You are on page 1of 33

Enzim http://id.wikipedia.

org/wiki/Enzim
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Model komputer enzim purina nukleosida fosforilase (PNPase)

Diagram energi potensial reaksi kimia organik yang menunjukkan efek katalis pada suatu reaksi eksotermik hipotetis X + Y = Z. Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.[1][2] Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih

rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh: X + C XC (1) Y + XC XYC (2) XYC CZ (3) CZ C + Z (4) Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim.

Daftar isi
[sembunyikan] 1 Etimologi dan Sejarah 2 Konvensi penamaan 3 Struktur dan mekanisme o 3.1 Kespesifikan 3.1.1 Model "kunci dan gembok" 3.1.2 Model ketepatan induksi o 3.2 Mekanisme 3.2.1 Stabilisasi keadaan transisi 3.2.2 Dinamika dan fungsi o 3.3 Modulasi alosterik 4 Kofaktor dan koenzim o 4.1 Kofaktor o 4.2 Koenzim 5 Termodinamika 6 Kinetika 7 Inhibisi 8 Fungsi biologis 9 Kontrol aktivitas 10 Keterlibatan dalam penyakit 11 Referensi

12 Lihat pula

[sunting] Etimologi dan Sejarah

Eduard Buchner Hal-ihwal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian. Pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan daging oleh sekresi perut[3] dan konversi pati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun, mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi.[4] Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya kematian ataupun putrefaksi sel tersebut."[5] Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Khne (18371900) pertama kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan proses ini. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme hidup. Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai kemampuan ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada sel ragi yang hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa gula difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada campuran.[6] Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai "zymase" (zimase).[7] Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan Nobel dalam bidang kimia "atas riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang dilakukannya". Mengikuti

praktek Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat enzim tersebut (contohnya: laktase, merupakan enzim yang mengurai laktosa) ataupun pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang menghasilkan polimer DNA). Penemuan bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian pada sifat-sifat biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas enzim diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard Willsttter berargumen bahwa proten hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease dan menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni. Kesimpulannya adalah bahwa protein murni dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel tahun 1946 pada bidang kimia.[8] Penemuan bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965.[9] Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.

[sunting] Konvensi penamaan


Nama enzim sering kali diturunkan dari nama substrat ataupun reaksi kimia yang ia kataliskan dengan akhiran -ase. Contohnya adalah laktase, alkohol dehidrogenase (mengatalisis penghilangan hidrogen dari alkohol), dan DNA polimerase. International Union of Biochemistry and Molecular Biology telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC; tiap-tiap enzim memiliki empat digit nomor urut sesuai dengan ketentuan klasifikasi yang berlaku. Nomor pertama untuk klasifikasi teratas enzim didasarkan pada ketentuan berikut: EC 1 Oksidoreduktase: mengatalisis reaksi oksidasi/reduksi EC 2 Transferase: mentransfer gugus fungsi EC 3 Hidrolase: mengatalisis hidrolisis berbagai ikatan EC 4 Liase: memutuskan berbagai ikatan kimia selain melalui hidrolisis dan oksidasi EC 5 Isomerase: mengatalisis isomerisasi sebuah molekul tunggal EC 6 Ligase: menggabungkan dua molekul dengan ikatan kovalen Tata nama secara lengkap dapat dilihat di http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/ (Bahasa Inggris).

[sunting] Struktur dan mekanisme


Lihat pula: Katalisis enzim

Diagram pita yang menunjukkan karbonat anhidrase II. Bola abu-abu adalah kofaktor seng yang berada pada tapak aktif. Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase[10], sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase.[11] Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner).[12] Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit.[13] Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 34 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis.[14] Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik. Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.

[sunting] Kespesifikan
Enzim biasanya sangat spesifik terhadap reaksi yang ia kataliskan maupun terhadap substrat yang terlibat dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik hidrofilik/hidrofobik enzim dan substrat bertanggung jawab terhadap kespesifikan ini. Enzim juga dapat menunjukkan tingkat stereospesifisitas, regioselektivitas, dan kemoselektivitas yang sangat tinggi.[15]

Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan kespesifikan tertinggi terlibat dalam pengkopian dan pengekspresian genom. Enzim-enzim ini memiliki mekanisme "sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA polimerase mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah produk reaksinya benar pada langkah kedua.[16] Proses dwilangkah ini menurunkan laju kesalahan dengan 1 kesalahan untuk setiap 100 juta reaksi pada polimerase mamalia.[17] Mekanisme yang sama juga dapat ditemukan pada RNA polimerase,[18] aminoasil tRNA sintetase[19] dan ribosom.[20] Beberapa enzim yang menghasilkan metabolit sekunder dikatakan sebagai "tidak pilih-pilih", yakni bahwa ia dapat bekerja pada berbagai jenis substrat yang berbeda-beda. Diajukan bahwa kespesifikan substrat yang sangat luas ini sangat penting terhadap evolusi lintasan biosintetik yang baru.[21] [sunting] Model "kunci dan gembok" Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri yang saling memenuhi.[22] Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima. [sunting] Model ketepatan induksi

Diagram yang menggambarkan hipotesis ketepatan induksi. Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model kunci dan gembok: oleh karena enzim memiliki struktur yang fleksibel, tapak aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat.[23] Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif.[24] Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.[25]

[sunting] Mekanisme
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkan G:[26]

Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.) Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi. Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara. Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar,[27] dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.[28] [sunting] Stabilisasi keadaan transisi Pemahaman asal usul penurunan G memerlukan pengetahuan bagaimana enzim dapat menghasilkan keadaan transisi reaksi yang lebih stabil dibandingkan dengan stabilitas keadaan transisi reaksi tanpa katalis. Cara yang paling efektif untuk mencapai stabilisasi yang besar adalah menggunakan efek elektrostatik, terutama pada lingkungan yang relatif polar yang diorientasikan ke distribusi muatan keadaan transisi.[29] Lingkungan seperti ini tidak ada dapat ditemukan pada reaksi tanpa katalis di air. [sunting] Dinamika dan fungsi Dinamika internal enzim berhubungan dengan mekanisme katalis enzim tersebut.[30][31][32] Dinamika internal enzim adalah pergerakan bahagian struktur enzim, misalnya residu asam amino tunggal, sekelompok asam amino, ataupun bahwa keseluruhan domain protein. Pergerakan ini terjadi pada skala waktu yang bervariasi, berkisar dari beberapa femtodetik sampai dengan beberapa detik. Jaringan residu protein di seluruh struktur enzim dapat berkontribusi terhadap katalisis melalui gerak dinamik.[33][34][35][36] Gerakan protein sangat vital, namun apakah vibrasi yang cepat atau lambat maupun pergerakan konformasi yang besar atau kecil yang lebih penting bergantung pada tipe reaksi yang terlibat. Namun, walaupun gerak ini sangat penting dalam hal pengikatan dan pelepasan substrat dan produk, adalah tidak jelas jika gerak ini membantu mempercepat langkah-langkah reaksi reaksi enzimatik ini.[37] Penyingkapan ini juga memiliki implikasi yang luas dalam pemahaman efek alosterik dan pengembangan obat baru.

[sunting] Modulasi alosterik


Enzim alosterik mengubah strukturnya sesuai dengan efektornya. Modulasi ini dapat terjadi secara langsung, di mana efektor mengikat tapak ikat enzim secara lngsung, ataupun secara tidak langsung, di mana efektor mengikat protein atau subunit protein lain yang berinteraksi dengan enzim alosterik, sehingga memengaruhi aktivitas katalitiknya.

[sunting] Kofaktor dan koenzim


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kofaktor dan Koenzim

[sunting] Kofaktor

Beberapa enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk mencapai aktivitas penuhnya. Namun beberapa memerlukan pula molekul non-protein yang disebut kofaktor untuk berikatan dengan enzim dan menjadi aktif.[38] Kofaktor dapat berupa zat anorganik (contohnya ion logam) ataupun zat organik (contohnya flavin dan heme). Kofaktor dapat berupa gugus prostetik yang mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan diri dari tapak aktif enzim semasa reaksi. Enzim yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang terikat dengannya disebut sebagai apoenzim ataupun apoprotein. Apoenzim beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat. Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya tiamina pirofosfat pada enzim piruvat dehidrogenase). Istilah holoenzim juga dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein berganda, seperti DNA polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks lengkap yang mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif. Contoh enzim yang mengandung kofaktor adalah karbonat anhidrase, dengan kofaktor seng terikat sebagai bagian dari tapak aktifnya.[39]

[sunting] Koenzim

Model pengisian ruang koenzim NADH Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya.[38][40][41] Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion hidrida (H) yang dibawa oleh NAD atau NADP+, gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A, formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat, dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina, dan asam folat adalah vitamin. Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder. Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH.[42] Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel. Contohnya, NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina melalui metionina adenosiltransferase.

[sunting] Termodinamika

Tahapan-tahapan energi pada reaksi kimia. Substrat memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan transisi, yang akan kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi keadaan transisi, menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Energi aktivasi, Kesetimbangan termodinamik, dan Kesetimbangan kimia Sebagai katalis, enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya reaksi akan berjalan ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis. Perbedaannya adalah, reaksi enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi samping yang memungkinkan dapat terjadi dan menghasilkan produk yang berbeda. Lebih lanjut, enzim dapat menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang tidak difavoritkan secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk mendorong reaksi. Enzim mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah kesetimbangan reaksi itu sendiri, namun hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai contoh, karbonat anhidrase mengatalisasi reaksinya ke dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan. (dalam jaringan tubuh; konsentrasi CO2 yang tinggi) (pada paru-paru; konsentrasi CO2 yang rendah) Walaupun demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat memfavoritkan satu arah reaksi, yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu akan menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi reaksi yang diijinkan secara termodinamik.

