You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Memahami ajaran dalam agama Islam dilakukan tidak sebatas membaca AlQuran dan terjemahannya. Sebab, Al-Quran memiliki bahasa yang tinggi dan ayat-ayatnya tidak selalu bisa dipahami hanya melalui terjemahan. Salah satu penjelas dari isi Al-Quran ada sunah atau hadits yang berupa ucapan-ucapan Rasulullah Saw. yang diberi otoritas oleh Tuhan untuk menyampaikan setiap wahyu kepada umat manusia. Kedudukan hadits ini sangat penting bagi umat Islam. Hadits merupakan warisan Rasulullah yang sampai sekarang masih dipegang para umatnya yang senantiasa mengharapkan syafaat setelah dibangkitkan kembali nanti. Hadits dikumpulkan oleh sejumlah perawi memiliki peran penting dalam penyampaian ajaran Islam. B. PEMBATASAN MASALAH Dalam makalah ini kami mencoba menguraikan salah satu materi yang ada dalam mata kuliah Ulumul Hadits dengan judul bahasan Kedudukan Hadits Dalam Agama Islam. Dan dikarenakan luasnya materi tersebut maka kami membatasi masalah yang kami uraikan nantinya seputar kedudukan hadits dan fungsi hadits saja. C. PERUMUSAN MASALAH Memperhatikan pembatasan masalah seperti yang telah diuraikan diatas perlu adanya pemahaman tentang kedudukan hadits itu sendiri yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Menjelaskan kedudukan hadits terhadap Al-Quran sebagai penjelasan 2. Menjelaskan kedudukan hadits terhadap masalah yang tidak disebutkan AlQuran (sebagai sumber hukum). D. TUJUAN PEMBAHASAN Tujuan dari diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui secara terperinci kedudukan hadits terhadap Al-Quran sebagai penjelasan

2. Untuk mengetahui masalah yang tidak disebutkan dalam Al Quran. (sebagai sumber hukum) E. KEGUNAAN PEMBAHASAN Kegunaan dari pembahasan ini adalah : a. Bagi kami pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. b. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan dalam mata kuliah Ulumul Hadits khususnya materi Kedudukan Hadits Dalam Pembinaan Hukum Islam.

BAB II PEMBAHASAN KEDUDUKAN AL-HADITS DALAM ISLAM Seluruh umat islam, tanpa kecuali telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al Quran. Kewajiban mengikuti hadits bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti Al Quran. Hal ini karena hadits mubayyin (Penjelasan) terhadap Al Quran. Tanpa memahami dan menguasai hadits siapa pun tidak bisa memahami Al Quran. Sebaliknya siapapun tidak akan bisa memahami hadits tanpa memahami Al Quran karena Al Quran merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis besar syariat, dan hadits merupakan dasar hukum kedua yang didalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al Quran. Dengan demikian antara hadits dan Al Quran memiliki kaitan yang sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri. Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadits dalam islam tidak dapat diragukan karena terdapat penegasan yang banyak, baik didalam Al Quran maupun dalam hadits nabi Muhammad SAW, Jumhur Ulama menyatakan bahwa Al-Hadits menempati urutan kedua dalam Islam setelah Al-Quran. Dalam AlQuran banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa firman Allah sebagai berikut : a. Surat Annisa ayat 59

, . ( : )

Artinya : hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnah-Nya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. b. Surah Annisa ayat 69

(
Artinya : Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya) mereka itu akan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabinabi, para Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

: )

1.

