You are on page 1of 146

BAB I PRINSIP DETEKSI DINI IBU DENGAN KELAINAN, KOMPLIKASI, PENYAKIT DALAM KEHAMILAN, PERSALINAN DAN MASA NIFAS

A.

Kompetensi dasar 1. Mampu menjelaskan Prinsip deteksi dini ibu dengan kelainan, komplikasi, penyakit yang lazim terjadi dalam kehamilan,

Pemeriksaan kehamilan dini ( early ANC detection , Kontak dini kehamilan trimester I, Pelayanan ANC berdasarkan kebutuhan individu dan skrining untuk deteksi dini 2. Mampu mendiskripsikan deteksi dini penyulit persalinan dengan memanfaatkan partograf 3. Mampu menguraikan deteksi dini komplikasi masa nifas (2 jam masa nifas, 6 jam masa nifas, 6 hari masa nifas, 6 minggu masa nifas) B. Uraian Materi 1. Deteksi Dini Terhadap Kelainan, Komplikasi Dan Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Ibu Hamil Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan sosial dalam keluarga. Pada umumnya kehamilan berkembang normal dan menghasilkan kelahiran bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan terjadi masalah, oleh karena itu pelayanan asuhan antenatal merupakan cara penting memonitor dan mendukung kesehatan dan mendeteksi kehamilan ibu. Ibu hamil sebaiknaya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ibu merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan atau asuhan antenatal. Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu dilakukan secara teratur. Hal ini bertujuan untuk

menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat. Selain itu juga untuk mendeteksi dini adanya kelainan, komplikasi dan penyakit yang biasanya dialami oleh ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah ataupun diobati. Dengan demikian maka angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat berkurang a. Pemeriksaan Kehamilan Dini (Early ANC Detection) Idealnya wanita yang merasa hamil bersedia untuk

memeriksakan diri ketika haidnya terlambat sekurangkurangnya 1 bulan. Dengan demikian, jika terdapat kelainan pada kehamilannya tersebut akan lekas diketahui dan segera dapat diatasi. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sebaiknya melakukan kunjungan antenatal sedikitnya 1 kali pada trimester 1 ( sebelum minggu ke 16). Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak pertama antar petugas kesehatan dengan ibu hamil secara optimal. Pada kunjungan dini adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi komplikasi, penyulit ataupun penyakit pada kehamilan, yaitu : 1) Anamnesa Anamnesa adalah tanya jawab antara penderita dan pemeriksa. Dari anamnesa ini banyak keterangan yang diperoleh guna membantu menegakkan diagnosa dan prognosa kehamilan. a) Anamnesa Sosial ( biodata dan latar belakang sosial b) Anamnesa Kehamilan (haid) c) Anamnesa Medik/ Kesehatan d) Anamnesa Kebidanan/ Obstetri

2) Pemeriksaan Umum a) Tinggi badan Pada wanita hamil yang pertama kali memeriksakan perlu diukur tinggi badannya. Seorang wanita hamil yang terlalu pendek, yang tinggi badannya kurang dari 145 cm tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar persalinan berlangsung kurang lancar dengan kemungkinan kesempitan panggul. Perbandingan tinggi dan berat badan memberi gambaran mengenai keadaan gizi. b) Berat badan Pada tiap pemeriksaan wanita hamil baik yang pertama kali atau ulangan, berat badan perlu ditimbang. Kenaikan berat badan yang mendadak dapat merupakan tanda bahaya komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi. Dalam trimester I berat badan wanita hamil biasanya belum naik bahkan biasanya menurun karena

kekurangan nafsu makan. Dalam trimester terakhir terutama karena pertumbuhan janin dan uri berat badan naik sehingga pada akhir kehamilan berat badan wanita hamil bertambah kurang lebih 11 kg dibanding sebelum hamil. Pada trimester terakhir berat badan kurang lebih 0.5 kg seminggu, bila penambahan berat badan tiap minggu lebih dari 0.5 kg harus diperhatikan

kemungkinan preeklampsi. c) Tanda-tanda vital Dalam keadaan normal tekanan darah dalam kehamilan trimester terakhir sistolik tidak melebihi 140 mmHg, dan diastolik tidak melebihi 90 mmHg. Bila terdapat

tekanan darah melebihi diatas maka kemungkinan adanya preeklampsi. d) Pemeriksaan kepala dan leher Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan inspeksi. Pemeriksaan ini meliputi seluruh bagian kepala dan leher. Jika pada pemeriiksaan mata sklera ikterik dan konjungtiva anemis maka

kemungkinan anemia. e) Pemeriksaan payudara Pada wanita hamil payudara terlihat besar dan tegang serta sedikit nyeri. Hal ini karena pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara. Pemeriksan payudara dengan cara palpasi meliputi bentuk dan ukuran payudara, putting susu menonjol atau tidak, adanya retraksi, masa dan pembesaran pembuluh limfe. f) Pemeriksaan jantung, paru dan organ dalam tubuh lainnya, Pemeiksaan paru haus mencakup obsevasi sesak nafas,nafas dangkal , nafas cepat , nafas tidak teatu mengi, batuk dan dispnea untuk menegakkan diagnosa bonkitis dan pneumonia. Mumu jantung diastolik ditemukan ,pada 90% wanita hamil kerena tekanan daah ibu hamil meningkat secaa mencolok. g) Pemeriksaan abdominal Pemeriksaan abdominal dilakukan dengan palpasi. Dari pemeriksaan ini diperoleh mengenai ukuran dan bentuk uterus kesesuaian antara tinggi fundus uteri dengan umur kehamilan, letek janin dan detak jantung janin dan CVAT (costo vetrebral tenderness)

h) Pemeriksan genetalia Untuk memeriksa genetalia biasanya dengan

pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan ini vulva, vagina dan porsio diperiksa dan dilihat inspekulo deteksi tanda-tanda infeksi,hemorid, varices, cairan. i) Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya varises, oedema dan reflek patella. b. Pemeriksaan laboratorium Test laboratorium perlu dilakukan pada ibu hamil. Pemeriksan ini ditujukan untuk memeriksa golongan darah, Hb, protein urine, dan glukosa urine. Pemeriksaan urine pada awal kehamilan bertujuan untuk mengetahui adanya kehamilan. Selain itu pemeriksaan urin juga bertujuan untuk mengetahui adanya protein urine dan glukosa urine. Protein dalam urine merupakan hasil kontaminasi dair vagina atau dari infeksi saluran kencing atau penyakit ginjal. Pada saat hamil jika dihubungkan dengan hipertensi dan oedem, hal ini akan menjadi tanda serius dari preeklampsi. Untuk glukosa urin berhubungan dengan diabetes. b. Kontak Dini Kehamilan Trimester I Pada trimester I, menurunnya keinginan untuk melakukan hubungan seksual sangat wajar. Apabila dalam anamnesis ada riwayat abortus sebelum kehamilan yang sekarang, sebaiknya koitus ditunda sampai kehamilan 16 minggu. Pada waktu itu plasenta telah terbentuk serta kemungkinan abortus menjadi lebih kecil. Pada umumnya koitus diperbolehkan pada masa kehamilan jika dilakukan dengan hati hati. Pada akhir kehamilan, jika kepala sudah masuk panggul koitus sebaiknya dihentikan karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan.

c. Pelayanan ANC berdasarkan kebutuhan individu. Pelayanan ANC yang diberikan petugas kesehatan kepada setiap ibu hamil berbeda beda tergantung dari kebutuhan dan kondisi dari setiap individunya. Misalnya persetujuan ANC yang diberikan terhadap ibu hamil dengan hipertensi tentunya akan berbeda dengan pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil dengan varises. Pada ibu hamil dengan hipertensi sebaiknya dilakukan pemantauan tekanan darah, urin, dan kondisi janin setiap minggunya. Anjurkan kepada ibu untuk mentaati pemeriksaan antenatal yang teratur dan jika perlu dikonsultasikan kepada ahli. Selain itu anjurkan ibu pula untuk cukup istirahat menjauhi emosi dan jangan bekerja terlalu berat. Pada pola nutrisi sebaiknya ibu dianjurkan untuk diet tinggi protein rendah hidrat arang, rendah lemak, dan rendah garam. Hal ini bertujuan untuk mencegah pertambahan berat badan yang agresif. Pengawasan terhadap janin harus lebih teliti, disamping

pemeriksaan biasa, dapat dilakukan pemeriksaan monitor janin lainnya seperti elektrokardiografi fetal, ukuran biparietal (USG), Penentuan kadar estriol, amnioskopi, pH darah janin, dan sebagainya. Pengakhiran kehamilan baik yang muda maupun yang sudah cukup bulan harus dipikirkan bila ada tanda tanda hipertensi ganas (tekanan darah 200/120 atau pre-eklamsi berat). Apalagi bila janin telah meninggal dalam kandungan pengakhiran kehamilan ini sebaikanya dirundingkan antar disiplin : dengan ahli penykit dalam ; apakah ada ancaman terhadap jiwa ibu.

Sedangkan pada ibu hamil dengan varises pelayanan ANC yang diberikan antara lain : 1) Anjuran ibu untuk jangan berdiri atau duduk terlalu lama dan jangan memakai ikat pinggang terlalu kencang. 2) Anjurkan kepada ibu supaya jalan jalan dan senam hamil untuk memperlancar peredaran darah. 3) Anjurkan ibu untuk memakai kaos kaki atau pembalut tungkai elastis. 4) Dapat diberikan obat obatan : Venosan, Glyvenol, Venoruton, dan Varemoid. d. Skrining untuk deteksi dini. USG merupakan suatu media diagnostik dengan

menggunakan gelombang ultrasonik untuk mempelajari struktur jaringan berdasarkan gambaran ecko dari gelombang ultrasonik. Pemeriksaaan USG saat ini dipandang sebagai metode pemeriksaan yang aman. Pemeriksaan USG pada kehamilan normal usia 5 minggu struktur kantong gestasi intrauterin dapat dideteksi dimana diameternya sudah mencapai 5-10 mm. Jika dihubungkan dengan kadar HCG pada saat itu kadarnya sudah mencapai 6000-6500 mlU/ ml. Dari kenyataan ini bisa juga diartikan bahwa kadar HCG yang lebih dari 6500 mlU/ ml tidak dijumpai adanya kantong gestasi intrauterin, maka kemungkinan kehamilan ektopik. Gambaran USG kehamilan ektopik sangat bervariasi, tergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamiulan (ruptura, abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intra abdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan jika terlihat kantong gestasi berisi janin hidup yang letaknya diluar kavum uteri.

Pada kehamilan 7 minggu diameter kantong gestasi telah mencapai 25 mm. Panjang embrio mencapai 10 mm dan menjadi lebih mudah dilihat. Struiuktur kepala sudah dapat dibedakan dari badan. Selain denyut jantuing mungkin juga dapat dideteksi adanya gerakan embrio yang dapat dirangsang dengan melakukan perkusi pada dinding perut. Jika tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti yang telah disebutkkan maka kemungkinan terjadi miss abortion. Jika dijumpai lebih dari 1 embrioyang menunjukkan tanda-tanda kehidupan maka kemungkinan kehamilan multiple. Pada kehamilan 8 minggu kantong gestasi telah berdiameter 30 mm. Struktur embrio dapat dilihat lebih jelas lagi. Sering kali terlihat kuning telur dalam ( yolk salk ) berupa struktur vasikuler berdiameter kira-kira 5 mm yang letaknya diluar selaput amnion. Jika tidak dijumpai adanya struktur embrio dan kantong kuning telur maka kemungkinan kehamilan anembrionik. 2. Deteksi Dini Penyulit Persalinan . Persalinan tidak selalu berjalan dengan normal. Oleh karena itu pada saat memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin, penolong harus waspada terhadap masalah yang mungkin terjadi. Salah satu alata yang dapat digunakan untuk membantu memantau kemajuan persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik adalah partograf.

Gambar. 1. 1 Partogaf

Temuan-temuan dari hasil pengamatan, pemeriksaan dan asuhan persalinan kala I dapat dicatat pada partograf. Adapun partograf mengintruksikan : 1. Informasi tentang ibu Melengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti pada saat mulai asuhan persalinan meliputi; nama, umur, gravida para dan abortus, nomor RM, tanggal dan waktu dirawat, waktu pecahnya ketuban 2. Kesehatan dan kenyamanan janin a. DJJ (Detak Jantung Janin) DJJ dicatat setiap 30 sekali (lebih sering jika ada

kegawatdaruratan). Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal angka 180 100, tetapi harus waspada bila

DJJ dibawah 120atau diatas 160.

b.

Warna dan adanya air ketuban Penilaian air ketuban serta warnanya dilakukan setiap kali periksa dalam vagina dan jika selaput ketuban pecah. Adapun hasil temuan mengenai ketuban : U : Ketuban utuh ( belum pecah ) J : ketuban sudah pecah dan ai ketuban jernih, M :ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur meconium, D :air ketunan sudah pecah dan bercampur darah, K : ketuban sudah pecah dan air ketuban tidak ada (kering). Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin apabila apabila tidak nmpak tanda gawat janin. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segara rujuk ibu ketempat yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.

c.

Molase ( penyusupan kepala janin ) Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh bayi dapat menyesuaikan diridengan bagian atas keras ibu. Tulang kepala yang sampai menyusup atau tumpang tindih menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang panggung ( CPD ). Ketidak kemampuan akomodasi akan benar benar terjadi jika tulang kepala yang bisa menyusup tidak mampu dipisahkan. Lambang lambang dalam mollase : a) 0 : tulang tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dipalpasi b) c) 1 : tulang tulang kepala janin hanya saling bersentuhan 2 : tulang tulang kepalajanin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan d) 3 : tulang tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.

d.

Kemajuan Persalinan Penilaian kemajuan persalinan dilakukan pemeriksaan setiap 4 jam sekali. kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk

10

pencatatan kemajuan persalinan. Kemajuan persalinan dilihat dari pembukaan servik dan penurunan bagian terbawah janin. Jika pembukaan servik mengarah kesebelah kanan gari waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam) maka harus

dipertimbangkan penyulit misalnya kala aktif memanjang, servik kaku, atau innersia uteri. Jika pembukaan servik telah melampaui dan berda disebelah kanan garis bertindak maka perlu dilakukan tindakan menyelesaikan persalinan. e. Kontraksi uterus Kontraksi uterus dicatat setiap 30 menit dengan melakukan palpasi. Untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik. Kemajuan persalinan dikatakan cukup baik jika kontraksi teratur dan progresif dengan peningkatan frekuaensi dan durasi. Tetapi jika kontraksinya tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten dapat menyebabkan persalinan lama. 3. Kesehatan dan kenyamanan ibu Meliputi nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. Jika denyut nadi ibu meningkat, mungkin dia dalam keadaan dehidrasi atau kesakitan. Pastikan hidrasi yang cukup melalui oral atau IV dan berikan analgesik secukupnya nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan. Jika tekanan darah ibu menurun curigai adanya perdarahan. Nilai dan catat suhu ibu ) lebih sering jika meningkat, atau dianggap adanya infeksi ) setiap 2 jam. Selain nadi, tekanan darah dan suhu tubuh kenyamanan dan kesehatan tubuh aseton ibu juga meliputi volume urine, protein dan

11

Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya 2 jam (setiap kali ibu berkemih ) lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urine setiap ibu berkemih. Jika terdapat aseton dalam urin ibu dicurigai masukan nutrisi yang kurang, segera berikan dextros. 3. Deteksi Dini Pada Masa Nifas Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir sampai 6 minggu beikutnya. Setiap tahap masa nifas bidan pelu menilai status ibu, mencegah, mendeteksi menangani masalah-masalah yang terjadi karena ibu nifas rentan terjadi penyulit dan komplikasi, diantaanya: 1. Masa 2 jam dan 6 jam nifas. Asuhan masa nifas diperlukan karena pada periode ini merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu terjadi akibat kejadian setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi 24 jam pertama. Apabila uterus lembek dan tidak berkontraksi, perdarahan 350500cc per menit waspadai perdarahan ibu post partum karen atonia uteri. 2. Masa 6 hari 6 minggu nifas a. Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalianan. Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi AKI. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke saluran urinary payudara. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari temperature atau suhu, pembengkakan, takikardi dan malaise. Sedangkan gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan, dan rasa nyeri atau adanya disuria. b.
Wanita yang baru melahirkan sering mengeluh sakit kepala hebat atau penglihatan kabur. Disertai pembengkakan di wajah atau ekstremitas

c.

Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit

12

Payudara bengkak

yang tidak

disusu

secara adekuat

dapat

menyebabkan payudara menjadi merah, panas, terasa sakit, akhirnya terjadi mastitis. Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak d. Sesudah anak lahir ibu akan merasa lelah mungkin juga lemas karena kehabisan tenaga. Dalam persalinan lambung dan alat pencernaan tidak langsung turut mengadakan proses persalianan, tetapi sedikit atau banyak pasti dipengaruhi proses persalinannya tersebut. Sehingga alat pencernaan perlu istirahat guna memulihkan keadaanya kembali. Oleh karena itu tidak benar bila ibu diberikan makanan sebanyakbanyaknya walaupun ibu menginginkannya. Tetapi biasanya

disebabkan adanya kelelahan yang amat berat, nafsu makan pun akan terganggu, sehingga ibu tidak ingin makan sampai kehilangan itu hilang. e. Selama masa nifas, dapat terbentuk thrombus sementara pada venavena manapun di pelvis yang mengalami dilatasi,perlu waspa apabila disertai . rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan dikaki, Timbul rasa nyeri seperti terbakar,nyeri tekan maka mengarah pada gejala tromboplebitis. f. Pada minggu-minggu awal setelah persalinansampai kurang lebih 1 tahun ibu post partum cenderung akan mengalami perasaan-perasaan yang tidak pada umumnya, seperti merasa sedih, tidak mampu mengasuh dirinya sendiri dan bayinya.waspadai bila berlanjut pada depresi post partum. C. Ringkasan Materi
Penting bagi bidan untuk mengetahui prinsip deteksi dini ibu dengan

kelainan, komplikasi, penyakit yang lazim terjadi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas. Pada masa kehamilan deteksi dini dilaksanakan
pemeriksaan kehamilan dini ( early ANC detection ) secara lengkap

meliputi

pengkajian

psikososial

dan

pemeriksaan

fisik

lengkap.

13

Mewaspadai kontak dini kehamilan trimester I, dalam pelayanan ANC di dasarkan kebutuhan individu sehingga kompliksai dan penyakit segera dapat dideteksi. Skrening dini pada kehamilan dengan pemanfaatan USG. Guna mendeteksi komplikasi persalinan bidan akan dibantu dengan partograf dan kelainan serta penyakit pada masa nifas dideteksi pada 2 jam post partum, 6 jam post partum , pada 6 hari post partum dan 6 minggu post partum. D. Tugas/ Latihan 1. Penggunakan partograf dapat membantu bidan dalam mendeteksi komplikasi persalinan kala I meliputi... 2. Pada masa nifas 2 jam dan 6 jam post partum deteksi dini komplikasi dan penyakit di fokuskan untuk...