[sunting] Kinetika

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kinetika enzim

Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P). Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asai enzim. Pada tahun 1902, Victor Henri[43] mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Srensen menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909[44], kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama Kinetika Henri-MichaelisMenten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika Michaelis-Menten).[45] Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas sampai sekarang .[46] Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan produk.

Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan kelajuan (v). Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi

produk. Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik.[47] Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisikondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik. Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 108 sampai 109 (M-1 s-1). Pada titik ini, setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim yang memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, -laktamase, dan superoksida dismutase. Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang diturunkan berdasarkan asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun, banyak proses-proses biokimia dan selular yang menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi.[48] Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fraktal dapat diterapkan.[49][50][51][52] Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini tampaknya sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik substratnya dan melakukan pra-orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar. Model lainnya menggunakan penjelasan penerowongan kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini masih kontroversial.[53][54] Penerowongan kuantum untuk proton telah terpantau pada triptamina.[55]

[sunting] Inhibisi

Inhibitor kompetitif mengikat enzim secara reversibel, menghalangi pengikatan substrat. Di lain pihak, pengikatn substrat juga menghalangi pengikatan inhibitor. Substrat dan inhibitor berkompetisi satu sama lainnya.

Jenis-jenis inihibisi. Klasifikasi ini diperkenalkan oleh W.W. Cleland.[56]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Inhibitor enzim Laju reaksi enzim dapat diturunkan menggunakan berbagai jenis inhibitor enzim. Inhibisi kompetitif Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase. Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di samping bawah. Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan Km. Inhibisi tak kompetitif Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik. Inhibisi non-kompetitif Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km tetaplah sama. Inhibisi campuran Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual. Pada banyak organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan balik. Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut dapat berperan sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan menyebabkan produksi produk melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini adalah umpan balik negatif. Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering kali multimerik dan mempunyai tapak ikat alosterik. Kurva substrat/kelajuan enzim ini tidak berbentuk hiperbola melainkan berbentuk S.

Koenzim asam folat (kiri) dan obat anti kanker metotreksat (kanan) memiliki struktur yang sangat mirip. Oleh sebab itu, metotreksat adalah inhibitor kompetitif bagi enzim yang menggunukan folat. Inhibitor ireversibel bereaksi dengan enzim dan membentuk aduk dengan protein. Inaktivasi ini bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini contohnya efloritina, obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh protozoa African trypanosomiasis.[57] Penisilin dan Aspirin juga bekerja dengan cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif, dan enzim kemudian mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara ireversibel dengan satu atau lebih residu asam amino. Kegunaan inhibitor Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernafasan sel.[58]

[sunting] Fungsi biologis


Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel, seringkali melalui enzim kinase dan fosfatase.[59] Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot.[60] ATPase lainnya dalam membran sel umumnya adalah pompa ion yang terlibat dalam transpor aktif. Enzim juga terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya pada kunang-kunang.[61] Virus juga mengandung enzim yang dapat menyerang sel, misalnya HIV integrase dan transkriptase balik. Salah satu fungsi penting enzim adalah pada sistem pencernaan hewan. Enzim seperti amilase dan protease memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus. Molekul pati, sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus, namun enzim akan menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis lebih jauh menjadi glukosa, sehingga dapat diserap. Enzimenzim yang berbeda, mencerna zat-zat makanan yang berbeda pula. Pada hewan pemamah biak, mikroorganisme dalam perut hewan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman.[62] Beberapa enzim dapat bekerja bersama dalam urutan tertentu, dan menghasilan lintasan metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu enzim akan membawa produk enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi katalitik terjadi, produk kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang lebih dari satu enzim dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan. Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini. Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun tidak

akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Dan sebenarnya, lintasan metabolisme seperti glikolisis tidak akan dapat terjadi tanpa enzim. Glukosa, contohnya, dapat bereaksi secara langsung dengan ATP, dan menjadi terfosforliasi pada karbonkarbonnya secara acak. Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan dengan sangat lambat. Namun, jika heksokinase ditambahkan, reaksi ini tetap berjalan, namun fosforilasi pada karbon 6 akan terjadi dengan sangat cepat, sedemikiannya produk glukosa-6-fosfat ditemukan sebagai produk utama. Oleh karena itu, jaringan lintasan metabolisme dalam tiaptiap sel bergantung pada kumpulan enzim fungsional yang terdapat dalam sel tersebut.

[sunting] Kontrol aktivitas


Terdapat lima cara utama aktivitas enzim dikontrol dalam sel. 1. Produksi enzim (transkripsi dan translasi gen enzim) dapat ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap perubahan lingkungan. Bentuk regulase gen ini disebut induksi dan inhibisi enzim. Sebagai contohnya, bakteri dapat menjadi resistan terhadap antibiotik seperti penisilin karena enzim yang disebut betalaktamase menginduksi hidrolisis cincin beta-laktam penisilin. Contoh lainnya adalah enzim dalam hati yang disebut sitokrom P450 oksidase yang penting dalam metabolisme obat. Induksi atau inhibisi enzim ini dapat mengakibatkan interaksi obat. 2. Enzim dapat dikompartemenkan, dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalam kompartemen sel yang berbeda. Sebagai contoh, asam lemak disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol, retikulum endoplasma, dan aparat golgi, dan digunakan oleh sekelompok enzim lainnya sebagai sumber energi dalam mitokondria melalui -oksidasi.[63] 3. Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator. Contohnya, produk akhir lintasan metabolisme seringkali merupakan inhibitor enzim pertama yang terlibat dalam lintasan metabolisme, sehingga ia dapat meregulasi jumlah produk akhir lintasan metabolisme tersebut. Mekanisme regulasi seperti ini disebut umpan balik negatif karena jumlah produk akhir diatur oleh konsentrasi produk itu sendiri. Mekanisme umpan balik negatif dapat secara efektif mengatur laju sintesis zat antara metabolit tergantung pada kebutuhan sel. Hal ini membantu alokasi bahan zat dan energi secara ekonomis dan menghindari pembuatan produk akhir yang berlebihan. Kontrol aksi enzimatik membantu menjaga homeostasis organisme hidup. 4. Enzim dapat diregulasi melalui modifikasi pasca-translasional. Ia dapat meliputi fosforilasi, miristoilasi, dan glikosilasi. Contohnya, sebagai respon terhadap insulin, fosforilasi banyak enzim termasuk glikogen sintase membantu mengontrol sintesis ataupun degradasi glikogen dan mengijinkan sel merespon terhadap perubahan kadar gula dalam darah.[64] Contoh lain modifikasi pasca-translasional adalah pembelahan rantai polipeptida. Kimotripsin yang merupakan protease pencernaan diproduksi dalam keadaan tidak aktif sebagai kimotripsinogen di pankreas. Ia kemudian ditranspor ke dalam perut di mana ia diaktivasi. Hal ini menghalangi enzim mencerna pankreas dan jaringan lainnya sebelum ia memasuki perut. Jenis prekursor tak aktif ini dikenal sebagai zimogen. 5. Beberapa enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda. Contohnya, hemaglutinin pada virus influenza menjadi aktif dikarenakan kondisi asam lingkungan. Hal ini terjadi ketika virus terbawa ke dalam sel inang dan memasuki lisosom.[65]

[sunting] Keterlibatan dalam penyakit

Fenilalanina hidroksilase. Sumber: PDB 1KW0 Oleh karena kontrol aktivitas enzim yang ketat diperlukan untuk menjaga homeostasis, malafungsi (mutasi, kelebihan produksi, kekurangan produksi ataupun delesi) enzim tunggal yang penting dapat menyebabkan penyakit genetik. Pentingnya enzim ditunjukkan oleh fakta bahwa penyakit-penyakit mematikan dapat disebabkan oleh hanya mala fungsi satu enzim dari ribuan enzim yang ada dalam tubuh kita. Salah satu contohnya adalah fenilketonuria. Mutasi asam amino tunggal pada enzim fenilalania hidroksilase yang mengatalisis langkah pertama degradasi fenilalanina mengakibatkan penumpukkan fenilalanina dan senyawa terkait. Hal ini dapat menyebabkan keterbelakangan mental jika ia tidak diobati.[66] Contoh lainnya adalah mutasi silsilah nutfah (germline mutation) pada gen yang mengkode enzim reparasi DNA. Ia dapat menyebakan sindrom penyakit kanker keturunan seperti xeroderma pigmentosum. Kerusakan ada enzim ini dapat menyebabkan kanker karena kemampuan tubuh memperbaiki mutasi pada genom menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan akumulasi mutasi dan mengakibatkan berkembangnya berbagai jenis kanker pada penderita.

