You are on page 1of 4

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 70/Kpts-II/95 TENTANG PENGATURAN TATA RUANG HUTAN TANAMAN

INDUSTRI MENTERI KEHUTANAN Menimbang: a. Bahwa hahwa dalam rangka terlaksananya pembangunan Hutan Tanaman Industri secara lestari, maka perlu adanya penataan ruang areal hutan tanaman industri dengan memperhatikan aspek-aspek kepastian lahan. sumber daya hutan, kontinuitas produksi hasil hutan. konservasi, sosial ekonomi, dan institusi;

b. bahwa untuk dapat mencapai sasaran sebagaimana tersebut pada butir a diatas, antara lain perlu adanya pengaturan tata ruang areal Hutan Tanaman Industri; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pengaturan Tata Ruang Hutan Tanaman Industri. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan;

Mengingat:

1.

2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri; 6. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 jo. Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1993 tentang Susunan Organisasi Departemen; 7. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 8. Keputuaan Presiden Nomor 96/H Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 358/Kpts-II/1993 tentang Tata Cara Permohonan Hak Pengusahaan Industri; 10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 677/Kpts-II/1993 tentang Organisasi Departemen Kehutanan. Memperhatikan: Pedoman International Tropica/Timber Organization Tahun 1992 Bagi Pembangunan dan Pengelolaan Yang Lestari Hutan Tanaman Tropika. MEMUTUSKAN Menetapkan: KEPUTUSAN MENTEI! KEHUTANAN TENTANG PENGATURAN TATA RUANG HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disebut HTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. 2. Tata Ruang HTI adalah hasil penataan areal HTI sesuai dengan peruntukannya. 3. Tanaman pokok adalah tanaman untuk tujuan produksi hasil hutan berupa kayu pertukangan kayu serat atau kayu energi. 4. Tanaman unggulan adalah tanaman jenis asli di daerah yang bersangkutan yang mempunyai nilai perdagangan (niagawi) tinggi. 5. Tanaman kehidupan adalah tanaman tahunan/pohon yang menghasilkan hadil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat. 6. Areal konservasi adalah areal yang dilindungi dalam rangka perlindungan dan pemeliharaan sumber daya alam. 7. Sarana/prasarana adalah sarana/prasarana pengusahaan HTI, antara lain berupa base camp, jalan utama, jalan cabang, jalan inspeksi/pemeriksaan dan sekat bakar. Pasal 2 Penataan ruang HTI bertujuan untuk mengatur penggunaan suatu unit areal HTI sesuai dengan peruntukannya, yaitu untuk:

a. Areal tanaman pokok; b. Areal tanaman unggulan; c. Areal tanaman kehidupan;

d. Areal konservasi; e. Areal sarana dan prasarana. Pasal 3 (1) (2) (3) Rencana Tatu Ruang HTI wajib disusun oleh setiap pemohon Hak Pengusahaan HTI dan merupakan satu kesatuan dengan penyusunan Studi Kelayakan. Pelaksanaan pembangunan HTI, harus didasarkan pada rencana tata ruang, sebagaimana dimaksud ayat (1), yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang. Ketentuan pengaturan tata ruang HTI yang diatur dalam Keputusan Ini tidak diwajibkan bagi pemohon atau pemegang HTI-Trans. Pasal 4 (1) Luas areal tanaman pokok ditetapkan + 70 % dari suatu unit areal HTI; (2) Luas areal tanaman unggulan ditetapkan + 10 % dari suatu unit areal HTI; (3) Luas areal tanaman kehidupan ditetapkan + 5 % dari suatu unit areal HTI; (4) Luas areal konservasi ditetapkan + 10 % dari suatu unit areal HTI; (5) Luas areal untuk sarana/prasarana ditetapkan + 5 % dari suatu unit areal HTI; Pasal 5

(1) (2) (3)

Areal tanaman pokok diletakkan pada areal dengan kelerengan sampai 0 dengan 25 % dengan lokasi penanaman diluar areal konservasi. Areal tanaman unggulan diletakkan pada batas blok, batas petak dan batas luar areal HTI yang tidak berbatasan dengan pemukiman penduduk. Areal tanaman kehidupan diletakkan pada batas luar areal HTI yang berbatasan dengan pemukiman penduduk (sebagai buffer zone), berfungsi sebagai pengamanan melalui fungsi aoaial ekonomi.