E. Rambu-rambu jawaban soal 1. Kesejahteraan dan kenyamanan janin meliputi DJJ, air ketuban dan molase, kemajuan persalinan meliputi kontraksi, pembukaan dan penurunan kepala serta kesejahteraan ibu meliputi tensi dan nadi dll. 2. Perdarahan karena atonia uteri.

F. Daftar Pustaka 1. Syaifudin, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBPSP 2. 3. 4. 5. 6. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal, 2001 Varneys H, 1997, Midwifery, UK, Jones and Bartlett Publisher Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta Hanifa, dkk, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta. YBPSP Pusdiknakes JHPIEGO, Modul 2, Pedoman Mengajar dosen AKBID, 1999 7. Tim pengajar Askeb IV,2006, Workshop kurikulum mata ajar Askeb IV, Tidak diterbitkan

14

BAB II PENYAKIT YANG MENYERTAI IBU DALAM MASA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

A.

Kompetensi Dasar 1. Menguraikan penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan dan nifas 2. Menjelaskan infeksi yang menyertai kehamilan, persalinan dan nifas

B. 1.

Uraian Materi Penyakit yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan a. Tuberkulosis Paru Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka. Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate), bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya. 1) Penatalaksanaan : Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan

15

kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah. 2) Obat-obatan yang dapat digunakan (a). Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan. (b). Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada. (c). Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikan setiap hari. (d). Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan. Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan

pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secar biasa.

16

Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 68 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung. Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif. Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan imunisasi BCG. b. Ginjal Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium. Perubahan anatomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan. Selain itu juga terjadi hiperplasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah

17

lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone. Perubahan Fungsi Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll. c. Jantung 1) Etiologi Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal. 2) Faktor Predisposisi Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia. 3) Patofisiologi Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system

kardiovaskuler yang biasanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :

18

(a).

Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu

(b). Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluhpembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran. 4) Manifestasi Klinis Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis. Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu: (a). Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum (b). Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 - 20% dan ketika meneran pada partus kala II, saat arus balik vena dihambat kembali ke jantung. (c). Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi

uteroplasenta ke sirkulasi sistemik. (d). 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.

19

5)

Pemeriksaan Penunjang Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan : (a). EKG untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda penyakit pericardium, iskemia, infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia. (b). Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahui kelainan fungsi dan anatomi dari bilik, katup, dan peri kardium (c). Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi

perlindung diabdomen dan pelvis. 6) Diagnosis Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria : (a). Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus (b). Pembesaran jantung yang jelas (c). Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill (d). Arimia berat Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan (a). Kelas I Tanpa pembatasan kegiatan fisik Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa

(b). Kelas II Sedikit pembatasan kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan

20

Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris

(c). Kelas III Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung (d). Kelas IV Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun

Komplikasi Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus. Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat. 7) Penatalaksanaan Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator. Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu : (a). Kelas I Tidak memerlukan pengobatan tambahan (b). Kelas II Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk. Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal

21

setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (1015 mg), dan diuretic. Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar. Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui. (c). Kelas III Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic (d). Kelas IV Harus dirawat di RS Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring

22

terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang. Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV. Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral. 8) Prognosis Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung, penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan. d. Diabetes Melitus Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang

23

mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.

1) Diagnosis Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion. Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil. 2) Klasifikasi (a). Tidak tergantung insulin (TTI) Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah. (b). Tergantung insulin (TI) Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah. 3) Komplikasi (a). Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi

kronik, PE, kematian ibu (b). Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta,

makrosomia, kematian intra uterin, (c). Neonatal neonatal, : prematuritas, kematian intra uterin, kematian trauma lahir, hipoglikemia, syndroma hipomegnesemia, gawat nafas,

hipokalsemia, polisitemia.

hiperbilirubinemia,

24

4) Penatalaksanaan Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg. Penatalaksanaan Obstetric Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa. Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin. e. Asma Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan

25

berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan. 1) Komplikasi Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus premature dan gangguan petumbuhan janin.

2) Manifestasi Klinis Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan. 3) Penatalaksanaan (a). mencegah timbulnya stress (b). Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif (c). Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan (d). Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol (e). Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan.

26

2. Infeksi yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan a. TOXOPLASMOSIS 1) Temuan klinis Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi BBL dengan menderita toxoplasma congenital terinfeksi saat berada di dalam uterus secara transplacental. Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang serinng muncul apada BBL sebagai gejala toxoplasma. Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan pada bayi dengan infeksi toxoplasma congenital: chorioretinitis, hydrocephalus, glaucoma, penyakit kejang, kuning, demam,

hepatosplenomegali,

mikrosefali,

hipotermi, limpadenopati, mual, diare, katarak, mikroftalmia, syaraf mata atrofi, pneumonia. Penularan (a). Kucing Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Sekitar dari beberapa kucing yang diuji mempunyai antibody toxoplasma. Ini berarti bahwa kucing tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung pemakan daging yang terinfeksi. Feses kucing sudah sangat infeksius. Oocyst dalam feses menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan dapat

menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran dan dapat dicegah dengan pembuangan sampat setiap hari. (b). Daging Konsumsi daging yang terinfeksi adalah penyebab utama toxoplasma di Eropa, dimana dibatasinya penggunaan lemari pendingin dan biasanya daging tidak dibekukan. Seharusnya

27

daging dimasak pada suhu yang tinggi untuk mecegah terjadinya penularan toxoplasma 2) Diagnosis (a). Ibu Diagnosa klinis toxoplasma akut tidak dapat dipercaya apabila tidak ditemukan tanda yang spesifik berkaitan dengan infeksi..Diagnosa utama infeksi toxoplasma selama kehamilan adalah meliputi salah satu dari hal berikut: (1). (2). Menunjukan hasil yang positif pada uji yang dilakukan Terjadi peningkatan antibody yang diperoleh dari serum ibu pada dua kali pemeriksaan yang berbeda, atau (3). Terdeteksi antibody IgM toxoplasma . (b). Anak Gejala klinis pada bayi baru lahir akan dapat ditemukan seperti pada temuan diatas. Gejala klinik yang paling banyak ditemukan adalah chorioretinitis, penyakit kuning, demam, dan hepatosplenomegali. Adanya IgM toxoplasma spesifik pada bayi baru lahir memperjelas diagnosa infeksi congenital. Adanya kista toxoplasma gondii pada pemerikaan histology plasenta juga mendukung kuat diagnosa infeksi pada bayi. (c). Diagnosa prenatal Mendiagnosa toxoplasma pada kehamilan dipercaya

dengan cairan amnion atau darah janin yang dapat didiagnosa dengan amniosentesis atau cordosentesis. (a). Penatalaksanaan dan pencegahan 1) Ibu Prognosa pada infeksi yang akut baik, kecuali pada keadaan imonosekresi yang amat besar. Wanta hamil dengan infeksi akut dapat dirawat dengan kombinasi pyrimethamine, asam folimik dan sulfonamide. Dosis standar pyrimethamine adalah 25 mg/hari/oral

28

dan 1 gr sulfadiazine peroral 4 X/hari selam 1 tahun. Pyrimethamine adalah musuh dari asam folik dan oleh karena itu mungkin memberikan efek teratogenik jika diberikan pada trimester I. Asam folimik diberikan dengan dosis 6 mg secara IM atau per oral setiap pada hari yang berbeda untuk mengetahui apakah benar habisnya asam folat disebsbkan oleh Pyrimethamine. Adanya gejala infeksi pada bayi lahir harus ditangani dengan pemberian pyrimethamine dengan dosis 1 mg/kg/hr/oral selam 34 hari, dilanjutkan dosis 0,5 mg/kg/hr selam 21-30 hari dan sulfadiazine dengan dosis 20 mg/kg per oral selam 1 tahun.. Infeksi congenital pada bayi baru lahir bukan merupakan infeksius, oleh karena itu tidak perlu diisolasi. Bayi baru lahir yang tidak menunjukan infeksi dan positif antibody IgG toxoplasma spesifiknya mungkin didapatkan dari ibunya secara transplasetal. Pada bayi yang Tidak ditemukannya temuan yang lain yang mencurigakan terjadinya infeksi congenital., harus dipantau, apabila tidak terinfeksi harus menunjukan adanya penurunan titer antibody IgG terhadap toxoplasma. b. RUBELLA Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering menyebabkan cacat bawaan pada janin. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I (30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella: 1) 2) Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia) Jantung (Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka) 3) 4) Alat pendengaran (tuli) Susunan syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)

1) Diagnosis Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak

29

ada sama sekali. Virus pada rubella sering mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau dengan dotemukannya kenaikan titer anti rubella dalam serum. Nilai titer antibody (a). (b). (c). Imunitas 1:10 atau lebih Imunitas rendah < 1:10 Indikasi adanya infeksi saat ini 1:64 Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus buatan perlu dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8% dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester III. Tanda dan Gejala klinis: (a). (b). (c). (d). Demam-ringan Merasa mengantuk Sakit tenggorok Kemerahan sampai merah terang atau pucat, menyebar secara cepat dari wajah ke seluruh tubuh, kemudian menghilang secara cepat (e). (f). Kelenjar leher membengkak Durasi 3-5 hari Hingga kini tidak ada obat-obatna yang dapat mencegah viremia pada orang yang tidak kebal.. manfaat gamaglobulin dap\lam hal ini masih diragukan, yang lebih manjur ialah vaksin rubella. Akan tetapi, vaksinasi ini sering menimbulkan artralgia atau arthritis, dan pula vaksinasi yang dilakukan tidak lama sebelum terjadinya kehamilan atau dalam kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin. diberikan sebelum perkawinan. Karena itu, lebih baik vaksinasi

Pemberian vaksin pada wanita selam

kunjungan prekonsepsi dianjurkan untuk uji serologi varicella apabila klien selama masa kanak-kanaknya tidak mempunyai riwayat infeksi, kontraindikasi pada kehamilan adalah menghindari konsepsi selama 3 bulan setelah vaksinasi.

30

c. CMV (CITOMEGALO VIRUS) Infeksi primer CMV dapat terjadi dengan frekuensi 1-2%. Infeksi congenital kekerapannya adalah 1-2% dari kehamilan. Walaupun jarang, 10-15% anak yang mengalami infeksi congenital akan mengalami cacat bawaan. Bila infeksi terjadi pada trimester I atau awal trimester kedua dapat timbul keadaan hydrocephalus, mikrocephalus, mikroftalmia, hernia, gangguan pendengaran, retardasi mental dan mungkin ditemukan kalsifikasi serebral. Bila infeksi terjadi pada bulan-bulan terakhir

kehamilan dapat dijumpai hepatosplenomegali, trombositopeni, purpura, korioretinitis, dan pneumonitis. Selain melalui plasenta, infeksi dapat

sampai ke BBL melalui kontak virus dari serrvik, ASI, faring, dan urin ibu yang melahirkannya. Transfusi darah juga dapat menularkan infeksi

CMV. Infeksi yang terjadi setelah lahir ini akan menampilkan gejala pneumonia, hepatosplenomegali dan sepsis yang tarjadi pada bulan pertama kehidupannya. Diagnosis pada ibu ditegaskan melalui pemeriksaan serologik (biasanya dengan cara ELISA), karena klinis tidak menunjukkan gejala yang khas. Virus biasanya dapat diisolasi dalam pembiakan jaringan.

Hingga kini tidak dikenal pengobatan yang manjur bagi penyakit ini bagi ibu maupun neonatus. Kesulitan lain ialah bahwa infeksi CMV pada ibu biasanya tidak menimbulkan gejala dan sering tidak diketahui. Bila

diketahui terdapat gejala infeksi, maka dapat diberi pengobatan simptomatik dan istirahat. Ibu dengan status imunitas yang rendah dan infeksi yang berat perlu diberi obat antivirus. d. HERPES Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan. Walaupun demikian, penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Pada bayi dapat dijumpai gelembung-gelembung pada kulit di

seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir mulut. Kematian bayi dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.

31

Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung berisi cairan di vulva, vagina, dan servik, yang dikenal juga dengan nama herpes simpleks. Penularan kepada anak dapat terjadi melalui: (a). Hematigen melalui plasenta (b). Akibat penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah (c). Melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambunggelambung di daerah alat kelamin, ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel vulva, vagina atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam diagnosis. Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent, dan dapat dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpese yang cukup efektif, yaitu antivirus yang disebut acyclovir. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan,

kecuali bila infeksi yang terjadi merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya ensefalitis, pneumonitis, dan atau hepatitis, dimana acyclovir dapat diberikan secara IV. SC dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada genetalia, untuk menghindari penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan persalinan pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu yang menderita herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah cuci tangan mengganti baju yang bersih.

e. SYPHILIS Infeksi syphilis (lues) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang sudah lama maupun yang baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada janin. Syphilis kongenita merupakan bentuk penyakit syphilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat dalam

32

kehamilan, dengan derajat risiko infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (treponema) di dalam darah ibu. Sudah diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk pada janin: dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus. Dalam hal demikian dapat dijumpai gejala-gejala syphilis kongenita, diantaranya pemfigus syfilitikus,

deskwamasi pada telapak kaki dan tangan, serta rhagade di kanan-kiri mulut. Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik. Syphilis harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang tuanya kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik prognosis bagi janin. Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25% akan menjadi syphilis sekunder dalam waktu 4 tahun. Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.

f. VARICELLA (CACAR AIR/CHICKEN POX) Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus. Disangka

bahwa telah terjadi penularan intra uterin apabila gelambung-gelambung timbul dalam 10 hari setelah kelahiran. Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari ibu yang menderita cacar air dalam masa hamil. g. INFEKSI TRAKTUS URINARIUS Infeksi saluran kencing adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai salran bawah yang

33

menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal sehingga mengakibatkan pielonefritis. Organisme yang emnyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak meningkatkan factor-faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersama dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah timbulnya gejala infeksi saluran kemih bagian atas. Overdistsnsi yang disertai kateterisasi untuk mengeluarkan iar kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih. a. Bakteriuria Asimtomatik kondisi ini mengacu pada perkembangan bakteri yang terusmenerus secara aktif di dalamsaluran kemih tampa menimbulkan gejala. Insiden selama kehamilan bergantung pada paritas, ras dan status social ekonomi b. Sistitis Dan Uretritis Biasanya sistitis di tandai oleh disuria, urgensi dan frekuensi. Biasanya ditemukan bakteri uria dan piuria. c. Pielonefritis Akut Infeksi ginjal merupakan penyulit medis paling serius pada kehamilan, terjadi pada sekitar 2 % wanita hamil. Keseriusan pielonefritis akut selam kehamilan digaris bawahi sebagai penyebab utama syok septic selama kehamilan. Infeksi ginjal lebih sering terjadi setelah pertengahan kehamilan, pada lebih dari separuh kasus penyakitnya unilateral dan di sisi kanan, sedangkan pada bilateral. Pada sebagian besar wanita, infeksi disebabkan oleh bakteri yang naik dari saluran kemih bawah. Antara 75-90 % infeksi ginjal disebabkan oleh bakteri yang meimiliki adehesin fimbriae-P. Gejala meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien mungkin

34

mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan penyakit dapat sangat bervariasi dengan demam sampai setenggi 40 C atau lebih dan hipotermia sampai 34C. rasa nyeri biasanya dapat ditimbulkan dengan perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra. Sedimen urin sering mengandung banyak leukosit, seringkali dalam gumpalangumpalan dan banyak bakteri. Walaupun diagnosis biasanya mudah, pielonefritis dapat disangka sebagai proses persalinan, koriamnionitis, appendicitis, solusio plasenta, atau infark myoma, dan masa nifas disangka sebagai metritis dengan selulitis panggul. h. HEPATITIS Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature.

Tidak dianjurka untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih masih kontroversi penularan melalui air susu. Penatalaksanaan 1. Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV 2. Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya 3. Periksa HbsAg 4. Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor

35

pembekuan darah, karena kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC) 5. Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik 6. Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat 7. Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu 8. Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2x24 jam diberi suntikan anti hepatitis serum i. HIV/AIDS Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat

memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain. Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia. Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan

infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan. Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk

menurunkan risiko infeksi pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang

36

khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat.

Imunisasi yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi

diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan. j. TYPUS ABDOMINALIS Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan. Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin). Kumankuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan. C. Rangkuman Materi Pada masa kehamilan pesalinan dan nifas tubuh wanita hamil besalin dan nifas akan mengalami peubahan fisiologis untuk menusuaikan diri, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hamil dan bersalin dapat mempeberat atau diperberat oleh berbagai penyakit yang bedampak pada beratnya pesalinan dan nifasnya. Wanita yang mempunyai penyakit sebelum hamilnya sepeti penyakit pada paru-paruna atau TBC, ginjal, Jantung, Diabetes Militus, Asma maka dalam kehamilanna akan benyak mengalami komplikasi dai penyakitnya tesebut. Selain penakit ibu hamil besalin dan nifas entan mengalami infeksi

37

sepeti Sypilis CMV, Rubella, Herpes, Varicella, Toxoplasmosis, Infeksi Tranktus Urinarius, Hepatitis, HIV/AIDS, Typus Abdominalis. D. Latihan / Tugas 1. Diskusikan tentang klasifikasi penyakit jantung pada kehamilan dan penatalaksanaannya ! 2. Sebutkan temuan-temuan pada bayi yang teinfeksi Toxoplasma! E. Rambu- Rambu Jawaban Soal 1. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan (a). Kelas I Tanpa pembatasan kegiatan fisik Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa

(b). Kelas II Sedikit pembatasan kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectori (c). Kelas III Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung (d). Kelas IV Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun

Penatalaksanaan Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator. Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :

38

(a).

Kelas I Tidak memerlukan pengobatan tambahan

(b).

Kelas II Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk. Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera (c). Kelas III Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic (d). Kelas IV Harus dirawat di RS

2. Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan pada bayi dengan infeksi toxoplasma congenital: chorioretinitis, hydrocephalus,

penyakit kuning, hepatosplenomegali, mikrosefali, glaucoma, kejang, demam, hipotermi, limpadenopati, mual, diare, katarak, mikroftalmia, syaraf mata atrofi, pneumonia.

F. Daftar Pustaka 1. Syaifudin, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBPSP 2. 3. 4. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal, 2001 Varneys H, 1997, Midwifery, UK, Jones and Bartlett Publisher Mayes, Midwifery, 12 th Edition 2000

39

5. 6. 7. 8.

Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta Hanifa, dkk, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta. YBPSP Hanifa, dkk, 1999, Ilmu kandungan, Jakata. YBPSP Tim pengajar askeb IV, 2006, Workshop kurikulum mata ajar Askeb IV, Tidak diterbitkan.

40

BAB III ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KOMPLIKASI, KELAINAN DAN PENYAKIT DALAM KEHAMILAN

A. Kompetensi dasar Mampu menjelaskan komplikasi, kelainan dan penyakit dalam kehamilan trimester I, II, III. B. Uraian Materi 1. Komplikasi dan Penyulit Kehamilan Trimester I dan II a. Anemia Dalam Kehamilan Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut menderita anemia bila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr%, disebut anemia berat, atau bila kurang dari 6 gr%, disebut anemia gravis. Wanita hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12-15 gr% dan hematokrit 35-54. Pemeriksaan kadar hemoglobin selama

pengawasan antenatal. sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama atau pada triwulan 1 dan sekali lagi pada triwulan akhir. 1) Penyebab anemia umumnya adalah: a). Kurang gizi (malnutrisi) b). Kurang zat besi dalam diet c). Malabsorpsi d). Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu, haid dan lain-lain. e). Penyakit-penyakit kronis: tbc, paru, cacing usus, malaria dan lain-lain. Dalam kehamilan, jumlah darah bertambah

(hiperemia/hipervolumia) karena itu terjadi pengenceran darah karena sel-sel darah tidak sebanding pertambahannya dengan plasma darah.