[sunting] Referensi
1. ^ Smith AL (Ed) et al. (1997). Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology. Oxford [Oxfordshire]: Oxford University Press. ISBN 0-19-854768-4. 2. ^ Grisham, Charles M.; Reginald H. Garrett (1999). Biochemistry. Philadelphia: Saunders College Pub. hlm. 4267. ISBN 0-03-022318-0. 3. ^ de Raumur, RAF (1752). "Observations sur la digestion des oiseaux". Histoire de l'academie royale des sciences 1752: 266, 461. 4. ^ Williams, H. S. (1904) A History of Science: in Five Volumes. Volume IV: Modern Development of the Chemical and Biological Sciences Harper and Brothers (New York) Accessed 4 April 2007 5. ^ Dubos J. (1951). "Louis Pasteur: Free Lance of Science, Gollancz. Quoted in Manchester K. L. (1995) Louis Pasteur (18221895)chance and the prepared mind". Trends Biotechnol 13 (12): 5115. doi:10.1016/S0167-7799(00)89014-9. PMID 8595136. 6. ^ Nobel Laureate Biography of Eduard Buchner at http://nobelprize.org Accessed 4 April 2007

7. ^ Text of Eduard Buchner's 1907 Nobel lecture at http://nobelprize.org Accessed 4 April 2007 8. ^ 1946 Nobel prize for Chemistry laureates at http://nobelprize.org Accessed 4 April 2007 9. ^ Blake CC, Koenig DF, Mair GA, North AC, Phillips DC, Sarma VR. (1965). "Structure of hen egg-white lysozyme. A three-dimensional Fourier synthesis at 2 Angstrom resolution". Nature 22 (206): 75761. doi:10.1038/206757a0. PMID 5891407. 10. ^ Chen LH, Kenyon GL, Curtin F, Harayama S, Bembenek ME, Hajipour G, Whitman CP (1992). "4-Oxalocrotonate tautomerase, an enzyme composed of 62 amino acid residues per monomer". J. Biol. Chem. 267 (25): 1771621. PMID 1339435. 11. ^ Smith S (01 Dec 1994). "The animal fatty acid synthase: one gene, one polypeptide, seven enzymes". Faseb J. 8 (15): 124859. PMID 8001737. http://www.fasebj.org/cgi/reprint/8/15/1248. 12. ^ Anfinsen C.B. (1973). "Principles that Govern the Folding of Protein Chains". Science 181: 22330. doi:10.1126/science.181.4096.223. PMID 4124164. 13. ^ Dunaway-Mariano D (November 2008). "Enzyme function discovery". Structure 16 (11): 1599600. doi:10.1016/j.str.2008.10.001. PMID 19000810. 14. ^ The Catalytic Site Atlas at The European Bioinformatics Institute Accessed 4 April 2007 15. ^ Jaeger KE, Eggert T. (2004). "Enantioselective biocatalysis optimized by directed evolution". Curr Opin Biotechnol. 15 (4): 30513. doi:10.1016/j.copbio.2004.06.007. PMID 15358000. 16. ^ Shevelev IV, Hubscher U. (2002). "The 3' 5' exonucleases". Nat Rev Mol Cell Biol. 3 (5): 36476. doi:10.1038/nrm804. PMID 11988770. 17. ^ Tymoczko, John L.; Stryer Berg Tymoczko; Stryer, Lubert; Berg, Jeremy Mark (2002). Biochemistry. San Francisco: W.H. Freeman. ISBN 0-7167-4955-6. 18. ^ Zenkin N, Yuzenkova Y, Severinov K. (2006). "Transcript-assisted transcriptional proofreading". Science. 313: 51820. doi:10.1126/science.1127422. PMID 16873663. 19. ^ Ibba M, Soll D. (2000). "Aminoacyl-tRNA synthesis". Annu Rev Biochem. 69: 61750. doi:10.1146/annurev.biochem.69.1.617. PMID 10966471. 20. ^ Rodnina MV, Wintermeyer W. (2001). "Fidelity of aminoacyl-tRNA selection on the ribosome: kinetic and structural mechanisms". Annu Rev Biochem. 70: 41535. doi:10.1146/annurev.biochem.70.1.415. PMID 11395413. 21. ^ Firn, Richard. "The Screening Hypothesis - a new explanation of secondary product diversity and function". http://www-users.york.ac.uk/~drf1/rdf_sp1.htm. Diakses pada 11 Oktober 2006. 22. ^ Fischer E. (1894). "Einfluss der Configuration auf die Wirkung der Enzyme". Ber. Dt. Chem. Ges. 27: 298593. doi:10.1002/cber.18940270364. http://gallica.bnf.fr/ark:/12148/bpt6k90736r/f364.chemindefer. 23. ^ Koshland D. E. (1958). "Application of a Theory of Enzyme Specificity to Protein Synthesis". Proc. Natl. Acad. Sci. 44 (2): 98104. doi:10.1073/pnas.44.2.98. PMID 16590179. 24. ^ Vasella A, Davies GJ, Bohm M. (2002). "Glycosidase mechanisms". Curr Opin Chem Biol. 6 (5): 61929. doi:10.1016/S1367-5931(02)00380-0. PMID 12413546. 25. ^ Boyer, Rodney (2002) [2002]. "6". Concepts in Biochemistry (edisi ke-2nd). New York, Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore, Toronto.: John Wiley & Sons, Inc.. hlm. 1378. ISBN 0-470-00379-0. OCLC 51720783. 26. ^ Fersht, Alan (1985). Enzyme structure and mechanism. San Francisco: W.H. Freeman. hlm. 502. ISBN 0-7167-1615-1. 27. ^ Jencks, William P. (1987). Catalysis in chemistry and enzymology. Mineola, N.Y: Dover. ISBN 0-486-65460-5. 28. ^ Villa J, Strajbl M, Glennon TM, Sham YY, Chu ZT, Warshel A (2000). "How important are entropic contributions to enzyme catalysis?". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 97 (22): 11899904. doi:10.1073/pnas.97.22.11899. PMID 11050223. 29. ^ Warshel A, Sharma PK, Kato M, Xiang Y, Liu H, Olsson MH (2006). "Electrostatic basis for enzyme catalysis". Chem. Rev. 106 (8): 321035. doi:10.1021/cr0503106. PMID 16895325.

30. ^ Eisenmesser EZ, Bosco DA, Akke M, Kern D (February 2002). "Enzyme dynamics during catalysis". Science 295 (5559): 15203. doi:10.1126/science.1066176. PMID 11859194. 31. ^ Agarwal PK (November 2005). "Role of protein dynamics in reaction rate enhancement by enzymes". J. Am. Chem. Soc. 127 (43): 1524856. doi:10.1021/ja055251s. PMID 16248667. 32. ^ Eisenmesser EZ, Millet O, Labeikovsky W, et al (November 2005). "Intrinsic dynamics of an enzyme underlies catalysis". Nature 438 (7064): 11721. doi:10.1038/nature04105. PMID 16267559. 33. ^ Yang LW, Bahar I (5 June 2005). "Coupling between catalytic site and collective dynamics: A requirement for mechanochemical activity of enzymes". Structure 13: 893904. doi:10.1016/j.str.2005.03.015. PMID 15939021. http://www.structure.org/content/article/abstract?uid=PIIS096921260500167X. 34. ^ Agarwal PK, Billeter SR, Rajagopalan PT, Benkovic SJ, Hammes-Schiffer S. (5 March 2002). "Network of coupled promoting motions in enzyme catalysis". Proc Natl Acad Sci USA. 99: 27949. doi:10.1073/pnas.052005999. PMID 11867722. 35. ^ Agarwal PK, Geist A, Gorin A (August 2004). "Protein dynamics and enzymatic catalysis: investigating the peptidyl-prolyl cis-trans isomerization activity of cyclophilin A". Biochemistry 43 (33): 1060518. doi:10.1021/bi0495228. PMID 15311922. 36. ^ Tousignant A, Pelletier JN. (August 2004). "Protein motions promote catalysis". Chem Biol. 11 (8): 103742. doi:10.1016/j.chembiol.2004.06.007. PMID 15324804. http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6VRP-4D4JYMC6&_coverDate=08%2F31%2F2004&_alid=465962916&_rdoc=1&_fmt=&_orig=search&_qd =1&_cdi=6240&_sort=d&view=c&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_useri d=10&md5=613585a6164baa38b4f6536d8da9170a. 37. ^ Olsson MHM, Parson WW, Warshel A (2006). "Dynamical Contributions to Enzyme Catalysis: Critical Tests of A Popular Hypothesis". Chem. Rev. 106 (5): 173756. doi:10.1021/cr040427e. 38. ^ a b de Bolster, M.W.G. (1997). "Glossary of Terms Used in Bioinorganic Chemistry: Cofactor". International Union of Pure and Applied Chemistry. http://www.chem.qmul.ac.uk/iupac/bioinorg/CD.html#34. Diakses pada 30 Oktober 2007. 39. ^ Fisher Z, Hernandez Prada JA, Tu C, Duda D, Yoshioka C, An H, Govindasamy L, Silverman DN and McKenna R. (2005). "Structural and kinetic characterization of active-site histidine as a proton shuttle in catalysis by human carbonic anhydrase II". Biochemistry. 44 (4): 1097115. doi:10.1021/bi0480279. PMID 15667203. 40. ^ Wagner, Arthur L. (1975). Vitamins and Coenzymes. Krieger Pub Co. ISBN 0-88275-2588. 41. ^ de Bolster, M.W.G. (1997). "Glossary of Terms Used in Bioinorganic Chemistry: Coenzyme". International Union of Pure and Applied Chemistry. http://www.chem.qmul.ac.uk/iupac/bioinorg/CD.html#33. Diakses pada 30 Oktober 2007. 42. ^ BRENDA The Comprehensive Enzyme Information System Accessed 4 April 2007 43. ^ Henri, V. (1902). "Theorie generale de l'action de quelques diastases". Compt. Rend. Hebd. Acad. Sci. Paris 135: 9169. 44. ^ Srensen,P.L. (1909). "Enzymstudien {II}. ber die Messung und Bedeutung der Wasserstoffionenkonzentration bei enzymatischen Prozessen". Biochem. Z. 21: 131304. 45. ^ Michaelis L., Menten M. (1913). "Die Kinetik der Invertinwirkung". Biochem. Z. 49: 333 369.English translation Accessed 6 April 2007 46. ^ Briggs G. E., Haldane J. B. S. (1925). "A note on the kinetics of enzyme action". Biochem. J. 19: 339339. PMID 16743508. http://www.biochemj.org/bj/019/0338/bj0190338_browse.htm. 47. ^ Radzicka A, Wolfenden R. (1995). "A proficient enzyme". Science 6 (267): 90931. doi:10.1126/science.7809611. PMID 7809611. 48. ^ Ellis RJ (2001). "Macromolecular crowding: obvious but underappreciated". Trends Biochem. Sci. 26 (10): 597604. doi:10.1016/S0968-0004(01)01938-7. PMID 11590012. 49. ^ Kopelman R (1988). "Fractal Reaction Kinetics". Science 241 (4873): 162026. doi:10.1126/science.241.4873.1620. PMID 17820893.

