You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV AIDS

OLEH

NAMA NIM PROGRAM

: DEWI.R.MONTOLALU : C.080105057 : S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR 2011/2011 LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN Hari/Tanggal Mata Ajar Pokok Bahasan : Sabtu / 02 Juli : Keperawatan Dewasa II : HIV/AIDS

A. Konsep Dasar Medik 1. Pengertian AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV(Human Immunodeficiency virus) yang termasuk family retroviridae. (Aru W.Sudoyo,2006) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom) yang timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.( http://id.wikipedia.org/wiki/Aids ) AIDS diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ,2001) - Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan - Immune : Sistem kekebalan tubuh - Deficiency : Kekurangan - Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit 2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun Semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Imunitas mengacu pada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi benda asing atau sel abnormal yang potensial berbahaya. Aktivitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan imun yang berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan atau menetralisir benda-benda di dalam tubuh yang dianggap asing oleh tubuh normal. Sasaran utama sistem pertahanan imun adalah musuh asing yang utama dilawan yaitu bakteri dan virus. Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal,tidak berinti dan diperlengkapi oleh semua perangkat esensial bagi kelangsungan hidup dan poduksinya. Bakteri patogen yang menginvasi tubuh menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan penyakit dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Virus terdiri atas asam nukleat (DNA dan RNA) yang terbungkus di dalam selubung protein,tidak memiliki perangkat untuk menghasilkan alergi dan membentuk protein. Virus tidak mampu menjalankan metabolisme atau reproduksi,kecuali jika mereka menginvasi sel pejamu (sel individu yang terinfeksi ) dan mengambil alih fasilitas biokimia sel tersebut untuk kepentingan mereka sendiri.

Sel-sel darah : a. Eritrosit ( sel darah merah)

b. Leukosit (sel darah putih ) : Netrofil; spesifik fagosit yang sangat mudah bergerak dan memakan serta menghancurkan bahan bahan yang tidak diperlukan. Eusinofil; mengeluarkan zat-zat kimia yang menghancurkan cacing,parasit, dan berperan dalam manifestasi alergi. Basofil; mengeluarkan histamin dan heparin dan juga terlibat dalam manifestasi reaksi alergi. Monosit ( berkembang menjadi makrofag yaitu spesialis fagositik yang berukuran besar dan terikat ke jaringan. ) Limfosit ( limfosit B; berubah menjadi sel plasma yang mengeluarkan antibodi yang secara tidak langsung menyebabkan penghancuran benda asing, dan limfosit T; berperan dalam imunitas yang diperantarai oleh sel imunitas seluler dengan melibatkan penghancuran langsung sel-sel yang terinvasi virus dan sel-sel muatan melalui cara-cara nonfagositosit. )

c. Trombosit ( keping darah ) d. Plasma darah Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2 bagian yaitu: 1. Pertahanan non spesifik( imunitas alamiah), merupakan garis pertahan pertama terhadap masuknya serangan dari luar. Pertahanan non spesifik terbagi atas 3 bagian yaitu : a. Pertahanan fisik : kulit, mukosa membran

b. Pertahanan kimiawi: saliva, air mata, lisozim(enzim penghancur) c. Pertahanan biologis: sel darah putih yang bersifat (neutrofil,monosit,acidofil), protein antimikroba dan pembengkakan(inflammatory) fagosit respon

2. Pertahanan spesifik (imunitas yang didapat/akuista), dilakukan oleh sel darah putih yaitu sel darah putih Limfosit. Disebut spesifik karena: dilakukan hanya oleh sel darah putih Limfosit, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan antibodi. Komponen utama dalam sistem imun adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi atas : a. Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan Neutrofil. b. Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit Agranular yaitu Monosit dan Limfosit. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk didalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa, tonsil,adenoid, appendix, darah, dan pembuluh limfa. Seluruh komponen dari system imun tersebut adalah penting dalam produksi dan perkembangan limfosit atau sel darah putih. Limfosit B dan T diproduksi oleh sel utama sumsum tulang. Sel B tetap berada di sumsum tulang untuk melengkapi proses maturasi, sedangkan limfosit T berjalan kekelenjar thymus untuk melengkapi proses maturasi. Di kelenjar thymus inilah limfosit T menjadi bersifat imunokompeten, multiple, dan mampu berdiferensiasi

