Professional Documents
Culture Documents
026
II.
3.
4.
B. Telur
1. 2. 3. 4.
Cacing Dewasa
III.
Siklus Hidup
Telur keluar bersama feses manusia. Apabila rumput dimakan oleh hewan ternak maka akan masuk menuju usus. Di dalam usus telur menetas menjadi embrio heksakan yang dapat menembus dinding usus menuju ke aluran getah bening atau ke saluran darah kemudian akan menuju jaringan ikat dan berkembang di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung (larva) yang disebut sistiserkus cellulosae. Apabila daging yang mengandung sistiserkus bovis dimakan oleh manusia setelah sampai di usus skoleknya akan keluar dan melekat ke usus halus. Selanjutnya akan menjadi cacing dewasa dalam waktu 3 bulan. Cacing dewasa akan menghasilkan proglotid gravid yang apabila dinding proglotid ini pecah maka akan mengeluarkan telur. Saat manusia buang air besar, telur cacing ini dapat ikut dikeluarkan bersama tinja.
IV.
Cara Infeksi
Cysticercus cellulosa yang terdapat dalam daging babi yang mentah atau tidak dimasak kurang sempurna , termakan oleh manusia dan akan menimbulkan penyakit Taeniasis. Bila menelan telur Taenia sp atau proglotid gravid yang terdapat pada makanan atau minuman yang terkontaminasi akan terjadi Cysticercosis. Infeksi terhadap dirinya sendiri yang berasal dari keberadaan cacing dewasanya di dalam
usus dan mungkin terjadi autoinfeksi internal dimana telurnya akan bercampur dengan asam lambung sehingga menetas dan larvanya masuk kedalam jaringan.
V.
Epidemiologi
Penyebaran Taenia solium bersifat kosmopolit,terutama di negara negara yang mempunyai banyak peternakan babi dan di tempat daging babi banyak dikonsumsi seperti di eropa, Amerika Latin, Republik Rakyat Cina, India, dan Amerika Utara. Penyakit ini tidak pernah ditemukan di negara Islam yang melarang pemeliharaan dan mengkonsumsi babi. Kasus taeniasis atau sistiserkosis juga ditemukan pada beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Irian Jaya, Bali, dan Sumatera Utara. Infeksi penyakit ini juga sering dialami oleh para transmigran yang berasal dari daerah daerah tersebut (Gandahusada et al.2000) Penyakit yang disebabkan cacing pita ini, sering dijumpai di daerah dimana orang orang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging babi yang dimasak tidak sempurna. Disamping itu kondisi kebersihan lingkungan yang jelek dan melakukan defikasi di sembarang tempat memudahkan babi mengkonsumsi tinja manusia. Penularan Taenia solium jarang terjadi di Amerika, Kanada, dan jarang sekali terjadi di Inggris, dan di negara negara skandinavia. Penularan oral vekal oleh karena kontak dengan imigran yang terinfeksi oleh Taenia solium dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang meningkat di Amerika. Para imigran dari daerah endemis nampaknya tidak mudah untuk menyebarkan penyakit ini ke negara-negara yang kondisi sanitasinya baik.
VI.
Diagnosis Laboratorium
Untuk menegakkan diagnosa pasti atas infeksi Taenia solium dapat dilakukan pemeriksaan tinja cara langsung atau dengan cara tak langsung dan harus ditemukan telur atau bagian dari cacing dewasa (skolek atau proglotid) dalam sampel feses.
VII.
Daftar pustaka
1. 2. 3. 4.
crocodilusdaratensis.wordpress.com elearning.unimus.ac.id
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/06/taenia-solium.html Jeffrey dan Leach. 1983. Atlas helminthologi & Protozologi Kedokteran ed.2. EGC Penerbit buku kedokteran 5. Krisnandana,drh. 2009. Buletin penyakit Zoonosa edisi keempat. Direktorat kesehatan masyarakat Deptan RI, Jakarta. 6. http://analismuslim.blogspot.com/2012/02/taeniasis-dan-sistiserkosis-cacingpita.html