41

Perbandingan pertambahan tersebut adalah: a) b) c) Plasma darah bertambah: 30 % Sel-sel darah bertambah: 18 % Hemoglobin bertambah: 19 % Secara fisiologis, pengenceran darah ini adalah untuk membantu meringankan kerja jantung. 2) Klasifikasi anemia dalam kehamilan: a) Anemia defisiensi besi Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik serta paling banyak dijumpai. Penyebabnya telah dibicarakan di atas sebagai penyebab anemia umumnya. Pengobatan: Keperluan zat besi untuk wanita non hamil, hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah: (1). FNB Amerika Serikat (1958): 12 mg-15 mg-15 mg (2). LIPI Indonesia (1968): 12 mg-17 mg-17 mg Kemasan zat besi dapat diberikan per oral atau parental (1). Per oral: sulfas serosus atau glukonas ferosus dengan dosis 3.5 x 0,29 mg (2). Parenteral: diberikan bila ibu hamil tidak tahan pemberian per oral atau absorbsi di saluran pencernaan kurang baik, kemasan diberikan secara intramuskuler atau intravena. Kemasan ini antara lain; imferon, jectofer dan ferrigen. Hasilnya lebih cepat dibandingkan per oral. b) Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik, jarang

42

selaki akibat karena kekurangan vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan infeksi yang kronik. Pengobatan: (1). Asam folik 15-30 mg per hari (2). Vitamin B12 3x1 tablet per hari (3). Sulfas ferosus 3x1 tablet per hari (4). Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah c) Anemia hipoplasti Anemia hipoplasti disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan : darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi sternal, pemeriksaan retikulosit. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), leracunan, dan sinar rontgen atau sinar radiasi. Tirapi dengan obat-obatan tidak memuaskan: mungkin pengobatan yang paling baik yaitu tranfusi darah, yang perlu sering diulang. d) Anemia hemolitik Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh: (1). Faktor intrakorpuskuler; dijumpai pada anemia hemolitik heriditer, talasemia; anemia sel sickle (sabit) (2). Faktor ekstrakorpuskuler; disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam, dan dapat beserta obat-obatan; leukemia, penyakit hodgkin Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, seerta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organorgan vital.

43

Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obatobatan, hal ini tidak memberi hasil. Maka tranfusi darah yang berulang dapat membantu penderita ini. b. HIPEREMESIS GRAVIDARUM Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. Biasanya terjadi pada kehamilan trimester I. Gejala tersebut kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Penyebab hiperemesisi gravidarrum belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor mempunyai pengaruh antara lain: 1) Faktor Predisposisi, sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, kehamilan ganda karena peningkatan kadar HCG 2) Faktor Organik, karena masuknya Vili khorialis dalam sirkulasi maternal, perubahan matabolik akibat hamil dan resistensi ibu yang menurun dan alergi merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak 3) Faktor psikologik, memegang peranan yang sangat penting, misalnya rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu. 4) Faktor endokrin lain, diabetes, hipertiroid

44

Gejala Dan Tingkat Menurut berat dan ringannya dibagi menjadi 3: 1) Tingkat I : ringan Mual muntah terus menerus yang menyebabkan penderita lemah, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, nyeri epigastrium nadi sekitar 100x/mnt, tekanan darah sistolik turun, turgor kulit berkurang, lidah kering, mata cekung. 2) Tingkat II : sedang Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah, lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor, nadi kecil dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi, dapat pula terjadi asotonuria, dari nafas berbau aseton 3) Tingkat III : berat Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, nadi kecil, halus dan cepat, dehidrasi berat, suhu badan naik, tensi turun sekali, ikterus. Dapat terjadi ensekalopati wernicke Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangannya cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena 45

muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen kejaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung, dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Penanganan pasien dengan Hiperemesis Gravidarum : (a). Pencegahan, penerangan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis. Pencegahan lain yaitu tentang diit ibu hamil dan defekasi yang teratur (b). Terapi obat, menggunakan sedative, vitamin, anti muntah, antasida, dan anti mulas (c). Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di RS.

c. ABORTUS 1) Abortus imminens (a). Tanda dan gejala i.Perdarahan vagina: merah segar atau coklat ii.Jumlah perdarahan sedikit/ perdarahan bercak iii.Dapat terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu iv.Kram abdomen bagian bawah atau sakit punggung normal

46

(b). Manajemen Trimester I dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram i. Tirah baring tidak terlalu bermanfaat; aktivitas normal dapat dilanjutkan kembali kecuali wanita merasa tidak nyaman atau lebih memilih untuk istirahat ii. Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi, atau memasukkan sesuatu ke vagina) iii. Tidak melakukan aktivitas seksual yang menimbulkan orgasme iv. Segera beritahu bidan jika terdapat : Perdarahan meningkat Kram dan nyeri pinggang meningkat Semburan cairan dari vagina Demam atau gejala mirip flu

v. Periksakan pada hari berikutnya di rumah sakit Evaluasi tanda-tanda vital Pemeriksaan dengan speculum-merupakan skrining vaginitis dan servisitis; observasi bukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah, atau bagian-bagian janin Pemeriksaan bimanual-ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement, serta kondisi ketuban. Dapatkan nilai hemoglobin dan hematokrit, jenis dan Rh (jika belum ada) Jika pemeriksaan negative, dapat dilakukan menentukan

pemeriksaan

ultrasuara

untuk

kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasuara negatif, tenangkan

47

wanita, kaji ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal Konsultasi ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasuara menunjukan hasil abnormal 2) Abortus Insipiens Keguguran membakat ini tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi. Abortus ditandai dengan: a) b) c) Perdarahan lebih banyak Perut mules (sakit) lebih hebat Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak,

kanalis servikalis terbuka dan jaringan/hasil konsepsi dapat teraba Penanganan untuk abotus a) Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan: (1). Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (dapat diulang sesudah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam jika perlu) (2). Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus (b). Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu: (1). Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi, kemudian evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi (2). Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi

48

(3). Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan 3) Abortus Inkomplit Ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus. Gejala klinis yang dapat terjadi: a) Perdarahan berlangsung terus b) Perdarahan mendadak c) Disertai infeksi dengan suhu tinggi d) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma) Pada pemeriksaan dijumpai gambaran: a) Kanalis servikalis terbuka b) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis c) Kanalis servikalis tertutup dan perdarahan berlangsung terus d) Dengan pemeriksaan sonde perdarahan bertambah Penanganan a) Jika perdarahan tidak terlalu banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mcg per oral (a). Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan: (b). Aspirasi Vakum Manual (AVM), kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. (c). Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri

ergometrin 0,2 mg I.M (diulangi setelah 15 menit jika

49

perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu) b) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: (a). Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (b). Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg). Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. 4) Abortus Komplit Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan. Gambaran klinisnya adalah uterus

mengecil, perdarahan sedikit, dan kanalis telah tertutup. Penanganan: a) b) c) Tidak perlu evakuasi lagi Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan d) Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah e) d. KET Perjalanan hasil konsepsi dapat terganggu dalam perjalanan sehingga tersangkut dalam lumen tuba. Tuba falopii tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang dan menampung pertumbuhan janin sehingga setiap saat kehamilan yang terjadi terancam pecah. Konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut

50

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90%) Tanda dan gejalanya sangatlah bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya kehamilan tersebut. Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombinasi dengan ultrasonografi. Jika diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai penanganan. Diagnosis banding a) Abortus iminens b) Penyakit radang panggul baik akut maupun kronis c) Kista ovarium (terpuntir atau ruptur) dan apendisitis akut d) Tanda dan gejala kehamilan ektopik Kehamilan Ektopik Gejala kehamilan awal (flek atau perdarahan yang ireguler, mual, pembesaran payudara, Kehamilan Ektopik Terganggu Kolaps dan kelelahan Denyut Hipotensi Hipovolemia Abdomen akut dan nyeri pelvis Distensi abdomen(a) Nyeri lepas Pucat e) Distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan petunjuk adanya darah bebas. nadi cepat dan lemah

(110x/menit atau lebih)

perubahan warna pada vagina dan serviks, perlunakan serviks, pembesaran uterus, frekuensi buang air kecil yang meningkat Nyeri pada abdomen dan pelvis

51

Gambar. 2.1. Kehamilan ektopik

Penanganan awal a) Jika fasilitas memungkinkan, segera lakukan uji silang darah dan laparotomi. pembedahan b) Jika fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap dengan memperhatikan hal-hal yang diuraikan pada bagian penilaian awal c) Pada laparotomi, eksplorasi kedua ovaria dan tuba falopii: (1). Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan Jangan menunggu darah sebelum melakukan

salpingktomi (tuba yang berdarah dan hasil konsepsi dieksisi bersama-sama). Ini merupakan terapi pilihan pada sebagian besar kasus (2). Jika kerusakan pada tuba kecil, lakukan salpingektomi (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan). Hal ini hanya dilakukan jika konservasi kesuburan merupakan hal

52

yang penting untuk ibu tersebut, karena risiko kehamilan ektopik berikutnya cukup tinggi.

e. MOLAHIDATIDOSA Adalah jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda berupa gelembunggelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Kehamilan mola merupakan proliferasi abnormal dari vili khorialis. Etiologi Penyebab mola belum diketahui dengan pasti, faktor-faktor yang dapat menyebabkannya antara lain: 1) Faktor ovum, ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2) Imunoselektif dari trofoblas 3) Keadaan sosek rendah 4) Paritas tinggi 5) Kekurangan protein 6) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Diagnosis dan gejala 1) Anamnesa/keluhan: a) Terdapat gejal-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa b) Kadangkala ada tanda toksemia gravidarum c) Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak d) Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya

53

e) Keluar janringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang merupakan diagnosa pasti

2) Inspeksi a) Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuningkuningan (mola face) b) Bila gelembung mola keluar akan terlihat dengan jelas 3) Palpasi a) Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek b) Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin c) Adanya fenomena harmonica; darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun: lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru 4) Auskultasi a) Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin b) Terdengar bising dan bunyi khas 5) Reaksi Kehamilan, karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji imunologik (Galli Mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi): a) Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa b) Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar. Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebro-spinal dapat menjadi positif. 6) Pemeriksaan dalam Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagianbagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks. 7) Uji sonde, sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri.. bila tidak ada tahanan, sonde

54

diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola. 8) Foto roentgen abdomen, tidak terlihat tulang-tulang janin(pada kehamilan 3-4 bulan) 9) Arteriogram khusus pelvis 10) Ultrasonografi, pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin. Penanganan awal: a) Jika diagnosis kehamilan mola telah ditegakkan, lakukan evakuasi uterus: b) Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (NaCl atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat) Penanganan selanjutnya: a) Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal atau tubektomi bila ingin menghentikan fertilitas b) Lakukan pemantauan setiap 8 minggu selama minimal 1 tahun pasca evakuasi dengan menggunakan tes kehamilan dengan urin karena adanya risiko timbulnya penyakit trofoblas yang menetap atau khoriokarsinoma. Jika tes kehamilan dengan urin tidak negatif setelah 8 minggu atau menjadi positif kembali dalam 1 tahun pertama, rujuk ke pusat kesehatan tersier untuk pemantaun dan penanganan lebih lanjut

55

2. Komplikasi Dan Penyulit Dalam Kehamilan Trimester III a) Kehamilan Dengan Hipertensi 1) Hipertensi esensial Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah dimana biasanya tidak ada penyebab yang nyata. Kadanng-kadang keadaan ini dihubungkan dengan penyakit ginjal, phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering muncul pada saat kehamilan. Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi esensial jika tekanan darah pada awal kehamilannya mencapai 140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan preeklamsia yaitu factor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum terjadi preeklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria. Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi. Setelah UK 18 minggu lebih sulit

hipertensi esensial dari pre eklamsia. Penatalaksanaan: Wanita dengan hipertensi esensial harus mendapat pengawasan yang ketat dan harus dikonsultasikan pada dokter untuk proses persalinannya. Selama tekanan darah ibu tidak meningkat sampai

150/90 mmHg berarti pertanda baik. Dia dapat hamil dan bersalin normal tetapi saat hamil dianjurkan untuk lebih banyak istirahat dan menghindari peningkatan berat badan terlalu banyak. Kesejahteraan janin dipantau ketat untuk mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan. Kehamilan tidak dibolehkan melewati aterm karena kehamilan postterm meningkatkan risiko terjadinya insufisiensi plasenta janin. Jika perlu, dapat dilakukan induksi apabila tekanan darah meningkat atau terdapat tanda-tanda Intra Uterine Growth Retardation (IUGR).

56

Merupakan pertanda kurang baik jika tekanan darah sangat tinggi. Jika ditemukan tekanan darah 160/100 mmHg, harus dirawat dokter di rumah sakit. Obat-obat antihipertensi dan sedative boleh diberikan untuk mengontrol tekanan darah. Anamnesa juga diperlukan untuk mengeluarkan ibu dari pre eklamsia. Kandungan catecholamine atau vanilmandelic acid (VMA) biasanya diukur karena hipertensi yang berat mungkin disebabkan karena Pheochromacytoma atau tumor pada ginjal. Keadaan ibu mungkin berkembang menjadi Pre Eklamsia atau mengalami abrupsio plasenta (plasenta Pecah); kadang-kadang gagal ginjal merupakan komplikasi. Jika tekanan darah sangat tinggi,

200/120 mmHg atau lebih, mungkin terjadi perdarahan otak atau gagal jantung. Janin juga berisiko, karena kurangnya sirkulasi plasenta, yang dapat menyebabkan kejadian Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan hipoksia. Jika tekanan darah tidak dapat dikendalikan atau terdapat tanda-tanda IUGR atau hipoksia, dokter dapat menghindari risiko yang serius dengan mempercepat persalinan. Hal ini dapat dilakukan

dengan menginduksi persalinan, atau jika keadaan berbahaya atau lebih akut, atau meningkat pada awal persalinan, persalinan dapat dilakukan dengan cara Sectio caesarea. 2) Hipertensi Karena Kehamilan Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita yang : a) b) Terpapar vili korialis untuk pertamakalinya Terpapar vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidosa c) d) Mempunyai riwayat penyakit vaskuler Mempunyai kecenderungan genetic untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.

57

Kemungkinan bahwa

mekanisme imunologis di samping

endokrin dan genetic turut terlibat dalam proses terjadinya pre-ekklamsia dan masih menjadi masalah yang mengundang perhatian. Resiko hipertensi karena kehamilan dipertinggi pada keadaan di mana pembentuka antibody penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen pada plasenta terganggu. Preeklamsia mungkin lebih sering terdapat pada wanita dai keluarga yang tidak mampu; namun bisa juga terjadi pada pada wanita denan ekonomi yang menengah ke atas. Bahkan pengamatan

menyebutkan bahwa makanan yang kurang mengandung protein sebagai penyebab penurunan insiden eklamsia. Kehamilan juga menyebabkan wanita hamil kekurangnan nutrisi. Seharusnya preeklamsia ditemkan pada multipara dari pada nulipara, tetapi kenyataannya sama-sama dapat terjadi preeklamsia. 3) Pre Eklamsia Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan Proteinuria yang timbul karena kehamila. Penyakit ini biasanya timbul pada Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada Mola Hidatosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi kenaikan tekanan

Sistolik harus 30 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan Diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik harus 30 mm Hg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Edema ialah Penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Oedema Pretribal yang

58

ringan sering terjadi pada kehamilan biasa, sehingga tidak berarti untuk penentuan Diagnosis Pre-Eklamsi. Kenaikan BB kg setiap minggu masih normal tetapi kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/lt dalam urin 24 jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1 gr/lt yang dikeluarkan dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap yang cukup serius. Patofisiologi : Mochtar (1999;199) menjelaskan bahwa pada Pre-Eklamsi terjadi pada spasme pembuluh darah yang disertai dengan Retensi Garam dan air. Pada Biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga hanya dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan Edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh Spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus. Tanda Dan Gejala : Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan

pertambahan berat badan yang berlebihan, di ikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi ditemukan sakit kepala di

59

daerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual dan muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering di temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa Eklamsi akan timbul.

Perubahan Psikologi Normotensive pada wanita hamil dihubungkan dengan perubahan cardiovascular termasuk meningkatnya kerja jantung, volume darah dan cardiac output (Gant Et al 1973). Hal ini menyebabkan sel endothelia rusak sehingga perbandingan antara vasodilator : vasocontricsi.

Perbandingan ini disebabkan karena untuk menopang hipertensi. Dengan adanya hipertensi bersama-sama dengan sel Endothelia rusak

mempengaruhi melalui pembuluh, sehingga terjadi kebocoran plasma dan rusaknya pembuluh darah sehingga dihasilkan oedema kemudian menuju ke jaringan. Pengurangan cairan ke intravaskuler disebabkan hypoluemia dan hemokonsentrasi dan ini adalah reflek untuk meningkatnya haematrokit. Dalam kasus yang parah, paru-paru dapat menjadi macet dengan adanya cairan dan berkembang menjadi oedema pulmonary, oksigen rusak dan sehingga terjadi sianosis. Dengan vasokontriksi dan disruption ke vascular endothelium menjadi coagulasi aktif. Meningkatnya produksi trombositopenia dan responsible untuk Disseminated Intravaskular Cougelation (DIC). Di ginjal, vasospasme menghasilkan arteriolus menyebabkan pengurangan aliran darah menuju ke ginjal yang menjadikan hypoxia dan oedema. Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 golongan : a) Preeklamsia ringan (1). Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara

60

pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan dengan jarak (2). (3). b) Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+ Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik >1 kg/mg

Preeklamsia berat (1). (2). (3). (4). (5). Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih Proteinuria, 5 gr/lt atau lebih Oliguria (jumlah urine < 500 cc per 2 jam Terdapat edema paru dan sianosis Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.

Penyebab preeklamsia secara pasti belum di ketahui, namun pre eklamsia sering terjadi pada a) b) c) Primigravida Tuanya kehamilan Kehamilan ganda

Prinsip pencegahan preeklamsia a) Pencegahan/ANC yang baik: ukuran tekanan darah, timbangan berat badan, ukur kadar proteinuria tiap minggu b) Diagnosa dini/tepat: diet, kalau perlu pengakhiran kehamilan

Penanganan a) Penanganan Pre-Eklamsi Ringan: 1) Rawat Jalan (a). (b). (c). Banyak istirahat ( berbaring tidur miring) Diet: cukup protein, rendah kaebohidrat, lemak, dan garam Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat ) tablet

Febobarbital 3x30 mg peroral selama 2 hari (d). (e). Roboransia Kunjungan ulang tiap 1 mg

61

2) Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit: (a). Pada Kehamilan Preterm (kurang dari 37 minggu) (1). Jika Tekanan Darah mencapai normotensif selama perawatan persalinan ditunggu sampai aterm (2). Bila Tekanan Darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37 minggu (b). Pada Kehamilan Aterm (lebih dari 37 minggu) Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan. (c). Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kal II dengan bantuan bedah obstetri. b) Penanganan Pre-Eklamsi Berat di Rumah Sakit Penanganan Aktif: 1) Indikasi Indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih keadaan ini pada ibu: (a). Kehamilan lebih dari 37 minggu (b). Adanya tanda-tanda impending (c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif Pada Janin : a) b) Adanya Tanda-tanda Fetaldistres Adanya Tanda-tanda IUFD induksi persalinan pada taksiran tanggal

4)

Eklamsia Eklampsi merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari pre eklampsi.

