Professional Documents
Culture Documents
More
Next Blog
Beranda
Blog ini bukanlah blog pribadi Rhenald Kasali, melainkan blog yang berisi kumpulan artikel beliau yang dimuat di berbagai media massa di Indonesia.
PROFIL RHENALD KASALI
Rhenald Kasali adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi universitas tersebut. Selain bergerak sebagai akademisi, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga produktif menulis. Buku-buku yang ditulisnya selalu menjadi perhatian kalangan bisnis dan hampir semua bukunya menjadi best seller di kalangan mahasiswa. Berikut beberapa buku yang telah ditulis Prof. Rhenald Kasali. Sembilan Fenomena Bisnis - 1997 Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting dan Positioning, Gramedia Pustaka Utama (1998) Sembari Minum Kopi Politiking di Panggung Bisnis, Gramedia Pustaka Utama Sukses Melakukan Presentasi, Gramedia Pustaka Utama (2001) Change!, Gramedia Pustaka Utama (2005) Recode Your Change DNA, Gramedia Pustaka Utama (2007) Mutasi DNAPowerhouse, Gramedia Pustaka Utama (2008) Wirausaha Muda Mandiri, Gramedia Pustaka Utama (2010) Myelin: Mobilisasi intengibles sebagai kekuatan perubahan, Gramedia Pustaka Utama (2010). Buku ini menjadi rujukan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia Cracking Zone, Gramedia Pustaka Utama (2011) Selain mengajar di Universitas Indonesia, ia juga menjadi dosen terbang di Program Magister Manajemen Universitas Sam Ratulangi, Universitas Tanjung Pura, Universitas Udayana, dan Universitas Lampung.
Penghargaan
Atas kerja kerasnya, Rhenald mendapatkan beberap penghargaan sebagai berikut. Piagam Penghargaan Satya Lencana
converted by Web2PDFConvert.com
marketing entrepreneur. Semula mereka membuat kue di rumah lalu dititipkan ke toko-toko. Lamalama mereka punya pesanan rutin dan tidak bisa dikerjakan sendiri, lalu pesan pada orang lain. Ternyata pesan bisa lebih murah. Mereka mulai menyebarkan pesanan dan berhenti berproduksi. Lambat laun mereka bisa membeli toko di beberapa pasar. Tokonya menjadi tempat titipan dari berbagai pihak. Sekarang mereka punya dua toko di hampir setiap pasar tradisional di Jabodetabek, menguasai pemasaran. Dan tahukah Anda, menjadi wirausahawan produk ternyata lebih besar resikonya daripada menjadi wirausahawan pemasaran. Dan saya kira inilah masalah terbesar kewirausahaan Indonesia. Ayo kawan muda, beralihlah menjadi marketing entrepreneur! Rhenald Kasali Founder RUmah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 05:42 Tidak ada komentar: +1 Rekomendasikan ini di Google
Karya Satya 10 tahun dari Presiden Republik Indonesia , Piagam No. 112451/4-22/2004 Penghargaan "KREATIVITAS" di bidang Pendidikan dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, Yayasan Pengembangan Kreatifitas , Surat No. 46/SK-YPK/IV/2005 Piagam Penghargaan dari Rektor Universitas Indonesia sebagai Penulis Buku , UI , Piagam Penghargan Rektor UI tgl. 9 Mei 2005 Alice & Charlote Biester Award (1995) Dosen Terbaik, FEUI (2003)
Guru Besar
Pada 4 Juli 2009, Rhenald dinobatkan menjadi guru besar Ilmu Manajemen di Universtas Indonesia. Saat pengukuhannya sebagai guru besar, Rhenald membawakan orasi ilmiahberjudul "Keluar dari Krisis: Membangun Kekuatan Baru Melalui Core Belief dan Tata Nilai".