50. ^ Savageau MA (1995). "Michaelis-Menten mechanism reconsidered: implications of fractal kinetics". J. Theor. Biol. 176 (1): 11524. doi:10.1006/jtbi.1995.0181. PMID 7475096. 51. ^ Schnell S, Turner TE (2004). "Reaction kinetics in intracellular environments with macromolecular crowding: simulations and rate laws". Prog. Biophys. Mol. Biol. 85 (23): 23560. doi:10.1016/j.pbiomolbio.2004.01.012. PMID 15142746. 52. ^ Xu F, Ding H (2007). "A new kinetic model for heterogeneous (or spatially confined) enzymatic catalysis: Contributions from the fractal and jamming (overcrowding) effects". Appl. Catal. A: Gen. 317 (1): 7081. doi:10.1016/j.apcata.2006.10.014. 53. ^ Garcia-Viloca M., Gao J., Karplus M., Truhlar D. G. (2004). "How enzymes work: analysis by modern rate theory and computer simulations". Science 303 (5655): 18695. doi:10.1126/science.1088172. PMID 14716003. 54. ^ Olsson M. H., Siegbahn P. E., Warshel A. (2004). "Simulations of the large kinetic isotope effect and the temperature dependence of the hydrogen atom transfer in lipoxygenase". J. Am. Chem. Soc. 126 (9): 28208. doi:10.1021/ja037233l. PMID 14995199. 55. ^ Masgrau L., Roujeinikova A., Johannissen L. O., Hothi P., Basran J., Ranaghan K. E., Mulholland A. J., Sutcliffe M. J., Scrutton N. S., Leys D. (2006). "Atomic Description of an Enzyme Reaction Dominated by Proton Tunneling". Science 312 (5771): 23741. doi:10.1126/science.1126002. PMID 16614214. 56. ^ Cleland, W.W. (1963). "The Kinetics of Enzyme-catalyzed Reactions with two or more Substrates or Products 2. {I}nhibition: Nomenclature and Theory". Biochim. Biophys. Acta 67: 17387. 57. ^ Poulin R, Lu L, Ackermann B, Bey P, Pegg AE. Mechanism of the irreversible inactivation of mouse ornithine decarboxylase by alpha-difluoromethylornithine. Characterization of sequences at the inhibitor and coenzyme binding sites. J Biol Chem. 1992 January 5;267(1):1508. PMID 1730582 58. ^ Yoshikawa S and Caughey WS. (15 May 1990). "Infrared evidence of cyanide binding to iron and copper sites in bovine heart cytochrome c oxidase. Implications regarding oxygen reduction". J Biol Chem. 265 (14): 794558. PMID 2159465. http://www.jbc.org/cgi/reprint/265/14/7945. 59. ^ Hunter T. (1995). "Protein kinases and phosphatases: the yin and yang of protein phosphorylation and signaling". Cell. 80 (2): 22536. doi:10.1016/0092-8674(95)90405-0. PMID 7834742. 60. ^ Berg JS, Powell BC, Cheney RE (01 April 2001). "A millennial myosin census". Mol. Biol. Cell 12 (4): 78094. PMID 11294886. PMC 32266. http://www.molbiolcell.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=11294886. 61. ^ Meighen EA (01 March 1991). "Molecular biology of bacterial bioluminescence". Microbiol. Rev. 55 (1): 12342. PMID 2030669. PMC 372803. http://mmbr.asm.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=2030669. 62. ^ Mackie RI, White BA (01 Oct 1990). "Recent advances in rumen microbial ecology and metabolism: potential impact on nutrient output". J. Dairy Sci. 73 (10): 297195. PMID 2178174. http://jds.fass.org/cgi/reprint/73/10/2971. 63. ^ Faergeman NJ, Knudsen J (April 1997). "Role of long-chain fatty acyl-CoA esters in the regulation of metabolism and in cell signalling". Biochem. J. 323 (Pt 1): 112. PMID 9173866. PMC 1218279. http://www.biochemj.org/bj/323/0001/bj3230001.htm. 64. ^ Doble B. W., Woodgett J. R. (April 2003). "GSK-3: tricks of the trade for a multi-tasking kinase". J. Cell. Sci. 116: 117586. doi:10.1242/jcs.00384. PMID 12615961. http://jcs.biologists.org/cgi/content/full/116/7/1175. 65. ^ Carr C. M., Kim P. S. (April 2003). "A spring-loaded mechanism for the conformational change of influenza hemagglutinin". Cell 73: 82332. doi:10.1016/0092-8674(93)90260-W. PMID 8500173. 66. ^ Phenylketonuria: NCBI Genes and Disease Accessed 4 April 2007

Prinsip-Prinsip Enzimologi Klinis http://pajjakadoi.blogspot.com/2010/01/prinsip-prinsipenzimologi-klinis.html


Saturday, January 9, 2010 Posted by Masdin

PRINSIP-PRINSIP

DASAR

Bagian ini dimulai dengan pembahasan tata-nama enzim dan diikuti dengan pembahasan enzim sebagai protein dan katalis. Tata-nama Enzim

Secara historis, enzim diberi nama berdasarkan nama substrat atau gugus dimana enzim bekerja dan kemudian menambahkan akhiran -ase. Disamping itu, beberapa enzim diberikan nama empiris, seperti trypsin, diastase, ptyalin, pepsin, dan emulsin. Selanjutnya, Komisi Enzim (EC) dari Perhimpunan Biokimia Internasional (IUB) membuat sebuah dasar yang praktis dan mudah untuk pengidentifikasian enzim.

Dengan sistem IUB ini, nama sistematis atau nama biasa diberikan untuk masing-masing enzim. Nama sistematis menggambarkan sifat reaksi yang dikatalisis dan terkait dengan pemberian kode angka unik. Nama praktis atau nama biasa, yang bisa identik dengan nama sistematis tetapi sering merupakan penyederhanaan dari nama sistematis, cocok untuk digunakan seharihari. Pemberian angka unik untuk masing-masing enzim terdiri dari empat bilangan, yang dipisahkan oleh titik. Angka-angka ini didahului dengan huruf EC, singkatan dari Enzyme Commission. Semua enzim dimasukkan ke dalam salah satu dari enam golongan, yang ditandai dengan tipe reaksi yang dikatalisisnya: (1) oksidoreduktase, (2) transferase, (3) hidrolase, (4) lyase, (5) isomerase, dan (6) ligase. Tabel 9-1 memuat daftar enzim-enzim terpilih yang memiliki relevansi klinis, diidentifikasi dengan nama trivial, singkatan, dan nama sistematis serta berdasarkan angka kodenya. Disamping itu, sebuah cara yang umum dan mudah adalah dengan menggunakan singkatan huruf besar untuk nama-nama enzim tertentu, seperti ALT untuk alanin aminotransferase, AST

untuk aspartat aminotransferase, LD untuk laktat dehidrogenase, dan CK untuk kreatin kinase (lihat Tabel 9-1). Enzim Struktur sebagai Protein Dasar

Semua molekul enzim memiliki karakteristik protein struktural primer, sekunder, dan tersier (lihat Bab 18). Disamping itu, kebanyakan enzim juga menunjukkan tingkat kuartener struktur. Dengan banyaknya enzim, aktivitas katalitik dan aktivitas biologisnya memerlukan dua atau lebih rantai polipeptida (subunit) untuk bergabung membentuk sebuah molekul fungsional. Penataan subunit-subunit ini menentukan struktur kuartener. Subunit-subunit bisa berupa salinan-salinan dari rantai polipeptida yang sama (homomultimer [misalnya seperti isoenzim MM dari kreatin kinase, atau isoenzim H4 dari laktat dehidrogenase]) atau mereka bisa mewakili polipeptidapolipeptid berbeda (heteromultimer). Aktivitas katalitik dari sebuah molekul enzim umumnya tergantung pada kepaduan strukturnya. Setiap gangguan struktur terjadi disertai kehilangan aktivitas, sebuah proses yang dikenal sebagai denaturasi. Jika proses denaturasi berlangsung minimal, maka bisa berbalik dengan pemulihan aktivitas enzim setelah agen pendenaturasi dihilangkan. Akan tetapi, kondisi-kondisi pendenaturasi yang lama atau parah menghasilkan kehilangan aktivitas yang ireversibel (tidak dapat balik). Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi mencakup (1) suhu meningkat, (2) pH ekstrim, dan (3) reaksi adisi kimia. Penonaktifan kebanyakan enzim oleh panas terjadi pada suhu kamar dan pada kebanyakan kasus terjadi dengan cepat pada suhu sekitar 60oC. Polimerase termasuk pengecualian dan tetap mempertahankan aktivitas pada suhu sampai 90oC. Dengan demikian, suhu rendah digunakan untuk melindungi aktivitas enzim, khususnya dalam larutan cair, seperti serum. PH ekstrim juga menyebabkan terbukanya struktur molekul enzim dan, terkecuali beberapa pengecualian, harus dihindari ketika melindungi sampel-sampel enzim. Reaksi adisi kimia, seperti urea dan senyawa-senyawa terkait, merusak ikatan hidrogen dan interaksi-interaksi hidrofob sehingga keterpaparan enzim terhadap larutan-larutan dari reagen-reagen ini menyebabkan penonaktifan. Isoenzim dan Bentuk Ganda Enzim

Isoenzim adalah bentuk dari sebuah enzim yang memiliki kemampuan untuk mengkatalisis reaksi karakteristik enzim tetapi berbeda strukturnya karena mereka dikodekan oleh gen-gen struktural yang berbeda. Varian-varian enzim ini bisa terjadi dalam satu organ atau bahkan dalam tipe sel tertentu. Mereka sering memiliki perbedaan dalam hal aktivitas katalitik. Akan tetapi, semua bentuk enzim tertentu memiliki kemampuan untuk mengkatalisis reaksi karakteristiknya. Genetika Varian Enzim