Sel limfosit B Fungsi utama adalah sebagai imunitas antibody humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibody spesifik. Antibodi bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag), atau dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi). Antibody dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu IgG, IgA, IgM, IgE, dan IgD, dimana masing-masing mempunyai fungsi khusus. a. IgG (75% dari imun total) Terdapat dalam serum dan jaringan (cairan interstitial). Berperan terhadap infeksi yang dibawah oleh darah dan infeksi jaringan. Mengaktifkan system komplemen. Menggalakan fagosistisis. Memintas plasenta.

b. IgA (15% dari total immunoglobulin) Terdapat dalam cairan tubuh (darah,saliva,air mata, ASI, secret paru, GI, prostat serta vagina). Melindungi terhadap infeksi paru, GI, dan urogenital. Mencegah arbsorbsi antigen dari makanan, melintas melalui neonates melalui ASI untuk memberikan perlindungan. c. IgM (10% dari imunnoglobulin) Terutama terdapat dalam serum intravaskuler. Immunoglobulin pertama yang dihasilkan sebagai reaksi terhadap infeksi virus dan bakteri. Mengaktifkan system komplemen. d. IgD (0,2% dari total immunoglobulin) Terdapat dalam jumlah yang kecil dalam serum, mempengaruhi diferensiensi limfosit-B, kendati peranannya belum jelas. e. IgE (0,004% dari total immunoglobulin) Terdapat dalam serum, terlibat dalam reaksi dan hipersensitivitas, membantu juga dalam pertahanan terhadap parasit.

Limfosit T Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama, yaitu : Regulasi system imun/ peran khusus untuk imun seluler. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.

Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+ , dan CD3+ yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker. Secara imunologis, sel T yang terdiri atas limfosit T- helper, disebut limfosit CD4+ , akan mengalami perubahan secara kuantitas maupun kualitas. Limfosit T menghasilkan 5 subpopulasi yaitu : 1. Sel T sitotoksik ( CD 8/sel pembunuh ) 2. Sel hipersensitivitas tipe lambat(regulatori) ; Merangsangsel-sel peradangan makrofag dan mengeluarkan mediator;limfokin. 3. Sel T helper/sel T4/ CD4 ( master conductor ) 4. Sel T penekan / sel T supresor (T8)

5. Sel memory ; Sel pengikat memungkinkan pejamu untuk berespon terhadap antigen.

3. Etiologi HIV merupakan suatu virus RNA bentuk sferis dengan diameter 1000 angstrom yang termasuk retrovirus dari family lentivirus.Virus ini terdiri atas untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan ditranskripsikan ke dalam DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu.transkripsi virus ke dalam DNA pejamu berlangsung melalui kerja suatu enzim spesifik yang disebut reserve transcriptase yang dibawa oleh virus ke dalam inti sel pejamu. Setelah menjadi bagian dari DNA pejamu,virus bereplikasi dan bermutasi selama beberapa tahun dan secara perlahan tetapi tetap menghancurkan sistem imun. Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar.pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polimerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006). Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau envelop yang terdiri atas glikoprotein (gp)120 yang melekat pada gp41. Dibagian dalamnya terdapat lapisan kedua yang terdiri dari protein (p)17. Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk oleh p24. Didalam inti terdapat komponen penting berupa dua rantai RNA dan enzim reserve transcriptase. Dikenal 2 tipe HIV, yaitu; 1. HIV-1 ; ditemukan pada tahun 1983, yang merupakan epidemic HIV secara global, bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih cepat. 2. HIV-2 ; tidak terlalu luas penyebarannya, hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa Negara eropa yang mempunyai hubungan dengan eropa barat. HIV-1 dan HIV-2 mempunyai struktur hampir sama, HIV-1 mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai vpx, sedangkan sebaliknya HIV-2 mempunyai vpx tetapi tidak mempunyai vpu. Cara penularan : 1. Hubungan seksual, dengan resiko penularan 0,1 1% tiap hubungan seksual. 2. Melalui darah, yaitu : Transfuse darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90 - 98%.