PERANAN AL-HADITS TERHADAP AL-QURAN Al-Quran dan Al-Hadits merupakan pedoman hidup yang tak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Disamping itu keduanya juga merupakan sumber hukum dalam Islam. Al-Quran sebagai hokum yang pertama dan utama banyak memuat ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu Hadits yang menjadi sumber hukum Islam yang kedua menjadi penjelas (Bayan) terhadap isi kandungan Al-Quran yang masih bersifat umum tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran, Surah Annahl ayat 44 yaitu :

. (
Artinya : Keterangan-keterangan (mujizat) dan kitab-kitab dan kami turunkan kepada mu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Allah SWT menurunkan Al-Quran kepada manusia untuk difahami dan diamalkan, karena itu agar maksud tersebut terwujud, maka Allah SWT memerintahkan kepada Rasullah Muhammad SAW untuk menjelaskannya melalui hadits Beliau. Hadits sebagai penjelas atau bayan Al-Quran itu memiliki bermacam-macam fungsi. Imam Malik bin Anas menyebutkan lima macam fungsi, yaitu sebagai bayan at-taqrir, bayan at-tafsir, bayan at-tafsil, bayan at-bast, bayan at-tasyri. Sementara itu, Imam syafiI menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan at-tafsil, bayan at-takhsis, bayan at-tayin, bayan at-tasyri, dan bayan an-nasakh. Jika dirinci maka secara umum peranan (fungsi) Al-Hadits terhadap AlQuran diantaranya adalah sebagai berikut : a. Al-Hadits memperkuat (memperkokoh) isi kandungan Al-Quran. Contoh : Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 185

: )

, ( : )
5

Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembela (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (ditinggalkannya itu pada harihari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. Untuk memperkuat ayat di atas rasullah SAW bersabda :

( ) .
Artinya : Apabila kalian melihat (ruyah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ruyah) itu maka berbukalah (H.R.Muslim) b. AL-Hadits memberi rincian terhadap ayat-ayat yang masih bersifat umum (mujmal) diantara ayat yang bersifat mujmal itu adalah ayat-ayat yang bercerita tentang shalat, zakat, puasa, syariat jual beli, nikah dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah perintah shalat yang ada dalam Al-Quran (Surah Al-Baqarah ayat : 43 ) berikut ini :

(
Artinya : Dan dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat dan rukulah bersama orang-orang yang ruku Ayat di atas hanya berbicara secara umum tentang shalat, sedangkan tata cara pelaksanaan shalat tidak dijelaskan di dalam ayat tersebut, maka hal ini

: )

dijelaskan oleh Rasullah SAW di dalam Hadits beliau, sebagaimana sabda Beliau yang berbunyi :

( )
Artinya : Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat (HR. Bukhori) c. AL-Hadits menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketetapannya dalam Al-Quran atau bisa juga dikatakan bahwa hokum sesuatu itu hanya pokokpokoknya saja yang ada dalam Al-Quran. Kemudian hadits menunjukkan suatu kepastian hukum. Misalnya saja di dalam Al-Quran dikatakan bahwa haram hukumnya memakan bangkai, bangkai disini hanya dijelaskan secara umum. Kemudian Al-hadits menetapkan hukum yang lebih tegas dengan mengatakan bahwa semua bangkai adalah haram kecuali bangkai ikan dan belalang. Contoh lain adalah hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara dalam satu ikatan pernikahan semisal istri dan bibinya atau wanita yang merupakan saudara kandung. d. Al-Hadits sebagai penentu di antara dua atau tiga perkara yang dimaksud dalam Al-Quran Banyak ayat atau lafaz Al-Quran yang memiliki berbagai kemungkinan arti atau makna, sehingga terjadilah perbedaan tafsir oleh keterangan lain, kemungkinan pemahaman terhadap ayat tesebut akan berlainan dengan tujuan yang dikehendaki dan tentu daja akan menjadi sulit untuk dilaksanakan. Contohnya ayat tentang masa iddah tiga kali quru bagi perempuan yang diceraikan suaminya. Lafal quru dalam ayat tersebut berarti haid dan suci. Tidak jelas apakah ayat tersebut berbicara tentang iddah perempuan yang dithalaq itu tiga kali suci atau tiga kali haid. Oleh karena itu, muncul haidts yang menjelaskan atau menentukan (tayin) dari dua masalah tesebut. e. Al-Hadits sebagai bayan An-nasakh Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi hadist yang satu ini, hal ini terjadi karena adanya Perbedaan pendapat dalam mentarifkan pengertiannya.