Isoenzim sejati terjadi karena eksistensi lebih dari satu lokus gen yang mengkodekan struktur protein enzim. Banyak enzim manusia (kemungkinan lebih dari sepertiga) yang diketahui ditentukan oleh lebih dari satu lokus gen struktural. Gen-gen pada loci berbeda telah mengalami

modifikasi selama perjalanan evolusi sehingga protein enzim yang dikodekan tidak lagi memiliki struktur identik. Gen-gen yang menentukan kelompok isoenzim tidak harus berhubungan dekat pada salah satu kromosom; gen-gen ini sering terdapat pada kromosom-kromosom yang berbeda. Sebagai contoh, gen-gen struktural yang mengkodekan saliva manusia dan amylase pankreatik keduanya terletak pada kromosom 1, sedangkan gen-gen yang mengkodekan mitokondrial dan sitoplasmik malat dehidrogenase dibawa pada kromosom 7 dan 2, masing-masing. Diantara enzim-enzim yang memiliki fungsi klinis dan terdapat sebagai isoenzim karena keberadaan banyak loci gen adalah laktat dehidrogenase, kreatin kinase, -amilase, dan beberapa bentuk alkalin fosfatase. Kategori lain dari bentuk-bentuk molekuler ganda muncul ketika enzim-enzim bersifat oligomerik dan terdiri dari molekul-molekul yang terbuat dari sub-sub unit. Hubungan antara tipe-tipe subunit yang berbeda dalam berbagai kombinasi melahirkan serangkaian molekul enzim aktif. Ketika subunit-subunit diperoleh dari gen struktural berbeda, baik loci ganda atau alel ganda, molekul hybrid yang terbentuk disebut sebagai hybrid isoenzim. Kemampuan untuk membantuk isoenzim hybrid adalah bukti dari kemiripan struktural antara subunit-subunit yang berbeda. Isoenzim hybrid juga terbentuk secara in vitro dan in vivo dalam sel dimana tipe-tipe berbeda dari subunit-subunit pembentuk terdapat dalam bagian subseluler yang sama. Jumlah hybrid isoenzim berbeda yang terbentuk dari dua protomer tidak identik tergantung pada jumlah subunit-subunit dalam molekul enzim lengkap. Untuk sebuah enzim dimerik, salah satu dimer campuran (hybrid isoenzim) terbentuk. Jika enzim merupakan sebuah tetramer, tiga isoenzim heteropolimerik bisa terbentuk. Contoh-contoh isoenzim hybrid adalah dimer MB campuran dari kreatin kinase (CK-MB) dan tiga isoenzim hybrid, LD-2, LD-3, dan LD-4, dari laktat dehidrogenase. Penyebab Non-genetik dari Bentuk-Bentuk Ganda Enzim Banyak tipe modifikasi molekul enzim pasca-translasi yang menghasilkan bentuk-bentuk ganda yang umum dikenal sebagai isoform (Gambar 9-1). Beberapa dari proses ini telah diketahui menyebabkan keheterogenan berbagai enzim, baik pada benda hidup atau sebagai akibat dari perubahan yang terjadi selama ekstraksi atau penyimpanan. Modifikasi residu dalam rantai-rantai polipeptida molekul enzim diketahui terjadi pada sel-sel hidup untuk menghasilkan bentuk-bentuk ganda. Sebagai contoh, penghilangan gugus amida mewakili beberapa keheterogenan amylase dan anhidrase karbonat (enzim-enzim ini juga masing-masing terdapat sebagai isoenzim sejati). Modifikasi juga terjadi sebagai akibat dari prosedur ekstraksi. Banyak enzim eritrosit, termasuk adenosin deaminase, asam fosfatase, dan beberapa bentuk fosfoglukomutase, mengandung gugus-gugus sulfidril yang rentan terhadap oksidasi yang menghasilkan molekul-molekul enzim berbeda dengan muatan molekuler berubah. Perubahan-perubahan yang mempengaruhi komponen non-protein dari molekul-molekul enzim juga bisa berkontribusi bagi keheterogenan molekuler. Sebagai contoh, banyak enzim adalah glikoprotein, dan variasi rantai samping karbohidratnya merupakan penyebab umum tidak homogennya enzim-enzim ini. Beberapa gugus karbohidrat, utamanya asam N-asetilneuraminat (asam sialat), sangat terionisasi dan akibatnya memiliki efek besar terhadap beberapa sifat

molekul enzim. Sebagai contoh, pemindahan gugus asam sialat dari hati manusia dan/atau alkalin fosfatase tulang dengan neuiraminidase yang mereduksi keheterogenan elektroforetik enzim. Pengumpulan molekul enzim satu sama lain atau dengan protein nonenzimatis bisa menghasilkan bentuk-bentuk ganda yang dipisahkan dengan teknik yang tergantung pada perbedaan ukuran molekuler. Sebagai contoh, empat komponen cholinesteron aktif katalitik dengan berat molekuler antara 80.000 sampai 340.000 Da ditemukan pada kebanyakan sera, dengan komponen terberat, C4, yang berkontribusi bagi kebanyakan aktivitas enzim. Distribusi Isoenzim dan Bentuk Ganda Enzim Lainnya Distribusi isoenzim tidak seragam dalam seluruh tubuh, dan perbedaan aktivitas dari isoenzimisoenzim berbeda ditemukan pada tingkat organ, sel, dan subsel. Perbedaan spesifik-jaringan juga ditemukan dalam distribusi beberapa bentuk ganda dari enzim yang tidak disebabkan oleh eksistensi loci gen ganda. Perubahan Distribusi Isoenzim Selama Pertumbuhan dan Penyakit Loci gen ganda dan isoenzim yang dihasilkan menjadi sebuah alat untuk adaptasi pola-pola metabolisme terhadap kebutuhan organ-organ dan jaringan berbeda yang terus berubah selama pertumbuhan normal atau pada saat merespon terhadap perubahan lingkungan. Kondisi-kondisi patologik juga diketahui terkait dengan perubahan-perubahan aktivitas isoenzim khusus. Pola dari beberapa kumpulan isoenzim berubah selama perkembangan normal dalam jaringan berbagai spesies. Sebagai contoh, perubahan proporsi relatif beberapa isoenzim ditemukan selama perkembangan embrionik otot rangka. Proporsi isoenzim LD dan CK secara progresif meningkat dalam jaringan ini, sampai sekitar enam bulan kehidupan intrauterin, ketika pola ini menyerupai pola yang terdapat pada otot-otot yang berdiferensiasi. Perubahan kuantitatif distribusi yang lebih kecil bisa terus berlangsung sampai kelahiran dan sampai masa postnatal awal. Hati juga menunjukkan perubahan-perubahan khas untuk pola beberapa isoenzim selama embriogenesis. Pada awal perkembangan janin, tiga isoenzim aldolase, A, B, dan C, bersamasama dengan berbagai tetramer hibrid, telah dideteksi pada ekstrak hati. Akan tetapi, pada saat kelahiran seperti pada hati dewasa aldolase B adalah isoenzim yang dominan. Perubahan utama dalam distribusi isoenzim alkohol dehidrogenase juga terjadi pada hati manusia selama perkembangan prenatal. Perubahan pola-pola isoenzim selama pertumbuhan terjadi akibat perubahan aktivitas loci gen dalam sel-sel tipe tertentu yang sedang berkembang (seperti sel-sel otot). Perubahan-perubahan lain dalam keseimbangan isoenzim pada seluruh organisme bisa berasal dari perubahan jumlah atau aktivitas sel yang mengandung banyak isoenzim karakteristik. Contohnya adalah jumlah dan aktivitas yang meningkat dari osteoblast, yang bertanggungjawab untuk mineralisasi tulang rangka antara periode postnatal awal dan di awal dekade ketiga masa hidup. Kelebihan alkalin fosfatase (ALP) dari osteoblast aktif memasuki sirkulasi, dimana keberadannya dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya dan dimana dia meningkatkan aktivitas total ALP serum remaja melebihi nilai orang dewasa. ALP dari hati juga berkontribusi terhadap aktivitas total enzim ini

dalam plasma normal, dan jumlah isoenzim ini dalam plasma menunjukkan peningkatan yang kecil dan progresif seiring dengan usia. Penyakit tertentu, seperti distropi muskular progresif, tampaknya melibatkan kegagalan jaringan yang terkena untuk berkembang secara normal atau untuk mempertahankan kondisi normal. Sel-sel kanker menunjukkan kehilangan struktur yang progresif dan metabolisme sel sehat yang merupakan tempat asalnya. Dengan demikian pola isoenzim dari jaringan yang matang dan berdiferensiasi bisa hilang atau termodifikasi jika diferensiasi normal tertahan atau berbalik, dan banyak contoh yang telah dilaporkan tentang perubahan-perubahan isoenzim yang menyertai proses-proses semacam ini. Distribusi isoenzim aldolase, LD, dan CK pada otot pasien yang memiliki distropi otot progresif telah ditemukan mirip pada mereka yang sedang dalam tahapan perkembangan awal otot janin. Kelainan-kelainan isoenzim pada otot distropi telah diinterpretasi sebagai sebuah kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan tingkat diferensiasi normal. Pola-pola isoenzim dalam jaringan-jaringan yang beregenerasi juga bisa menunjukkan beberapa kecenderungan untuk mendekati distribusi janin. Kemunculan ulang pola distribusi isoenzim yang mirip seperti pada masa janin juga merupakan ciri dari transformasi ganas pada banyak jaringan. Fenomena ini pertama kali diteliti secara ekstensif dalam kasus isoenzim LD. Tumor-tumor ganas secara umum menunjukkan pergeseran signifikan dalam keseimbangan isoenzim menghasilkan bentuk seperti LD-4 dan LD-5. Penurunan aktivitas isoenzim LD-1 dan LD-2 menghasilkan pola-pola yang menyerupai yang terjadi pada jaringan embrionik. Tumor-tumor prostat, cervix, payudara, otak, usus, rektum, bronkus, dan kelenjar getah bening adalah diantara yang menunjukkan transformasi ini. Sebaliknya, glioma-glioma jinak menunjukkan peningkatan relatif isoenzim anion. Perbedaan Sifat antara Bentuk-Bentuk Enzim