sumber www.wikipedia.com PENGIKUT
ARSIP BLOG
2012 (74) Oktober (9) Marketing Entrepreneur - Jawapos 15 Oktober 2012 Race to Nowhere - Sindo 11 Oktober 2012 Viral Sensation - Jawapos 8 Oktober 2012 OUTSOURCING - Sindo 3 Oktober 2012 Rhoma Irama Effect - Jawapos 1 Oktober 2012 Branding - Sindo 27 September 2012 Fluxury - Jawapos 24 September 2012 Produktivitas, Daya Saing dan PNS - 20 September 2... Beda Perusahaan Kaya dengan Orang Kaya September (7) Agustus (4) Juli (7) Juni (12) Mei (4) April (6) Maret (8) Februari (8) Januari (9)
converted by Web2PDFConvert.com
merisaukan. Guru dan murid harus berubah, dari menghafal menjadi berpikir. Melatih manusia berpikir adalah masalah mendasar yang perlu dipecahkan dalam sistem pendidikan nasional. Berpikir yang baik akan menghasilkan karya-karya besar, meski beresiko tersesat. Tetapi bukankah hanya orang tersesat saja yang berpikir? Hanya orang-orang berpikirlah yang tidak mudah tertipu yang tidak menjadi manusia sempit yang picik, yang tidak memikirkan diri atau kelompoknya sendiri, dan tentu saja orang yang berpikir akan menjadi manusia kreatif. Jadi, bukan hanya mata ajaran yang harus diperbaiki, teknik mengajar dan isi mata ajaran pun perlu disempurnakan. Jadi saya kira pendidikan memang perlu disempurnakan, diperbaiki, termasuk cara berpikir guru dan orang tuanya. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 05:41 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
2011 (13)
converted by Web2PDFConvert.com
bangsa yang gagal membangun kesejahteraannya bukan disebabkan oleh alamnya atau budayanya, melainkan sistem politik yang membiarkan para politisi busuk tetap berkuasa. Rakyat yang tak punya kuasa mengganti mereka akan menerima nasib buruk kemiskinan dan kurang gizi. Ura.Ru dan para relawan di Yekaterinburg mengajarkan, diluar sistem politik ada cara bagi rakyat untuk menciptakan perubahan yang bersifat damai, yaitu Viral Sensation. Serangan-serangan sensasi virus ini harus ditujukan secara personal, tepat di sasaran, lengkap dengan bukti-bukti ucapannya. Sebab pejabat publik hanya peduli pada citra publik dirinya. Ditengah-tengah budaya malu yang sudah hilang, sensasi media sosial masih bisa dijadikan harapan, asal para senimanseniman grafiti, mahasiswa dan aktivis-aktivis perubahan mau bersatu dan tidak berbuat onar dengan merusak sarana publik, atau menyusahkan pengguna jalan. Ayo ikut menciptakan perubahan! Rhenald Kasali Founder RUmah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 17:55 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
karyawan outsourcing kerap dipandang sebelah mata karena tingkat kesejahteraannya jauh di bawah kesejahteraan pegawai tetap di perusahaan tersebut pada kualifikai prkerjaan yang sama. Tentu saja halin menmbulkan rasa ketidakadilan. Fasilitas dan imbalan yang diterima pegawai outsourcing tidak setara dengan kesejahteraan pegawai tetap. Mirip perbedaan yang dialami pekerja-pekerja lokal di perusahaan-perusahaan asing yang kesejahteraannya dibedakan. Masalah tunjangan kesehatan pun tidak diperhatikan oleh perusahaan pengguna jasa tersebut. Mereka menyerahkan masalah tunjangan kesehatan, kesejahteraan pekerja kepada perusahaan outsourcing. Dan demi mendapatkan eisiensi, perusahaan outsourcing banyak yang menghapuskan tunjangan kesejahteraan buruhnya, bahkan menekan upahnya. Sebuah ketidakadilan yang kemudian sangat merugikan buruh. Selama dualisme itu ada, rasa ketidakadilan sulit dihilangkan. Selain itu, banyak perusahaan yang melakukan outsourcing semata-mata untuk mencari untung karena bisa menyewa tenaga kerja yang lebih murah, bukan karena ingin fokus kepada kompetensi inti. Sementara perusahaan outsourcing juga mencari untung dengan mencari tenagatenaga kerja