Tertusuk jarum suntik, risiko penularan 0,03%. Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051%.

3. Transmisi dari ibu ke anak Selama kehamilan Saat persalinan, risiko penularan 50% bila ibu dengan AIDS, sedangkan terinfeksi HIV tanpa gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20-35%. Melalui air susu ibu (ASI) 11-29%.

Penularan AIDS yg belum terbukti melalui; Jabat Tangan Makanan dan Minuman Berciuman Pipi Gigitan Serangga atau Nyamuk Hidup Serumah Bersin atau Batuknya Menggunakan WC dan Kamar Mandi penderita AIDS

4. Patofisiologi HIV tergolong virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam RNA bukan DNA. Setelah HIV masuk tubuh, virus menuju target utama yaitu sel yang mempunyai reseptor CD4 + yang mncakup monosit, makrofag, dan limfosit CD4+ (sel helper atau Th). Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara ke-3 sel di atas. Beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vivo atau in vitro adalah megakariost, epidermal lengerhans, peripheral dendritik, folikuler dendritik, mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, microglia, atrosit, tropoblast, limfosit CD8, sel retina dan epitel ginjal. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV).

Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasekan antigen (APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4 + dan koreseptornya, bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membrane sel dan bagian intinya masuk kedalam sel membrane. Pada bagian inti terdapat enzim reserve transcriptase yang terdiri atas DNA polymerase dan ribonuklease. Pada inti yang mengandung RNA, enzim DNA polymerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli. Enzim polymerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan (stewart, 1997; Baratawidjaja, 2000). Kode genetic DNA berupa untai ganda setelah berbentuk, maka akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA kopi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada dalam limfosit CD4+ , kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosiyt CD4 mengalami sitolisis (stewart, 1997). Viral DNA kemudian menyelip masuk ke dalam sel induk kromosom, dimana ia tetap tidak aktif sampai ada pemicunya berupa infeksi baru, yang menginstruksikan sel induk untuk secara cepat mulai membuat sejumlah salinan virus. Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang treinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus epstein-barr, herpes simpleks dan hepatitis. Akibatnya sel t helper (CD4 +) dihancurkan, HIV ini dilepaskan ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Siklus hidup HIV Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup yang sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap hari. Serangan pertama HIV akan tertangkap Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu ; Masuk dan mengikat Reserve transcriptase Replikasi Budding Maturasi

Siklus hidup HIV terdiri atas 2 fase,sebagai berikut : Fase Pertama :

Dimulai dengan melekatnya HIV pada sel inang melalui interaksi antara molekul gp120 HIV dengan molekul CD4 sel inang. Melekatnya ini diikuti fase membran sel HIV dengan membran sel inang sehingga inti HIV masuk ke dalam sitoplasma sel inang. Di dalam sel inang terjadilah transkripsi DNA HIV dari RNA HIV oleh enzim RT yaitu polymerase spesifik HIV. DNA HIV yang terbentuk kemudian berinteraksi dengan DNA sel inang dengan bentukan enzim integrase. DNA HIV yang berintegrasi disebut proviral dan berperilaku seperti gen sel inang yang menggunakan perlengkapan sel inang untuk membentuk HIV baru. Fase Kedua : Terjadi transkripsi DNA HIV yang telah terintegrasi menjadi RNA genom HIV dan mRNA yang kemudian ditransportasikan ke dalam sitoplasma untuk ditranslasi menjadi protein virus dengan bantuan enzim protease. Genom RNA dan protein yang telah terbentuk,kemudian dirakit dekat pada permukaan membran sel inang. Terjadilah partikel HIV yang akan dilepaskan melalui proses budding dengan mengambil membran sel inang sebagai bagian lipid simpul HIV. Perjalanan penyakit Perjalanan klinis penyakit HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler. Penurunan imunitas diikuti adanya peningkatan resiko dan derajat keparahaninfeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada 3 tahun pertama, 50% menjadi AIDS setelah 13 tahun. Dalam tubuh ODHA(orang dengan HIV/AIDS), partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga orang yang terinfeksi HIV akan terinfeksi seumur hidup. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas seperti demam, nyeri menelan, pembengakakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi (Sudoyo, 2006). Kondisi ini dikenal infeksi primer. Tanda dan gejala dari sindrom retroviral akut meliputi; panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat dimala hari, kehilangan berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala) berlangsung selama 8-10 tahun, adapula yang sangat cepat sekitar 2 tahun. Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan BB, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi imunodefisiensi. 5. Manifestasi Klinik Pembagian stadium ;