Sehingga ada yang menerima dan mengakui fungsi hadist sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Quran tetapi ada juga yang menolaknya. Menurut Ulama Mutaqaddimin terjadinya nasakh dikarenakan adanya dalil syara yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, sebab masa berlakunya telah berakhir dan tidak bisa diamalkan lagi. Akhirnya syari (pembuat syariat) menyatakan bahwa ayat tersebut tidak berlaku untuk selamanya ataupun temporal. Maka ketentuan yang dating kemudian dapat menghapus ketentuan yang sebelumnya. Itu berarti, hadist dapat menghapus ketentuan dan kandungan isi Al-Quran. Ketidak berlakuan suatu hukum harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, terutama syarat adanya nasakh dan mansukh. Kelompok yang membolehkan adanya nasakh ini adalah golongan Mutazilah, Hanafiah dan mazhab Ibnu Hazm Adh-Dhahiri. Mutazilah membatasi, Hanafiah dan mazhab Ibnu Hazm pada hadits yang mutawatir (mutawatir lafzhi). Sementara golongan hanafiah tidak mensyaratkan hadits yang mutawatir, yang masyhur (hadits ahad) pun bisa menasakhkan hukum ayat Al-Quran. Dam mazhab Ibnu HAzm Adh-Dhahiri menyatakan adanya nasakh meskipun dengan hadits ahad. Salah satu contoh dari fungsi hadits sebagai bayan annasakh ini adalah firman Allah surah Al-Baqarah ayat 180, tentang wasiat bagi ahli waris, yaitu :

( : )
Diwajibkan atas kamu apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. Ayat di atas disanadkan dengan hadits yang berbunyi : Artinya :

( )
Artinya : Tidak ada wasiat bagi ahli waris (HR. Bukhori)

Kelompok yang menolak nasakh ini adalah Imam SyafiI, mazhab Zhahiriah dan Khawarij. 2. KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM Seluruh Umat Islam, naik yang ahli naql maupun ahli aql telah sepakat bahwa hadits/sunah meruapakan dasar hukum Islam, yaitu sakah satu dari sumber hukum Islam dan juga sepakat tentang diwajibkannya untuk mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Quran. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Muhammad Ajjaj Al-Khatib mengatakan :

.
Artinya : Al-Quran dan As-sunnah (Al-Hadits) merupakan dua sumber hukum syariat Islam yang tepat, sehingga umat Islam tidak mungkin mampu memahami syariat Islam, tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Mujtahid dan orang alim pun tidak diperolehkan hanya mencakupkan diri dengan dalah satu dari keduanya. Banyak ayat Al-Quran dan Al-Hadits yang menjelaskan bahwa hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam selain Al-Quran yang diikuti sebagaimana mengikuti Al-Quran, baik dalam bentuk awamir maupun nawahinya. Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalil naqli mapun dalil aqli, berikut ini. A. Dalil Al-Quran

Banyak ayat Al-Quran yang menerangkan kewajiban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Di antaranya adalah : Firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi :

, .
Artinya : Allah sekali-kali tidka akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara Rasul-rasul-Nya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar. Dalam surat Annisa ayat 136 Allah SWT berfirman :

.
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan ke[ada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang ini telah sesat sejauh-jauhnya.. Dalam surat Ali Imran di atas, Allah memisahkan antara orang-orang

mukmin dan orang-orang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan orang-

10

orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Pada surat an-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar tetap beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), Al-Quran, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya. Selain memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasuulllah SAW, Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundangundangan san peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan dengan masalah ini. B. Dalil Al-Hadits Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenan dengan kewajiban menjadikan hadis sebagai pedoman hidup disamping Al-Quran sebagai pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya:

( ) .
Artinya : aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan hadits lain, Rasulullah SAW, bersabda :

.
Artinya : wajib bagi kaum sekalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.