62

Dalam sebuah konduksi studi nasional di UK pada tahun 1992, 38% dsari kasus eklampsi tidak disertai dengan hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman 1994). Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan Inc mempunyai standar yang tinggi, konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum. Etiologi Dalam eklampsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan oedem. Hipoksia serebral menunjukkan

kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre eklampsi. Ada satu tanda eklampsi, bernama konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara lain: 1. Tahap premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika

observasi pada ibu tidak tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot tangannya sementara kejang 2. Tahap Tonic. Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi Genggamannya mengepal dan tangan dan

serangan spasme.

lengannya kaku. Dia menyatukan gigi dan bisa saja dia menggigit lidahnya. Kemudian otot respirasinya dalam spasme, dia berhenti bernafas dan warnanyaberubah sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar 30 detik 3. Tahap klonik. tersendat-sendat Spasme berhenti, pergerakkan otot menjadi dan serangan menjadi meningkat. Seluruh

tubuhnyabergerak-gerak dari satu sisi ke sisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained terlihatb pada bibirnya

63

4. Tahap Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya berbunyi. Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadangkadang sadar dalam beberapa menit atau koma untuk beberapa jam Bahaya-Bahaya Eklampsi 1. Bagi ibu Perbedaan konvulsi dan kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal berkembang. Jika kenaikan hipertensi banyak, pada ibu dapat terjadi cerebral hemorrhage. Pasien dengan oedem dan oliguria perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal. Inhalasi darah atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi kegagalan hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan. Angka kematian ibu dari eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari setengah terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat. 2. Bagi janin Dalam eklampsi antenatal janin dapat terpengaruh dengan ketidakutuhan plasenta. Ini menunjukkan retardasi pertumbuhan intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika ibu berhenti

bernafas supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang. Angka kematian perinatal sebanyak 15%. Konvulsi intrapartum sangat berbahaya untuk janin karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi uterus. Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin: a. Solusio plasenta b. Hipofibrinogen c. Hemolisis d. Perdarahan otak e. Kelainan mata f. Edema paru-paru g. Nekrosis hati

64

h. Kelainan ginjal i. Prematuritas j. Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC) Gejala Dan Tanda Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsi dengan gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak segera diobati, akan timbul kejangan, konvulsi eklamsi dibagi 4 tingkat yaitu : 1. Tingkat awal atau aura Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 menit. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan dan ke kiri. 2. Tingkat kejangan tonik Berlangsung lebih 30 menit, dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhent, muka menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. 3. Tingkat kejangan klonik Berlangsung 1-2 menit, spasmus tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi, bola mata menonjol, dari mulut keluar ludah yang berbusa aka menunjukan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar, kejadian kronik ini a demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.

65

4. Tingkat koma Lamanya koma tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma. Penatalaksanaan Eklamsi Jika pre eklampsi diketahui lebih awal dan ditangani lebih cepat, eklampsiakan lebih sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsi diantara pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita berada di luar rumah sakit saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit. Penatalaksanaan selama konvulsi antara lain: 1. Memelihara kebersihan jalan nafas 2. Melindungi wanita dari luka-luka Ibu harus miring ke satu sisi dan pergerakkan konvulsinya dapat ditekan dari semua ini harus dilakukan sepelan mungkin dan tidak tergesagesa. Mulut dibersihkan dari mucus dan darah dengan suction. Oksigen diberikan untuk kepentingan keduanya ibu dan janin. Untuk pertolongan awal bantuan medis harus dipanggil. Penatalaksanaan Selanjutnya Prinsip-prinsip pelaksanaan: 1. Mengontrol konvulsi Ini sangat penting untuk mengontrol konvulsi, terlebih lagi konvulsi pada wanita memiliki resiko tinggi untuk hidupnya dan janinnya. Obat diberikan dengan segera untuk mengurangi rangsangan sistem saraf. Obat yang dipilih untuk pengobatan eklampsi adalah Magnesium Sulfat (Neilsen 1995;Lucas 1995) a. Magnesium Sulfat Antikonvulsi yang efektif dan bereaksi cepat. Penemuan Collaborative Eclampsi Trial, dipublikasikan pada tahun 1995,

66

terbukti Magnesium Sulfat lebih efektif mengurangi dan mencegah konvulsi eklampsi dibandingkan dengan diazepam dab phenytoin (Eclampsia Collaborative Trial Group, 1995). Wanita yang menerima Magnesium Sulfat memiliki resiko 52% lebih rendah dari konvulsi dibandingkan diberi diazepam, dan 67% resiko lebih rendah dibandingkan dengan phenytoin. Magnesium Sulfat direkomendasikan untuk pengobatan untuk eklampsi.WHO

sekarang merekomendasikan penggunaan Magnesium Sulfat untuk pengobatan eklampsi dan memasukkannya ke dalam Daftar Obat Esensial (WHO, 1995). Injeksi intravena 4-5 gr dalam 20% pemberian, diikuti dengan infus 1-2 gr/jam. b. Injeksi intravena diazepam 10-40 mg diikuti dengan infus 20-80 mg dalam 500 ml dari 5% dextrose dengan rata-rata 30 tetes/menit. Obat lain yang digunakan seperti morfin, tribromoethanol (Avertin), paraldehyde dan lytic cocktail (kombinasi dari pethidine, promethozin dan chlorpromazine dalam infus intravena dextrose 5%) sekarang tidak direkomendasikan phenytoine digunakan untuk mengobati epilepsy dan saat ini ada pembaharuan pada penatalaksanaan pre eklampsi. Walaupuntidak efektif dalam mengontrol eklampsi (The eclampsia Collaborative Trial Group, 1995) dan dianggap sebagai prophylactic dari pada metode pengobatan (Howard 1993). 2. Mengontrol tekanan darah Tekanan darah dikontrol oleh sedatif dan menggunakan obat anti hipertensi seperti hydralazine, hydrochloride (apresoline) 20 mg dengan injeksi intravena diikuti oleh 20-40 mg sebagai injeksi intravena, laju teratur menurut aliran darah. Pengobatan diuretic diindikasikan ketika urin yang keluar kurang dari 20 ml/jam. Antibiotik mungkin untuk mencegah infeksi paru-paru.

67

Tes biokimia untuk mengetahui fungsi ginjal, trombositopenia, enzim dalam hati dapat dimonitor dengan memberi informasi tentang: 1. Penanganan a. Rujukan 1) Kriteria rujukan Eklamsi harus ditangani di Rumah Sakit, jika semua kasus eklamsi harus segera di rujuk. 1. Proses rujukan Jelaskan bahaya / komplikasi eklamsi kepada kelurga pasien. Rujuk pasien ke RS di sertai perawat yang mengantar dan surat rujukan Sebelum merujuk dapat diberikan pengobatan awal sesuai dengan diagnosis kasus, baik untuk

mengatasi kejang ataupun untuk memberi obat anti hipertensi. Bari O2 Pasang infus dengan cairan dekstrose 5% dengan kecepatan 20 tetes / menit. Pasang kateter urine yang dipertahankan dan kantong urine. Pasang goedel atau sudip yang dilapisi kain kasa untuk melindungi gigi tergigit lidah. Keempat ekstrimitas di ikat tidak terlalu ketat agar pasien tidak terjatuh.

68

b. Penanganan eklamsi di RS 1) Penanganan medisinal a) Obat anti kejang MgSo4 Loading dose 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 cc intravena selama 4 menit disusul 8 g IM MgSO4 40 % dalam laritan 25 nn diberikan pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 gram. Maintenance dose Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram IM MgSO4

Dosis tambahan Bila timbul kenjeng-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram IV selama 2 menit. Sekurang-kurangnya pemberian terakhir Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka berikan amobarita 3-5 m/kg BB IV pelan-pelan., 20 menit setelah

Monitoring tanda-tanda mkeracunan MgSO4

b) Obat-obat supportif Lihat pengobatan supporti pre-Eklamsi berat c) Perawatan pada serangan kejang Di rawat di kemar isolasi yang cukup tenang (bukan kamar gelap) Masukan sudip lidah ke dalam mulut penderita. Kepala direndahkan: daerah asofaring di hisap Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur

69

d) Perawatan penderita dengan koma Monitoring kesadaran dan lamanya koma memakai glassglow Pittsburgh-coma scale. Pada perawatan koma perlu diperhatikan

pencegahan dekubitus dan makanan penderita Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin cukup diberikan alat bentuk NGT (Naso Gastric Tube) c. Penanganan Obstetric 1) Sikap terhadap kehamilan Sikap dasar : Semua kehamilam dengan pre-eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. 2) Bilamana diakhiri Sikap dasar : Bila sudah terjadi stabilisasi (permulian) hemodinamika dan metabolise ibu yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih di bawah ini: Setelah pemberian obat anti kejang terakhir Setelah kejang terakhir Setelah pemberian obat-obat antihiertensi terakhir Penderita mulai sadar (resp[onsive dan orientasi)

b) Perdarahan Antepartum 1) Solusio Plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester III, walaupun dapat pula terjadi pada setiap saat dalam kehamilan.

70

Sebagian perdarahan pada solusi plasenta biasanya merembes sendiri diantara selaput ketuban dan uterus, kemudian mengalir keluar lewat serviks dan terlihat dari luar sehingga terjadi perdarahan eksternal. Bisa juga darah tidak mengalir keluar, tetapi tetap tertahan diantara bagian plasenta yang terlepas dan uterus sehingga terjadi perdarahan tersembunyi. Solusio plasenta dengan perdarahan

tersembunyi menngandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar terhadap keselamatan jiwa ibu, dan ini bukan hanya terjadi akibat peningkatan kemungkinan terjadinya koagulopati konsumtif yang berat, tetapi juga akibat luasnya perdarahan yang tidak disadari. Frekuensi ditegakan diagnosis solusio plasenta sangat

bervariasi mengingat criteria yamg dipakai untuk membuat diagnosis ini berbeda-beda. Intensitas solusio plasenta seringkali bervariasi menurut cepatnya ibu hamil mencari dan mendapatkan perawatan setelah merasakan nyeri abdomen, atau setelah terjadinya perdarahan pervaginam, ataupun setelah dijumpai keduanya. Bila terlambat, kemungkinan pelepasan plasenta yang luas sehingga akan

menimbulkan kematian janin. Hurrd dkk., (1983) mengemukakan bahwa frekuensi untuk solusio plasenta sekitar 1 per 75 persalinan, dengan angka mortalitas perinatal sebesar 30 %. Tampak jelas bahwa abrupsio plasenta

merupakan problem obstetric yang sering ditemukan dan terutama berbahaya bagi janin serta nonatus. Meskipun janin bias bertahan hidup, neonatus dapat meninggal karenanya. Bila dapat diselamatkan bayi akan mengalami gangguan akibat kejadian tersebut. Etiologi. Penyebab primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan ini dapat dikemukakan sebagi factor-faktor etiologinya yaitu : Trauma Tali pusat yang pendek Dekompresi yang uterus mendadak

71

Anomaly uterus atau anomaly uterus atau tumor uterus Hipertensi kronis atau hipeertensi yang ditimbulkan karena kehamilan Tekanan pada nena cava inferior akibat uterus yang membesar dan defisiensi gizi. Solusio plasenta dengan derajat yang lebih ringan dapat

terhadi sesaat sebelum persalinan janin tunggal kalau cairan ketuban sudah mengalir habis dari dalam uterus dan janin mengalami desensus hingga kepalanya sudah berada pada perineum. Pada janina kembar, dekompresi yang terjadi setelah persalinan janin pertama dapat menimbulkan pelepasan premature plasenta yang membahayakan janin kedua. Patologi Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebai akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari

pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan kahirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Dalam tahap awal mungkin belum terdapat gejala klinis.. keadaan tersebut ditemukan hanya setelah dilakukan

pemeriksaan terhadap plasenta yang baru dilahirkan. Plasenta ini mempunyai permukaan maternal dengan lekukan bulat yang

diameternya beberapa sentimeter dan ditutupi oleh darah yang membeku serta berwarna gelap. Diagnosisi Klinis Perlu ditekankan bahwa keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Contoh, perdarahan eksternal bias banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janian, atau perdarahan eksternal

72

tidak terdapat tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan yang tersembunyi

mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, dan hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati konsumtif yang lebih tinggi, tetapi juga akibat intensitas perarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian tranfusi sering tidak memadai atau terlambat. Komplikasi Komplikasi tergantung dari luasnya plasenta dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria, dan gawat janin sampai kematiannya. 1. Perdarahan Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Perdarahan postpartum dapat pula mengancam, kali ini terjadi karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah. Tindakan terakhir mengatasi perdarahan postpartum bila tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual, uterotonika, pengobatan kelainan pembekuan darah ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika. 2. Kelainan pembekuan darah kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia, terjadinya dengan maseuknya trombo plastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retrolpasenter, sehingga terjadi pembekuan darah intra faskular dimana-mana yang akan menghabiskan fakto-faktor pembekuan darah lainnya terutama fibrinogen.

73

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bula ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah jadi 100 mg% akan terjadi gangguan pembekuan darah. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan secara laboratorium a. penentuan kuantitatif kadar fibrinogen b. pengamatan pembekuan darah untuk menentukan : 1) waktu pembekuan darah 2) besarnya dan kemantapan pembekuan darah 3) adanya factor seperti heparin (antikoagulansia) dalam peredaran darah c. adanya fibrinolisin dalam peredaran darah d. hitung trombosit e. penentuan waktu protrombin f. penentuan waktu tromboplastin 3. Oliguria Pada tahap oliguria keadaan umum penderita biasanya masih baik.oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran air kencing yang harus rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, preeklamsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oliguria sangat mungkin berhubungan dengan hipofolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada yang menerangkan bahwa tekanan intra uterin yang meninggi karena solusio plasenta menimbulkan reflek penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini 4. Gawat janin

74

Jarang ditemukan kasus solusio plasenta dengan janin yang masih hidup. Kalaupu janin yang masih hidup biasanya sudah gawat kecuali pada solusio plasenta ringan. 5. Solusio plasenta ringan Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previ. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta. Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak menjadi tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup lakukan SC, apabila janin mati lakukan pemecahan ketuban dan pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan. 6. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila tanda dan gejala klinik solusio plasenta jelas dapat di temukan, berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Penanganannya di RS meliputi. a. Tranfusi darah b. Pemecahan ketuban c. Infus oksitosin d. Jika perlu SC Tekanan darah bukan merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita, dan tidak peduli apakah persalinan akan

75

pervaginam atau perabdominal. Pemecahan ketuban ini akan merangsang dimulai persalinan dan mengurangi tekanan intra uterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis kortek ginjal, mungkin melalui apa yang dinamakan refleks uterorenal; dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu persalinan dapat lebih dipercepat dengan pemberian infus oksitosin. Payah ginjal yang sering merupakan komplikasi solusio plasenta pada dasarnya disebabkan oleh hipovolemik karena perdarahan. Pencegahan payah ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, segera mengatasi hipovolemi di bawah pengawasan tekanan vena pusat (CVP / central venous pressure), secepat mungkin menyelesaikan persalinan, dan mengatasi kelainan pembekuan darah. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai setelah 6 jam setelah terjadi solusio plasenta, walaupun dengan mecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus dengan SC. SC tidak usah menunggu sapai darah tersedia secukupnya, atau syok telah dapat teratasi , karena tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan ialah dengan segera menghentikan sumber perdarahannya. Prognosis Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus. Prognosis janin pada solusio berat hampi 100 % mengalami kematian. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Pada kasus solusio plasenta tertentu SC

76

dapat mengeurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan, persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya

Gambar. 2.2. Solosio Placenta

2) PLASENTA PREVIA Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus. Klasifikasi didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui

pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yang meliputi : 1. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta 2. Plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta 3. plasenta previa marginalis, pabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan

77

4. Plasenta letak rendah (low lying), plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

Gambar. 2.3. Plasenta previa.

Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previ parsialis pada pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang baik. Etiologi Penyebab plasenta previa tidak diketahui, tetapi factor-faktor berikut diketahui dapat dihubungkan 1. Multiparitas : meningkatnya ukuran rongga uterus pada persalinan yang berulang-ulang merupakan predisposisi terjadinya plasenta previa 2. Kehamilan multiple : tempat plasenta terbesar lebih sering melewati segmen bawah rahim 3. Umur : ibu yang lebih tua lebih beresiko daripada ibu yang lebih muda

78

4. Uterus sikatrik : SC pada persalinan sebelumnya meningkatkan resiko plasenta previa 5. Riwayat myomektomi 6. Merokok : mekanisme yang tepat tidak begitu jelas tetapi terjadinya hipoksia disebabkan karena merokok yang mungkin menyebabkan pembesaran plasenta sehingga menyebabkan suplai oksigen berkurang. Wanita hamil yang merokok lebih dari 20 batang per hari 2 kali lebih besar peningkatan terjadinya plasenta previa 7. Kelainan Plasenta : plasenta dengan dua bagian dan plasenta suksenturia mungkin dapat menyebabkan plasenta previa. Plasenta membranasea (plasenta diffusa) mungkin juga merupakan

penyebab. Hal ini merupaka kelainan perkembangan plasenta yang jarang dimana seluruh korion ditutupi dengan fungsi filli. Plasenta berkembang sebagai struktur membran yang tipis menutupi sebagian besar permukan uterus. Keadaannya mungkin dapat didiagnosa dengan ultrason. Pada kehamilan hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang memungkinkan dilakukan histerektomi. Tanda Dan Gejala Plasenta previa didiagnosa dengan pemeriksaan USG pada awal

kehamilan bidan harus mengetahui wanita-wanita hamil yang mengalami plasenta letak rendah. Tidak semua wanita hamil menginginkan pemeriksaan USG akan taetapi bidan harus mengatahui tanda-tanda indikasi kemungkinan terjadinya plasenta previa : 1. Mal presentasi janin : sering didapatkannya bukan presentasi kepala pada janin. Plasenta menempati ruang di pelvis, dan mungkin bidan menemukan adanya presentasi bokong, karena ruang lainnya untuk kepala janin berada di fundus atau presentasi obliq dan presentasi bahu

79

2. Bagian terendah janin tidak terfiksasi : khususnya pada plasenta previa tipe III atau IV. 3. Sulitnya mengidentifikasi bagian janin pada palpasi : plasenta previa anterior (khususnya tipe I dan II) terletak diantara janin dan seperti ada yang mengganjal pada tangan bidan. 4. Denyut nadi ibu yang keras dibawah umbulikus : plasenta previa anterior sering di deteksi dengan adanya suara denyut nadi ibu yan keras dari plasenta yang lebih mudah didengar dengan dopler. Denyut jantung janin sulit untuk dideteksi Karena tertutup oleh plasenta, khususnya pada presentasi kepala. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan di rumah : Pasien dianjurkan harus istirahat ditempat tidur. Jika

perdarahan banyak pasien dianjurkan untuk tidur miring atau menggunakan bantal dibawah pinggul kanannya untuk mencapai agar panggul miring dan menghindari supine hypotensive syndrome. Perdarahan hebat yang terjadi akan memperlihatkan kondisi sbb : pucat, berkeringat, gelisah, merasa haus, denyut nadi meningkat dan tekanan darah menurun. Jika terjadi perdarahan pada kehamilan tidak boleh melakukan pemeriksaan vagina dirumah 2. Penatalaksanaan di RS Di Rumah Sakit, ibu harus berbaring. Kadang-kadang perdarahan terjadi setelah coitus tapi diketahui penyebabnya. Kemungkinan ada riwayat spoting. Pada pemeriksaan abdomen akan taraba lunak, dengan ukuran sesuai umur kehamilan Sulit untuk membedakan antara plasenta previa dengan abrupsio plasenta. Abrupsio plasenta ada hubungan dengan preeklamsia dimana dengan presentasi dan fiksasi kepala janin normal. Demikian, tidak adanya preeklamsia dan adanya beberapa ketidaknormalan yang ditemukan merupakan bukti terjadinya

80

plsenta previa. Mungkin dibutuhkan pengkateteran. Darah diperika kdar haemoglobin dan dilakukan uji cleihauer jika resus negatif dan setidaknya 2 kantong darah 3. Observasi Pemantauan suhu, nadi, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dilakukan. Nadi dan tekanan darah dicatat lebih sering dengan ketentuan : tiap seperempat jam jika perdarahan berlanjut. Denyut jantung janin harus selalu dipantau dengan

cardiotocography jika perdarahan menetap. Urin diperiksa kadar protein jika perdarahan hebat, diberikan pada kasus perdarahan hebat yang tiba-tiba. Pemberian infus intra vena dapat dimulai jika perdarahan menetap dan dipertahankan sampai perdarahan berhenti. Wanita tersebut harus di tempat tidur sampai perdarahan berhenti.