Stadium pertama: HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan di ikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah dari negative menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara 1-3 bulan, Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.

Stadium kedua: Asimptomatik (tanpa gejala) (CD4+ >500/l) Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/aids yang tampak sehat ini sudah dapat ditularkan HIV kepada orang lain.

Stadium ketiga: (CD4+ >200-500/ l) Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( persistent generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih 1 bulan. Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut. Stadium keempat: AIDS (CD4+ <200/ l) Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder. Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya .

Gejala klinis pada stadium AIDS di bagi antara lain: Gejala utama/mayor: Demam berkepanjangan > 3 bulan. Diare kronis > 1 bulan berulang maupun terus menerus.

Penurunan berat badan >10% dalam 3 bulan. TBC

Gejala minor: - Batuk kronis selama >1 bulan. - Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albicans. - Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh. - Munculnya Herpes sozter berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. (Depkes RI, 1997).

6. Pemeriksaan Diagnostik Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosa HIV adalah ELISA. Tes lain yang biasa digunakan untuk menginformasi hasil ELISA, antara lain western blot(WB), indirect immunofluorescence assay (IFA), ataupun radio-immuno-precepitatiotern assay (RIPA). Western blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ditemukan rantai protein berarti hasil negative. Tes western harus diulangi lagi setelah 2minggu dengan sampel yang sama. Jika tes western tidak bisa disimpulkan, maka tes western harus diulangi lagi setelah 6bulan. Jika tes tetap negative maka pasien dianggap HIV negative. Tes ELISA merupakan tes cepat untuk mendeteksi HIV, hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa menit. ELISA merupakan tes yang baik,tetapi hasilnya mungkin masih akan negative sampai 6-12 minggu pasien setelah terinfeksi. Jika terdapat tanda-tanda infeksi akut pada pasien dan hasil ELISA negative, maka pemeriksaan ELISA perlu diulang. PCR (polymerase chain reaction) untuk DNA dan RNA virus HIV sangat spesifik dan spesifik untuk infeksi HIV.

7. Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul; Oral lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat

Neurologik Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan Diare.

Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii (gejala napas pendek, sesak napas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam) cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

Sensorik - Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan - Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

Kanker sarcoma Kaposi penyakit yang melibatkan lapisan endotel pembuluh darah

8. Penatalaksanaan Medik

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun , data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retrovinal /ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya system kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik. Secara umum penatalaksanaan odha tediri atas beberapa jenis , yaitu: a). Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antirretroviral (ARV). Jenis obat-obat ARV: Nucleoside reverse transctritpase inhibitor (NRTI) Contoh: Zidovudine, didanosine, abacavir. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI).Yang temasuk golongan ini adalah Tenofofir. Non-nucleoside reverse transcriptaseinhibitor (NNRTI). Golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi. Contoh : Nevirapine,delavirdine, efavirens. Protese inhibitor (PI) ,menghalangi kerja ensim protease yang berfungsi memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk memproduksi virus baru. Contoh : Indinavir (IDV), Nelvinavir (NFV). Fusion inhibitor. Contoh : Enfufirtide (T-20). b). Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma sarkoma kaposi, linfoma, kanker serviks. c). Pengobatan Suportif Yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tesebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang

