You are on page 1of 15

BAB III

DASAR TEORI
III.2. Pengertian Drainase
Pengertian drainase adalah suatu usaha untuk mencegah, mengeringkan,
dan mengeluarkan air yang masuk atau menggenangi suatu daerah tertentu.
Drainase diperlukan sebagai penunjang kelancaran dalam kegiatan
penambangan. Sistem drainase yang ada dilokasi tambang bawah tanah
(Underground Mining) dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang
yang harus dikeluarkan.
Tujuan drainase tambang adalah :
1. Mencegah terjadinya korosi pada peralatan tambang.
2. Mencegah terjadinya akumulasi (genangan) air di dalam tambang.
3. Menciptakan kondisi kerja yang aman dan nyaman di dalam tambang.
Secara hidrologi air dibawah permukaan tanah dapat dibedakan
menjadi air pada daerah tak jenuh dan air pada daerah jenuh. Daerah tidak
jenuh air umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dan dicirikan
oleh gabungan tiga fasa, yaitu :
1. Fasa padat (material atau butiran padatan).
2. Fasa cair ( air adsorbsi, air kapiler dan air infiltrasi).
3. Fasa gas.
Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh air oleh jaringan kapiler. Daerah
jenuh merupakan bagian dibawah zona tak jenuh. Air yang terdapat pada zona
atau daerah jenuh inilah yang disebut Ground Water.
III.3. Sistem Drainase Tambang Terbuka.
III-1
III-2
Air permukaan mengakibatkan erosi lereng pit, jalan angkut,
pengendapan dan pelunakan jalan angkut. Metode dasar pembuangan air
meliputi parit-parit pembuangan air pada permukaan dan pada bagian dasar
tambang, saluran horizontal, saluran vertikal atau metode kombinasi. Beberapa
contoh metode drainase .
1. Metode Siemens
Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang secara
vertikal pipa ukuran 8, disetiap ujung bawah pipa tersebut diberi lubang-
lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa keatas dan
dibuang keluar daerah penambangan.
2. Metode Elektro Osmosis
Bilamana lapisan tanah terdiri dari lempung, maka pekerjaan
pemompaan sangat sulit dilakukan, maka dipakai cara elektro osmosis.
Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen ini
dialiri listrik maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir
menuju katoda yang kemudian terkumpul dan dipompa keluar.
3. Metode Pemotongan Air Tanah
Metode ini biasanya digunakan untuk mengamati kondisi air tanah,
dimana lapisan tanah yang digali sampai sebatas akuifer. Dengan
terpotongnya aliran air tanah ini maka daerah hilir akan menjadi kering.
Lubang galian ditimbun kembali dengan material yang kedap air atau
dengan cara disemen.
III.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Drainase Tambang.
Beberapa faktor yang memengaruhi Perencanaan drainase tambang dan
yang perlu diperhatikan antara lain daerah tangkapan hujan, curah hujan, debit
limpasan, dan dimensi drainase.
III.4.1. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
III-3
Catchment area adalah merupakan suatu area atau daerah
tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari
titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon
tertutup yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi,
dengan mengikuti kecenderungan arah gerak air (E.M Wilson).
Penentuan daerah tangkapan hujan didasarkan pada peta topografi
daerah yang akan diteliti, daerah tangkapan hujan dibatasi oleh
punggungan bukit. Setelah ditentukan maka diukur luasnya.
Hujan yang terjadi dipermukaan bumi merupakan hasil dari suatu
daur air. Daur air di muka bumi secara garis besar terdiri dari
penguapan, presipitasi dan pengaliran. Air yang menguap terutama air
laut, akan naik ke atmosfir berubah menjadi awan dan setelah
mengalami berbagai proses kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke
permukaan bumi.
Air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian meresap ke dalam
tanah (infiltrasi) dan sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi) dan
sebagian lagi akan mengisi cekungan dan lekukan dipermukaan bumi
dan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Disamping itu ada sebagian
air hujan yang jatuh akan menguap lagi (evaporasi) dan ada pula yang
terserap oleh tumbuhan (transpirasi).
Air hujan yang akan mempengaruhi secara langsung sistem
drainase adalah air hujan yang mengalir pada permukaan tanah (run off)
ditambah sejumlah air yang keluar dari proses infiltrasi air tanah.
Semua air yang mengalir ini tidak akan menjadi sumber dari suatu
sistem drainase. Kondisi ini tegantung dari daerah tangkapan hujannya
dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi,
rapat tidaknya vegetasi serta keadaan geologi.
III-4
DAUR HIDROLOGI
Awan Kondensasi
Presipitasi
Intersepsi Uap air
Infiltrasi Limpasan permukaan Evapotranspirasi
Aliran air tanah Perembesan air tanah
Sumber : tugas akhir bratanata wibowo (2008)
GAMBAR III.1
DAUR HIDROLOGI
Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan pada peta
daerah yang akan diteliti. Setelah tuga tersbut ditentukan, maka
pengukuran luasnya menggunakan planimeter dengan memperhatikan
daerah aliran air limpasan yang mengalir sesuai dengan kontur masing-
masing daerah. Hasil dari pembacaan planimeter kemudian dikalikan
dengan skala yang digunakan dalam peta sehingga didapatkan luas
tangkapan hujan dalam m
2
.
III.4.2. Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi
persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu . Curah
hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem drainase,
karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya
air limpasan (Sayoga ,R). Besar kecilnya curah hujan dapat dinyatakan
III-5
sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam
jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat
dinyatakan dalam m
3
/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi
air (mm). Curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal
seluas 1 m
2
adalah 10 liter. Angka-angka curah hujan yang diperoleh
sebelum diterapkan dalam rencana pengendalian air permukaan harus
diolah terlebih dahulu. Data curah hujan yang akan dianalisis adalah
Curah hujan harian maksimum dalam satu tahun selama 10 sampai 20
tahun, dinyatakan dalam mm/24 jam. Analisis data curah hujan
meliputi:
1. Periode Ulang Hujan (PUH)
Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang
diharapkan terjadi pada setiap n tahun (Soewarno). Jika suatu data
curah hujan mencapai harga tertentu (x) yang diperkirakan terjadi
satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai
periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan
dengan beberapa metode, tetapi metode yang paling banyak
dipakai di Indonesia adalah Metode Extreem Gumbel atau lebih
lazim disebut Metode Gumbel.
Rumus metode Gumbel adalah :
( ) Yn Yr
n
x
X Xr +