3) INSERTIO VELAMENTOSA Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena pembuluh-pembuluh umbilicus, di selaput ketuban, berpisah jauh dari tepi plasenta, dan mencapai keliling tepi plasenta dengan hanya di lapisi oleh satu lipatan amnion. Dalam suatu ulasan tentang kepustakaan yang mencakup hampir 195.000 kasus, Benirschke dan kaufmann, (2000) mendapatkan bahwa 1,1% dari pelahiran janin tunggal memeiliki insersio velamentosa. Keadaan ini terjadi jauh lebih sering pada kehamilan kembar, dan hampir selalu terjadi pada kembar tiga.

VASA PREVIA Keadaan ini terjadi pada insersi velamentosa apabila sebagian dari pembuluh janin di selaput ketuban memotong daerah os internum dan menempati posisi di depan bagian terbawah janin. Pada

81

pemeriksaan yang cermat kadang-kadang dapat diraba sebuah pembuluh janin tubular di selaput ketuban yang menutupi bagian terbawah janin. Penekanan pembuluh oleh jari pemeriksa ke bagian terbawah janin kemungkinan akan menyebabkan perubahan frekuensi denyut jantung janin. Pada vasa previa terdapat bahaya yang sangat besar bagi janin karena pecahnya ketuban dapat disertai oleh ruptur pembuluh janin yang menyebabkan kehilangan banyak darah. Apabila terjadi perdarahan antepartum atau intrapartum, terdapat kemungkinan vasa previa atau ruptur pembuluh janin. Sayangnya, jumlah darah janin yang boleh keluar tanpa mematikan janin relatif sedikit. Cara tercepat dan mudah untuk mendeteksi darah janinadalah dengan mengapuskan darah pada kaca obyek, warnai apusan dengan pewarna Wright, dan periksa preparat untuk mencari sel darah merah berinti, yang dalam keadaan normal terdapat dalam darah tali pusat tetapi tidak dalam darah ibu. 4) RUPTUR SINUS MARGINALIS Ruptur sinus marginalis Pecahnya pembuluh vena dekat tepi plasenta yang terbentuk karena penggabungan pinggir ruang intervilli dengan ruang subcorial. 5) PLASENTA SIRKUMVALATA Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jeringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh kesamping dibawah desidua. Diduga bahwa corionfrondosum terlalu kecil dan untuk mncukupi kebutuhan, villi menyerbu kedalam desidua di luar permukaan frondosum, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi. Insidensinya lebih kurang 2-18 %. Menurut beberapa ahli plasenta sirkumvalata serin menyebabkan abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali ke pinggir plasenta, di sebut plasenta marginata. Kedua-duanya disebut sebagai plasenta ekstra coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi adeksi dari selaput

82

sehingga plsenta lahir telanjang tertinggalnya selaput ini dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi. Diagnosis plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakan setelah plasenta lahir tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau hidrorea. c) Kelainan dalam lamanya kehamilan 1) Prematur Persalinan dikatakan preterm jika terjadi sebelum akhir umur kehamilan 37 minggu. Bayi yang dilahirkan kurang dari 37 minggu dari hari pertama haid terakhir dinamakan preterm. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram termsuk dalam kategori berat badan lahir rendah. Insiden kelahiran prematur kurang lebih 6 sampai 10%. Jumlah kelahiran prematur meningkat dengan peningkatan umur kahamilan minggu, yang paling sedikit bagian terjadi sebelum minggu ke 32. Kelahiran prematur memberikan kontribusi secara langsung antara 7590% dari semua kematian neonatal dan merupakan penyebab paling banyak morbibitas dalam jangka waktu yang pendek dan yang lama. Kelahiran preterm dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa faktor di bawah ini: 1. Kelahiran prematur elektif. Hal ini diakibatkan oleh preeklamsi berat, penyakit ginjal maternal atau iugr. Produk kehamilan ini mempunyai komplikasi yang paling rendah. 2. KPD Insidennya kira-kira 20 % dari semua kasus kelahiran preterm 3. Kelahiran dengan komplikasi kegawat daruratan Komplikasi tersebut meliputi solusio plasenta, eklampsia, resus iso imunisasi, infeksi maternal atau prolapsus tali pusat. Kelompok ini kira-kira berjumlah 20 % dari kehaliran preterm. 83

4. Persalinan preterm spontan tanpa komplikasi yang tidak diketahui penyebabnya Kelompok ini berjumlah paling besar sampai 40 % dari kelahiran prematur. Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya persalinan prematur adalah: 1. Faktor biologikal/medik 1) Umur kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun 2) Berat badan rendah (kurang dari 50 kg saat konsepsi) 3) Riwayat hipertensi, penyakit ginjal atau dm 4) Infeksi umum terutama virus 2. Riwayat reproduksi Riwayat kelahiran preterm sebelumnya. Jika wanita mempunyai riwayat lebih dari 2 kali melahirkan bayi preterm. Dia mempunyai resiko untuk terjadi kelahiran preterm 70% pada kehamilan ini. Perdarahan pada kehamilan sebelumnya, Abnormalitas uterus; 35% wanita dengan incompeten servik akan melahirkan preterm dan 19% wanita dengan uterus bicornis, unicornis atau didelphic akan melahirkan sebelum umur kehamilan 37 minggu. 3. Kehamilan saat ini a. Peningkatan berat badan yang tidak adekuat b. Perdarahan c. Akdr masih berada di dalam rahim d. Pembedahan abdomen e. Infeksi terutama pielonefritis f. Infeksi saluran genital terutama vaginitis non spesifik, vaginosis bakterial, klamedia dan streptokokus hemolitik b. Organisme ini terdapat pada 5% wanita dan berhubungan dengan terjadinya kpd. Amnionitis disebabkan karena infeksi

84

traktus genital dapat menstimilasi pelepasan prostaglandin dan hal ini dapat menyebabkan mulainya persalinan g. Kehamilan ganda. 46% melahirkan preterm h. Polihidramnion i. Malformasi fetus j. Penyakit resus k. Kematian fetus 4. Sosial ekonomi a. Kemiskinan dan sosial yang rendah persalinan preterm biasa terjadi pada wanita dari kelompok sosial ekonomi yang rendah. b. Status pernikahan, persalinan preterm sering terjadi pada wanita yang tidak menikah c. Pekerja, meliputi pekerja fisik yang berat 5. Psikologi Psikologi distres dihubungan dengan kelahiran preterm 6. Adat istiadat atau kebiasaan a. Merokok, pemakai obat-obatan terlarang dan alkohol b. Jarak antar kehamilan pendek c. Terlambat anc d. Tidak melakukan ANC Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengidentifikasi wanita dengan resiko persalinan preterm. Prediksi sulit dilakukan dan tidak efektif dalam mencegah kelahiran preterm, tetapi hal ini bisa dilakukan dengan; 1. Sistem skoring resiko, hal ini bisa dilakukan berdasarkan pada faktor yang telah dijelaskan diatas. Metode ini relatif mempunyai nilai prediktif yang sedikit terutama pada primigravida dan skor yang rendah dapat menyebabkan kesalahan. 2. Memonitor aktifitas uterus.

85

Hal ini bisa dilakukan tetapi tampaknya tidak mempengaruhi jumlah kelahiran preterm. 3. Pemeriksaan pelvik Pemeriksaan pelvik yang teratur akan tampak tanda perubahan yang dapat mengambarkan waktu datangnya persalinan. Prosedur ini dapat mengetahui infeksi dan mempunyai nilai prediksi rendah pada wanita yang mempunyai resiko kelahiran preterm. 4. Panjang servik Pemeriksaan usg pada servik dapat memprediksi pesalinan preterm. 5. Penemuan hubungan antara tingkat fibronektin fetus dalam servik dan sekresi vagina pada waktu datangnya persalinan preterm dapat diketahui dengan tes yang dilakukan disamping tempat tidur. Fibronektif fetus adalah suatu komponen matrik ekstraseluler, ini disekresi oleh villi trofoblas. Jika persalinan preterm mengancam hubungan jaringan korio desidual terpisah dari ibu dan fetus, menyebabkan kebocoran fibrinektin. Tes ini mempunyai

sensitifitas 79,4% dan spesifitas 82,7%. Tingkat positif palsu 17%. Tes tesebut seharusnya dilakukan setiap 2 minggu dari umur kehamilan 24 minggu dan tidak dapat dilakukan jika ada perdarahan pervaginam atau kpd karena perdarahan dan cairan amnion mengandung fibrinektin. 6. Gerakan pernafasan fetus. Gerakan pernafasan fetus berhenti sebelum persalinan premetur dimulai dan hal ini merupakan indikator dari persalinan preterm prematur mengancam.

86

7. Bed rest Pencegahan kelahiran preterm tergantung dari pebcegahan aktifitas uterus dan dilatasi servik. Bed rest dapat dilakukan tetapi cara ini tidak efektif. 8. Peningkatan kunjungan antenatal dan education Peningkatan kunjungan anc dan pendidikan pada ibu diperkirakan dapat mengurangi persalinan preterm pada insiden kelahiran sebelum umur kehamilan 34 minggu. 9. Progestogen dan etanol (jarang digunakan) 10. Antibiotik terapi Antibiotik terapi dapat memperlambat waktu datangnya persalinan preterm. Sekarang menggunakan gliseril trinitat (gtn). Metode ini efektif untuk menekan persalinan preterm. 11. Cervical cerclage Cervical cerclage mungkin bermanfaat dimana kelemahan servik seperti riwayat abortus trimester ii atau biopsi. 12. Dukungan sosial Peran dukungan sosial dalam mencegah kelahiran prematur dilakukan dan tidak tampak mempunyai pengaruh pada kesehatan fisik meskipun dapat memperbaiki kesehatan psikologis. Manajemen Kelahiran Dan Persalinan Prematur Persalinan prematur mungkin sulit dikenali tetapi dapat dikenali dengan perubahan servik, pendataran servik 80% atau dilatasi servik 2 cm atau lebih, diagnosis dapat ditegakkan. Bidan seharusnya menyadari kecenderungan persalinan prematur pada wanita akan mengeluh; 1. Peningkatan rasa sakit karena kontraksi 2. Kram seperti menstruasi (dismenorhoe)

87

3. Sakit pinggang 4. Tekanan pada pelvik 5. Peningkatan pengeluaran vagina Jika persalinan dimulai dirumah, bidan harus menghubungai dokter dan wanita dirujuk ke RS dengan fasilitas perawatan neonatus. Jika umur kehamilan 35 minggu atau lebih persalinan dapat dilanjutkan dan kebanyakan bayi yang lahir pada usia ini akan berkembang lebih baik jika diberikan perawatan yang tepat setelah lahir. Jika umur kehamilan dibawah 35 minggu dokter dapat memberikan obat tokolitik jika keadaan ibu dan fetus baik, tidak ada tanda perdarahan pervaginam pada saat ini atau KPD. 2) Postmatur Postmatur kehamilan yang sudah melampaui masa kehamilan yang dianggap berada diatas batas normal. Postmatur seharusnya digunakan untuk mendeskripsikan janin dengan cirri-ciri klinis nyata yang menunjukan kehamilan yang memanjang patologis. Definisi standar yang direkomendasikan secara internasional untuk kehamilan memanjang, didukung oleh American College of Obstetricians and Gynecologist (1997) , adalah 42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih sejak hari pertama haid terakhir. Fase 42 minggu lengkap perlu ditekankan. Kehamilan antara 41 minggu lewat 1 hari sampai 41 minggu lewat 6 hari, meskipun telah masuk minggu ke 42, belum lengkap 42 minggu sapai habis hari ke tujuh. Jadi secar teknis kehamilan memanjang dapat dimulai pada hari 294 atau pada hari 295 setelah hari pertam haid terakhir. Variasi-variasi siklus menstruasi ini kemungkinan menjelaskan, setidaknya sebagian, mengapa sekitar 10 persen kehamilan mencapai 42 minggu, namun relaif sedikit janin yang terbukti mengalami postmaturitas. Karena tidak ada metode untuk mengidentifikasi kehamilan yang benar-benar memanjang,

88

semua kehamilan yang dietapkan sebagai 42 minggu lengkap harus ditangani seolah-olah memanjang abnormal. Patofisiologi 1) Sindrom posmatur Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas. 2) Disfungsi plasenta Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara

signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm. Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun

89

kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. 3) Gawat janin dan Oligohidramnion Alas an utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion. Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium. 4) Pertumbuhan janin terhambat Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan Clausson., (1999) telah menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara 1987 sampai 1998 menggunakan akte kelahiran medis nasional swedia. Bahwa pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm. Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini. 5) Serviks yang tidak baik Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi

90

serviks

adalah

indicator

prognostic

yang

penting

untuk

keberhasilan induksi dalam persalinan. 3) Inta Uterin Growth Retardation (IUGR) IUGR adalah keadaan dimana janin dalam uterus tidak dapat tumbuh normal (BBLR=LBW, SGA=preterm) IUGR dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama: 1) IUGR kerena insufisiensi plasenta Kelompok ini potensial untuk tumbuh normal, tetapi patologi dalam supply pembuluh darah ke plasenta. Iskemi cepat merusak plasenta kerusakan suply pengangkut O2 dan nutrisi ke

janin, menyebabkan anoksia janin dan mungkin kematian. Pada kelompok ini menyebabkan 2-3 bayi pertumbuhannnya terhambat. Penyebab kerusakan arteri spiral ibu dalam plasenta belum diketahui dengan jelas, tetapi sebagai predisposisi: Insufisiensi plasenta, preeklamsi, penyakit ginjal kronik, hipertensi kronik dan masalah atau penyakit yang berhubungan dengan keadaan tersebut, seperti kehamilan kembar, diabetes melitus, penyakit jantung atau seperti penyakit kolagen. Plasenta previa dan solusio plasenta, postmatur, ibu yang tua, dan tempat yang tinggi mungkin masuk ke dalam kelompok ini, seperti suply normal nutrisi dan oksigen tidak dapat menjangkau bayi disebabkan plasenta atau masalah sirkulasi. 2) IUGR karena faktor lingkungan Janin mempunyai kemungkinan untuk tumbuh normal, tetapi obat atau persilangan dari ibu ke janin menghambat pertumbuhan normal seperti penyakit malaria, toxoplasmosis, rubela cytomegalivirus, shipilis. Obat-obat berbahaya seperti alkohol, rokok, radiasi juga memeberikan kontribusi.