murah yang kompetensinya tidak sesuai. Jika sudah begini, maka buruh outsourcing lah yang paling menderita. Padahal niat semula dengan outsourcing adalah perusahaan bisa fokus pada kompetensi intinya sehingga bisa lebih fokus, kinerja lebih baik, bisa berekspansi yang pada akhirnya bisa membuat semua pihak semakin sejahtera. Di tengah globalisasi saat ini, praktik outsourcing tidak mungkin dihapuskan. Para buruh pun harus melihat outsourcing sebagai sebuah realita yang harus dihadapi. Namun yang lebih penting adalah sistem outsourcing harus dibenahi, ditata ulang. Outsourcing yang baik adalah yang efisien, menguntungkan kedua belah pihak dan menyejahterakan buruh. Tidak boleh ada perusahaan yang membayar tenaga kerja outsourcing di bawah standar. Perusahaan outsourcing sebaiknya memiliki kompetensi dan akreditasi dan dibuat standarnya secara nasional sehingga pada akhirnya semua pihak tidak merasa dirugikan dan negeri ini kembali kompetitif. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 17:50 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
converted by Web2PDFConvert.com
Saya ingat betul suasana tahun 1980-an, di depan kampus UI Salemba, saat kami berdemo melawan Orde Baru. Saat itu kebencian terbesar ditunjukkan kepada militer, yang sekedar menghadapi mahasiswa saja harus turun membawa panser, tameng dan bersepatu Lars. Ini sungguh menciptakan kebencian. Di era 1980-an gejala Rhoma Irama Effect sudah muncul. Saat dikontrak oleh Partai Persatuan Pembangunan (P3) untuk menghibur para pendukung kampanye, Rhoma sering disebut masuk P3. Hari itu di kampus Salemba kami mendengar P3 akan berkampanye di Lapangan Banteng. Semua toko di sepanjang jalan Salemba-Matraman-Senen sudah tutup di siang hari. Jalanan lengang. Dan ribuan rakyat bergerak menuju Lapangan banteng. Sudah hampir pasti bukan P3 yang mereka dukung, melainkan Rhoma Irama. Brand Image Rhoma jauh lebih kuat daripada P3 saat itu. Tetapi menjelang sore hari, entah siapa yang membuatnya, sepanjang jalan SenenKramat Raya dan Salemba porak poranda. Lampu-lampu traffict light pecah, pot-pot bunga besar terbalik kacau balau. Banyak toko yang rusak. Di beberapa titik saya melihat beberapa mobil masih menyala terbakar api. Seperti biasa polisi dan tentara datang belakangan. Ribuan masa yang beringas muncul dari perkampungan. Stand Up Commedy Rhoma Irama effect mungkin masih terus berlanjut meski si raja sudah mulai menua dan puluhan artis-artis dangdut yang lebih terkenal terus bermunculan. Tetapi karya-karya Rhoma sulit dilupakan. Namun di sini yang kita bicarakan bukanlah Rhoma itu sendiri, melainkan efek dari sesuatu yang besar, kuat, dan menakjubkan. Sesuatu yang bisa berubah dari simpati menjadi antipati, dari yang terhina menjadi terangkat seperti janji yang disampaikan dalam kitab suci. Atau sebaliknya, mereka yang meninggikan lehernya akan direndahkan. Sementara itu kecerdasan justru dimiliki oleh komedian-komedian baru. Mereka itu tidak mau mengolok-olok orang lain seperti yang biasa dilakukan para komedian lama. Mereka hanya mengolok-olok diri sendiri. Yang gendut mengolok-olok kegendutannya, yang agak feminim mengolok-olok kaumnya sendiri, yang berlogat Batak atau Madura mengolok-olok etnisnya sendiri, dan yang giginya maju ke depan mengolok-olok kekurangannya. Mereka merendahkan diri untuk ditinggikan. Jadi buat apa belajar membuat strong brand, membangun great company, menciptakan artis hebat, menjadi raja dangdut atau mentraining high performing people kalau hanya menjadi ancaman bagi orang lain dan simpati berubah menjadi antipati? Nama-nama besar yang menggunakan tone tinggi bisa menimbulkan efek negatif bagi diri sendiri. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 17:47 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