14)
Keterangan :
Xr = Hujan Harian rencana maksimum (mm/24 jam) dengan ..th
X = Curah hujan rata rata
x = Standar deviasi
=
2 / 1
2
1
) (
1
]
1


n
Xi
14)
III-6
n = Expected standar deviasi
Yr = Variasi reduksi untuk PUH tahun
Yn = Expected mean
Nilai curah hujan maksimum rata-rata (x) dapat dihitung dengan
rumus :
x =

n
Xi

14)
Dimana :
Xi = Curah hujan maksimum pada tahun x
N = Lama tahun pengamatan
Hubungan periode ulang dengan reduksi variansi dari variabel
Y ditunjukkan pada Tabel III.1
TABEL III.1
HUBUNGAN PERIODE ULANG DENGAN REDUKSI
VARIANSI DARI VARIABEL REDUKSI
Periode Ulang (T) Reduksi Variansi (Yr)
2
5
10
20
50
100
0,3065
1,4999
2,2504
2,9702
3,9019
4,6001
Sumber : Soemarto. C. D. Hidrologi Teknik
TABEL III.2
HUBUNGAN ANTARA EXPECTED STANDAR DEVIASI (n)
DAN EXPECTED MEAN ( Yn) DENGAN JUMLAH DATA
n Yn n
8,0000 0,4843 0,9043
9,0000 0,4902 0,9288
III-7
10,0000 0,4952 0,9496
11,0000 0,4996 0,9697
12,0000 0,5053 0,9833
13,0000 0,5070 0,9971
14,0000 0,5100 1,0095
15,0000 0,5128 1,0206
16,0000 0,5175 1,0316
Sumber : Soemarto. C. D. Hidrologi Teknik
2. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah besarnya air hujan yang jatuh
kepermukaan bumi pada satuan luas (Kensaku Takeda dan Suyono
.S). Dengan demikian apabila diketahui curah hujan 1 mm berarti
curah hujan tersebut adalah sama dengan 1 liter/m
2
. Jadi curah
hujan merupakan jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan
luas. Satuan curah hujan dinyatakan dalam mm sedangkan derajat
curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per-satuan waktu dan
disebut juga dengan intensitas hujan. Keadaan curah hujan dapat
didefinisikan dalam tabel sebagai berikut :
TABEL III.3
KEADAAN DAN INTENSITAS CURAH HUJAN
Derajat Hujan
Intensitas Curah
Hujan (mm/menit)
Kondisi
Hujan sangat lemah 0,02
Tanah agak basah
atau dibasahi sedikit
Hujan lemah 0,02 0,05
Tanah menjadi
basah semuanya
Hujan normal 0,05 0,025
Bunyi curah hujan
terdengar
III-8
Hujan deras 0,25 1,00
Air tergenang
diseluruh
permukaan tanah
dan terdengar bunyi
dari genangan
Hujan sangat deras > 1,00
Hujan seperti
ditumpahkan,
seluruh drainase
meluap
Sumber : Sayoga,Pengantar Pengaliran tambang
Besarnya intensitas hujan yang mungkin terjadi dalam kurun
waktu tertentu dihitung berdasarkan persamaan mononobe. Rumus
menyatakan bahwa nilai tingkat intensitas curah hujan yang
diperbolehkan yaitu curah hujan perbandingan rata-rata perhari
terhadap lamanya hujan rata-rata perhari. hujan dapat dihitung
dengan rumus mononobe :
3 / 2
24
24
24

,
_

t
R
I
Dimana :
I

= Intensitas curah hujan (mm/jam)
R
t
= Curah hujan rencana
t = Lama hujan (menit)
III.4.3. Debit Limpasan (Run Off)
Limpasan adalah semua air yang bergerak dari daerah pengaliran
ke suatu aliran permukaan (surface stream) tidak memandang rutenya,
apakah lewat rute permukaan atau lewat dibawah permukaan tanah