91

3) IUGR karena faktor intrinsik Di sini janin tidak mempunyai atau kehilangan

pertumbuhan normal segera setelah konsepsi. Pada kelompok ini meliputi: malformasi janin dan gangguan genetik. Kejadian ini lebih menonjol di negara-negara yang sedang berkembang. Penyebab Umum 1. Sosial ekonomi yang rendah 2. Menikah dini 3. Jarak kelahiran pendek 4. Diet tidak adekuat karena kemiskinan dan keadaan malabsorpsi 5. Perhatian medis tidak adekuat 6. Kurangnya pemeriksaan kesehatan ibu saat kehamilan 7. Umur sangat muda dan sangat tua 8. Obesitas 9. Pengaruh ras, penyakit endemik, kelaparan dan genetik 10. Kepribadian, sikap terhadap bayi 11. Riwayat reproduksi yang jelek 12. Racun, seperti: obat, nikotin, alkohol dan pengaruh teratogenik Penyebab uterus Malformasi uterus kongenital Penurunan oksigen - Tempat tidur - Penyakit pernafasan - Penyakit jantung, sianosis - Anemia, gangguan sel darah Pengurangan nutrisi dan karena plasenta - Berkurangnya kontraksi otot uterus - DM, hipoglikemia ibu (dalam kasus yang ekstrim)

92

- Kelainan dari tali pusat - Berkurangnya aliran uterus, trombus dalam pembuluh darah janin dari satu arteri tali pusat - Kelainan plasenta atau plasenta previa - Penyakit kecil plasenta juga disebabkan oleh pemisahan preterm, oleh infark atau hemangioma Penyebab janin - Kembar, kehamilan multipel - Abnormalitas: Anenchepalus, potters syndrome - Genetik (metabolik atau kromosom ) - Hemolisis: gangguan sel darah merah Karakteristik bayi SGA saat lahir 1. Kurang jaringan subkutan 2. Penampilan bayi 3. Kulit: a. Mengelupas, mempunyai lipatan pada telapak kaki b. Kulit kering dan bersisik c. Bayi lemah dan nampak dehidrasi 4. Terdapat ciri-ciri: a. Berkeriput b. Mata melotot c. Alert atau posisi siap siaga d. Ekspresi ketakutan 5. Mekonium ada pada: kulit, kuku, tali pusat 6. Beberapa bayi nampak dengan penurunan berat badan 7. Rambut jarang atau tipis,kasar dan lurus 8. Tali pusat biasanya kecil dan lebih cepat kering daripada bayi normal 9. Bayi aktif dan lapar pada saat lahir 10. Tulang kartilagosudah berkembang baik kurus, panjang dan lemah

93

11. Tulang kepala keras tetapi ukuranya kecil 12. Bayi mempunyai perutbentuk perahu (scapehoid) 13. Kepala sering lebih besar dari ukuran tubuh Pedoman untuk mendiagnosis IUGR 1. Kegagalan uterus dan janin untuk tumbuh normal rata-rata di atas periode 4 minggu 2. TFU kurang dari 2 cm dari umur kehamilan 3. Berat badan tidak bertambah 4. Pergerakan janin berkurang 5. Cairan amnion berkurang 6. Cek ulang perkirakan persalinan 7. Pengukuran lingkar perut ibu (pada setinggi pusat), bila lebih dari 100 cm kemungkinan kehamilan kembar, polihidramnion atau bayi besar. Manajemen bidan selama kehamilan 1. Pemeriksaan pada setiap kunjungan ANC dengan teliti 2. Dicurigai adanya suatu kelainan maka segera rujuk ke rumah sakit terdekat atau pada dokter 3. Melaksanakan instruksi dokter dengan teliti Manajemen saat persalinan 1. Bayi dengan IUGR hendaknya lahir di rumah sakit yang mempunyai fasilitas khusus perawatan intensif 2. Pemantauan dengan teiti sampai melewati kelahiran 3. Bila selaput ketuban robek, ada mekonium dalam caiaran amnion harus menjadi perhatian dan laporkan pada dokter 4. Jika servik matang dan dilakukan induksi, lakukan monitoring dengan teliti dan tentukan persalianan pervginam atau SC 5. Sbelum induksi, jika servik belum matang diberi prostaglandin atau infus oksitosin sambil di lakukan monitoring dengn CTG memantau janin mengakibatkan fetal distres 94

6. Indikasi SC: a. Tanda pertama fetal distres b. Induksi gagal

c. Malpresentasi d. CPD e. Sevik tidak matang dengan beberapa keadaan seperti: preeklamsi atau DM f. Riwayat SC sebelumnya 4) IUFD (Intrauterin Fetal Death) IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr) Penyebab 1. Faktor plasenta a. Insufisiensi plasenta b. Infark plasenta c. Solusio plasenta d. Plasenta previa 2. Faktor ibu a. Diabetes melitus b. Preeklampsi dan eklampsi c. Nefritis kronis d. Polihidramnion dan oligohidramnion e. Shipilis f. Penyakit jantung g. Hipertensi h. Penyakit paru atau TBC i. Inkompatability rhesus j. AIDS

95

3. Faktor intrapartum a. Perdarahan antepartum b. Partus lama c. Anastesi d. Partus macet e. Persalinan presipitatus f. Persalinan sungsang g. Obat-obatan 4. Faktor janin a. Prematuritas b. Postmaturitas c. Kelainan bawaan d. Perdarahan otak 5. Faktor tali pusat a. Prolapsus tali pusat b. Lilitan tali pusat c. Vassa praevia d. Tali pusat pendek 6. Tidak diketahui faktor penyebabnya Gejala klinis dan diagnosis Untuk menentukan stillbirth dapat ditentukan melalui: 1. Riwayat Tidak merasakan gerakan janin selama 3 hari, tidak ada pembesaran perut, kadang ada bercak cairan kecoklatan dari vagina, payudara melembut. 2. Gejala klinis kematian janin Ukuran uterus mengecil dibandingkan dengan ukuran seharusnya 3. Pemeriksaan hormon untuk melihat fungsi plasenta

96

Didapatkan kadar estriol urin atau estriol darah yang sangat menurun dibandingkan pada saat kehamilan. 4. USG Tidak terlihat djj dan nafas janin, badan dan tunkai janin tidak terliaha bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak, dan reduksi cairan yang abnormal Manajemen untuk pencegahan kematian janin 1. Memeberikan nasehat pada waktu ANC mengenai keseimbangan diet makanan, jamgan merokok, tidak meminum minuman beralkohol, obatobatan dan hati-hati terhadap infeksi atau bahan-bahan yang berbahaya 2. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian pengobatan 3. Medeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distres Manajemen pada saat IUFD terjadi 1. Pasien di rujuk ke dokter segera setelah diketahui IUFD 2. Bila setelah terdiagnosa pasti bidan dapat melahirkan bayinya di bawah pengawasan dokter 3. Bidan memberikan dukungan emosional kepada pasien maupun keluarga pasien Manajemen setelah persalinan 1. Setelah bayi lahir kemudian diperiksa dan ditimbang, membran dan plasenta diperiksa 2. Bidan memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarganya 3. Dokter melakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab kematian 4. Melakuak kunjungan rumah untuk melihat KU pada masa postpartum misalnya laktasi, involusio rahim, dan perencanaan KB

97

Manajemen Sedikitnya 70% wanita akan melahirkan secara spontan dalam 2 minggu kematian bayi dan lainnya akan lahir kurang dari 2 minggu, jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-4 minggu resiko DIC meningkat. Ini terjadi karena tromboplastin dilepaskan kedalam sirkulasi dari jaringan janin yang mati dan terjadi mekanisme kloding blood. Akibatnya terjadi penurunan tingkat fibrinogen serum dan jumlah flatelet untuk

mendiagnosis kondisi tersebut gambaran penggumpalan harus ada pada wanita dengan IUFD dan sekali atau dua kali seminggu selama wanita itu melahirkan. d) Kehamilan Ganda Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Bahaya bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin. Etiologi Bangsa, herediter, umur, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur. Juga obat klomid dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dapat menyebabkan kehamilan dizigotik.faktor tersebut dengan

mekanisme tertentu menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de graf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang lebih dari satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar. Diperkirakan sebabnya ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi. Faktor penghambat yang 98

mempengaruhi segmentasi sebelum blastula terbentuk menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik. Bila faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive streak tampak maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 1 amnion. Setelah primitif streak terbentuk maka akan terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk. Jenis 1. Kehamilan kembar monozigotik Kehamila kembar yang terjadi dari satu telur disebut kehamilan monozigotik atau disebut juga identik, homolog atau uni ovuler. Kkirakira 1/3 kehamilan kembar adalah monozigotik, mempunyai 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta; kadang-kadang 2 plasenta menjadi 1. keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar dizigotik. 2/3 mempunyai 1 plasenta, 1 korion dan atau 2 amnion. Pada kehamilan kembar monoamniotik kematian bayi masih sangat tinggi. 2. Kehamilan kembar dizigotik Kira-kira 2/3 kehamilan kembar adalah dizigotik yang berasal dari 2 telur; disebut juga heterolog binovuler atau fraternal. Jenis kelamin sama atau berbeda, mereka berbeda seperti anak-anak lain dalam keluarga. Kembar dizigotik mempunyai 2 plasenta, 2 korion dan 2 amnion. Kadang-kadang 2 plasenta menjadi 1. Letak Dan Presentasi Janin Pada umumnya tidak besar dan cairan amnion lebih banyak daripada biasa, sehingga sering terjadi perubahan presentasi dan posisi janin. Demikian pula letak janin kedua dapat berubahsetelah kelahiran janin pertama, misalnya dari letak lintang menjadi letak sungsang. Yang paling sering ditemukan kedua janin dalam letak memanjang dengan presentasi kepala kemudian menyusul presentasi kepala dan bokong, 99

keduanya presentasi bokong, presentasi kepala dan bahu, presentasi bokong dan bahu dan yang paling jarang keduanya presentasi bahu. Diagnosis Diagnosis kehamilan kembar dapat ditegakan jika ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Besarnya uterus melebihi lamanya amenorhoe 2. Uterus tumbuh lebih cepat daripada biasanya pada pemeriksaan ulang 3. Penambahan berat badan ibu yang tidak disebabkan oleh edema atau obesitas. 4. Banyak bagian kecil yang teraba 5. Teraba tiga bagian besar janin 6. Teraba 2 balotemen Diagnosis pasti dapat ditentukan dengan: 1. Teraba 2 kepala, 2 bokong, dan 1 atau 2 punggung 2. Terdengan 2 denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit 3. Sonogram dapat mendiagnosa kehamilan kembar pada triwulan pertama 4. Rontgen photo abdomen Diagnosis Banding 1. Hidramnion Dapat menyertai kehamilan kembar, kadang kelainan hanya terdapat pada satu kantong amnion dan yang lainnya oligohidramnion. Pemeriksaan USG dapat enentukan apakah pada hidramnion ada kehailan kembar atau tidak. 2. Kehamilan dngan mioma uteri atau kistoma ovarii

100

Tidak terdengarnya 2 jantung pada pemeriksaan berulang, bagian besar dan kecil yang sukar digerakan, lokasinya yang tidak berubah, dan pemeriksaan rontgen dapat membedakan kedua hal tersebut. Komplikasi 1. Ibu a. Anemia b. Hipertensi c. Partus premeturus d. Atonia uteri e. Perdarahan pasca persalinan 2. Bayi a. Hidramnion b. Malpresentasi c. Plasenta previa d. Solusio plasenta e. Ketuban pecah dini f. Prolapsus funikuli g. Pertumbuhan janin terhambat h. Kelainan bawaan i. Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat Penanganan Dalam Kehamilan Pemeriksaan Antenatal lebih sering. Mulai kehamilan 24 minggu pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap minggu, sehingga tanda-tanda preeklampsi dapat diketahui dini dan penanganan dapat dikerjakan dengan segera. Setelah kehamilan 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dialarang karena dapat merupakan faktor predisposisi partus prematurus.

101

Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi 2 bayi dan penambahan volume darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas ferosus 3x100 mg secara rutin perlu dilakukan. Selain zat besi dianjurkan untuk memeberikan asam folik sebagai tambahan. Penanganan Dalam Persalinan Semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi prematur disediakan. Golongan darah ibu sudah ditentukan dan persediaan darah diadakan mengingat kemungkinan paerdarahan postpartum lebih besar. Pemakain sedative perlu dibatasi. Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala pengeluaran dan mengurangi tekanan pada kepala bayi. Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan vaginal untuk mengetahui letak dan keadan janin kedua. Bila janin dalam letak memanjang, selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk menghindarkan prolapsus funikulli. Penderita dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan terkendali pada fundus uteri, agar bagian janin masuk dalam panggul. Janin kedua turun dengan cepat sampai kedasar panggul dan lahir spontan karena jalan lahir telah dilalui anak pertama. Bila janin kedua dalam letak lintang denyut jantung janin tidak teratur, terjadi prolapsus funikulli atau solusio plasenta, atau bila persalinan spontan tidak terjadi dalam 15 menit, maka janin perlu dilakirkan dengan obstetrik karena resiko akan meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam letak lintang dicoba untuk mengadakan versi luar dan bila tidak berhasil maka segera disuntdilakukan versi ekstraksi tanpa narkosis. Pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. SC dilakukan atas indikasi janin pertama dalam letak lintang, prolapsus

102

funikuli, plasenta previa. Bila terjadi interloking, bila keadaan tidak bisa dilepaskan dilakukan dekapitasi atau SC menurut keadaan janin. Setelah anak kedua lahir penderita disuntik 10 satuan oksi dan tingginya fundus uteri diawasi. Jika ada tanda-tanda pelepasan plasenta maka plasenta dilahirkan. Kala IV diawasi secara cermat agar perdarahan post parrtum dapat diketahui dini dan penanggulangan dapat dilakukan dengan segera. Prognosis 1. Anemia 2. Preeklamsi dan eklamsi 3. Operasi obstetrik dan perdarahan post partum.

Gambar 2.4. Posisi Janin Kembar e) Kelainan Air Ketuban 1) Polihidramnion Suatu keadaan dimana jumlah air ketubanjauh lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter.

103

Perjalanan penyakit 1) Hidramnion kronis Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut 2) Hidramnion Akut Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu beberapa hari saja Hidramnion banyak ditemukan pada kasus-kasus: 1) penyakit jantung 2) nefritis 3) edema umum 4) anamali kongenital (pada anak); seperti anencepali, spinadifida atresia atau striktur esofagus, hydrocepalus dan struma blockling oesophagus 5) simpul tali pusat 6) DM 7) Gemelli uniovulair 8) Malnutrisi 9) Penyakit kelenjar hipofisis Diagnosis 1) Anamnesis a). Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa b). Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak c). Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat terdapat keluhan-keluhan d). Nyeri perut karena tegangnya uterus mual dan muntah e). Oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut

104

f). Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, berkerigat dingin, sesak. 2) Inspeksi a). Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar b). Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah membawa kandungannya 3) Palpasi a). Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut, vulva dan tungkai b). Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya c). Bagian janin sukar dikenali d). Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka balotement jelas sekali e). Karena bebasnya janin bergerak dan tidak terfiksir maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin 4) Auskultasi DJJ sukar didengar dan jika terdengar hanya sekali 5) Rontgen foto abdomen a). Nampak bayangan terselubung kabut, karena banyaknya cairan kadang bayangan janin tidak jelas b). Foto rongtgen pada hidramnion bberguna untuk disgnostik dan untuk menentukan etiologi 6) Pemeriksaan dalam Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar his Diagnosa banding 1) Hidramnion 2) Gemeli 3) Asites 4) Kista avanii 105

5) Kehamilan beserta tumor Prognesis 1) Pada janin a). Kongenital anomali b). Prematuritas c). Komplikasi karena kesalahan letak anak d). Eritoblastosis 2) Pada ibu a). Solusio plasenta b). Atonia uteri c). Perdarahan post partum d). Retensio plasenta e). Syok Terapi hidramnion dibagi menjadi 3 fase: 1) Waktu hamil a). Hidramnion ringan, jarang diberi terapi klinis cukup

diobservasi dan berikan terapi simpotomatis b). Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan harus dirawat di rumah sakit dan bedrest 2) Waktu partus a). Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita menunggu b). Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan transvaginal melalui servik bila sudah ada pembukaan c). Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, masukan jari tangan ke dalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan 3) Post partum a). Periksa Hb b). Pasang infus

106

c). Pemberian antibiotik 2) Oligohidramnion Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari liter. Etiologi Sebab pasti belum diketahui dengan jelas. Primer Sekunder karena pertumbuhan amnion yang kurang baik ketuban pecah dini

Gambaran Klinis 1) Perut ibu kelihatan kurang membuncit 2) Ibu merasa nyeri diperut pada tiap pergerakan anak 3) Persalinan lebih lama dari biasanya 4) Sewaktu his akan terasa sakit sekali 5) Bila ketuban pecah air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar f) Kelainan Letak 1) Letak Sungsang Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Ada 4 tipe letak sungsang 1) Complete/flexed brech, pada posisi ini paha dan lutut bayi fleksi dan kaki menutupi bokong. Tipe ini lebih sering pada multigravida 2) Extended brech (frank brech) pada bayi fleksi, tetapi pada kaki ektensi, sehingga kaki berada dekat kepala, sering terjadi pada primiyang prematur 3) Presentesi kaki, 1 atau kedua kaki di bawah bokong

107

4) Presentasi lutut, janin berada dalam posisi 1 atau kedua lutut berada di bawah bokong

Gamba. 2.5 letak sungsang Penyebab Presentasi bokong terjadi kurang lebih 3% pada semua persalinan, penyebab pasti dari presentasi bokong belum diketahui secara pasti tetapi dapat terjadi pada persalinan premetur, uterus bikormis, insufisiensi cairan ketuban, plasenta letak rendah atau tumor yang menghalangi jalan lahir. Selain itu kelainan-kelainan seperti

hidrosefalus, gande multi, polihidramnion memungkinkan terjadinya malpresentasi Diagnosis Diagnosis ditegakan dengan pemerikasaan abdominal. Pada palpasi di bagian bawah teraba bagian yang kurang keras dan kurang bundar, sementara di fundus teraba bagian yang keras, bundar dan melenting. Denyut jantung janin terdengar di atas pusat. Penmeriksaan dengan USG atau rontgen dapat mengetahui letak yang sebenarnya pada

108

pemeriksaan pervaginam teraba bagian lunak anus juga akan teraba bagian sacrum Persalinan sungsang tidak menyebabkan bahaya bagi ibu tetapi menimbulkan hal yang serius bagi bayinya. Kematian bayi pada persalinan sungsang 4 kali lebih besar daripada persalinan biasa. Pelepasan plasenta dapat terjadi pada kala II akibat tarikan dari tali pusat. Setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dapat terjadi tekanan pada kepala pada tali pusat dan ini akan menyebabkan hipoksia janin. Bahaya lain adalah fraktur, ruptur organ abdomen dan banyak bahaya untuk otot syaraf. Bahaya persalinan sungsang dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Anoksia intra dan ekstra uterin 2. Perdarahan intrakranial 3. Fraktur dan dislokasi 4. Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan fleksus brachialis 5. Ruptur organ abdomen 6. Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation Kejadian anomali kongenital tinggi pada bayi dengan presentasi atau letak sungsang dan terutama pada BBLR. Manajemen Persalinan Sungsang Persalinan dianjurkan di rumah sakit di bawah pengawasan dokter ahli obstetri, anastesi dan ahli anak. Jika ibu tidak partus spontan pada 40 minggu biasanya dilakukan induksi persalinan. Kebanyakan dokter ahli kebidanan menganjurkan induksipersalinan pada 38 minggu, ketika fetus masih agak kecil. 1. Kala I persalinan

109

Kala I persalinan lebih lama daripada letak belakang kepala. Jika bokong enganged seperti pada bokong murni dimana terdapat resiko pecah selput ketuban dan prolapsus umbilikal, ibu sebaiknya tidak berjalan-jalan. Kadang-kadang kontraksi uterus hipotonis sehingga dapat dirangsang dengan pemberian oksitosin. Pada saat pembukaan servik tercapai nya biasanya ibu ingin mengejan, bokong dapat melalui servik tetapi kepala tidak melalui servik sehinga ibu dilarang untuk mengejan sampai dilatasi servik lengkap 2. Kala II persalinan Pemeriksaan vaginal dilakukan untuk mengetahui

pembukaan lengkapsebelum menyuruh ibu mengedan. Mekanisme persalinan letak sungsang Hubungan sacrum dengan panggul ibu akanmenentukan posisi janin, posisinya sama dengan letak kepalatetapi pada letak sungsang sacrum sebagai penunjuk. Ada 4 posisi pada letak sungsang: 1. Posisi sacrum kiri depan 2. Posisi sacrum anterior kanan 3. Sacrum kanan/kiri 4. Sacrum kiri/kanan belakang

Pertolongan persalinan pada letak sungsang Persalinan letak sungsang dapat ditolong dengan prasar brach ataupun dengan tindakan/extraksi. Pertama-tama kandung kancing dikosongkan ketika bokong belakng meregang perineum diberi anastesi lokal dan dilakukan episiotomi. Bokong belakang tampak di vulva dan bokong maju lebih

110

cepat. Badan bayi maju sampai sejauh umbilikus kemudian kaki di lepaskan/dilahirkan dengan perlahan-lahan. Tali pusat dilongggarkan pada kontraksi berikutnya bahu akan tampak. Lengan yang normalnya fleksi menyilang di depan dada dengan mudah dilepaskan dan bahu akan lahir. Sekarang bayi dalamkeadaan menggantung pada berat badannya, selama beberapa waktu untuk memudahkan penurunan dan fleksi dari kepala. Ketika kuduk dan garis rambut sudah tampak menunjukan bahwa kepala akan lahir. Bayi di pegang pada pergelangan kaki dan menggunakan traksi yang halus, tubuh di simpan di atas abdomen ibu. Perineum ditekan dengan jari untuk membuka mulut bayi. Mulut dibersihkan dari lendir sehingga bayi bernafas tanpa menghisap cairan lendir. Setelah hidung tampak di vulva , lubang hidung segera dibersihkan kepala dilahirkan secara perlahan-lahan. Jika kepala dilahirkan dengan cepat dapat terjadi perdarahan intrakranial, untuk menghindarinya biasanya dengan menggunakan forcep erygeys atau neville barnes untuk kepala yang sudah lahir hal ini memungkinkan untuk mengontrol kecepatan lahirnya kepala. Kepala ditarik ke bawah sampai batas hidung sehingga saluran nafas dapat dibersihkan dan oksigen dapat diberikan segera setelah bayi bernafas. Selanjutnya kepala dilahirkan dengan lambat, obatobatan oksitosin diberikan pada ibu segera seteah bayi lahir. Metode mauriceau digunakan untuk melahirkan kepala dimana terjadi kelambatan dari penurunan kepala, tehniknya yaitu dengan menunggangkan bayi apada lengan kiri, memasukan tiga jari kedalam vagina dan mencari mulut bayi, kemudian memasukan jari tengah ke dalam mulut dan kepala difleksikan. Jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan disangkutkan pada bahu untuk digunakan sebagai tarikan. Jari tengah menekan oksiput untuk membantu fleksi, asisten menekan daerah supra pubik dengan sehalus mungkin kepala dilahirkan melalui jalan lahir, jalan nafas dibersihkan dan kelahiran

111

kepala dilakuka dengan cara yang sama. Pada keadaan emergensi bidan dapat melakukan tehnik ini meskipun jarang dilakukan. Apabila pada praktek di masyarakat, bidan menemukan kakus dengan persalinan sungsang, bidan harus mengupayakan membawa ibu ke rumah sakit, mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan dari persalinan tersebut. 2) Letak Lintang Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior) atau di bawah (dorsoinferior).

