You are on page 1of 4

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang WHO (1999) menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Sejak janin dalam kandungan, bayi, balita, anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut, makanan yang memenuhi syarat gizi merupakan kebutuhan utama untuk pertahanan hidup, pertumbuhan fisik, perkembangan mental, prestasi kerja, kesehatan dan kesejahteraan (Supariasa et al. 2001). Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi (Syarief 2004). Masalah gizi dibagi menjadi dua kelompok yaitu masalah gizi kurang (under nutrition) dan masalah gizi lebih (Supariasa et al. 2001). Seseorang mempunyai status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksin atau membahayakan. Masalah gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh berkurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Misalnya, faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya

pencernaan, faktor-faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi, faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat-zat gizi seperti adanya penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat gizi (Almatsier 2001). Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar (Supariasa et al. 2001). Pada keluarga yang berlatar belakang sosial ekonomi yang rendah atau miskin, umumnya menghadapi masalah kekurangan gizi (gizi kurang). Gizi kurang adalah semua hal yang berkaitan dengan ketidakcukupan makanan (diet), termasuk penyerapan dan pencernaan makanan yang tidak

sempurna sehingga mengakibatkan timbulnya peyakit yang muncul sebagai gejala klinis serta makanan yang tidak mencukupi secara kualitas atau kuantitas (Khumadi 1989). Kekurangan gizi dapat berakibat negatif terhadap kesejahteraan perorangan, keluarga, dan masyarakat sehingga dapat merugikan pembangunan nasional suatu bangsa. Dampak kekurangan gizi secara umum dikelompokkan kedalam 11 kategori, yaitu dampak terhadap: kematian anak, penyakit anak, kematian ibu, kesuburan wanita atau fertilitas, fungsi mata, kecerdasan, prestasi sekolah, anggaran pendidikan dan kesehatan pemerintah, jumlah dan nilai ekonomi air susu ibu, produktivitas kerja, dan masalah ekonomi bangsa (Soekirman 2000). Jelliffe (1989) menyatakan bahwa masalah gizi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (multiple overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi, dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia tergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi penduduk. Faktor ekologi yang berhubungan dengan penyebab masalah gizi dibagi dalam enam kelompok, yaitu keadaan infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta kesehatan dan pendidikan. Konsumsi pangan sangat erat kaitannya dengan aspek gizi dan kesehatan. Konsumsi makanan yang selalu kurang dari kecukupan dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan kurang gizi walaupun tidak menderita penyakit. Akan tetapi, konsumsi makanan yang cukup apabila terdapat penyakit, dapat pula berakibat kurang gizi (Riyadi 2006). Soekirman (2000) menyatakan bahwa kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak langsung terjadinya status gizi kurang atau buruk. Balita merupakan salah satu kelompok yang termasuk sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi. Kekurangan gizi (KEP) ini adalah suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi protein serta karena infeksi, yang berdampak pada penurunan status gizi anak. Sementara itu gizi yang baik pada masa bayi dan anak-anak sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya (Roedjito 1989). Pada bayi dan anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental dan spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut

dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian, akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (Syarief 2004). Seperti yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa masalah gizi merupakan masalah yang multikompleks, yang banyak dipengaruhi dan mempengaruhi berbagai faktor. Banjarnegara merupakan salah satu propinsi di Jawa Tengah yang memiliki riwayat kurang pangan pada tahun 1930-1940 dan 1961-1962. Pada tahun 2004/2005 dan 2006 Banjarnegara masih termasuk dalam wilayah yang situasi pangan dan gizinya dikategorikan beresiko tinggi. Situasi pangan dan gizi yang beresiko tinggi ini tentunya akan mempengaruhi status gizi balitanya. Oleh karena itu, menarik untuk dipelajari faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi balita terutama di wilayah rawan pangan seperti Banjarnegara. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbiditas dengan status gizi anak balita Tujuan Khusus 1. Mempelajari tingkat ketahanan pangan rumahtangga. 2. Mempelajari karakteristik sosial ekonomi rumahtangga. 3. Mempelajari kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan fisik rumahtangga. 4. Mengetahui tingkat kesakitan (morbidity) anak balita. 5. Menganalisis hubungan antara tingkat ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbiditas dengan konsumsi pangan dan status gizi anak balita. Hipotesis 1. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga berhubungan dengan status gizi anak balita. 2. Kondisi sanitasi dan lingkungan fisik serta morbiditas berhubungan dengan status gizi anak balita. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang beberapa faktor yang berhubungan terhadap status gizi anak terutama di daerah rawan pangan kepada masyarakat dan pemerintah, khususnya di daerah Banjarnegara

atau daerah yang tergolong rawan pangan lainnya sehingga prevalensi masalah gizi dapat diturunkan dan dicegah melalui pembuatan kebijakan oleh pemerintah setempat atau kesadaran masyarakat untuk menjaga munculnya faktor-faktor pemicu yang beresiko meningkatkan prevalensi masalah gizi terutama pada anak, yang merupakan aset keluarga dan negara.

You might also like