(surface atau sub surface ) ( C.D, Soemarto ). Debit limpasan dapat
dihitung dengan persamaan rasional berikut :
III-9
Q = 0.278 x C x I x A
14)
dimana :
Q = Debit limpasan (m
3
/detik)
C = Koefisien limpasan (Tabel III.4)
I = Intensitas curah hujan (m/jam)
A = Luas catchment area (km
2
)
TABEL III.4
KOEFISIEN LIMPASAN PADA BERBAGAI KONDISI
NO KEMIRINGAN TATAGUNA LAHAN NILAI C
1
Datar, <3%
a. sawah dan rawa
b. hutan dan kebun
c. pemukiman dan taman
0,2
0,3
0,4
2
Menengah
3% - 5%
a. hutan dan kebun
b. pemukiman dan taman
c. alang-alang, sedikit tanaman
d. tanah gundul, jalan aspal
0,4
0,5
0,6
0,7
3 Curam, >15%
a. hutan dan kebun
b. pemukiman dan taman
c. alang-alang, sedikit tanaman
d. tanah gundul,jalan aspal, areal
penggalian & penimbunan
tambang
0,6
0,7
0,8
0,9-1
Sumber : Bambang S, Perencanaan Drainase Tambang Terbuka
Perhitungan Head Pompa.
Head
III-10
Head merupakan besaran energi yang terdapat di dalam persamaan neraca energi dari
system aliran fluida. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Bernoulli. Satuan dari
setiap head dalam persamaan ini adalah energi per satuan berat dari fluida, misalnya
ft-lb/lb atau cm-gr/gr. Secara umum satuan yang biasa dipakai dalah satuan panjang
dari kolom fluida, ft atau cm.
Untuk menghitung Head total dari suatu rangkaian pompa, dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
Hs ( Static Head )
Adalah energi yang diakibatkan karena adanya perbedaan tinggi antara permukaan
fluida dengan pusat pompa.
Static head terdiri dari 2 jenis yaitu :
1. Static Suction Lift ( SL )
Adalah jarak pusat pompa dengan permukaan fluida yang akan dihisap,
dimana posisi pompa lebih tinggi daripada permukaan fluida.
2. Static Suction Head ( SH )
Adalah jarak pusat pompa dengan permukaan fluida yang akan dialirkan,
dimana posisi pompa lebih rendah daripada permukaan fluida.
Head total = Hs + Hf + Hd + Hv
III-11
Hd ( Static Discharge Head )
Adalah jarak antara pusat pompa dengan permukaan fluida yang keluar dari ujung
pipa penyaluran setelah sebelumnya melewati pompa.
Hf ( Friction Head )
Adalah energi yang hilang pada aliran fluida karena adanya gaya gesekan antara
fluida dengan pipa.
Fiction Head terdiri dari :
2. Friction Head pada Suction Line, yaitu gaya gesek yang terjadi sebelum fluida
sampai ke pompa.
3. Friction Head pada Discharge Line, yaitu gaya gesek yang terjadi setelah
fluida melewati pompa.
Cara menghitung Hf adalah sebagai berikut :
Keterangan :
f
L V
2
Hf = f ---- ----
D 2g
III-12
Adalah koefisien gesekan Darcy Weisbach, harga f dapat dihitung dengan
beberapa macam cara antara lain :
a. Dari table yang dikeluarkan oleh pembuat pipa ( ini adalah cara yang
paling mudah )
b. Dengan menggunakan diagram Moody
c. Dengan memakai rumus Empiris
1. Colebrook ( 1938 )
2. Persamaan Wood ( Desember 1966 )