Perbedaan struktur antara berbagai bentuk sebuah enzim menimbulkan perbedaan sifat psikokimia seperti (1) mobilitas elektroforetik, (2) resistensi terhadap penonaktifan, dan (3) kelarutan, atau karakteristik katalitik, seperti rasio reaksi dengan analog-analog substrat atau merespon terhadap inhibitor. Metode-metode analisis isoenzim dengan demikian telah dirancang untuk mengamati berbagai sifat struktural dan katalitik dari molekul enzim. Teknik-teknik biologi molekuler, seperti kloning gen dan sequencing, telah merevolusi penelitian struktur isoenzim primer. Perbedaan struktur utama antara isoenzim-isoenzim, apakah yang diperoleh dari loci gen ganda atau alel berbeda, sekarang ini telah ditemukan untuk beberapa enzim. Lebih lanjut, banyak pertanyaan yang telah terjawab tentang apakah berbagai bentuk enzim mewakili isoenzim sebenarnya atau muncul dari modifikasi pasca-translasi. Isoenzim-isoenzim yang disebabkan oleh eksistensi loci gen-ganda biasanya berbeda secara kuantitatif dalam hal sifat katalitik. Perbedaan-perbedaan ini dimanifestasikan pada karakteristik seperti (1) aktivitas molekuler, (2) nilai Km dari substrat, (3) kesensitifan terhadap berbagai inhibitor, dan (4) laju aktivitas dengan analog substrat. Sebaliknya, banyaknya bentuk enzim yang muncul oleh modifikasi pasca-translasi seperti ini sebagai kumpulan biasanya memiliki sifat-sifat katalitik yang mirip.

Isoenzim-isoenzim multilokus juga biasanya berbeda dalam hal spesifitas antigeniknya, walaupun perbedaan-perbedaan ini kurang terlihat diantara isoenzim-isoenzim yang relatif baru muncul dalam sejarah evolusioner dan terkait dekat dalam hal struktur. Reaksi-silang imunologi juga tidak umum diantara isoenzim-isoenzim multilokus. Berbagai bentuk enzim yang disebabkan oleh modifikasi pasca-sintesis seringkali memiliki penentu antigenik yang umum. Kapasitas untuk pendeteksian perbedaan antara molekul-molekul isoenzim yang mirip secara antigenik tergantung pada besarnya spesifitas antibodi monoklonal. Perbedaan resistensi terhadap denaturasi umumnya ditemukan antara isoenzim-isoenzim sejati, baik ini adalah produk dari banyak loci atau banyak alel. Bentuk ganda enzim lainnya sering tidak berbeda atau hanya berbeda sedikit dalam hal ini. Perbedaan yang umumnya ditemukan antara isoenzim-isoenzim adalah perbedaan muatan molekuler yang dihasilkan oleh komposisi asam amino yang berubah dari molekul. Perbedaan ini membentuk dasar pemisahannya berdasarkan elektroforesis zona, kromatografi penukar ion, atau pemokusan isoelektrik. Enzim sebagai Katalis

Katalis adalah sebuah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tertentu tanpa terpakai atau berubah secara permanen. Enzim-enzim adalah katalis protein yang alami. Hampir semua reaksi kimia yang terjadi pada benda hidup dikatalisis oleh enzim tertentu. Sehingga kehidupan itu sendiri dianggap sebagai serangkaian reaksi enzimatis terpadu dan beberapa penyakit dianggap sebagai perombakan pola normal metabolisme. Efisiensi Secara biologis, sejumlah molekul enzim tertentu mengkonversi banyak molekul substrat menjadi produk dalam waktu yang singkat. Dengan demikian, kenampakan jumlah enzim yang meningkat dalam aliran darah mudah dideteksi, walaupun jumlah protein enzim yang dilepaskan dari sel-sel yang rusak cukup kecil jika dibandingkan dengan kadar total protein nonenzimatis dalam darah, sehingga, enzim tertentu dikenali berdasarkan efek karakteristiknya terhadap reaksi kimia tertentu ketimbang keberadaan protein lain yang berlebih. Spesifitas dan Pusat Aktif

Interaksi antara enzim dan substratnya melibatkan kombinasi salah satu molekul enzim dengan salah satu molekul substrat (atau dua, untuk reaksi-reaksi dua substrat). Reaksinya melibatkan perlekatan molekul substrat ke daerah molekul enzim tertentu, yakni pusat aktifnya. Berbagai gugus yang penting dalam pengikatan substrat terdapat dalam pusat aktif, dan disanalah proses aktivasi dan transformasi substrat terjadi. Komposisi dan penataan spasial pusat aktif juga menjadi dasar untuk spesifitas sebuah enzim. Tempat aktif dari sebuah enzim akan berbeda-beda antara enzim tetapi secara umum: 1.Tempat aktif dari sebuah enzim relatif kecil dibanding total volume molekul enzim karena strukturnya bisa mengandung kurang lebih 5% dari total asam amino dalam molekul.

2.Tempat aktif dari enzim adalah struktur-struktur tiga-dimensi yang terbentuk sebagai akibat dari struktur tersier protein. Ini dihasilkan dari asam amino dan ko-faktor dalam tempat aktif sebuah enzim yang terstruktur secara spasial dalam hubungan tiga-dimensi jika ditinjau satu sama lain dan struktur molekul substrat. 3.Biasanya, tarik menarik antara molekul enzim dan molekul substratnya merupakan sebuah ikatan non-kovalen. Gaya fisik yang digunakan dalam tipe ikatan ini mencakup (1) ikatan hidrogen, (2), interaksi elektrostatik dan hidrofobik, dan (3) gaya van der Waals. 4.Tempat aktif dari enzim biasanya terdapat pada bagian tengah dan celah dalam protein. Ini menolak banyak pelarut dan mengurangi aktivitas katalitik dari enzim. 5.Spesifitas pengikatan substrat adalah sebuah fungsi penataan atom dalam tempat aktif enzim yang melengkapi struktur molekul substrat. KINETIKA ENZIM

Enzim-enzim beraksi melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES), dimana sebuah molekul substrat terikat ke pusat aktif dari molekul enzim. Proses pengikatan ini mentransform molekul substrat menjadi keadaan teraktivasinya. Energi aktivasi terjadi tanpa penambahan energi eksternal sehingga pembatas energi bagi reaksi berkurang dan penguraian produk meningkat. Kompleks ES terurai menghasilkan produk reaksi (P) dan enzim bebas (E): E + S ES P + E (1) Semua reaksi yang dikatalisis oleh enzim adalah reaksi reversibel menurut teori. Akan tetapi, dalam prakteknya reaksi ini biasanya ditemukan lebih cepat pada salah satu arah dibanding yang lainnya, sehingga keseimbangan dicapai apabila produk salah satu arah reaksi mendominasi, terkadang sangat jelas sehingga reaksi dikatakan reversibel (dapat balik). Jika produk reaksi pada salah satu arah dikeluarkan saat terbentuk, kesetimbangan proses enzimatis pertama akan bergeser sehingga reaksi akan berlangsung sampai sempurna pada arah tersebut. Faktor-Faktor yang Mengatur Laju Reaksi yang Dikatalisis oleh Enzim

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang dikatalisis enzim mencakup konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat, pH, suhu, dan keberadaan inhibitor, aktivator, koenzim dan gugus prostetik. Konsentrasi enzim Dalam reaksi enzimatis pada persamaan (1), reaksi kesetimbangan antara enzim dan substrat diasumsikan berlangsung sangat cepat, dibanding dengan penguraian ES menjadi enzim dan produk bebas. Laju reaksi secara keseluruhan pada kondisi konstan dengan demikian dianggap sebanding dengan konsentrasi kompleks ES. Penambahan lebih banyak molekul enzim ke dalam sistem reaksi akan meningkatkan konsentrasi ES dan laju reaksi secara keseluruhan. Peningkatan ini mewakili laju reaksi yang sebanding dengan konsentrasi enzim yang terdapat dalam sistem dan merupakan dasar untuk penentuan enzim secara kuantitatif melalui pengukuran laju reaksi. Konsentrasi substrat

Pembentukan kompleks ES juga dipengaruhi oleh hubungan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi substrat. Reaksi Substrat-Tunggal

Jika konsentrasi enzim konstan dan konsentrasi substrat berubah-ubah, maka laju reaksi hampir secara secara langsung berbanding lurus dengan konsentrasi substrat pada nilai rendah untuk konsentrasi substrat. Pada kondisi dimana laju reaksi sebanding dan tergantung pada konsentrasi substrat, maka ini disebut sebagai reaksi orde pertama. Pada konsentrasi substrat tinggi, laju reaksi dikenal sebagai reaksi orde nol dan tidak tergantung pada konsentrasi substrat. Reaksi Dua Substrat

