemoglobin elektroforese dan heat denaturation test untuk unstable hemoglobin diseases. Bila hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas menunjukan hasil normal maka diagnosis anemi hemolitik menjadi sulit, kelainan enzym-enzym eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang kali dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan enzym eritrosit tersebut diantaranya yaitu enzym Glukose 6-phosphat dehydrogenase dengan pemeriksaan secara enzymatik. KESIMPULAN 1. Anemi hemolitik adalah anemi yang terjadi karena pemecahan yang berlebihan darisel eritrosit (hemolisis) tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit bagi mengatasi hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum tulang akan mengalami hyperplasia. 2. Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : a).Faktor Instrinsik (intra korpuskuler) ,kelainan terutama pada sel eritrosit , sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzym eritrosit ,b). Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (aguaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi . 3. Klasifikasi dan etiologi anemi hemolitik yaitu : a). Penyakit hemolitik yang diturunkan (Inherited hemolytic disorders) biasanya merupakan kelainan membrane, enzym glycolytic, kelainan metabolik nukleotide ,deffisiensi enzym pentosephosphat ,kelainan syntese dan struktur eritrosit ,b).Anemi hemolitik didapat (Aquaired hemolitik anemi) : Anemi hemolitik immune ,anemi mikroangiopatik, Infeksi ,zat kimiawi,physical agent, PNH ,hypophosphospatemia ,vit.E deffisiensi pada newborns. 4. Pemeriksaan laboratorium yang penting diantaranya yaitu :a). Hitung sel darah secara lengkap (C.B.C) :Hb.,Ht.,Jumlah lekosit, eritrosit ,trombosit ,retikulosit ,nilai MC ,pemeriksaan SADT, b).Osmotik Fragiliti Test ,c).Pemeriksaan Biokimiawi dan d).Pemeriksaan immunologi. KEPUSTAKAAN 1. Charles H. Packman ,John P. Leddy; Aquired Hemolytic Anemi dueto WarmReacting Autoantibodies ;in Williams Hematology,Editors Ernest Beutler ,Marshall A.Lichtman ,Barry S.Coller ,Thomas J.Kipps ,Mcgraw-Hill. Inc. Health Professions Devision ,p. 677-684 Fifth Edition, 1995 2. Charles H.Packman ,John P.Leddy ; Cryopathic Hemolytic Syndrome in Williams Hematology ,Editors ;Ernest Beutler ,Marshall A. Lichtman ,Barry S Coller ,Thomas J.Kipps ,Mcgraww-Hill. Inc., Health Profesions Devision ,p.685 -690 ,Fifth Edition ,1995 3. D.S.Gillent ,A.J.Bellingham ;Haemolytlc Anemias ,in. Clinical Haematology ,Edited by ; Christopher A.Ludlam ,ELBS ,with Churchill Livingstone ,LowPriced Edition ,1994. 4. Ernest Beutler; Hemolytic Anemi Due to Chemical and Physical Agents ;in Williams Hematology ,Editors; Ernest Beutler, Marshall A. Lichtman ,Barry S.Coller ,Thomas J.Kipps 7 McGraw-Hill. Inc.Health Professions Division ,p. 670 -673 ,Fifth Edition, 1995.

2.5

2003 Digitized by USU digital library

5. Ernest Beutler; Hemolytic Anemi due to Infection with Microorganisms ; in Williams Hematology, Editors: Ernest Beutler, Marshall A.Lichtman ,Barry S.Coller ,Thomas J.Kipps ,McGraw-Hill. Inc.Health Professions Devision ,p.674-676, Fifth Edition, 1995. 6. G.C.de Gruchy ; Clinical Haematology in Medical Practice,The English Language Book Society and Blackwell Scientific Publication, Fourth Edition, 1978. 7. Henry J.B.; Clinical Diagnosis and Management By Laboratory Methodes ,W.B. Saunders Company ,18th Edition ,1991. 8. Richard Ravel M.D.; Clinical Laboratory Medicine,Clinical Application of Laboratory Data ,Mosby st.Louis Baltomore, Berlin, Boston, London, Tokyo,Toronto ,p. 40 -55 ,Sixth Edition ,1994. 9. Sir John V. Dacie ,S_M. Lewis ;Practical Haematology ,ELBS with,Churchil Livingstone ,p. 179-225 ,Seventh Edition ,1991. 10. Wintrobe M.M. ; Clinical Haematology , Lea & Febiger Philadelphia p.734-957 , Eighth Edition, 1985.

2003 Digitized by USU digital library

You might also like