11

Hadits-hadits tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadits atau menjadikan hadits, sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Quran. C. Kesepakatan Ulama (Ijma) Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Penerimaan hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Quran, karena keduanay sama-sama merupakan sumber hukum Islam. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak masa Rasulullah, sepeninggalan beliau, masa Khulafa Ar-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya, banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, tetapi menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya. Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain dalam peristiwa di bawah ini : 1. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, ia berkata, Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkannya. 2. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu. 3. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-Quran. Ibnu Umar menjawab, allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat. 4. diceritakan dari Saad bin Musayyab bahwa Usman bin Affan berkata, saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah Saw, saya makan sebagimana makannya Rasulullah, dan saya akan shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah SAW. Maka banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa apa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah SAW, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh mereka.

12

D.

Sesuai Dengan Petunjuk Akal (Ijtihad) Kerasulan NAbi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang diterimanay dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun juga, tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nash yang menasakhkan. Bila kerasulan Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan, maka sudah selayaknya apabila segala peraturan dan eprundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu atau hasil ijtihad semata ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Di samping itu, secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul mengharuskan umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Quran. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahan, hadits melahirkankan hukum zhanni, kecuali hadits yang mutawatir.

BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN

13

Kedudukan hadits dalam Islam yang utama adalah penjelas ayat Al-Quran yang masih global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap tiap ajaran kepada para sahabat setelah beliau mendapatkan penjelasan dari Jibril. Peran yang kedua adalah agar hadits menjadi pedoman tambahan ketika muncul persoalan-persoalan yang tidak secara spesifik terdapat pada Al-Quran. Setelah Rasulullah Saw. Al-Quran dan hadits dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk mengeluarkan fatwa dan aturan lainnya. Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara sembarangan dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi. Penjelasan Rasulullah sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami bahwa juga sudah ditafsirkan secara mendalam oleh para ulama. Ucapan dan kepribadian Rasulullah Saw. selalu berdasarkan Al-Quran. Umat Islam yang mengikuti hadits-hadits Rasulullah adalah mereka yang juga taat kepada AlQuran. Peran yang keempat, hadits /sunah merupakan dasar hukum Islam, yaitu salah satu dari sumber hukum Islam yang menduduki urutan kedua setelah AlQuran. Dan wajib diikuti sebagaimana mengikuti Al_quran, baik dalam bentuk awamir maupun nawahi-nya. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahan, hadits melahirkan hukum Zhanni kecuali hadits mutawatir. 2 SARAN Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu mengiringinya sejak masa Rasulullah sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu ekplisit, pada masa nabi hadis tidak ada persoalan karena setiap ada masalah langsung di bicarakan dengan nabi Ulumul hadis disini membahas dari segi bahasa atau pengertian sejarah dan sampai cabang-cabangnya. Mengingat luasnya materi dari Ulumul Hadits ini besar harapan kami untuk kelompok selanjutnya agar menguraikan materi sesuai dengan bahasan masingmasing, tentunya dengan satu tujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita yang berhubungan dengan Ulumul Hadits. DAFTAR PUSTAKA DepAg RI, Al-Quran dan Terjemahan (Semarang, 1998) Ash-Shahih Shubhi, Melejitkan Ilmu-ilmu Hadits (Jakarta, 2002)

14

Nata, Abuddin, Al-Quran dan Hadits/ Dirasah Islamiah 1 (2000) Suparta Munzir, Ilmu Hadits (Jakarta, 2006) As-Suyuthi, Al-Jami Ash-Shagir, Beirut : Dar Al-Fikr. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud Jilid II, Beirut : Dar Al-Fikr. 1990. Muhammad Ajjaj Al Khatib, Ushul Al-Hadits. Terj. HM. Qodrun Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta : Gaya Media Pratama. Musthafa As-Sibai, As-Sunnah wa Makamatuha fi At-Tasyri Al Islami. Kairo : Dar Al-Qumiyah, 1949. Utang Ranu Wijaya, Ilmu Hadits, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996

15

You might also like