a = 0,94 ( E / D)
0,225
+ 0,53 ( E / D ), E / D adalah kekasaran nisbi
b = 88 ( E / D )
0,44
c = 1,62 ( E / D )
0,134

3. Persamaan Jain ( 1975 )
E
f = f ( Re, --- )
D
1 E / D 2,51
---- = - 0,86 ln ( ----- + ------- )
f 3,7 Re f
f = a + b . Re
-c
III-13

Koefisien gesekan f merupakan fungsi dari bilangan Reynold dan kekasaran
nisbi. Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut :
Re = Bilangan Reynolds
V = Kecepatan aliran fluida
D = Diameter pipa
= ( rho ), rapat massa zat cair
= ( mu ), kekentalan zat cair
= ( nu ), kentalan kinematik
L
Adalah panjang pipa untuk penyaluran pipa yang digunakan ( m )
D
Adalah diameter pipa yang digunakan ( m )
V
1
f = -----------------------------------
E / D 5, 74
{ 2 log ( ------ + ------- ) }
2
3 ,70 Re
0,9
V D VD
Re = ------ = ------- ( = ------ )

III-14
Adalah kecepatan aliran fluida ( m / s ) atau ( ft / s )
g
Adalah specific gravity ( 9,81 m / s
2
)
Hv ( Velocity head )
Adalah energi yang diakibatkan oleh adanya kecepatan alir fluida dan dapat
diekuivalenkan dengan jarak fluida dimana kecepatannya turun menjadi nol.
Rumus perhitungan Hv ini adalah :
Gambar Total head dari suatu sistem fluida
Perhitungan Input Power
V
2
Hv = -----
2 g
III-15
Rumus yang dipakai untuk menghitung Input Power adalah sebagai berikut :
P, adalah Power atau daya pompa yang digunakan, P dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Dengan Q = V . A
Ip ( Input Power ), adalah kekuatan motor penggerak pompa.
P, adalah daya pompa yang digunakan ( watt )
, adalah efesiensi pompa yang digunakan
, adalah massa jenis zat cair ( kg / m
3
)
g, percepatan gravitasi ( m / s
2
)
Q, debit pompa (m
3
/ s )
H
tot,
adalah Head total pompa
P
Ip = ------

P = . g . Q . H
tot

You might also like