Gambar .2.6. Letak Lintang Penyebab Penyebab paling sering adalah kelemahan otot uterus dan abdomen. Kelaianan letak paling sering terjadi pada wanita paritas tinggi (grande multipara). Faktor lain yang mendukung terjadinya letak lintang adalah plasenta previa, selain itu juga ada beebrapa faktor yang mendukung terjadinya letak lintang yaitu: kehamilan ganda,

polihidramnion, abnormalitas uterus, pengkerutan pelvis, fibroid uterus yang besar.

112

Diagnosis Letak lintang mudah didiagnosis dalam kehamilan dari bentuk uterus, terlihat melebar, lebih menonjol ke salah satu bagian abdomen, engan TFU rendah. Palpasi akan teraba kepala janin pada salah satu sisi dan bokong pada sisi yang lain, tetapi tidak ada bagian presentasi yang berada di pelvis. Pada palpasi kepala janin atau bokong ditemukan di salah satu bagian fossa iliaca. USG dapat digunakan untuk memastikan dignosis untuk mendeteteksi kemungkinan

penyebab. Manajemen atau penatalaksanaan Dokter dapat mengusahakan untuk membenarkan posisi dengan cara versi external menjadi letak membujur dan presentasi kepala. Kecenderungan pengembalian posisi letak lintang menjadi posisi letak memanjang sulit dan seringnya beberapa dokter tidak menganjurkan versi chepalik eksternal sebelum kelahiran direncanakan, atau waktu datangnya persalinan.resiko versi chepalik eksternal adalah terjadinya KPD dan tali pysat menumbung, atau persalinan prematur. Pada setiap kunjungan antenatal dokter seharusnya memeriksa letak, presentasi dan mendengarkan DJJ. Jika pemeriksaan USG tidak mendeteksi plasenta previa, pemeriksaan vagina dapat dilakukan untuk mendeteksi abnormalitas pelvik seperti, pengerutan pelvis.

Pemeriksaan USG dapat mendeteksi abnormalitas fetus dan uterus. Ketika paru-paru bayi prematur, ibu seharusnya datang ke RS untuk dilakukan versi chepalik eksternal yang dilakukan ditempat kelahiran. Hal ini mungkin diikuti dengan induksi persalinan dengan oksitosin. Penekanan pada sisi lateral dapat diterapkan untuk membantu uterus dalam mempertahankan letak memanjang. DJJ dan kontraksi uterus dimonitor secara elektrik dan jika memingkinkan kondisi ibu benar-benar diperhatikan. Dalam persalinan ketika kepala 113

bayi memasuki rongga pelvis membran dapat ruptur. Persalinan seharusnya dapat berjalan dengan normal. Pada beberapa kasus dimana wanita mempunyai riwayat obstetri yang urut, atau terdapat komplikasi dalam persalinan, SC merupakan cara yang paling aman untuk melahirkan. Jika tindakan pencegahan tersebut tidak dilakukan, ketika persalinan dimulai bahu janin dapat turun kebawah ke rongga pelvis bagian depan dapat terjadi KPD dan penumbungan tali pusat yang disertai dengan penumbungan lengan janin. Bidan dapat mendeteksi presentasi bahu dengan cara pemeriksaan abdomen seperti yang dijelaskan diatas dan pemeriksaan vagina. Bahu janin dapat dikenali dengan merasakan tulang rusuk atau tangan. Pemeriksaan vagina tidak boleh dilakukan jika ada indikasi plasenta previa. Jika ada kegawat daruratan, bidan seharusnya merujuk ke dokter atau ke pelayanan kegawat daruraan obstetri. Dalam persalinan, jika mendapatka kesulitan untuk membenarkan letak janin setelah selaput ketuban pecah ini tidak mungkin dilanjutkan. Tindakan SC merupakan bentuk kelahiran yang paling aman.

C. Rangkuman Materi Komplikasi, kelainan, penyakit dalam masa kehamilan Komplikasi dan penyulit kehamilan trimester I dan II meliputi: Anemia kehamilan, Hyperemesis ravidarum, Abortus, KET, Molahidatidosa Komplikasi dan penyulit kehamilan trimester III meliputi : Kehamilan dengan hipertensi, Perdarahan antepartum, Kelainan dalam lamanya kehamilan, Kehamilan ganda, Kelainan air ketuban, Kelainan letak.

114

D. Latihan/ Tugas 1. Diskusikan apa perbedaan dari pre eklamsi ringan, pre eklamsi berat dan eklamsi. 2. Diskusikan apa bebedaan dari plasenta previa dan solusio Plasenta? E. Rambu-Rambu Jawaban 1. Preeklamsia ringan a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-

kurangnya pada 2x pemeriksaan dengan jarak b. Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+ c. Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik >1 kg/mg Preeklamsia berat a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih b. Proteinuria, 5 gr/lt atau lebih c. Oliguria (jumlah urine < 500 cc per 2 jam d. Terdapat edema paru dan sianosis e. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium Eklamsi meupakan seangan Konvulsi yang tejadi mendadak dalam kehamilan tetapi tidak selalu komplikasi atau kelanjutan dai pre eklamsi. 2. Plasenta previa adalah letak plasenta yang menutupi jalan lahir dimana perdarahannya merah segar dan tidak disertai rasa nyeri. Solusio Plasenta plasenta lepas sebelum waktunya dimana pedarahannya merah kehitaman disetai nyeri.

F. Daftar Pustaka 1. Hanifa Wiknjosastro. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina pustaka sarwono. Hal 104 121. 115

2.

Hanifa Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Hal 606 622.

3.

Bagian OBSGIN FK Universitas Padjadjaran. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset. Hal 173 -178.

4. 5.

Budi Marjono, 1999, Cakul Obgin Plus FKUI, Jakarta:FTM Syaifudin, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBPSP

6. 7. 8. 9.

Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal, 2001 Varneys H, 1997, Midwifery, UK, Jones and Bartlett Publisher Mayes, Midwifery, 12 th Edition 2000 Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta

10. Tim pengajar Askleb IV, 2006, Workshop Kurikulum mata ajar Askeb IV, tidak diterbitkan

116

BAB IV ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KELAINAN, KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM PERSALINAN

A.

Kompetensi Dasar Mampu menguraikan konsep dasar penyulit persalinan kala I,II, III dan IV.

B.

Uraian materi 1. Konsep Dasar Penyulit Kala I dan Kala II a. Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi 1) Presentasi Puncak Kepala Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir berada dalam keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak terjadi, sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi a tau presentasi muka. Presentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput, terjadi apabila derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah. Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinanya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persisten, sehingga keduanya seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaanya adalah: pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sehingga lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simpisis adalah glabela.

117

2)

Presentasi Dahi Presentasi dahi jarang terjadi dari pada presentasi muka, terjadi

hanya 1 dari 2000 persalinan. Kepala pada pertengahan antara versi dan ekstensi, dengan diameter mento vertikal 13 cm. Diagnosis Pemeriksaan abdomen kepala sangat tinggi dan diameter sangat besar, teraba lekukan antara oksiput dengan bagian belakang. Pada pemeriksaan vagina, presentasi tinggi dan tidak bisa diraba. Jika dahi dapat teraba, orbital berada pada satu sisi dan fontanel anterior berada pada sisi yang lain. Diagnosis dapat ditegakkan dengan radiografik atau dengan USG. Manajemen Bidan harus dengan cepat menghubungi dokter jika ada suspek atau diagnosa presentasi dahi dalam persalinan, dan seharusnya ibu dirujuk ke RS. Pada semua malpresentasi seringnya terjadi KPD dan resiko prolapsus tali pusat lebuh besar. Oleh karena itu pemeriksaan pervaginam dilakukan sesegera mungkin untuk mendeteksi prolapsus tali pusat. Jika presentasi dahi didiagnosis segera dalam persalinan dapat mengubah presentasi muka menjadi ekstensi penuh atau fleksi pada presentasi verteks. Jika presentasi dahi menetap dan fetus dalam ukuran normal tidak mungkin terjadi kelahiran pervaginam dan SC harus segera dilakukan. Manuver jarang dilakukan pada presentasi muka, tindakan yang paling aman untuk ibu dan bayi adalah dengan menggunakan SC. 3) Presentasi Muka Presentasi Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran. Kepala dan tulang belakang ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak

118

fetus dalam uterus dalam bentuk huruf S. Oksiput berlawanan dari bahu dan muka secara langsung yang berada dibagian os. Internum. Penyebab Pada presentasi muka primer sebelum persalinan berlangsung fetus seringnya abnormal. Pada anensephalus yang biasa terjadi, vertek tidak ada. Fetus goitre, kepala tidak dapat versi biasanya tonus otot ekstensor tonus berlebuhan dan bertahan dalam sikap ekstensi pada beberapa setelah lahir. Presentasi muka sekunder yang berkembang dalam persalinan sering tidak diketahui sebabnya. Pada posisi oksipito pesterior defleksi diameter biparietal mungkin mempunyai kesulitan dalam menjauhi diameter sacro cotyloid dari pelvis maternal. Diameter bitemporal lebih cepat turun, kepala ekstensi dan muka terlihat. Uterus yang berada disisi samping (uterus obliq). Kekuatan kontraksi uterus berjalan kearah kepala bagian frontal supaya kepala ekstensi dan masuk kerongga pelvis. Presentasi muka juga lebih sering terjadi pada flat pelvis, dalam rongga pelvis dan pada prematuritas dan dimana terjadi polihidramnion atau kehamilan ganda. Diagnosis Presentasi muka tidak mudah didiagnosis dalam kehamilan. Hal ini seharusnya diperhatikan jika ada lekukan yang dalam antara kepala dengan bagian belakang. Bunyi jantung terdengar melalui dinding dada anterior pada sisi dimana lutut teraba. Suaranya terdengar jelas pada posisi mento anterior. Pada posisi mento posterior bunyi jantung janin lebih sulit terdengar karena dada pada posterior. Ultrasound dalam kehamilan dapat digunakan untuk memastikan diagnosis presentasi muka.

119

Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan vagina, dengan palpasi yang lembut akan teraba orbital dan mulut dengan gusi. Adanya gusi dan mulut dalam presentasi muka harus dibedakan dari anus pada presentasi bokong. Biasanya fetus akan membantu diagnosis dengan menghisap jari tangan pemeriksa saat dilakukan pemeriksaan. Presentasi muka didiagnosa dengan menentukan posisi dagu apakah anterior atau posterior. Presentasi muka posterior, yang tidak bisa berputar ke posisi anterior, akan menyebabkan obstruksi persalinan. Kemajuan persalinan menjadi sangat sulit pada pemeriksaan

pervaginam untuk membedakan muka karena muka menjadi oedemmeriks. Pemeriksaan harus hati-hatiuntuk menghindari trauma pada mata. Manajemen Pada posisi mento anteerior seringnya proses persalinan berjalan normal. Pada kala II kelahiran normal diantisipasi dengan

menggunakan episiotomi meskipun diameter sub mento bregmatika 9,5 cm. Sub mento vertikal 11,5 cm yang dapat merobek perineum saat kelahiran. Jika kelahiran normal terjadi ekstensi dipertahankan dengan menekan sinsiput hingga dagu berada di bawah simpisis pubis, kepala difleksikan sehingga memungkinkan verteks dan oksiput melewati perineum. Posisi mento lateral dan mento posterior lebih berbahaya. Kelahiran spontan tidak akan terjadi, kemungkinan persalinan obstruksi dan dibutuhkan penatalaksanaan dengan segera. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi; 1. Prolapsus tali pusat 2. Obstruksi persalinan, karena; a. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani 120

b. Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan 3. Kelahiran operasi mungkin dibutuhkan 4. Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar vagina dan perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan intrakranial. 5. Muka memar dan oedem

Gambar.3.1 Presentasi belakang kepala, puncak kepala, dahi dan muka

4) Posisi Oksipitalis Posterior Persisten Keadaan dimana ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap dibelakang. Keadaan ini dinamakan posisi oksiput posterior persisten. Etiologi Salah satu sebab terjadinya posisi oksipitalis oksiput posterior persisten ialah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Misalnya: apabila diameter anterior posterior lebih panjang dai diameter transfersa seperti pada panggul antropoid atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android, maka ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab lain adalah otot-otot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala

121

janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin, untuk memutar ke depan. Mekanisme Persalinan Bila hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup longgar persalianan pada posisi oksipitalis posterior persisten dapat

berlangsung secara spontan tetapi pada umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah simpisis dengan mekanisme sebagai berikut. Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada di bawah shimpisis dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksiput akan lahir melalui perineum diikuti bagian kepala yang lain. Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil di belakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan perineum, hal ini disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat menambah fleksinya lagi. Selain itu seringkali fleksi kepala tidak dapat maksimal, sehingga kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan sirkumferensia sub oksipitooksipitalis, kedua keadaan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada vagina dan erineum yang luas. Prognosis Jalannya pada proses persalinan posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal ini disebabkan karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan pada pada umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih besar. Sedangkan kematian peeinatal perinatal lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan dimana ubun-ubun kecil berada di depan.

122

Penanganan Menghadapi persalinan dengan UUK di belakang sebaiknya dilakuka pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk mempercepat jalanya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin. Pada presentasi belakang kepala kadang-kadang kala II mengalami kemacetan dengan kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi UUK melintang. Keadaan ini dinamakan posisi lintang tetap rendah (deep tranverse arrest). b. Konsep Dasar Distosia Kelainan Tenaga Atau His 1) His Hipotonik Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa, keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama hal ini dinamakan dengan inersia uteri sekunder. Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperluakan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi terjadi perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan servik Penanganan Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi serta posisii janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan SC. KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum

123

dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu. Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan incoordinate uterin action. 2) His Hipertonik (his terlampau kuat) Walaupun pada golongan koordinate hipertonik uterin contraction bukan merupakan penyebab distosia namun bisa juga merupakan kelaianan his. His ng terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan selessai dalam waktu yang sangat singkat (partus presipitatus): sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perineum. Sedangkan pada bayi dapat mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu sangat singkat. Batas antara bagian atas dan segmen bagian bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Lingkaran tersebut dinamakan dengan lingkaran retraksi patologis (lingkaran bandl). Penanganan Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seseorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah emengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persaliann selanjutnya. Oleh

124

karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik, danepisiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perineum tingkat III. 3) His yang tidak terkoordinasi His disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus meningkat juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dan mengadakan pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini disebut sebagai incoordinate hipertonik uterin contraction. Penanganan Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagianbagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu

dipertimbangkan SC. Etiologi dari kelainan tenaga atau His Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada 125

kelainan letak janin atau pada kelainan CPD. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional misalnya; uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Tetapi pada sebagian kasus penyebab kelainan inersia uterus tidak diketahui. c. Distosia Kelainan Alat Kandungan (Traktus Genitalis) 1) Vulva Kelainan yang dapat menyebabkan distosia yaitu edema, stenosis dan tumor (a). Edema (b). Bisa timbul waktu hamil, biasanya sebagai gejala preeklampsi tetapi dapat pula mempunyai sebab lain misalnya gangguan gizi. Pada persalinan lama pada penderita di biarkan meneran terus, dapat timbul edema pada vulva. (c). Stenosis pada vulva (d). Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang, yang meyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulkan kesulitan. Walaupun dapat di atasi dengan melakukan episiotomi yang cukup luas. (e). Tumor (f). Tumor dalam bentuk neoplasma jarang ditemukan di vulva, lebih sering terdapat kondiloma akuminata, kista atau abses glandula bartolin. Abses yang pecah pada waktu persalinan dapat meyebabkan infeksi purperalis. 2) Vagina Stenosis vagina kongenital jarang terjadi lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kanan dan bagian kiri. Septum lengkap biasanya 126

tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin. Tumor apada vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Adanya tumor vagina dapat pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu

dipertimbangkan apakah persalianan dapat berlangsung pervaginam atau harus diselesaikan dengan SC 3) Uterus/servik a) Servik uteri Kondisi dimana struktur servik abnormal mungkin

disebabkan karena kongenital atau didapat. Kelainan kongenital, jaringan parut servik, stenosis atau servik tidak berkembang. Distosia karena kelainan yang didapat disebabkan karena fibrosis dan infeksi, pembedahan dan radiasi. Meskipun kontraksi uterus normal, servik tidak membuka dan terasa kaku dan keras, oleh karena itu persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan dan dianjurkan untuk SC. Konglutination orivisii eksterni ialah keadaan yang jarang didapat, disini dalam kala I uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kerjas di bawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis tersebut. Dengan jari dimasukan kedalam lubang itu pembukaan dapat diperlebar dengan mudah dan dalam waktu yang tidak lama pembukaan dapat menjadi lengkap dengan sendirinya.