converted by Web2PDFConvert.com
Coca Cola menciptakan tema persahabatan 2x1. Cukup satu orang yang membayar, maka didapat 2 buah botol coca-cola. Namun untuk mendapatkannya diperlukan tenaga friendship, beberapa orang bekerjasama. Sebuah Vending machine berukuran tinggi sekitar 2,5 meter diletakkan di lobi sebuah gedung. Namun lubang untuk memasukan coin pembayaran tidak dapat dijangkau dengan tangan biasa. Diperlukan jangkauan diatas 2 meter. Tidak seperti biasa yang dapat di jangkau anak kecil sekalipun. Juga tak ada bangku atau dengklik di sekitar machine. Anak-anak muda di 9 negara yang berada dalam area kampanye branding Coke hanya butuh beberapa saat untuk memecahkan masalah ini. Mereka harus saling memangku. Salah seorang berdiri dibawah dan sahabatnya naik ke atas pundak temannya. Koin yang di masukkan pada slot yang tinggi membutuhkan kerjasama persahabatan, dilakukan sambil bersenang-senang. Lalu 2 botol Coke meluncur ke bawah. Kalau berhasil didapat, semua senang. Branding Campaign ini dengan cepat menyebar luas. Anak-anak muda berebut memanjat bersama dengan sahabat-sahabatnya, berfoto di depan Vending Machine persahabatan dan menyebarkannya dalam media-media social persahabatan. Omset Coke naik, dan brand relationship terbentuk. Brand relationship membutuhkan kreatifitas. Namun lebih dari itu, manusia dibelakangnya harus memiliki branding spirit yang kuat. Bukan seorang yang kaku, pemarah terhadap publik, jarang menyapa, apalagi penakut tentu sulit untuk dicitrakan sebagai manusia yang memimpin untuk melayani. Celakanya badan-badan usaha di Indonesia lebih banyak diwarnai pikiran menghindari kreatifitas dan lebih kuat control-compliance daripada inovasi. Eksekutif lebih kuat mengikat kakinya daripada menjelajahi relationship yang kreatif. Kalau sudah begitu, maka pencitraan apapun akan sulit dibangun. Apalagi bila waktunya mepet. Partisipasi Publik Brand essence dan brand relationship akan tampak saat terjadi loyalitas. Loyalitas yang ditandai dengan repeat order (pembelian berulang-ulang atau kembalinya pelanggan-pelanggan lama )akan bermakna pada partisipasi publik. Dalam pilkada DKi putara kedua, mudah disaksikan kekuatan branding Jokowie yang antara lain ditandai oleh kuatnya partisipasi masyarakat dalam banyak hal. Tengok saja game online yang dibuat anak-anak muda asal Bandung, mereka sama sekali bukan anggota team sukses Jokowie meski mereka meminta restu kepada yang bersangkutan. Berbeda benar dengan game online yang dibuat oleh team sukses Foke-Nara. Yang satu datang dari partisipasi publik, sedangkan yang satunya dari dalam. Partisipasi publik akan datang pada produk-produk yang tepat dan saat yang tepat. Para politisi yang cerdas bisa belajar dari kasus ini. Pertama, menjaga sikap dan membentuk essence yang konsisten adalah modal utama sebuah kemenangan. Betapa seringnya anda muncul di televise bukanlah faktor keberhasilan kalau ucapan-ucapan yang ditampilkan justru bertentangan dengan kemauan dan tuntutan publik. Kedua, tindakan harus konsisten dengan ucapan. Ketiga, kemenangan hanya didapat kalau partai berhasil membina kader-kadernya dan mendapatkan kader-kader yang memiliki essence yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Maka hampir pasti, mengandalkan kader internal yang buruk akan menjadi beban bagi partai. Tugas partai adalah menemukan pemimpin, bukan mempromosikan orang-orangnya yang tidak memiliki essence yang kuat. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 00:45 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