B. Konsep Dasar Keperawatan I. Pengkajian 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Gejala: Lingkungan tempat tinggal yang kurang baik dan pemeliharaan kesehatan kurang. 2. Nutrisi/metabolik Pemeriksaan status nutrisi dengan pemeriksaan antropometri,timbang berat badan,ukur tinggi badan. Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema 3. Eliminasi Gejala : Diare intermitten/terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal,lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine. 4. Pola Aktifitas dan latihan Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantung dan pernafasan ). Sirkulasi Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera. Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler. Pernafasan Gejala : napas pendek progresif, batuk, sesak dada. Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum. 5. Pola tidur dan istirahat Gejala : sulit tidur, gelisah, cemas. 6. Pola persepsi kognitif Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan. Tanda : Perubahan status normal,tremor,hemiparesis,kejang. 7. Pola persepsi dan konsep diri Gejala : mudah marah, stress, takut akan penyakitnya. Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah 8. Pola peran dan hubungan dengan sesama Tanda : hubungan dengan keluarga dan tetangga harmonis atau retak. 9. Pola reproduksi dan Seksualitas Gejala : Riwayat perilaku seks beresiko tinggi, riwayat seks dan kehamilan ibu Tanda :herpes genetalia,gangguan organ dan proses eliminasi. 10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress. mental, ansietas, refleks tidak

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,depresi,takut Tanda : Perubahan interaksi 11. Pola sistem nilai dan kepercayaan Gejala : merasa bersalah menganggap penyakitnya yang dideritanya karena dosa yang diperbuatnya. Tanda : Berdoa, pandai mengambil hikmah,harapan yang realistis

II.

Diagnosa Keperawatan a. Resiko infeksi sekunder b/d imunodefesiensi b. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d diare c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d infeksi respirasi, sekresi trakeobronkial, penumpukan secret/sputum. d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d lesi oral,esophagus,dan diare e. Gangguan integritas kulit b/d diare terus menerus

III.

Intervensi dan Rasional DP 1 : Resiko infeksi sekunder b/d imunodefesiensi Hasil yang diharapkan : peningkatan daya tahan tubuh sehingga dapat meminimalkan resiko terhadap infeksi.

Intervensi

Rasional

Pantau adanya tanda-tanda infeksi Deteksi dini terhadap tanda (demam,napas cepat,nadi infeksi dan memberikan tindakan cepat,kelemahan atau letargi) prevention Pantau jumlah sel darah putih dan Peningkatan WBC menunjukkan diferensiasi adanya infeksi Dapatkan kultur drainase luka, lesi Mikroorganisme yang ada akan kulit, urin, sputum dan darah sesuai meningkatkan infeksi ketentuan Anjurkan klien untuk pertahankan Meminimalkan pemajanan pada

bersihan area perineal

area infeksi

Monitor tanda-tanda vital tiap 4 Tanda vital merupakan indikator jam. terjadinya infeksi Pertahankan teknik aseptic bila Mencegah infeksi yang didapat di melakukan prosedur invasive RS Ajarkan kepada penularan HIV/AIDS klien cara Informasi yang kurang mempengaruhi kondisi pasien

DP 2 : Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d diare Hasil yang diharapkan : volume cairan dapat terpenuhi dengan menunjukkan asupan dan keluaran seimbang,kadar elektrolit normal,nadi perifer teraba,finger print negatif.

Rasional Kebiasaan defekasi pasien menunjukkan pengaruh infeksi HIV Kaji terhadap diare sering, defekasi Mendeteksi perubahan pada status encer, nyeri atau kram abdomen, kuantitas kehilangan cairan volume feses cair Anjurkan pasien untuk menghindari Menurunkan stimulasi usus, mencegah makanan berlemak atau gorengan, merangsang usus dan distensi abdomen sayuran mentah, dan kacang-kacangan. dan meningkatkan nutrisi adekuat. Pertahankan masukan cairan yang Mencegah hipovolemia adekuat sedikitnya 3 liter atau >8 gelas sehari kecuali dikontraindikasikan Kolaborasi dengan dokter dalam Mengganti cairan yang hilang. pemberian terapi cairan Monitor urine tiap 6-8 jam sesuai dengan kebutuhan Mengawasi status dehidrasi pasien

Intervensi Kaji kebiasaan defekasi pasien

DP 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d infeksi respirasi, sekresi trakeobronkial, penumpukan secret/sputum.