Kebanyakan reaksi enzimatik melibatkan dua substrat. Diantara reaksi substrat ganda yang penting dalam enzimologi klinis adalah reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh dehidrogenase atau oleh aminotransferase. Konsentrasi kedua substrat mempengaruhi laju reaksi dua substrat. Dalam prakteknya, pemilihan konsentrasi substrat dibatasi oleh pertimbangan berikut (1) kelarutan zat, (2) viskositas dan absorbansi awal tinggi dari larutan-larutan pekat, dan (3) biaya relatif dari pereaksi. Reaksi Enzimatis Konsekutif

reaksi enzimatis biasanya ditemukan lebih cepat pada satu arah dibanding lainnya sehingga reaksi dikatakan ireversibel. Jika produk reaksi pada salah satu arah dihilangkan saat terbentuk, kesetimbangan proses enzimatik pertama bergeser sehingga reaksi bisa terus berlanjut pada arah tersebut. Urutan-urutan reaksi dimana produk dari salah satu reaksi yang dikatalisis enzim menjadi substrat enzim lainnya, yang seringkali berlangsung dalam banyak tahapan, adalah karakteristik dari proses-proses metabolik. pH Laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim biasanya merupakan sebuah fungsi dari pH. PH optimal untuk reaksi maju bisa berbeda dengan pH optimal yang ditemukan untuk reaksi balik yang bersangkutan. PH dan lingkungan ionik juga akan mempengaruhi konformasi tiga dimensi dari protein sehingga mempengaruhi aktivitas enzim sedemikian rupa akibatnya enzim bisa mengalami denaturasi yang ireversibel pada nilai pH yang ekstrim. Efek pH yang besar terhadap reaksi-reaksi enzim menekankan diperlukannya untuk mengontrol variabel ini menggunakan larutan buffer yang tepat. Uji enzim harus dilaksanakan pada pH optimal. Sistem buffer ini harus mampu melawan efek penambahan spesimen ke dalam sistem pengujian, dan efek asam atau basa yang terbentuk selama reaksi. Suhu Laju reaksi enzim berbanding lurus dengan suhu reaksinya. Untuk kebanyakan reaksi enzimatik, nilai Q10 (laju reaksi relatif pada dua suhu yang berbeda sebesar 10oC) berbeda-beda antara 1,7 sampai 2,5. Akan tetapi, peningkatan laju reaksi yang dikatalisis tidak hanya merupakan efek

dari

suhu

yang

meningkat

terhadap

reaksi

enzimatik.

Pada beberapa suhu kritis, sebuah enzim akan mengalami penonaktivan termal yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ini mencakup (1) keberadaan substrat dan konsentrasinya, (2), pH, dan (3) sifat dan kekuatan ionik dari larutan buffer. Beberapa enzim dinonaktifkan pada suhu refrigerator. Pemilihan suhu untuk pengujian enzim yang memiliki signifikansi klinis masih banyak diperdebatkan. Sekarang ini, pilihan suhu reaksi tidak lagi menjadi isu karena kebanyakan sistem analitik beroperasi pada suhu 37oC. Disamping itu, metode referensi untuk beberapa enzim yang relevan secara klinis sekarang ini telah dikualifikasi pada suhu 37oC. Inhibitor dan Aktivator

Laju reaksi enzimatik dipengaruhi oleh zat selain enzim atau substrat. Zat-zat ini bisa berupa inhibitor (penghambat) karena keberadaannya akan mengurangi laju reaksi atau berupa aktivator karena dapat meningkatkan laju reaksi. Aktivator dan inhibitor biasanya adalah molekul-molekul kecil atau bahkan berupa ion. Zat-zat ini memiliki spesifitas yang berbeda-beda dengan efek mirip terhadap berbagai reaksi enzimatik. Pereaksi, seperti asam kuat atau anion multivalen dan kation yang mendenaturasi atau mengendapkan protein, merusak aktivitas enzim sehingga bisa dianggap sebagai contoh inhibitor enzim yang ekstrim. Beberapa fenomena aktivasi atau inhibisi enzim disebabkan oleh interaksi antara zat pengubah dan komponen nonenzimatik dari sistem reaksi, seperti substrat. Inhibisi Inhibitor dikelompokkan menjadi Aktivitas dua jenis yaitu reversibel atau Enzim ireversibel.

Inhibisi reversibel. Inhibisi reversibel menunjukkan bahwa aktivitas enzim tetap terjaga apabila inhibitor secara fisik dihilangkan dari reaksi. Tipe inhibisi ini ditandai dengan eksistensi kesetimbangan antara enzim dan inhibitor. Inhibitor yang kompetitif biasanya analog dengan substrat dari segi struktur dan mengikat enzim pada tempat pengikatan substratnya, tetapi karena tidak identik dengan substrat, maka penguraian menjadi produk tidak terjadi. Pada konsentrasi substrat rendah, pengikatan substrat direduksi karena beberapa molekul enzim bergabung dengan inhibitor. Sehingga konsentrasi ES dan kecepatan reaksi berkurang. Inhibisi yang kompetitif disebabkan oleh kompetisi diantara molekul substrat untuk mendapatkan satu tempat pengikatan. Pada reaksi dua substrat, konsentrasi tinggi dari substrat kedua bisa berkompetisi dengan substrat pertama untuk mendapatkan tempat pengikatan. Inhibisi kompetitif juga berkontribusi bagi pengurangan laju reaksi enzimatik. Inhibitor non-kompetitif biasanya berbeda dari substrat secara struktural. Inhibitor ini diasumsikan terikat ke sebuah tempat pada molekul enzim selain pada tempat pengikatan substrat; sehingga tidak ada kompetisi antara inhibitor dan substrat. Inhibisi ireversibel. Inhibisi ireversibel menyebabkan molekul enzim tidak aktif dengan mengubah sebuah gugus fungsional yang diperlukan untuk katalisis secara permanen (ireversibel). Efeknya

semakin besar seiring dengan waktu, dengan menjadi lengkap apabila jumlah inhibitor yang ada melebihi jumlah total enzim. Sebuah kategori inhibisi enzim ireversibel yang penting secara psikologis dihasilkan oleh antienzim. Ini adalah protein-protein yang terikat ke trypsin secara permanen, sehingga menghilangkan aktivitas proteolitiknya. Inhibisi Antibodi. Kombinasi molekul enzim dengan antibodi spesifik sering tidak memiliki efek terhadap aktivitas katalitik. Akan tetapi, pada beberapa kasus, reaksi enzim dan antibodi mengurangi atau bahkan menghentikan aktivitas enzimatis. Penjelasan yang paling mungkin untuk tipe inhibisi ini adalah bahwa molekul antibodi membatasi akses terhadap molekul substrat pada pusat aktif dengan penahanan sterik, atau menutupi tempat pengikatan substrat. Aktivasi Enzim

Aktivator meningkatkan laju reaksi yang dikatalisis enzim dengan berbagai mekanisme aktivasi. Sebagai contoh, banyak enzim mengandung ion logam sebagai sebuah bagian intergral dari strukturnya. Fungsi logam bisa menstabilkan struktur protein tersier dan kuartener. Enzim sering direaktivasi melalui dialysis terhadap sebuah larutan ion logam yang sesuai atau dengan menambahkan ion tersebut ke dalam campuran reaksi. Apabila ion aktivator adalah bagian penting dari molekul enzim fungsional, biasanya aktivator ini dimasukkan ke dalam molekul enzim. Dengan demikian, biasanya tidak diperlukan untuk menambahkan aktivator ke dalam campuran reaksi, dan kelebihan ion mungkin memiliki efek inhibitory. Akan tetapi, pada beberapa kasus, ion pengaktivasi hanya terikat lemah atau sementara ke enzim (atau substratnya) selama katalisis. Koenzim dan Gugus Prostetik Koenzim biasanya merupakan molekul yang lebih kompleks dibanding aktivator, walaupun merupakan molekul-molekul yang lebih kecil dari protein enzim itu sendiri. Beberapa senyawa seperti NAD dan NADP, dikelompokkan sebagai koenzim dan merupakan substrat spesifik dalam reaksi dua substrat. Koenzim seperti NAD dan NADP hanya terikat sementara ke enzim selama terjadinya reaksi, begitu juga dengan substrat secara umum. Dengan demikian tidak ada reaksi yang terjadi selama koenzim yang sesuai tidak terdapat dalam larutan. Berbeda dengan koenzim yang larut sempurna, beberapa koenzim hanya terikat permanen ke molekul enzim, dimana mereka menjadi bagian dari pusat aktif dan mengalami siklus perubahan kimia selama reaksi. ENZIMOLOGI ANALITIK

Laboratorium-laboratorium klinis mengukur aktivitas massa protein dari enzim dalam serum atau plasma. Enzim-enzim ini utamanya berada dalam sel (intraseluler) dan normalnya terdapat dalam serum dengan konsentrasi rendah. Dengan mengukur perubahan konsentrasi enzim ini dalam penyakit, kita bisa menyimpulkan lokasi dan sifat perubahan patologik pada jaringan tubuh. Pengukuran Laju Reaksi

Laju reaksi yang dikatalisis enzim berbanding lurus dengan jumlah enzim aktif yang terdapat dalam sistem. Akibatnya, penentuan laju reaksi pada kondisi terkontrol memberikan metode yang sangat spesifik untuk pengukuran enzim pada sampel-sampel seperti serum. Penentuan laju reaksi melibatkan pengukuran kinetika dari jumlah perubahan yang dihasilkan selama interval waktu tertentu. Metode reaksi waktu tetap dan metode pemantauan kontinyu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Pada metode waktu tetap, jumlah perubahan yang dihasilkan oleh enzim diukur setelah menghentikan reaksi pada akhir interval waktu tetap. Pada metode pemantauan kontinyu, perkembangan reaksi dipantau secara kontinyu. Secara analitik, aktivitas enzim ditentukan dengan mengukur konsentrasi substrat yang berkurang atau konsentrasi produk yang meningkat. Pengukuran pembentukan produk lebih dipilih karena penentuan peningkatan konsentrasi susbtrat di atas nol atau tingkat rendah lebih terpercaya secara analitik dibanding pengukuran penurunan dari tingkat tinggi pada awalnya. Pada saat ketika enzim dan substrat bercampur, laju reaksi adalah nol. Laju kemudian meningkat dengan cepat mencapai maksimum yang tetap selama sebuah periode waktu. Selam periode ini, laju reaksi nya tergantung pada konsentrasi enzim dan tidak tergantung pada konsentrasi substrat. Dengan demikian reaksi dikatakan mengikuti kinetika orde nol karena lajunya sebanding dengan tidak adanya konsentrasi substrat. Akan tetapi, pada saat lebih banyak substrat yang dipakai, laju reaksi berkurang dan memasuki fase orde pertama; ketergantungan terhadap konsentrasi substrat. Faktor lain yang berkontribusi bagi penurunan laju reaksi mencakup (1) akumulasi produk yang bisa menghambat, (2) pengaruh reaksi balik yang terus bertambah, (3) denaturasi enzim. Satuan untuk Menyatakan Aktivitas Enzim