(4) Areal konservasi diletakkan pada kawasan bergambut, kawasan resapan air, sepadan pantai, sepadan sungai, kawasan sekitar waduk/danau, sekitar mata air, dan sekitar pantai berhutan bakau. (5) Areal untuk sarana/prasarana diperuntukkan sebagai areal base camp, jalan utama, jalan cabang, jalan inspeksi/pemukiman dan sekat bakar. Pasal 6 (1) (2) Data/informasi yang digunakan untuk penyusunan rencana tata ruang HTI diperoleh dari hasil telaahan detail fisik lapangan, citra landsat/potret udara, peta topografi, peta tanah. Jenia data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang terkait dengan penyusunan rencana tata ruang HTI seperti iklim, fauna, flora, sosial ekonomi penduduk di sekitar areal HTI, hidroorologis dan peruntukan kawasan hutan, topografi, jenis tanah dan kondisi areal. PasaI 7 (1) Rencana tata ruang HTI disajikan dalam bentuk peta dengan dilengkapi keterangan dari fungsi setiap areal.

(2) Peta dasar yang digunakan dalam pembuatan rencana tata ruang HTI adalah peta topografi dengan skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000. (3) Pewarnaan dalam peta tata ruang HTI berdasarkan fungai arealnya, adalah : a. Areal tanaman pokok dengan warna kuning; b. Areal tanaman unggulan dengan warna blru; c. Areal tanaman kehidupan dengan warna hijau;

d. Areal konservasi dengan warna merah; e. Areal sarana/prasarana dengan warna coklat; Pasal 8 (1) (2) Penyusunan rencana tata ruang HTI menjadi tanggung jawab pemohon Hak Pengusahaan HTI. Dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon HPHTI dapat menggunakan jasa konsultan mampu yang telah disetujui oleh Departemen Kehutanan. Pasal 9 (1) Apabila pemohon HPHTI tidak menyusun tata ruang HTI, maka studi kelayakan HPHTI tidak disetujui. (2) Apabila pemohon HPHTI dalam menyusun rencana tata ruang HTI tidak sesuai dengan ketentuan Keputusan ini, permohonan HPHTI, studi kelayakan dan rencana tata ruang HTI dikembalikan dengan batas waktu penyempurnaan 3 (tiga) bulan.

(3)

Apabila pemohon HPHTI tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan setelah diperingatkan sebanyak 3 (tiga) kali, masing-masing dengan jangka waktu 1 (satu) bulan, maka permohonan HPHTI yang dimaksud ditolak. Pasal 10

(1) Studi kelayakan permohonan HPHTI yang saat ditetapkannya Keputusan ini belum disetujiui, pemohon wajib melengkapi dengan rencana tata ruang HTI. (2) Sedangkan bagi Studi Kelayakan yang sudah disetujui, selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya Keputusan ini, pemohon HPHTI wajib menyesuaikan studi kelayakannya dengan ketentuan dalam Keputusan ini. Pasal 11 Petunjuk teknis dari Keputusan ini, diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan. Pasal 12 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di: J A K A R T A Pada tanggal: 6 Pebruari 1995 MENTERI KETUHANAN, t t d. DJAMALUDDIN SURYOHADIKUSUMO

Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Ttd. Kamdiya Adisesanto, SH

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Sdr. Para Menteri Kabinet Pembangunan VI. 2. Sdr. Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan. 3. Sdr. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia. 4. Sdr. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi di seluruh Indonesia. 5. Sdr. Para Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia. 6. Sdr. Para Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Dati I di seluruh Indonesia.

You might also like