bermerek mahal dimasukkan ke dalam bagasi. Mereka ini pasti bukan orang biasa. Kalau luarnya saja sudah bermerek, bagaimana yang didalamnya? Begitulah training yang diberikan oleh sebuah hotel butik untuk mempelajari karakter tamu-tamunya. Dan semakin hari semakin banyak kita temui temui orang-orang yang mampu memiliki luxury goods dan menjadi semakin biasa. Kalau sudah semakin biasa, ini tentu sudah bukan lux lagi bukan? Di pesawat terbang, kalau Anda duduk di business class selama liburan tidaklah senyaman hari-hari biasa. Di situ Anda akan bertemu berbagai kalangan yang anak-anak kecil. Benar! Bayangkan, anak-anak usia 8 tahun duduk di business class seperti seorang taipan, ditemani beberapa orang baby sitter. Itulah Fluxury. Moving Target Jadi fluxury merupakan evolusi dari luxury, yang dibentuk oleh flux, pertumbuhan yang terjadi terus menerus. Dalam sebuah paper yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga riset disebutkan dunia yang terus berubah, bukan hanya permintaan yang bergerak, melainkan juga definisi, nothing is more flux than the meaning of the word luxury. Fluxury adalah sebuah market insight yang perlu dipahami. Kalau tidak produk-produk bisa turun kelas. Bukankah distributor Anda selalu bilang harga jual belum bisa naik. Atau anak buah Anda akan menyatakan harga segitu sudah kemahalan, susah menjualnya. Demikian juga dengan para politisi yang ditertawakan kelas menengah karena memberikan mereka subsidi yang tidak mereka butuhkan. Ambil saja contoh subsidi BBM yang dipakai untuk jalan-jalan membeli sate di Tretes (dari Surabaya) atau makan bandeng bakar Pak Elan di Gresik. Barang subsidi dipakai untuk bersenang-senang. Jadi diperlukan langkah-langkah berani, walaupun tindakannya nanti biasa-biasa saja, pasti ada sesuatu yang menyegarkan. Intinya adalah mengembalikan kembali merek dalam cahaya baru. Bayangkan saja Anda adalah smart consumer, Anda keluarkan uang puluhan juta rupiah, tetapi banyak orang bisa memiliki juga. Bukankah ini tidak smart? Tetapi snob. Meski mahal dan banyak yang bisa membeli, ya dibeli saja. Larut dalam antrian. Smart consumer, biasanya menghendaki sesuatu yang melebihi ekspetasinya. Kemewahan misalnya, bukan lagi ada di hotel bintang lima atau di pusat kota seperti hotel Grand Hyatt, melainkan sangat mungkin dikreasikan di tengah-tengah perkampungan yang menyatu dengan penduduk. Insight dari fluxury mengajarkan konsumen cerdas mencari sesuatu yang menghadirkan experience that no one has. Saya banyak menemukan fakta-fakta yang demikian di pendopo saya yang benar-benar terletak di tengah-tengah kampung. Sama halnya dengan hotel-hotel mewah yang saya temui di kota pedesaan Ubud. Bahkan dulu banyak eksekutif yang mengeluh saat diberi kamar yang sangat mahal di Ubud. Jalannya kecil, tak ada musik-musik keras keluar dari grup band seperti yang sering anda temui di Seminyak atau Kuta. Tetapi itulah fluxury, kemewahan dari kesunyian. Dan sekarang, turis yang menginap di vila-vila di dalam Kampung Seni Ubud diketahui bukanlah backpackers murahan atau eksekutif pasaran. Mereka yang datang ke Ubud umumnya datang dengan private jet, mereka adalah artis-artis Hollywood, CEO Internasional, diplomat terkenal, penulis besar dan seterusnya. Para pengembang fluxury bisa memanfaatkan banyak elemen mulai dari mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, mengelevasi spirit eksentrik, memperjuangkan kebahagiaan, ekspresi me (its all about me) dan mengangkat kembali antusiasme. Ada banyak cara mengembalikan spirit kebahagiaan. Kalau seseorang sanggup menyeret koper mahalnya di tengah-tengah padang pasir, maka sudah pasti benda itu bukan lagi luxury, melainkan fluxury. Mereka membawanya bukan karena merek, melainkan kebahagiaan. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 00:44 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
Posting Lama
converted by Web2PDFConvert.com