Apabila enzim diukur menurut aktivitas katalitiknya, hasil dari penentuan seperti ini dinyatakan sebagai konsentrasi jumlah unit aktivitas yang terdapat dalam volume atau massa spesimen tertentu. Unit aktivitas adalah ukuran laju dimana reaksi berlangsung. Dalam enzimologi klinis, aktivitas enzim pada umumnya dilaporkan dalam satuan volume, seperti aktivitas per 100 mL atau per liter serum atau per 1,0 mL eritrosit. Karena laju reaksi tergantung pada parameterparameter seperti pH, tipe buffer, suhu, sifat zat, kekuatan ionik, konsentrasi aktivator, dan variabel lain, maka parameter-parameter ini harus ditentukan dalam definisi satuan. Untuk membakukan bagaimana aktivitas enzim dinyatakan, EC dari IUB mengusulkan bahwa unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai kuantitas enzim yang mengkatalisis reaksi 1 mol substrat per menit dan unit ini disebut sebagai satuan internasional (U). Konsentrasi katalitik dinyatakan sebagai U/L atau U/K. Optimasi, Standardisasi, dan Penjaminan Kualitas Untuk mengukur aktivitas enzim secara meyakinkan, semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi kecuali konsentrasi enzim aktif harus dioptimasi dan dikontrol. Optimasi

Optimasi kondisi reaksi untuk uji enzim sudah lazim melibatkan berbagai faktor tunggal dan megkaji efeknya terhadap laju reaksi, kemudian mengulangi eksperimen dengan faktor kedua dan seterusnya sampai efek dari semua variabel telah diuji. Kombinasi variabel yang optimal dipilih berdasarkan eksperimen-eksperimen ini, dan keabsahan kondisi yang dipilih diverifikasi. Pendekatan empiris tradisional ini telah digantikan oleh teknik-teknik baru berupa ko-optimasi simpleks dan metodologi permukaan respon. Standardisasi Upaya-upaya standardisasi enzim terbaru difokuskan pada pembuatan sebuah sistem yang memberikan hasil tes terpercaya, tanpa tergantung pada metode pengukuran. Untuk mencapai sebuah sistem referensi berdasarkan konsep keterlacakan dan berbagai metode analitik telah diusulkan. Sebuah prosedur referensi dan material referensi resmi adalah dasar dari rantai keterlacakan metrologi. Sebagai bagian dari metode ini, prosedur referensi pada suhu 37oC untuk kebanyakan enzim telah dikembangkan dan sekelompok laboratorium referensi melakukan pengukuran pada tingkat metrologi yang tinggi. Penjaminan kualitas

Pengaplikasian sistematis dari program penjaminan kualitas (QA) penting saat meneliti enzim untuk memastikan bahwa kinerja analitik dari uji enzim dipertahankan pada basis harian. Di masa lalu, kelompok serum yang dibuat dalam laboratorium banyak digunakan untuk tujuan QA. Biasanya, keterulangan hasil dari uji enzim dalam basis harian memiliki koefisien variasi 5% sampai 10%. Pengukuran Konsentrasi Massa Enzim

Beberapa immunoassay untuk enzim dan isoenzim manusia yang mengukur massa protein ketimbang aktivitas katalitik telah ditemukan. Untuk mengembangkan uji seperti ini, produk enzim yang dimurnikan harus dipersiapkan untuk (1) bertindak sebagai kalibrator, (2) diberi label, (3) digunakan untuk menghasilkan antibodi spesifik enzim. Metode-metode ini mengidentifikasi semua molekul yang memiliki penentu antigenik yang diperlukan untuk pengenalan oleh antibodi sehingga menonaktifkan molekul-molekul enzim yang tidak berubah secara imunologik diukur bersama dengan molekul aktif. Ini cukup signifikan dalam penentuan beberapa enzim pencernaan, seperti trypsin, ketika prekursor nonaktif dan inhibitor aktivitas katalitik terdapat dalam plasma. Akan tetapi, pada kebanyakan kasus tidak ada degradasi atau perubahan enzim aktif yang terjadi dalam darah sehingga ekivalensi klinis dari pendekatan pengukuran yang berbeda diperoleh. Enzim sebagai Pereaksi Analitik

Enzim digunakan sebagai pereaksi analitik untuk pengukuran beberapa metabolit dan substrat dan pada immunoassay untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi reaksi-reaksi imunologi. Pengukuran metabolit

Penggunaan enzim sebagai pereaksi analitik untuk mengukur metabolit seringkali memiliki kelebihan berupa spesifitas yang tinggi untuk zat yang sedang ditentukan. Spesifitas yang tinggi ini biasanya tidak memerlukan lagi pemisahan atau pemurnian pendahuluan, sehingga analisis dilakukan secara langsung terhadap campuran kompleks seperti serum. Akan tetapi, spesifitas yang tinggi tidak selamanya dapat dicapai dalam praktek, dan pengetahun tentang spesifitas substrat dari enzim pereaksi cukup penting. Metode Kesetimbangan

Kebanyakan uji digunakan untuk menentukan jumlah zat yang secara enzimatik dimungkinkan terbentuk sampai sempurna sehingga semua substrat telah dikonversi menjadi sebuah produk. Metode-metode ini disebut sebagai metode kesetimbangan, karena reaksi berhenti ketika kesetimbangan telah dicapai. Reaksi-reaksi dimana titik kesetimbangan sesuai dengan kesempurnaan pengubahan substrat lebih dipilih untuk tipe analisis ini. Akan tetapi, kesetimbangan yang tidak mendukung sering bergeser dalam arah yang diinginkan melalui reaksi enzimatik atau non-enzimatik tambahan yang mengubah atau menjebak sebuah produk dari reaksi pertama. Metode Kinetik

Reaksi orde pertama atau orde pseudo-pertama adalah reaksi yang paling penting untuk penentuan kinetika konsentrasi substrat. Perubahan konsentrasi substrat selama interval waktu tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi awalnya, sebuah sifat umum dari reaksi ordepertama. Metode-metode dimana beberapa sifat terkait dengan konsentrasi substrat (seperti absorbansi, fluoresensi, chemilusensi, dll) diukur pada dua waktu tetap selama perjalanan reaksi dan dikenal sebagai metode kinetika dua-poin. Metode ini secara teoritis paling akurat untuk penentuan substrat secara enzimatik. Akan tetapi, metode-metode ini lebih sulit dibanding metode kesetimbangan, dan semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi, seperti pH, suhu, dan jumlah enzim, harus dipertahankan agar tetap konstan dari satu uji ke uji selanjutnya. Imunoassay Dalam imunoassay, antibodi-antibodi berlabel enzim atau antigen pertama-tama dibiarkan bereaksi dengan ligan, dan kemudian sebuah substrat enzim ditambahkan. ALP, peroksidase lobak, glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dan beta-galaktosidase telah digunakan sebagai label enzim. Modifikasi metodologi ini adalah uji ELISA (uji immunosorbent terkait enzim) dimana salah satu komponen reaksi terikat pada permukaan fase padat. Dalam imunoassay, bukan spesifitas enzim yang penting tetapi sensitifitasnya. Pengaplikasian Analitik Enzim-Enzim Terimobilisasi

Enzim-enzim terimobilisasi yang dapat dipakai kembali telah digunakan pada beberapa sistem uji. Pada uji seperti ini, enzim-enzim terimobilisasi terikat secara kimiawi ke adsorbent, seperti (1) mikrokristalin selulosa, (2) dietilaminoetil (DEAE) selulosa, (3) karboksimetil selulosa, dan (4)

agarosa. Diantara enzim yang tersedia dalam bentuk terimobilisasi antara lain (1) urease, (2) heksokinase, (3) alfa-amylase, (4) gluikosa oksidase, (4) trypsin, dan (5) leusin aminopeptidase. Stabilitas terhadap panas dan bentuk inaktivasi lainnya sangat meningkat dibanding dengan enzim-enzim dalam larutan. Pengukuran Isoenzim dan Isoform-Isoform

Beberapa teknik analitik telah digunakan untuk mengukur isoenzim atau isoform. Teknik ini mencakup elektroforesis, pemokusan isoelektrik, kromatografi, inaktivasi kimiawi, dan perbedaan sifat katalitik, tetapi metode yang paling rutin sekarang ini didasarkan pada uji imunokimia. Metode imunokimia untuk analisis isoenzim sangat dapat diterapkan bagi isoenzim-isoenzim yang diperoleh dari loci gen ganda karena biasanya paling berbeda secara antigenik. Akan tetapi, kapasitas pembeda dari antibodi monoklonal telah mencakup bentuk ganda sebuah enzim dalam cakupan analisis imunokimia. Beberapa dari metode ini menggunakan aktivitas katalitik dari isoenzim. Metode-metode ini tidak tergantung aktivitas katalitik dari izoenzim yang akan ditentukan. Akan tetapi, dengan perkembangan sistem imunoassay otomatis, metode rutin yang paling umum untuk mengukur isoenzim, seperti CK-MB, adalah ELISA fase padat

You might also like