127

b) Uterus Distosia karena mioma uteri dapat terjadi; a). apabila letak mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginan b). apabila berhubungan dangan adanya mioma uteri terdapat kelainan letak janin c). mioma uteri menyebabkan inersia uteri dalam persalinan Apabila mioma uteri merupakan halangan bagi lahirnnya janin pervaginan perlu dilakukan SC. SC dilakukan secara SCTP. Akan tetapi kadang-kadang dihubungkan dengan lokasinya perlu dilakukan SC klasik. Miomektomi sesudah SC tidak dianjurkan karena bahaya berdarahan banyak dan tertinggalnya luka-luka yang tidak rata pada miometrium yang memudahkan terjadinya infeksi puerpurial. Dalam masa puerpurium mioma uteri dapat mengecil malahan bisa menjadi lebih kecil dari padasebelum hamil. Puerpurium perlu diawasi dengan baik karena kemungkinan bahaya nekrosis selalu ada, jika pengobatan konserfatif tidak berhasil dipertimbangkan histrektomi. Profilaksis dianjurkan ajar pemberian oksitosin yang dapat menggangu peredaran darah ke miomata yang kemudian menjadi nekrotik dan mudah terinfeksi. d. Distosia Karena Kelainan Letak Janin 1) Bayi besar Yang dinamakan bayi besar adalah bila berat badannya lebih dari 4000gr. Diagnosis Pemeriksaan yang teliti adanya DKP (disporposi cepalo pelvik) perlu dilakukan. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur dengan menggunakan alat ultrasonik.

128

Prognosis Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500gr pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran terjadi karena distosia bahu dapat menyebabkan kesukaran kelahiran sehingga bayi dapat meninggal akibat asfiksia. Selain itu penarikan kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan distosia bahu berakibat perlukaan pada nervus brachialis dan musculus sterno kleido mastoideus. Penanganan Pada CPD karena janin besat, SC perlu dipertimbangkan. Untuk melahirkan bahu hendaknya dilakukan episiotomi mediolateral yang luas, hidung serta mulut janin dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam kebawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil digunakan perasat muller. Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan dapat dilakukan kleidotomi pada salah satu atau kedua klafikula. Untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir. 2) Hydrocephalus Kepala sangat besar yang disebabkan karena peningkatan jumlah cairan serebrospinal yang meluas ke otak. Tulang kranial lembut, fontanel besar dan sutura lebar. Keadaan ini dapat menyebabkan obstruksi persalinan jika tidak didiagnosa dengan segera. Pada palpasi abdomen kepala teraba besar dan dibagian atas pinggir mungkin teraba bokong. Diagnosis dapat ditetapkan dengan USG, radiogragik atau denga pemeriksaan vagina. Pada banyak kasus fetus tidak dapat dilahirkan pervaginam dan SC dibutuhkan. Pada beberapa kasus pembedahan berhasil dengan baik dengan cara insersi katuk jantung dan kateter dari ventrikel ke vena jugularis dan sisi kanan jantung. Dengan cara demikian dapat mengurangi cairan sereberal.

129

Prognosis Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri akan mengancam. Rupture uteri pada hidrosephalus dapat terjadi sebelum pembukaan servik lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah rahim. 3) Anencephalus Anensephalus adalah kondisi dimana tulang tengkorak tidak ada dan hampir tidak ada perkembangan otak, yang terbuka dan tampak masa gelap dan merah. Inseden anensephalus kira-kira 1 dalam 1000 kelahiran. Spina bivida sering menyertai anensephalus. Fetus mempunyai mata yang besar dan menonjol dan bahu lebar; muka tampak saat proses persalinan. Biasanya 50% dari kehamilan karena polihidramnion. Hanya 25% bayi yang dapat hidup, biasanya perempuan dan hampir semua mati dalam seminggu pertama kelahiran. 4) Gawat janin Fetal distress disebabkan oleh kekurangan oksigen (hipoksia didalam uterus). Disalam banyak kasus hal ini banyak menyebabkan kerusakan intrakranial yang menyebabkan cerebral palsi dan kadangkadang terjadi IUFD atau kematian neonatus. Pada waktu lahir bayi mungkin asfiksia dan membutuhkan resusitasi dengan segera. Mekanisme dimana hipoksia menyebabkan kerusakan otak atau kematian belum diketahui, tetapi beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu; 1) Insufisiensi aliran darah uterus 2) Insufisiensi aliran darah umbilikus 3) Berkurangnya oksigenasi maternal Derajat dan Lamanya hipoksia, umur kehamilan dan berat fetus akan mempengaruhi produk kehamilan. 130

Pembagian fetal distress Fetal distress bisa akut dan kronis. a) Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis: Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks: (1) Status sosial ekonomi rendah Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran kekurangan penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehatan fisik dan psikis. (2) umur maternal Umur ibu yang sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun merupakan umur resiko tinggi (3) Merokok Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan

menyebabkan penurunan aliran darah uterus dimana karbonmonoksida mengurangi transport oksigen. Angka mortalitas perinatal meningkat. (4) Penyalah gunaan obat terlarang Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan

berhubungan dengan banyak konplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan persalinan preterm yang semuannya

meningkatkan resiko kematian perinatal. (5) Riwayat obstetrik yang buruk Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir mati berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam kehamilan ini.

131

(6) Penyakit maternal Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat mempengaruhi sistem sirkulasi maternal dan

menyebabkan insufisiensi aliran darah uterus, seperti: (a) Hipertensi yang diinduksi kehamilan (b) Hipertensi kronik (c) Diabetes (d) Penyakit ginjal kronis Sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan

oksigenasi arteri maternal seperti: Penyakit sikle sel Anemia berat, hb 9%/dl atau kurang Penyakit paru-paru Penyakit jantung Epilepsi, jika tidak dikontrol dengan baik Infeksi maternal berat

Kondisi tersebut berbahaya, dimana terjadi asidosis maternal sehingga akan menyebabkan asidosis fetal dan oleh karena itu menyebabkan fetal distress (7) Kondisi plasenta Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post matur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan

pengurangan suplai oksigen ke fetus. (8) Kondisi fetal Malformasi kongenital tertentu, infeksi intra uterin dan inncompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin. Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.

132

(9) Faktor resiko intra partum Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko fetal distress; (a) malpresentasi seperti presentasi bokong (b) kelahiran dengan forcep (c) SC (d) Sedatif atau analgetik yang berlebihan (e) Komplikasi anastesi, meliputi; hipotensi dan hipoksia (f) Partum presepitatus atau partus lama b) Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut (1) Kondisi uterus Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia fetus. (2) Kompresi tali pusat Kompresi tali pusat akan menggangu sirkulasi darah fetus dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada prolapsus, lilitan tali pusat, (3) Kondisi tali pusat Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta hal ini

berhubungan dengan kelainan fetus. (4) Depresi pusat sistem pernafasan Depresi sistem pernafasan pada BBL sebagai akibat pemberian analgetuk pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia.

133

Deteksi fetus melalui pemeriksaan Antenatal Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi fetus meliputi: 1. USG untuk menilai pertumbuhan fetus 2. Profil biofisikal Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG parameter yang digunakan untuk menilai meliputi; gerakan pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetus indeks cairan amnion dan NST 3. Non stress tes (NST) Eksternal kardiotokograf (CTG) Kriteria yang seharusnya diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu: denjut jantung janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit. 4. Dopler Tanda fetal distress dalam persalinan 1. Denyut jantung a. Takikardi diatas 160 bpm atau bradikardi dibawah 120 bpm b. Deselerasi lebih dini Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 bpm pada saat kontraksi deselerasi menggambarkan kontraksi dan biasanya tidak dianggap masala serius. c. Deselerasi yang berubah-ubah Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan. Ini dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung dan bentuknya tidak sama. hubungan antara peningkatan asidosis fetus dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya abnormalitas denyut jantung janin.

134

d. Deselerasi lambat Penurunan denyut jantung janin menunjukkan tingkat

deselerasi paling rendah tetapi menunjukkan kontraksi padaa tingkat yang paling tinggi. Deselerasi yang lambat

menyebabkan penurunan aliran darah uterus dan pengurangan transver oksigen selama kontraksi. Penurunan tersebut

mempengaruhi oksigenasi serebral fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas denyut jantung janin harus di pikirkan untuk ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus. e. Tidak adanya denyut jantung Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf otonom tidak dapat merespon stress f. Mekonium campur air ketuban 2. Mekonium Adanya mekonium terjadi kira-kira pada 20% dari semua kelahiran dan aspirasi terjadi 1-3% dari semua bayi hidup yang dilahirkan. Kecenderungan penyebabnya karena relaksasi spinter anus yang disebabkan oleh karena hipoksia usus yang

mengakibatkan aliran darah keorgan vital berkurang. Adanya mekonium dalam cairan ketuban berhubungan dengan peningkatan resiko neonatus dan meningkatkan kesakitan dan kematian neonatus. Manajemen Pada Kala I Peningkatan perfusi plasenta silakukan dengan cara perubahan posisi menjadi posisi miring. Dokter harus menyiapkan contoh darah fetus jika auskultasi mengindikasikan abnormalitas denyut jantung. Dalam kasus fetal distress berat harus dilahirkan cara SC. Pada kasus tersebut dokter harus mengobserfasi kondisi fetus dengan memonitor

135

denyut jantung secra terus menerus. Memeriksa cairan amnion apakah mengandung mekonium. Manajemen Kala II Jika detal distres terjadi pada kala II kepala dilindungi dengan melakukan episiotomi, selain itu dokter harus menyiapkan untuk tindakan SC. Perawatan resusitasi disiapkan dan dokter anak diharuskan untuk stanby untuk mengatasi kemungkinan bayi mengalami asfiksia. e. Distosia Kelainan Jalan Lahir 1) Kesempitan Pintu Atas Panggul Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau diameter tranversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit karena kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini servik uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaaan servik. Apabila pada panggul sempit pintua atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa pecah oleh pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsusu funikuli. Pada panggul picak turunya belakang kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintanagn pada semua ukuran;kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin dipengaruhi oleh jenis asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior oleh karena pada mekanisme terakhir gerakan os. Parietale yang terletak paling bawah tertahan oleh simphisis, sedang pada asinklistismus anterior os parietale posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simphisis, sedangkan pada 136

asinklitismus anterior os parietale anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang. 2) Kesempitan Pintu Tengah Panggul Dengan sakrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri rontgenologi, ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspadai terhadap kemunkinan kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagitalis posterior pendek pula. Pada panggul tengah yang sempit lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterir persisten atau presentasi ekpala dalam posisi lintang tetap (tranverse arrest). 3) Kesempitan Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggil tidak merupakan bidang yang datar tetapi, terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terkhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (<80 0). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir, diperlukan ruanagan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis poterior yang cukup panjang persalinan pervaginam dapat dilaksankan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior <15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janinukuran biasa.

137

2. Persalinan Dengan Penyulit Kala III Dan IV a. Atonia Uteri Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan Penyebab 1) Partus lama 2) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar 3) Multiparitas 4) Anastesi yang dalam 5) Anastesi lumbal Penatalaksanaan 1) Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus 2) Segera mlai melakukan kompresi bimanual interna. 3) Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat 4) Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat). 5) Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV 6) Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.

138

b. Retensio Plasenta Plasenta atau bagian-bagianya dapat tetap berada di dalam uterus setelah bayi lahir. Penyebab 1) Plasenta belum lepas dari didnding uterus 2) Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III) 3) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta 4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta) Penatalaksanaan 1) Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut. 2) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih 3) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakuak dalam penanganan aktif kala III 4) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali 5) Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan

untukmengeluarkan plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati 6) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.

139

c. Emboli Air Ketuban Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak nafas, kejang-kejang dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan ketuban yang biasanya sudah pecah. Karena his kuat, air ketuban dengan mekonium, rambut lanuago dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru. Pada syok karena emboli air ketuban sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah. d. Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir merupakan peyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh, robekan servik atau vagina. Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada servik, vagina dan perineum, lakukan uji pembekuan darah sederhana bila perdarahan terus berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulapati. Penatalaksanaan a. Perbaikan robekan servik 1) Tindakan a dan antiseptik pada vagina dan servik 2) Berikan dukungan emosional dan penjelasan 3) Pada umumnya tidak diperlukan anastesi. Jika robekan luas atau jauh sampai ke atas, berikan petidin dan diazepam IV pelan-pelan, atau ketamin. 4) Asisten menahan fundus

140

5) Bibir servik di jepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian searah jarum jamsehingga semua bagian servik dapat diperiksa. Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem diantara robekan. 6) Jahit robekan servik dengan cut gut kromik 0 secara jelujur, mulai dari apeks 7) Jika sulit dicapai dan diikat, apek dapat dicoba di jepit dengan klem ovum atau klem arteri dan dipertahankan 4 jam 8) Jika robekan meluas sampai melewati puncak vagina lakukan laparotomi b. Perbaikan robekan vagina dan perineum Ada 4 tingkat robekan yang dapat terjadi pada persalinan: 1) Robekan tingkat I yang mengenaimukosa vagina dan jaringan ikat 2) Robekan tingkat II mengenai lat-alat di bawahnya 3) Robekan tingkat III mengenai m. sfingter ani 4) Robekan tingkat IV mengenai mukosa rektum Umumnya robekan ingkat I dapat sembuh sendiri, tidak perlu dijahit. e. Inversio Uteri Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Tingkatan inversio uteri menurut perkembangan inversio uteri: a. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina c. Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina Penanganan a. Kaji ulang indikasi b. Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus 141

c. Berikan petidin dan diazepam IV dalam semprit berbeda secara perlahan-lahan, atau anestesia umumjika diperlukan d. Basuh uterus dengan larutan antiseptik dan tutup dengan kain basah (dengan NaCl hangat) menjelang operasi Pencegahan inversi sebelum tindakan Koreksi Manual a. Pasang sarung tangan DTT b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukan kembali melalui servik. Gunakan tangan lain untuk memebantu menahan uterus dari dinding abdomen. Jika plasenta masih belum terlepas, lakkan plasenta manual setelah tindakan koreksi c. Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatik Koreksi Hidrostatik a. Pasien dalam posisi trendelenburg-dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum b. Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi, berupa selang 2 m berujung peneyemprot berlubang lebar. Selang di sambung dengan tabung berisis air hangat 3-5 l (atau NaCl atau infus lain) dan pasang setinggi 2 m c. Identifikasi fornik posterior d. Pasang ujung selang douche pada fornik posterior sampai menutup labia sekitar selang denan tangan e. Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula. Perawatan pasca tindakan a. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml IV (NaCl 0,9%/RL) 10 tetes/menit b. Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal c. Lakukan perawatan pasca bedah jika diberikan koreksi kombinasi abdominal vagina

142

d. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam e. Berikan analgesik jika perlu. f. Perdarahan Kala IV Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut wanita perjam selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, maka ibu tersebut hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebabpenyebab dari perdarahan berat seharusnya diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau servik? Apakah uterus berkontraksi dengan baik? Apakah kandung kencingnya kosong? g. Syok Obstetrik Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan. Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan syok adalah: a. perdarahan b. infeksi berat c. solusio plasenta d. perlukaan dalam persalinan e. inversio uteri f. emboli air ketuban g. wanita hamil lanjut menunjukkan hipotensi sewaktu tidur telentang, peristiwa yang dinamakan supine hypotensive syndrome. Penanganan Syok Pemberian cairan intravena melalui infus pada waktu persalinan sebagai tindakan pencegahan untuk menghindari hipovolumia besar manfaatnya, terutama pada penderita yang menunjukkan predisposisi terhadap syok. Pertolongan pada penderita syok: pertama-tama kelancaran ventilasi harus dijamin untuk ini perlu ditentukan apakah jalan nafas bebas, jika tidak hal itu perlu diusahakan dengan segera, kemudian karena syok selalu ada 143

pengurangan volume darah dalam sirkulasi umum, diberi cairan melalui infus intra vena. Setelah tindakan diatas diusahakan silekasnya menanggulangi peristiwa yang menjadi penyebab syok dengan tindakan yang bersifat medis maupun pembedahan. Pada syok yang tidak jelas penyebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan vaginal. Selama perawatan perlu terus menerus diadakan pengawasan keadaan penderita. Secara berkala diadakan pengukuran nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan, diorisis, dan bila perlu tekanan vena pusat (CVP), dan pemeriksaan laboratorium. Hasil penilaian pengukuran-pengukuran ini menentukan tindakan selanjutnya C. Rangkuman Materi Konsep dasar penyulit kala I, Kala II, kala III dan kala IV Penyulit kala I dan kala II meliputi : Kelainan presentasi dan posisi, Dasar dasar distosia (Kelainan tenaga /his, Distosia kelainan alat kandungan, Distosia kelainan janin, Distosia kelainan jalan lahir). Penyulit kala III dan IV meliputi: Penyulit kala III persalinan, Atonia Uteri Retensio plasenta, Emboli air ketuban, Robekan jalan lahir, Inversio uteri Perdarahan kala IV, Syok Obstetri D. Tugas/ Latihan 1. Sebutkan dan jelaskan macam macam kelainan His ! 2. Sebutkan dan jelaskan penyebab perdarahan kala IV! E. Rambu-rambu Jawaban 1. a.His hipotonik : His hilang atau his lemah dimana timbul lagi dalam waktu yang lama setelah timbul his yang adekuat b. His Hipertonik : His yang terlampau kuat

c. His tidak terkoordinasi : His sifatnya berubah ubah tonus otot berkontraksi juga diluar his 2. Perdarahan yang disebabkan karena uterus tidak mau berkontraksi setelah palsenta lahir (atonia uteri) dan perdarahan karena retensio plasenta.

144

F. Daftar Pustaka 1. Syaifudin, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBPSP 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal, 2001 Varneys H, 1997, Midwifery, UK, Jones and Bartlett Publisher Mayes, Midwifery, 12 th Edition 2000 Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta Hanifa, dkk, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta. YBPSP Hanifa, dkk, 1999, Ilmu Kandungan, Jakata YBPSP Pusdiknakes JHPIEGO, Modul 2, Pedoman Mengajar dosen AKBID, 1999 9. Pusdiknakes JHPIEGO , Modul 3, Pedoman Megajar, dosen AKBID, 1999 10. Pusdiknakes JHPIEGO , Modul 4, Pedoman Mengajar dosen AKBID, 1999 11. Tim pengajar Askeb IV, 2006, Workshop Kurikulum mata ajar Askeb IV. Tidak ditebitkan.

145

PROFIL PENULIS

a. Nama Lengkap b. Tempat/Tgl Lahir c. Jenis Kelamin d. Alamat

: : : :

Alfi Noviyana, S.ST Yogyakarta, 13 Nopember 1985 Perempuan Jalan Sunan Kali Jaga I No.4 Berkoh, Purwokerto 010308149 Penata Muda /IIIA Ilmu Kesehatan / DIII Kebidanan D IV Kebidanan 1. Studi Deskriptif Yang Menggali Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Wajib Bagi Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Grabag I Magelang. Tahun 2006 2. Hubungan Pemanfaatan Sumber Belajar Dengan Prestasi Balajar ASKEB II Pada Mahasiswa AKBID Kusuma Husada Surakarta Tahun 2008 Tahun Ajaran 2008/2009 dan 2009/2010 : 1. Asuhan Nifas 2. Konsep Kebidanan 3. Asuhan Kehamilan 4. Komunikasi Konseling Kebidanan 5. Asuhan Kebidanan IV 6. Kesehatan Reprodukasi

e. NIK f. Pangkat/Golongan

: : : : : : :

g. Jabatan Fungsional h. Jabatan Struktural i j k Fakultas/Prodi Pendidikan Hasil penelitian

Mata Kuliah yang pernah diampu

Purwokerto, Februari 2010

Alfi Noviyana, S.ST NIK.010308149

146

You might also like