Hasil yang diharapkan : bershan jalan napas efektif dengan menunjukkan batuk berkurang/hilang,frekuensi napas normal dan tidak sesak,kulit merah muda tanpa sianosis,bunyi napas normal tanpa ada suara tambahan.

Intervensi Kaji tanda dan gejala perubahan pernapasan Bantu pasien dalam fowler tinggi atau semi posisi

Rasional Menunjukkan abnormal fungsi pernapasan

Memudahkan bersihan jalan napas dengan ekspansi dada yang maksimal Batuk efektif dan napas meningkatkan bersihan jalan napas dalam

Ajarkan dan anjurkan pada pasien batuk efektif dan napas dalam Lakukan pengisapan lendir atau suction sesuai kebutuhan Berikan ketentuan terapi O2 sesuai

Mengeluarkan sekresi yang menumpuk Meningkatkan availabilitas O2. Memudahkan ekspektorasi mencegah stasis sekresi. sekresi,

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian agens mukolitik yang diberikan melalui nebulizer

DP 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d lesi oral dan esophagus, diare Hasil yang diharapkan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan menunjukkan nafsu makan meningkat,mual berkurang,BB tidak turun.

Intervensi Kaji perubahan status nutrisi dengan pengukuran antropometirk, BUN, protein serum, albumin dan kadar transferin Monitor asupan dan keluaran tiap 8 jam dan turgor kulit Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi masukan oral Konsul dengan ahli diet untuk

Rasional Memberikan pengukuran yang objektif terhadap status nutrisi

Mengukur keseimbangan status nutrisi Mengetahui hal-hal dan tindakan yang akan diberikan Memudahkan pencernaan

menentukan kebutuhan nutirisi pasien Anjurkan pasien untuk istirahat sebelum makan

makanan Meminimalkan keletihan yang dapat menurunkan napsu makan

Anjurkan klien makan sedikit tapi Mencegah pasien terlalu kenyang sering (6x/hr) atau mengurangi rasa mual Anjurkan klien untuk Memberikan protein dan kalori mengkonsumsi suplemen nutrisi, tambahan makanan kaya protein (daging, unggas,ikan) dan karbohidrat (buah, roti) Kolaborasi dengan dokter dan ahli Memberikan dukungan nutrisi gizi tentang makanan pengganti bila pasien tidak dapat (nutrisi enteral dan parenteral). mengkonsumsi jumlah yang cukup per-oral

DP 5 : Gangguan integritas kulit b/d diare terus menerus Hasil yang diharapkan : tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan menunjukkan tidak ada tanda-tanda integritas terganggu serta kulit utuh,bersih,kering dan tidak ada lesi kemerahan.

Intervensi Ganti celana apabila basah Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali buang air Gunakan salep atau lotion khusus. Kolaborasi pemberian obat antidiare Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan Jaga kebersihan mandi 2x sehari badan dengan

Rasional Mengurangi iritasi pada kulit Mengurangi resiko iritasi pada kulit Menjaga kulit tetap kering Mencegah diare terjadi terus menerus Mengganti cairan yang hilang. Mengurangi transmisi microorganisme

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawati, Ninuk Dian & Nursalam, M. Nurs. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien terinfeksi HIV/AIDS. edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Gunawan, Iriyan. (2006). http://askep-ners. blogspot. com/2009/hiv-aids. html di posting tanggal 14 Juni 2011

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & suddarth / editor, Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung Waluyo(et al.) ; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester. Ed. 8. Jakarta : EGC

Sudoyo Aru W,dkk. (2006), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III.Jakarta : FKUI.

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta ( http://id.wikipedia.org/wiki/Aids )

You might also like